ELFARGA

By jeantandungan

1.7M 56K 2.1K

[DILARANG PLAGIAT!] Fellicya Arscharlie. Gadis yang unggul dalam seni beladiri, namun tak unggul dalam urusan... More

First Of All
Elfarga | One
Elfarga | Two
Elfarga | Three
Elfarga | Four
Elfarga | Five
Elfarga | Six
Elfarga | Eight
Elfarga | Nine
Elfarga | Ten
Elfarga | Eleven
Elfarga | Twelve
Elfarga | Thirteen
Elfarga | Fourteen
Elfarga | Fifteen
Elfarga | Sixteen
Elfarga | Seventeen
Elfarga | Eighteen
Elfarga | Nineteen
Elfarga | Twenty
Elfarga | Twenty One
Elfarga | Twenty Two
Elfarga | Twenty Three
Elfarga | Twenty Four
Elfarga | Twenty Five
Elfarga | Twenty Six
Elfarga | Twenty Seven
Elfarga | Twenty Eight
Elfarga | Twenty Nine
Elfarga | Thirty
Elfarga | Thirty One
Elfarga | Thirty Two
Elfarga | Thirty Three
Elfarga | Thirty Four
Elfarga | Thirty Five
Elfarga | Thirty Six
Elfarga | Thirty Seven
Elfarga | Thirty Eight
Elfarga | Thirty Nine

Elfarga | Seven

34.8K 1.6K 21
By jeantandungan

Sepanjang pelajaran berlangsung, pikiran Felli terus berkelana ke arah lain. Saat apel pagi tadi, ia terus memasang tampang orang bodoh karena tidak menyangka jika cowok yang tadi malam duduk di sampingnya dan bertingkah tidak jelas ternyata kakak kelas yang memiliki segudang prestasi. Tidak hanya itu yang membuat pikirannya tidak fokus seperti sekarang. Sepanjang apel pagi dan cowok itu berdiri di atas panggung, cowok bernama Elfar itu terus saja menatapnya dengan lekat. Felli sendiri tentu saja merasa tidak nyaman. Apalagi mata cowok itu sangat tajam seperti elang.

"Fel, lo nggak ngantin?"

Felli tersadar dari lamunannya. Ia menengok ke samping kanannya, dimana Rini sedang membereskan buku dan pulpennya. Gadis itu menoleh ke depan dan terkejut begitu mendapati guru mata pelajaran mereka sudah tidak ada di tempatnya.

"Bu Mariana mana?" Tanya Felli kebingungan.

Rini mengerutkan alis. "Udah keluar daritadi. Lo nggak nyadar?"

Felli menggeleng samar. Segitu asyiknyakah dirinya dengan pikirannya hingga tidak menyadari kalau jam pelajaran telah usai? Felli menjentikkan jarinya sendiri ke jidatnya, untuk membuyarkan pikirannya dan bisa fokus lagi.

"Ayo ke kantin!" Seru Nisa penuh semangat.

Ketiga gadis berseragam putih abu-abu itu melangkah santai melewati koridor kelas yang nampak ramai siswa berlalulalang. Letak kelas sebelas dengan kantin cukup jauh dibanding kelas lain. Makanya, perlu waktu lumayan untuk menuju kantin. Sambil berjalan, Felli mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mengingat ia baru bersekolah dua hari di SMA Pancasila, jadi dia belum sempat melihat-lihat sekolah.

Makanya, ia menyempatkan dirinya mengamati gedung sekolah selama berjalan menuju kantin.

"Fel, nanti kalo di kantin, lo jangan berisik ya kalo gengan cogan ada," kata Nisa dengan suara setengah berbisik.

Felli menoleh dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa? Terus geng cogan itu siapa?" Tanya Felli meminta penjelasan.

"Kakak kelas yang kemarin kita liat di cafe," jawab Rini menimpali.

