Last Letter From God [END]

By sleepdragon_seo11

118K 9.6K 492

Kehidupan sempurna sangat diimpikan oleh banyak orang. Tak terkecuali namja bermarga Park, Park Jungkook. Tap... More

Me Always Wrong..
What's Wrong with Me?
Misterious Latter..
I Will Ok!
The Dream...
Misterious Letter (Again)
That Girl?
I'm Sick
Chingu.
I'm Not Felling Well.
Hospital
School
Done?
Critical Conditions
Days
Meet
Bad Reality
푸른 사막인가 (Blue Desert)
Come & Go
사라지다 (Lost)
마지막 (The Last)
The Gift
Pemberitahuan!!
Epilog

Accident

4.3K 399 16
By sleepdragon_seo11

.

.

.

Author pov.

Pagi ini, Jungkook berangkat kesekolah dengan langkah ringan. Ini karena eommanya membuatkan sarapan untuknya. Ini pertama kalinya eommanya membuatkan sarapan untuknya setelah sekian tahun lamanya. Jungkook merasa senang hari ini. Ia berjalan memasuki kelasnya tanpa ada halangan sama sekali.

Jungkook menghentikan langkahnya ketika merasa ada yang aneh dengan pagi ini. Ya.. biasanya Zico akan menyambutnya ketika ia  masih berada di koridor sekolah. Tapi pagi ini, Jungkook tak mendapati Zico sama sekali. Bahkan ketika di koridor pun, Zico tak menampakkan batang hidungnya.

Kenapa Zico tak terlihat sama sekali? Seharusnya ia sudah di sekolah sekarang.

“Seunghoon-ah!” panggil Jungkook ketika melihat Seunghoon, teman sekelas Zico. Seunghoon berjalan menghampiri Jungkook.

“Waeyo?”

“Ah, apa kau melihat Zico? Biasanya dia sudah berada di sekolah sekarang.”

“Kau tak tau kalau Zico sepulang sekolah kemarin mengalami kecelakaan?”

Jungkook terdiam. Ia terlalu terkejut mendengar perkataan Seunghoon baru saja.

Zico kecelakaan?

“Sekarang dia dirawat dimana?” tanya Jungkook dengan terburu-buru.

“Dia di rawat di rumah sakit Jeonguk.”

Tanpa menunggu lagi, Jungkook segera berlari keluar sekolah menuju halte bus terdekat. Ia ingin melihat keadaan Zico sekarang juga. Pikirannya kembali teringat ketika Zico mengajaknya pulang bersama ketika pulang sekolah. Dan Jungkook menolaknya begitu saja.

Aku harap, tak ada hal buruk yang terjadi padamu, Zico-ya.

.

.

.

Jungkook pov.

Aku berlari di koridor rumah sakit. Setelah bertanya dimana kamar Zico di bagian administrasi, aku segera menuju kesana. Aku benar-benar ingin melihat Zico. Aku ingin meminta maaf karena kemarin aku telah menjauhinya tanpa sebab.

Cklek!

“Hah.. hah..”

Aku terengah-engah karena berlari sepanjang koridor. Aku melihat Park Kyung dan juga Mino disana. Lalu aku menoleh kearah Zico yang terbaring di tempat tidur dengan perban di kepalanya. Aku berjalan mendekat ketempat tidur Zico. Ia terlihat tenang dalam tidurnya.

“Zico mengalami kecelakaan setelah pulang bertemu dengan kami di alun-alun.” Ucap Mino.

“Katanya dia ingin bertemu denganmu. Ia juga berkata kalau tingkahmu kemarin tiba-tiba berubah. Zico mengira kalau dirinya pasti sudah berbuat salah padamu, jadi dia ingin pergi menemuimu untuk meminta maaf.” Jelas Park Kyung.

Aku masih menatap sedih kearah Zico. Dia seperti ini karena kesalahanku. Andai saja kemarin aku mengatakannya yang sebenarnya pada Zico, ia pasti tidak akan mengalami kecelakaan dan berakhir seperti ini.

“Ini semua kesalahanku. Andai saja, kemarin aku tak menjauhi Zico tiba-tiba, dia pasti tak akan mengalami kecelakaan seperti ini.” ucapku, bersalah.

“Tenanglah, Jungkook-ah.” Mino mencoba menenangkanku.

