ELFARGA

Por jeantandungan

1.7M 55.9K 2.1K

[DILARANG PLAGIAT!] Fellicya Arscharlie. Gadis yang unggul dalam seni beladiri, namun tak unggul dalam urusan... Más

First Of All
Elfarga | One
Elfarga | Two
Elfarga | Three
Elfarga | Four
Elfarga | Five
Elfarga | Six
Elfarga | Seven
Elfarga | Eight
Elfarga | Nine
Elfarga | Ten
Elfarga | Eleven
Elfarga | Twelve
Elfarga | Thirteen
Elfarga | Fourteen
Elfarga | Fifteen
Elfarga | Sixteen
Elfarga | Seventeen
Elfarga | Eighteen
Elfarga | Nineteen
Elfarga | Twenty
Elfarga | Twenty One
Elfarga | Twenty Two
Elfarga | Twenty Three
Elfarga | Twenty Four
Elfarga | Twenty Five
Elfarga | Twenty Six
Elfarga | Twenty Seven
Elfarga | Twenty Eight
Elfarga | Thirty
Elfarga | Thirty One
Elfarga | Thirty Two
Elfarga | Thirty Three
Elfarga | Thirty Four
Elfarga | Thirty Five
Elfarga | Thirty Six
Elfarga | Thirty Seven
Elfarga | Thirty Eight
Elfarga | Thirty Nine

Elfarga | Twenty Nine

22.1K 1.3K 108
Por jeantandungan

Votenya ya:)

Author berusaha ngebut revisinya, biar cepat selesai:)

***

Felli berhenti ditengah-tengah anak tangga rumahnya. Ia menengok ke bawah, di ruang tengah, dimana Farga tengah duduk. Felli mengambil napas dalam, lalu menghembuskannya kasar. Ia harus menguatkan dirinya menghadapi Farga. Entah mengapa, ia sedikit takut berhadapan dengan cowok itu. Dari tatapannya saja membuat Felli merinding. Padahal pagi tadi, cowok itu membantunya.

Sambil memegang kotak P3K, Felli lanjut berjalan hingga sampai di depan kakak kelasnya, alias Farga. Felli sedikit ragu ketika harus mendekatkan wajahnya, mengamati luka yang Farga dapatkan disudut bibirnya. Felli mengambil posisi di samping Farga, lalu menghadap ke arah cowok itu.

“Hadap sini, Kak, aku obatin,” kata Felli seraya membubuhi betadine ke atas kapas.

Farga menurut. Ia memutar tubuhnya, berhadapan dengan Felli yang berstatus adik kelasnya di sekolah.

Felli menahan napas beberapa detik ketika bertemu pandang dengan Farga. Mata cowok itu seperti mata elang, tajam dan memiliki kesan menakutkan. Dengan hati-hati, Felli mulai mengobati sudut bibir Farga menggunakan betadine.

“Kakak dipukulin sama siapa? Kok parah banget kaya gini?” untuk menghilangkan kecanggungan yang melanda keduanya, Felli membuka pembicaraan, meskipun ia sudah tahu Farga tidak akan memberitahu siapa yang memukulnya.

Farga hanya diam sambil memejamkan matanya, seolah menikmati sentuhan tangan Felli diwajahnya. Felli berganti mengolesi luka lebam Farga menggunakan minyak agar bengkaknya turun.

“Selain dimuka, kakak kena pukul dimana lagi? Dada, ya?” saat pertama kali menemukan Farga tadi, Felli melihat Farga memegangi dadanya sambil menahan sakit. Sudah pasti cowok itu mendapat serangan dibagian dadanya.

Farga mengangguk pelan, membuat Felli langsung menatap iba. Pasti sakit sekali karena Felli sudah pernah merasakannya ketika bertanding dulu. Felli menyodorkan botol minyak pada Farga.

“Kakak obatin sendiri, ya? Kalo nggak diobatin cepet, kakak bisa cedera parah,” ucap Felli menerangkan.

“Enggak usah.”

“Dengerin, Kak. Nanti nyesel lho kalo dada kakak terus-terusan sakit. Sakitnya bisa permanen, Kak.” Felli lagi-lagi menggerakkan tangannya yang sedang memegang minyak, memberi isyarat kepada Farga agar segera mengambilnya.