Hanya diam setelah mendengar jawaban Rini, Felli kemudian kembali memikirkan kakak kelas yang sedaritadi ia pikirkan di kelas. Entah mengapa, cowok itu seolah menarik perhatian Felli sepenuhnya. Padahal, cowok itu tidak melakukan apapun lagi selain duduk di sampingnya tadi malam, berkata tidak jelas, dan menatapnya lekat saat apel pagi berlangsung. Hanya itu. Apakah itu bisa dijadikan alasan yang jelas, mengapa Felli terus memikirkannya?

Mata Felli menatap takjub sebuah pintu besar yang terbuka lebar. Di atas pintu terdapat tulisan canteen yang cukup besar. Beberapa siswa keluar masuk.

"Nah, Fel. Ini kantin sekolah kita." Rini memberitahu.

Felli mengangguk singkat. Tentu saja ia sudah tahu, mengingat Felli sudah melihat tulisan besar di atas pintu. Gadis itu menggandeng kedua tangan temannya sembari berjalan memasuki kantin yang sangat ramai. Suara sendok yang beradu dengan mangkuk, suara berisik orang berbicara, tawa, hingga jeritan langsung memenuhi organ pendengaran begitu Felli sudah berada di dalam kantin.

Suasana ramai khas kantin membuat Felli teringat sekolah lamanya. Suasananya hampir sama dengan kantin di sekolah lama Felli. Hanya saja, kantin sekolahnya dulu tidak sebagus kantin SMA Pancasila.

"Kita duduk disana, yuk!"

Nisa langsung menarik tangan Rini dan Felli dan membawa mereka ke meja yang ada di tengah-tengah kantin. Beberapa murid yang menyadari kedatangan mereka langsung berbisik-bisik.

"Rin, kok mereka pada bisik-bisik?" Tanya Felli ikut berbisik.

Rini melirik sekelilingnya. "Kayanya mereka udah tahu lo itu anak baru. Makanya pada bisik-bisik."

Felli mengangguk paham dengan mulut berbentuk huruf O. Sebenarnya hal itu sudah lazim dikalangan anak sekolah. Jadi, hal itu tidak masalah baginya.

"Lo mau makan apa, Fel? Kalo gue sama Rini bakso selalu," kata Nisa sembari menyodorkan selembar kertas yang tertulis beberapa menu makanan di kantin.

Felli meraih menu dan mulai memilih. Ia sempat berdecak kagum karena kantin SMA Pancasila memiliki selembaran menu. Di kantin sekolah biasanya, menu makanan yang dijual ditempel didinding, bukan berbentuk seperti sekarang yang dipegangnya.

"Pangsitnya enak nggak?" Tanya Felli dengan mata tertuju pada menu.

"Eum, enak sih kayanya. Gue sendiri belum cobain sebenernya. Tapi menurut abang gue yang dulu sekolah di sini, pangsitnya enak dan jadi makanan favorit waktu itu," jawab Rini, menjelaskan.

"Ya udah deh. Gue pangsit aja. Tapi yang sedang aja, soalnya nggak bakal habis," balas Felli sembari menutup buku menu dan meletakkannya di atas meja.

"Oke. Minumnya samain aja semua ya. Biar cepet," ucap Nisa sebelum akhirnya beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pantri.

Felli sekali lagi mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, memperhatikan orang-orang yang sibuk sendiri. Ada yang mengobrol sambil makan, ada yang sibuk bercanda, fokus makan, dan lain sebagainya. Pandangannya jatuh ke sisi kanan kantin, dimana ada sekelompok siswa berpakaian urakan. Mereka terdiri dari beberapa orang dan tampak sibuk berdiskusi.

"Rin, itu yang duduk disana, kelas berapa?" Tanya Felli seraya menunjuk arah menggunakan ekor matanya.

Rini mengikuti arah pandangan Felli, kemudian mendengus. "Kelas dua belas. Mereka itu geng badboy sekolahan. Jangan deket-deket mereka, anggap aja mereka itu gak ada. Kalo lo berurusan sama mereka, lo nggak bakal hidup tenang," jawab Rini dengan sedikit berbisik. Jika ia kedapatan membahas tentang kakak kelas berjulukan badboy itu, bisa-bisa ia yang tidak bisa hidup tenang.