Aku benar-benar merasa bersalah pada Zico. Apalagi melihatnya masih menutup matanya, membuatku semakin merasa bersalah. Jika saja aku tidak melakukan hal bodoh seperti kemarin? Zico pasti akan menyapaku ketika di sekolah pagi ini.

Ah, aku bahkan meninggalkan sekolah dan lari kesini. Aku tak peduli jika besok aku harus mendapat hukuman karena membolos sekolah.

.

.

.

Author pov.

Sudah dua hari Jungkook menunggu Zico di rumah sakit. Ia bahkan tak pulang ke apartement. Jungkook sudah memberitau nyonya Park, jika dirinya tak bisa pulang karena menunggu temannya yang sedang sakit. Keadaan Zico masih sama seperti kemarin. Ia masih belum membuka matanya. Park Kyung dan Mino sudah pulang, karena mereka harus mengurus rumah.

Jika bertanya tentang orang tua Zico, mereka berada di luar negeri karena urusan bisnis. Zico tinggal di sebuah apartement sama seperti Jungkook, hanya saja mereka berbeda gedung apartement. Dan keluarga yang dimiliki Zico di Seoul, hanya Park Kyung dan Mino. Dua temannya itu yang selalu ada untuknya, disaat Zico susah atau senang.

“Zico-ya, cepatlah sadar. Mianhae, kalau waktu itu aku menjauhimu tanpa alasan.” Ucap Jungkook.

Ia berusaha mengajak Zico berbicara agar Zico cepat tersadar dari tidurnya.
Dan sepertinya usaha Jungkook tak sia-sia, Zico perlahan membuka matanya. Jungkook tersenyum senang melihat Zico sudah membuka kedua matanya. Zico terlihat menatap kesekelilingnya.

“Zico-ya, kau sudah sadar?”

“Eodiya?”

“Kau ada di rumah sakit, Zico-ya.”

“Jungkook-ah..”

“Apa ada yang sakit? Aku akan panggilkan dokter.”

“Aniya.” ucap Zico. Jungkook menghentikan langkahnya.

“Aku ingin meminta maaf padamu kalau aku memiliki salah yang mungkin aku tak tau dan tak menyadarinya. Mianhae, Jungkook-ah.”

Jungkook terdiam. Bahkan ketika Zico membuka matanya, ia masih memikirkan kejadian waktu itu. Jungkook benar-benar merasa bersalah pada Zico.

“Aku yang seharusnya minta maaf padamu, Zico-ya. Waktu itu aku menjauhimu tanpa mengatakan apapun. Sejujurnya aku melakukan itu agar kau tak terseret masalah keluargaku.” Ucap Jungkook dengan menundukkan kepalanya.

“Pasti karena hyung-hyungmu.”

“Mianhae, Zico-ya.” ucap Jungkook, masih menundukkan kepalanya.

“Aniya, ini bukan salahmu. Ini karena kau takut dengan hyung-hyungmu. Jika aku di posisimu, aku pasti akan melakukan hal yang sama.” Ucap Zico.

“Tapi, karena aku kau mengalami kecelakaan dan berakhir seperti ini.”

“Sudah aku bilang kalau ini bukan kesalahanmu. Aku kecelakaan karena aku menghindari mobil lain. Ini memang nasibku, jadi kau tak perlu menyalahkan dirimu sendiri, Jungkook-ah.” ucap Zico, mencoba menenangkan Jungkook.

“Aku harap, kau cepat sembut. Kau tau, koridor sekolah terasa sepi ketika kau masuk rumah sakit.”

“Memangnya kenapa dengan koridor sekolah kalau aku masuk sekolah?”

“Bukankah kau selalu membuat keributan di koridor sekolah setiap pagi?”

“Aish, kau mengungkit hal itu lagi. Sudahlah, itu masa lalu dan diriku yang dulu. Sekarang aku sudah berubah.” Ucap Zico.

“Ne, arraseo.”

Jungkook tersenyum melihat Zico sudah seperti biasa. Ya.. meski Zico baru saja membuka matanya, ia sudah terlihat seperti orang yang sudah sehat. Begitulah Zico, ia tipikal orang tak mudah di tebak. Dirinya itu sangat mengejutkan.

.

.

.