Senyum Felli sedikit mengembang ketika Farga mengambil botol minyak dari tangannya. Namun, senyumnya sirna seketika ketika Farga tiba-tiba mengangkat seragam sekolahnya hingga perutnya kelihatan. Felli nyaris menjerit, tetapi berhasil ia tahan.

Reflek, tangannya menutup kedua matanya, lalu segera memutar tubuhnya membelakangi Farga. Ia mengomel didalam hati. Bisa-bisanya Farga bertindak tiba-tiba seperti itu.

“Udah.” Suara datar Farga kembali terdengar. Felli memutar tubuhnya kembali, lalu mengambil botol minyak dari Farga.

Setelah membereskan obat-obatan ke dalam kotak P3K, Felli berdiri lalu berjalan ke dapur. Ia berniat mengambil air minum untuk Farga.

Farga mengamati sekeliling. Ia daritadi bertanya-tanya, kenapa Felli bisa menemukannya di gang yang sepi itu. Setahunya, tempat itu jarang dilalui, dan kenapa Felli bisa terdampar di daerah itu? Pertanyaan-pertanyaan itu terus bersarang dipikiran Farga dan memaksa untuk dikeluarkan. Hingga dimana, Felli kembali dengan membawa segelas air putih.

“Lo kenapa ada disana?”
Belum juga menaruh gelas dimeja, Felli sudah disambut dengan suara dingin Farga. Felli berdeham sembari menaruh gelas dimeja, lalu mendudukkan dirinya di depan Farga. Aura dingin cowok itu sudah kembali, membuat bulu kuduknya meremang.

“Aku tadi dari rumah Rini, Kak. Terus niatnya mau balik naik angkot. Tapi pas aku lagi nungguin, aku ngeliat segerombol anak-anak lagi panik gitu. Pas aku samperin, aku liat deh kakak di dalam lorong itu.” Felli menjelaskan sesingkat-singkatnya apa yang sebenarnya terjadi dan masih tersimpan jelas diotaknya.

Farga menghela napas, lalu mengusap tengkuknya pelan. “Thanks.”

Alis Felli terangkat. Lumayan kaget jugs ketika mendengar kakak kelas yang terdengar dinginnya ini mengucapkan terima kasih. Meskipun kedengarannya kurang ikhlas dan ada rasa ragu.

“Nggak usah makasih, Kak. Bantuan kakak lebih banyak ke aku.” Felli merasa tidak enak. Farga sudah banyak membantunya, namun tidak pernah sempat mengucapkan terima kasih. “Makasih juga, Kak, tadi udah nganterin aku ngambil buku.”

Farga hanya mengangguk kecil sebagai tanggapan. Sebenarnya ia tidak terlalu ingat kalau tadi mengantar Felli ke rumahnya. Terlalu banyak hal yang menutupi pikirannya sekarang.

“Minum airnya, Kak, biar agak enakan.” Felli menawari.

Farga meraih gelas di atas meja, lalu meneguk isinya dua kali. Felli hanya diam memperhatikan.

“Tinggal sendiri?” Tanya Farga setelah menaruh gelas ditempat semula.

“Iya, Kak.”

“Ortu lo?"

“Di Bandung.”

Farga mengangguk lagi. Felli jadi bingung. Sikap Farga sedikit berubah sekarang. Berbeda dengan sebelum-sebelumnya yang begitu ketus, jutek dan irit berbicara. Sekarang sisi lain Farga terlihat.

“Bisa pinjam hp?” Tanya Farga dengan nada bisa dibilang tidak enak. Ia berat hati jika harus meminjam ponsel orang lain. Namun, tidak ada cara lain lagi. Ia harus menghubungi salah satu temannya.

“Bentar, Kak.” Felli meraba sofa yang ia duduku, tepat dibagian belakangnya. Setelah mendapat benda itu, ia memberikannya langsung kepada Farga dan disambut cepat oleh cowok itu.