Felli mengangguk paham. Seperti dinovel-novel yang telah ia khatam-kan, di sekolah-sekolah biasanya ada murid yang digolongkan badboy. Ada juga goodboy, hingga coolboy. Jujur saja, ia suka dengan julukan-julukan itu dan seperti dinovel yang telah ia baca, kisah cinta orang-orang yang mendapat julukan-julukan itu sangat menarik dan indah.

"Rin, mereka liatin kita. Kok gitu?" Tanya Felli setelah melirik kembali kakak kelas berpenampilan khas badboy di pojokan kantin.

Rini ikut-ikutan melirik. Selanjutnya yang terjadi, Rini menahan napas dan langsung membuang wajah. "Mampus, Fel. Kita kena masalah," cicit Rini.

"Hah? Maksud lo?" Felli bertanya dengan alis bertaut. Ia benar-benar tidak mengerti apa maksud Rini.

"Fel, apes banget nasib kita. Kakel itu jalan ke sini!" Rini mulai menunjukkan gelagat panik tapi kalem. Ia berusaha tidak menampakkannya.

"Terus kenapa?"

"Hey!"

Felli reflek menoleh begitu mendengar suara di belakangnya, sedangkan Rini menunduk dalam di tempatnya. Felli memasang tampang penuh tanya sambil menatap seorang cowok tinggi yang wajahnya bisa dikatakan tampan. Namun, penampilannya sangat berbanding terbalik dengan siswa pada umumnya. Felli tahu kalau cowok itu adalah bagian dari kakak kelas yang ada di sudut kantin.

"Gue nyapa lo!" Kata cowok itu sembari mengambil tempat di samping Felli. Namun, cowok itu hanya berdiri sambil menatap lurus wajah Felli. Ditatap seperti itu pastinya membuat Felli risih.

"Kenapa, ya?" Tanya Felli to the point.

"Lo anak baru, 'kan?"

Felli mengangguk disertai senyuman tipis. "Iya, Kak."

"Pantes aja belagu. Lo kelas berapa?" Tanya cowok itu lagi.

"Kelas sebelas tiga, Kak. Saya minta maaf kalo---"

"Kak, maafin teman saya ya, Kak. Dia baru sekolah dua hari, jadi dia belum tahu aturan-aturan di sini. Saya mewakili dia buat minta maaf!" Potong Rini. Cewek itu menatap penuh permohonan ke arah kakak kelas itu.

Mendengar penuturan Rini, kakak kelas urakan yang seragamnya terdapat name tag bertuliskan Eric Anando itu tertawa remeh. Matanya tersirat sorotan meremehkan yang sangat kentara.

"Kenapa lo yang minta maaf? Temen lo yang super kepo ini yang harus minta maaf!" Ucapnya sarkas.

Super kepo? Felli memikirkan kata-kata itu. Ia baru saja dijuluki super kepo? Memangnya apa yang telah dilakukannya? Hanya melirik ke meja para badboy sekolahan saja salah? Itupun Felli tidak saja melakukannya.

"Kalo gitu, saya minta maaf, Kak. Saya nggak tahu kalo di sekolah ini, ngeliat orang aja bisa salah," ucap Felli, berusaha menetralkan rasa kesalnya. Didalam hatinya, ia sangat ingin mengumpat karena tingkah kakak kelas sok berkuasa di sampingnya sekarang.

"Belum cukup maaf lo. Lo harus berlutut di depan gue sekarang!" Kata Eric penuh penekanan. Felli sendiri langsung melotot dan reflek tangannya mengepal. Gadis itu melirik Rini yang tampak pucat.