Hari sudah beranjak siang. Tapi, Jungkook masih setia di kamar Zico. Ia terlihat menemani Zico yang tengah tertidur. Ya.. setidaknya ini yang bisa di lakukan oleh Jungkook pada Zico untuk menebus kesalahannya.

Cklek!

Jungkook menoleh kearah pintu kamar Zico yang terbuka. Ia melihat Mino dan Park Kyung yang berjalan masuk ke sana.

“Bagaimana kondisi Zico? Aku dengar tadi dia tersadar.” Tanya Mino.

“Ne, dia memang sadar tadi. Dan sepertinya dia sudah baik-baik saja.” Ucap Jungkook sambil menoleh kearah Zico.

“Ah, Jungkook-ah. Sebaiknya kau pulang saja. Ini sudah dua hari kau berada di rumah sakit. Aku takut keluargamu akan mencarimu nanti.” ucap Park Kyung.

“Ne, benar kata Park Kyung hyung. Kau sebaiknya pulang saja. Biar kita yang menjaga Zico disini.” ucap Mino. Jungkook menoleh kearah Zico. Menatap Zico yang tertidur pulas itu.

“Geurae, kalau begitu aku pamit pulang. Nanti aku akan kembali ke sini.” Ucap Jungkook.

Ia berdiri dari duduknya dan mengambil tasnya. Jungkook berjalan keluar dari kamar Zico.

Cklek!

Jungkook berjalan di koridor rumah sakit dengan langkah lemasnya. Kepalanya terasa berdenyut. Jungkook berusaha menahan sakit kepalanya. Ia kembali melanjutkan langkahnya. Namun kembali terhenti karena kepalanya terus berdenyut. Langkahnya juga terasa semakin melemas.

“Jeon Jungkook?”

Jungkook menoleh ketika mendengar seseorang memanggilnya. Jungkook melihat seorang dokter berjalan ke arahnya. Jungkook mengingat dokter itu. Ia adalah dokter yang sama yang menanganinya waktu itu. Dan Jungkook tau, dokter itu adalah hyung sepupu Zico.

“Ah, aku baru saja ingin menemuimu di kamar Zico. Ternyata kau sudah berada disini.” ucap Jongin.

“Apa ada yang ingin euisanim katakan?” tanya Jungkook.

“Panggil aku hyung saja. Ne, ada yang ingin aku tanyakan padamu.” ucap Jongin. Jungkook terlihat mengerutkan dahinya.

“Apa kau sudah memutuskannya?”

Jungkook terdiam mendengar pertanyaan Jongin. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jungkook tau maksud dari pertanyaan Jongin. Ini pasti mengenai penyakitnya. Jungkook masih belum memutuskan untuk di rawat di rumah sakit atau tidak. Jika ia menyetujui perawatan itu, kemungkinan dirinya untuk hidup lebih lama akan terwujud. Tapi, jika ia menolak maka hidupnya tak akan bisa bertahan lama.

“Sebenarnya.. aku masih belum memutuskannya, hyung. Aku masih bingung.” Ucap Jungkook.

“Apa yang kau bingungkan, Jungkook-ah?”

“Entahlah. Aku ingin menyetujui perawatan itu, tapi di sisi lain aku menolaknya.”

“Tapi sebelumnya, apa kau sudah memberitahu orang tuamu?” tanya Jongin, yang membuat Jungkook terdiam.

“Belum. Aku belum memberitahu mereka.”

“Kau belum memberitahu mereka, atau kau.. memang tak ingin memberitahu mereka?”

Pertanyaan Jongin membuat Jungkook terhenyak. Jungkook tak menjawab pertanyaan Jongin. Pandangannya bermain kearah lain.

“Kenapa kau tak memberitau mereka?”

“Aku.. aku..”

Jongin terus mengamati gerak-gerik Jungkook. Jongin melihat Jungkook yang bertingkah aneh. Wajahnya pucat dan keringat terlihat mengalir deras. Jongin tau, Jungkook tengah menahan sakit sekarang. Tapi, Jongin memutuskan untuk menunggu. Menunggu sampai kapan Jungkook akan menahan sakitnya.

Jongin tersentak ketika melihat tubuh Jungkook terhuyung kebelakang. Dengan sigap Jongin menangkap tubuh Jungkook. Jungkook tak sadarkan diri. Jongin menghela nafas panjang. Ia segera memanggil beberapa perawat untuk membantunya membawa Jungkook ke kamar rawat.