Felli hanya diam memperhatikan ketika Farga sibuk mengetikkan sesuatu dilayar ponselnya. Ia sama sekali tidak ragu meminjamkan ponselnya pada orang lain karena Felli tidak menyimpan hal macam-macam di dalamnya. Mamanya saja kadang meminjam ponselnya.

Tidak terlalu lama, Farga menyodorkan ponselnya kembali pada Felli.

“Nomor gue udah gue masukin.”

“Hah?” Felli terbengong ditempatnya.

“Lo punya motor?” Tidak mau mengulangi perkataannya, Farga memilih menanyakan hal lain. Saat memasuki rumah Felli tadi, sambil dipapah oleh gadis itu, Farga tidak sengaja melihat sebuah motor terparkir di garasi rumah Felli. Meskipun tertutup kain, Farga bisa dengan jelas melihatnya.

“Punya, Kak.”

“Kenapa nggak dibawa ke sekolah?”

Haruskah Felli menjawabnya? Tentu.

“Nggak tahu caranya, Kak.”

Felli bisa melihat sudut bibir Farga terangkat sedikit. Cowok itu tersenyum? Entahlah, Felli tidak bisa menganggap itu senyuman karena hampir mirip dengan seringai meremehkan.

“Nggak tahu ngendarain?” tanya Farga memastikan. Ingat, sejak tadi, ia berbicara tanpa nada sedikitpun.

Felli mengangguk pelan. Salah tidak sih kalau ia tidak bisa mengandarai motor? Menurut Felli, itu hal wajar karena ia adalah seorang perempuan. Masih SMA pula.

“Besok gue ajarin.”

“Hah?”

Sekali lagi, Felli terbengong. Ia tidak mengerti kenapa Farga selalu mengucapkan sesuatu secara tiba-tiba dan membuatnya bingung. Diajari mengendarai motor oleh kakak kelas dingin yang notabene-nya merupakan most wanted sekolahnya?

Dimana Felli sendiri sudah mendapat getahnya karena hanya membeli nasi goreng dengan cowok itu, dimana ia menjadi bahan gosip siswi-siswi SMA Pancasila? Dan sekarang Farga ingin menambah bahan gosip mereka lagi?

Hell no ... Felli tidak bisa. Sekarang saja ia berharap di dalam hati, semoga tidak ada yang melihatnya sedang bersama Farga. Bisa-bisa ia menjadi bulan-bulanan Cinta lagi.

“Maaf, Kak, lebih baik nggak usah deh.” Felli sebenarnya bingung bagaimana caranya menolak niat baik Farga, tapi, ia tidak bisa terus-terusan menjerumuskan dirinya ke dalam masalah.

“Takut di-bully?”

Felli menipiskan bibirnya. Apakah Farga bisa membaca pikiran? Tidak mungkin. Felli menatap Farga dengan tatapan bimbang. Ia tidak tahu lagi harus menjawab apa. Berbicara dengan kakak kelasnya ini agak menguras isi otak. Mana tanpa nada lagi.

“B—bukan itu, Kak.” Felli menggaruk tengkuknya. Membuatnya semakin kentara jika sedang ngeles. “Nggak mau ngerepotin.” Lanjutnya dengan suara memelan.

Kenyataannya bukan itu yang mau ia katakan.

“Nggak usah pikiran apa yang orang-orang bilang tentang lo. Kalau mereka ngelakuin sesuatu sama lo, jangan takut bilang ke gue.”

Felli nyaris speechless. Haruskah ia baper sekarang? Kenapa kata-kata Farga membuat hatinya terasa berbeda? Tidak mungkin! Felli menggigit bibir bagian dalamnya, menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menyerang. Farga hanya mengatakan hal sederhana dan itu hal biasa. Felli yang lebay, atau memang ia normal?

“Anggap gue pelindung lo mulai sekarang.”

TBC

Komentar kalian bikin aku greget pengen update terus wkwkwkw makasih ya❤️

Semoga proses revisinya cepat selesai, amin.

Find me on, ig: @jeantandungan






















Seguir leyendo

También te gustarán

GEOGRA Por Ice

Novela Juvenil

2.3M 98.7K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
1.4M 103K 45
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
554K 27K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
1.3M 121K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...