"Kok berlutut? Memangnya kesalahan saya sebesar apa? Memangnya kakak raja, ya? Raja dari kerajaan apa? Kerajaan ubur-ubur?" Sembur Felli dengan tidak santai. Tidak peduli dirinya akan kena masalah karena berani melawan kakak kelas. Yang penting, ia sudah berani dan tidak hanya bisa bicara dibelakang. Felli bukan tipe seperti itu.

Eric tersenyum miring. Tangannya bergerak menyisir rambut hitam berantakannya ke belakang. Bukannya terpesona, Felli rasanya ingin muntah sekarang juga.

"Lo berani juga, ya?" Eric mendekatkan wajahnya ke arah Felli.

Suasana kantin mendadak hening dan mencekam. Beberapa orang langsung berhenti makan, dan memfokuskan diri menyaksikan apa yang akan terjadi pada siswi baru yang sangat berani menantang orang yang cukup ditakuti di SMA Pancasila.

"Terus saya harus takut? Saya cuma takut sama Tuhan. Emangnya kakak Tuhan?"

"Lo?!" Eric tiba-tiba mencengkeram kerah baju Felli hingga gadis itu menjerit kaget.

"Le---pas!" Felli berusaha melepas tangan Eric dari kerah bajunya. Napasnya sedikit sesak.

"Lo belagu bener ya! Gue ba---"

Brak!

Perhatian semua orang beralih ke bagian pintu masuk kantin, termasuk perhatian Eric dan juga Felli. Di pintu masuk, seorang cowok berseragam sedang menatap tajam. Iris matanya tertuju pada Eric yang tangannya masih setia mencengkeram kerah Felli. Suara tadi berasal dari piring plastik yang dilempar begitu saja ke lantai kantin. Perlahan, langkah cowok itu mendekat, hingga sampai dimeja yang Felli tempati. Dimana Felli kini masih berusaha melepaskan tangan Eric.

"Lepasin tangan lo," ucap bermata tajam itu dengan nada datar.

Eric tersenyum miring. "Lo nggak usah ikut campur! Gue gak ada urusan lagi sama lo!" Balas Eric tajam.

Cowok yang baru saja datang itu menunjukkan smirk mengerikan. "Kalo lo nggak lepas, lo bakal berurusan sama gue," ucap cowok itu dengan manik tajam yang terus saja menyorot wajah Eric.

Perlahan, cengkeraman Eric melonggar dan akhirnya terlepas. Felli langsung memperbaiki kerah bajunya sembari mengambil napas banyak-banyak. Gadis itu menatap cowok bermata tajam yang baru saja mengeluarkan satu kalimat yang mampu membuat Eric terdiam. Adu tatapan tajam sempat terjadi, sebelum akhirnya Eric memilih meninggalkan kantin.

Mata Felli beralih melirik name-tag cowok itu. Disana tertulis Elfar Gabrielo G.

"Makas---"

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, cowok itu tiba-tiba pergi tanpa mengucapkan apa-apa. Namun, matanya sempat menatap Felli beberapa detik dengan tatapannya yang menusuk.

"Fel, lo nggak papa?" Rini langsung bertanya dengan nada khawatir.

Felli yang fokusnya masih tertuju pada cowok yang telah menolongnya itu tidak menjawab. Pikirannya berkelana kemana-mana. Ia sudah salah menilai cowok itu. Cowok yang ia cap sebagai cowok tidak jelas saat kejadian di cafe waktu itu, cowok yang tidak mau meminjamkannya power-bank.

Elfar?

Felli bergumam. "Dia udah nolongin gue."


TBC

GIMANA REVISINYA? WKWKWK. YANG SABAR YA NUNGGUNYA, KARENA AKU BAKAL ROMBAK CERITANYA. TAPI NGGAK SEMUA KOK TENANG AJA. PALING DIRAPIHIN AJA PENULISANNYA.

OKE?

VOTE YAA!!!

Jangan lupa baca ceritaku yang lain❤

Continue Reading

You'll Also Like

4.2M 94.9K 47
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
514K 10.8K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...
640K 48.1K 57
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.1M 65.9K 33
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...