.

.

.

Jungkook pov.

"Eunghh.."

Kepalaku terasa berdenyut. Terasa seperti di tusuk ribuan jarum yang menusuk secara bersamaan. Sakit sekali.

Ingin rasanya aku membuka mataku dan berteriak sekerasnya. Tapi, kedua mataku benar-benar menolak untuk menuruti perkataanku. Bahkan mulutku juga engan untuk mengeluarkan suaranya. Hanya lenguhan yang bisa menjadi tanda jika aku tengah menahan rasa sakit.

"Sepertinya pasien sedang kambuh, seonsaengnim."

"Suntikkan obat penghilang rasa sakit dan obat tidur. Pasien harus istirahat total hari ini."

Aku masih bisa mendengar perkataan Jongin hyung dan seorang perawat. Sepertinya memang itu yang aku butuhkan saat ini. Menghilangkan rasa sakit yang menyiksa ini, dan istirahat total untuk tubuhnya.

Sedetik kemudian, aku bisa merasakan obat itu bereaksi. Perlahan tapi pasti. Kini sakit di kepalaku sudah menghilang. Suntikan kedua kembali ku dapatkan. Tubuhku terasa mulai rileks. Nafasku perlahan mulai teratur. Dan akhirnya aku tak mendengar suara apapun.

.

.

.

Author pov.

Suara mesin EKG terdengar nyaring. Hanya itu satu-satunya suara yang berbunyi dan memecah kesunyian di ruangan putih itu.

Perlahan mata dari seorang pasien yang berada di kamar itu terbuka. Pasien yang tak lain adalah Jungkook. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

Sunyi.

Hanya itu yang di dapatkan Jungkook. Ia mencoba untuk mendudukkan dirinya. Kepalanya berdenyut sedikit tapi sudah kembali seperti semula.

Jungkook mencabut jarum infus di tanggannya. Tak peduli dengan darah yang keluar dari bekas jarum infus itu.

Setelah melepas jarum infusnya, Jungkook turun dari ranjangnya. Ia mengambil tasnya yang ada di sofa. Ia harus segera pulang kerumah.

Cklek!

"Astaga, Jungkook-ah. Kenapa kau turun dari ranjangmu? Kau harus istirahat."

Suara Jongin memenuhi telinga Jungkook ketika pintu kamar rawatnya terbuka. Jongin berjalan menghampiri Jungkook yang sudah bersiap untuk pulang.

"Nan gwenchanayo, hyung. Aku harus pulang sekarang." Ucap Jungkook dengan menampilkan senyumannya.

"Suntikan obat tidur baru sepuluh menit yang lalu, dan sekarang kau ingin pulang? Aish!" Kesal Jongin pada pasiennya ini.

"Aku sudah lama tertidur, hyung. Gwenchana."

"Kau bilang, kau sudah tertidur cukup lama? Sepuluh menit kau bilang cukup lama?"

"Aku harus pulang, hyung." Ucap Jungkook sambil menampilkan senyumnya. Ia mencoba menyakinkan Jongin jika dia baik-baik saja.

Jongin menghela nafas panjang. Ia tak menduga jika memiliki pasien keras kepala seperti ini. Jongin harus banyak bersabar menghadapi pasien seumuran adik sepupunya ini.

"Geurae. Biarkan aku antar kau pulang." Ucap Jongin.

Jungkook hendak menolak, tapi Jongin memberikan tatapan jika ia tak mendengar penolakan. Jungkook hanya bisa mengangguk dan mengekor di belakang Jongin.

.

.

.

Jungkook sudah sampai di depan apartementnya. Jongin sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi Jungkook masih terdiam di depan gedung apartementnya. Tak ada niatan darinya untuk melangkahkan kakinya, masuk ke dalam.

Jujur saja, Jungkook memikirkan perlakuan apa yang akan di terimanya dari dua hyungnya.

"Lupakan, Jungkook-ah. Mereka hyungmu, dan kau dongsaengnya. Mereka pasti tak melakukan hal yang parah padamu." Ucap Jungkook. Ia mencoba memberi semangat pada dirinya sendiri.

