The Winner

By Nathania1721

197K 20.4K 1.9K

COMPLETE - Ayo kita bertaruh! Kalau kau kalah, kau akan menjadi istriku selamanya. Pertaruhan antara Mingyu d... More

1. You Should Get Married
2. What Does He Look Like?
3. Work Harder
4. Just Call My Name
5. Romantic Couple
6. Come With Me
7. Feel Comfortable
8. Just Because
9. Let's Bet!
10. Severely Defeated
11. As Sweet As Chocolate
13. I want To Go on My Honeymoon
14. You and Me Become Us
15. My Present For You (END)

12. Let Me Help You

9.2K 1.1K 155
By Nathania1721

Seokmin berdiri di lorong hotel tanpa melakukan apapun. Wajahnya tampak memucat. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia begitu sulit untuk menelan salivanya. Mingyu memang atasan sekaligus sahabatnya. Namun justru karena itu yang membuatnya tahu Mingyu tidak bercanda dengan ucapannya.

"Apa aku benar-benar mati malam ini?" batinnya cemas.

Seokmin sudah mencoba melakukan apa yang Mingyu inginkan. Tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia tidak tahu bagaimana mencari keberadaa Wonwoo di hotel semewah ini. Apalagi hotel dengan kamar mencapai ribuan.

Di hotel mewah, semua informasi pengunjung dijaga sangat ketat. Bahkan ia yakin aparat kepolisian tidak mudah untuk menerobos ke dalamnya. Apalagi ia yang tidak memiliki kuasa apapun.

"Kalau aku mendobrak setiap kamar, sepertinya aku akan dipenjara sebelum menemukan Wonwoo," ratap Seokmin. Ia mengacak rambutnya frustasi. Sama sekali tidak terpikir jalan keluar untuk menyelamatkan nyawanya.

Sedangkan di tempat lain, Mingyu keluar dari mobilnya dengan tergesa. Ia berlari di lobi hotel yang menarik perhatian pengunjung. Namun tidak ada yang ia pikirkan selain keberadaan Wonwoo.

Sebelum menekan tombol lift, Mingyu merogoh ponsel dari saku jasnya. Namun ia tertegun dengan tindakannya sendiri. Melihat ponsel mengingatkannya dengan ponsel milik Wonwoo. Ia baru teringat pernah mengaktifkan GPS di ponsel milik Wonwoo.

Dan dengan tidak sabaran, ia melacak keberadaan Wonwoo melalui ponselnya. Dahinya berkerut karena Wonwoo tidak lagi berada dalam hotel.

"Di taman?" gumam Mingyu bingung. Namun CEO muda itu langsung menuju taman. Ia hanya perlu menanyakan alasan keberadaan pemuda pucat itu setelah bertemu nanti.

Pemuda tampan itu berlari dan mengabaikan nafasnya yang memburu. Pakaiannya yang begitu rapi berubah menjadi acak-acakan. Bahkan rambutnya yang tertata rapi sudah tidak beraturan.

Di taman yang sepi pengunjung itu, Mingyu tidak menemukan keberadaan Wonwoo. Membuatnya harus kembali berlari mengelilingi taman.

"Sial." Lagi-lagi Mingyu mengumpat. Ia juga tidak bisa berpikir jernih dalam keadaan seperti ini. Yang ia pikirkan, hanya secepat mungkin menemukan Wonwoo.

Kepalanya ia gelengkan berulang kali. Bayangan yang tidak diharapkan lagi-lagi muncul tanpa izinnya. Membuat CEO muda itu menggeram marah dalam pencariannya.

Saat tengah menetralkan nafasnya, Mingyu melihat seseorang yang meringkuk di bawah pohon. Matanya menyipit untuk menajamkan penglihatannya. Meski minim pencahayaan, ia bisa mengenal orang itu adalah Wonwoo. Tanpa menundanya, ia langsung berlari mendekat.

"Wonwoo," serunya.

"Jangan mendekat!"

Mingyu terkejut mendengar bentakan itu. Untuk pertama kalinya ia mendegar Wonwoo mengeluarkan nada setinggi itu. Namun tidak ada alasan untuknya tetap menjauh. Ia justru semakin mengikis jarak mereka.

"Wonwoo," ulangnya sekali lagi.

"Siapapun kau, aku mohon jangan dekati aku. Jangan sentuh aku," teriaknya sekali lagi.