Jungkook menghela nafas panjang. Perlahan, ia melangkahkan kakinya memasukki gedung apartement dan menaiki lift, menuju apartementnya.

Ting!

Pintu lift terbuka. Jungkook melangkahkan kakinya menuju ke apartementnya. Matanya melirik kearah pintu di samping apartementnya.

Tertutup.

Sepertinya hyungdeul sedang pergi.

Jungkook mengangkat tangannya untuk memasukkan password apartementnya.

"Wah.. sepertinya ada yang ingat dengan habitatnya."

Pergerakan tangan Jungkook terhenti ketika mendengar suara yang tak asing. Jungkook membalikan badannya dan melihat sosok Jimin dan Seokjin berdiri tak jauh di belakangnya.

"Hyung.."

Jimin berjalan mendekat bersama dengan Seokjin. Jungkook masih terdiam di tempatnya. Hingga Jimin dan Seokjin berdiri di depan pintu apartement mereka, tak ada yang kembali membuka suaranya.

"Bukankah menyenangkan pergi dari kehidupanmu selama dua hari?" Cibir Jimin.

Jungkook hanya menundukkan kepalanya. Ia tak berani menatap hyungnya. Terutama Seokjin.

"Apa hyung tak ingin memberi pelajaran untuk anak sialan ini?" Tanya Jimin pada Seokjin.

Seokjin hanya diam. Ia menatap Jungkook di hadapannya dengan tatapan tajam. Tangannya sudah mengepal erat. Bahkan terlihat kuku-kuku jarinya memutih. Seokjin sedang dalam mode emosinya.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Brugh!!

Jimin tersenyum miring melihat apa yang baru saja terjadi. Jungkook terjatuh di lantai. Ia terlihat meringis menahan sakit yang di terimanya.

Ya, Seokjin memukul Jungkook sebanyak tiga kali. Pukulannya mengenai pelipisnya, perutnya dan sudut bibirnya mengeluarkan darah.

Seokjin menatap Jungkook yang terduduk di bawahnya. Tak ada sorot kekhawatiran melihat kondisi Jungkook. Yang ada hanya tatapan tajam dan penuh akan emosi.

Tes!

Tes!

Tes!

Jungkook terkejut ketika melihat tetesan cairan merah yang keluar cukup deras. Jungkook menangkup hidungnya untuk menghentikan mimisannya. Tapi tetap saja, darah itu mengalir membasahi kemeja putihnya. Seokjin dan Jimin tak melihatnya karena Jungkook menundukkan kepalanya.

"Kau harus di beri pelajaran, sialan!"

Seokjin sudah siap melayangkan pukulannya pada Jungkook. Jungkook hanya pasrah dengan apa yang akan di terimanya.

"Seokjin! Geumanhae!"

Sebuah teriakan membuat Seokjin menghentikannya aksinya. Jimin, Seokjin dan Jungkook menoleh ke sumber suara.

"Eomma.."

Nyonya Park berjalan dengan cepat menghampiri ketiga anaknya. Wajahnya menatap cemas kearah Jungkook.

"Jungkook-ah, gwenchana?" Tanya nyonya Park pada anak bungsunya itu.

"Gwenchana, eomma." Ucap Jungkook.

Nyonya Park menggeleng. Ia tau, anak bungsunya ini sedang tak baik. Melihat kondisinya yang di hiasi darah, membuat hati nyonya Park terasa seperi teriris.

"Apa yang kau lakukan pada adikmu, Jin-ah? Kenapa kau memukulnya hingga seperti ini?" Tanya nyonya Park dengan nada menuntut penjelasan.

"Apa eomma tak tau, apa yang sudah di lakukan anak kesayangan eomma ini? Dia membolos sekolah selama dua hari, eomma. Bahkan pihak sekolah memanggilku. Apa eomma tak tau itu?" Ucap Seokjin.

"Jungkook memberitahu eomma, jika temannya mengalami kecelakaan dan di rawat di rumah sakit. Jungkook ingin menemani temannya di rumah sakit." Ucap nyonya Park.

"Haha.. apa eomma tak sadar, jika eomma sudah di tipu oleh Jungkook? Bisa saja Jungkook beralasan seperti itu, agar ia tak ketahuan membolos." Kesal Seokjin. Ia sudah kesal dengan eommanya yang terus membela Jungkook.

"Eomma tau, Jungkook tidak akan membohongi eomma." Ucap nyonya Park, kemudian.

"Terus saja eomma membela anak kesayangan eomma!! Hanya dia yang baik di mata eomma! Bahkan kita berdua seperti tak ada harganya di mata eomma! Eomma selalu pilih kasih! Eomma lebih sayang bocah ini dari pada kita! Apa eomma tau itu?!"

Seokjin mengungkapkan semua yang mengganjal di hatinya. Semua yang di simpannya rapat-rapat agar tak di dengar eommanya. Tapi, Seokjin punya batas kesabaran. Ia tak bisa hanya diam seperti ini.

Setelah mengatakan semuanya, Seokjin dan Jimin berjalan pergi meninggalkan nyonya Park dan Jungkook.

Nyonya Park terkejut mendengar penuturan anak sulungnya. Terutama Jungkook. Akhirnya ia tau, apa yang membuat hyung-hyungnya membenci dirinya selama ini.

"Akh-!"

Nyonya Park terkejut ketika mendengar pekikan Jungkook. Nyonya Park melihat Jungkook yang mencengkram erat kepalanya. Raut wajah nyonya Park kembali panik.

"Jungkook-ah, gwenchanayo?"

"Gwen-chana, eomma. Aku masuk apartementku dulu."

Jungkook bangkit dan berjalan menuju ke pintu apartementnya. Ia memasukkan passwordnya dan masuk ke dalam apartementnya. Nyonya Park masih terlihat cemas. Tapi ia tau, Jungkook pasti butuh waktu sendiri.

.

.

.

"Eunghh.. Eunghh.."

Kondisi kamar Jungkook jauh dari kata rapi. Benar-benar berantakan. Semua berserakan dimana-mana. Bahkan seprei yang menutupi tempat tidur Jungkook, terlihat tak beraturan.

Jungkook terlihat gelisah di atas tempat tidurnya. Tangannya masih setia mencengkram rambutnya dengan kuat. Mencoba menghilangkan rasa sakit di kepalanya.

Tisue bahkan berserakan diatas tempat tidurnya hingga kelantai kamarnya. Tisue yang di gunakannya untuk menyumpal hidungnya yang terus-terusan mimisan.

"Astaga. Kenapa kepalaku sakit sekali? Apa ini akhir untukku?" Monolog Jungkook di sela-sela rasa sakitnya.

Jungkook bangkit dari tidurnya. Ia membuka laci di nakasnya dan mengambil sebuah tabung. Dengan tergesa-gesa, Jungkook mengeluarkan beberapa pil putih di sana. Jumlahnya cukup banyak.

Tanpa berpikir panjang lagi, Jungkook menelan pil itu tanpa air. Ia tak memperdulikan rasa pahit yang di timbulkan oleh pil yang baru saja di telannya.

Brugh!

Jungkook kembali menjatuhkan dirinya di atas tempat tidurnya. Menatap kosong ke langit-langit kamarnya. Matanya terlihat sayu.

Jika esok aku tak terbangun lagi, aku harap semua yang aku sayangi bahagia. Terutama Jin hyung dan Jimin hyung. Semoga mereka bahagia, ketika aku tak terbangun lagi.

.

.

.

TBC

Yoo.. rei up.

Oke, nih chp lanjutan nya. Mian klo gk ngefeel. Nggak tau knp, rei buatnya agak ngelantur kemana-mana. So, mianhae.

And, rei mau ngasih tau. Kmungkinan nih ff slow up deh. Soalnya, otaknya rei kebelah jdi tiga buat ngerjain tiga ff skligus  termasuk ff ni.

Oke, mian klo bnyk typo. Rei gk smpet ngedit.

Jan lpa tinggalin jejak kalian.

Salam Reika Ryu.

Continue Reading

You'll Also Like

86.9K 6K 32
Jeon Jungkook adalah anak ke 7 dari 7 bersaudara Jeon Family, Yang mana merupakan anak bungsu paling di sayang.. Namun 'kasih sayang' tidak bertahan...
71.9K 4.9K 13
BIASAKAN VOTE SEBELUM BACA!!! Musim pertama... Menceritakan tentang boyband yang biasa orang sebut Bangtan seonyandan (BTS), awalnya ber-6 tapi entah...
242K 36.4K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
1M 84.8K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...