Mingyu menulikan pendengarannya. Bahkan ia sudah jongkok tepat di depan Wonwoo.

"Ini aku, Mingyu." Pemuda tampan itu berucap lembut, membuat Wonwoo mengangkat wajahnya perlahan.

"Kau tidak apa-apa?"

Terdengar ke khawatiran dari suara itu. Mingyu mengulurkan tangannya menyentuh dahi Wonwoo. Namun langsung ditepis sang pemilik dahi.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Mingyu sekali lagi.

"A-Aku tidak apa-apa," jawab Wonwoo terbata dan memalingkan wajahnya.

"Kau tidak ingin aku melakukan hal lain padamu?" Pertanyaan Mingyu membuat wajah Wonwoo keruh. Dengan kesal, ia mendorong tubuh suaminya. Membuat Mingyu hampir terjungkal kalau tidak menahan menggunakan tangannya di tanah.

"Kenapa kau marah? Aku hanya menawarkan bantuan? Mungkin kau membutuhkanku saat ini," goda Mingyu dengan menahan senyumnya. Namun Wonwoo tidak menjawab, lebih memilih memalingkan wajahnya.

"Wajahmu memerah," ucap Mingyu dengan mendekatkan wajahnya. Dan tanpa perasaan, Wonwoo langsung menoyor wajah itu menjauh.

"Diam kau!" serunya galak.

"Kenapa kau bisa ada di sini?" Kali ini Mingyu bertanya serius. Wonwoo terdiam beberapa saat sebelum membuka mulutnya.

"Setelah aku meminum setengah gelas, ada seorang pelayan yang meminta maaf dan menjelaskan semuanya. Ia menyesal karena kelalaiannya yang salah membawa nampan. Dan saat itu, ia langsung memberikanku segelas susu. Katanya, susu bisa membuat efeknya berkurang," ucap Wonwoo panjang lebar.

"Tapi ... tapi ... efeknya tidak benar-benar hilang," cicit Wonwoo. Ia memalingkan wajahnya yang memerah. Membuat Mingyu tersenyum melihatnya.

"Jadi, kau butuh aku kan?"

"Diam kau! Dasar mesum," marah Wonwoo dengan menatap suaminya tajam. Tapi tidak berpengaruh apapun. Karena Mingyu masih menunjukkan senyum menggodanya.

"Kenapa dengan tanganmu?" tanya Mingyu terkejut. Ia langsung memegang tangan Wonwoo. Dan mendapati tangan putih itu memerah bahkan terdapat luka di beberapa bagian.

"Bukan apa-apa." Dengan cepat Wonwoo langsung menarik tangannya.

"Kemarikan tanganmu!" perintah Mingyu tegas.

"Aku tidak mau kau sentuh!" tolak Wonwoo keras kepala. Karena merasa tidak ada gunanya berdebat, Mingyu langsung menarik tangan yang Wonwoo sembunyikan.

"Kau membenturkan tanganmu di pohon?" tebak Mingyu yang tidak ditanggapi pemuda manis itu.

Mingyu melepas dasinya. Melilitkan dasi itu ke tangan Wonwoo yang terluka.

"Kenapa kau melakukannya?" tanyanya. Untuk sesaat Wonwoo terdiam. Menggigit bibirnya karena merasa malu dengan jawabannya.

"Karena efek minuman itu ...." Wonwoo menjerat sejenak kalimatnya. Berucap pelan yang membuat Mingyu  semakin penasaran.

"Aku ... aku takut melakukan sesuatu yang tidak aku inginkan di luar kesadaranku. Karena aku sudah menikah, aku harus menjaga diriku," lanjut Wonwoo.

Pergerakan tangan Mingyu terhenti. Ia tertegun mendengar pengakuan itu. Meski Wonwoo mengucapkannya lirih, Mingyu masih bisa mendengarnya dengan jelas.

"Jadi aku lebih memilih mengalihkan efek minuman itu dengan menyakiti tanganku," lanjut Wonwoo yang membuat tubuh Mingyu benar-benar membatu.

Setelah terdiam beberapa detik, Mingyu kembali melanjutkan kegiatannya. Membenarkan lilitan dasinya di tangan Wonwoo. Mingyu masih terus memegang tangan itu sebelum Wonwoo yang menariknya dengan paksa.

Merasa jarak mereka terlalu dekat, Wonwoo menggeser duduknya. Efek minuman itu belum sepenuhnya hilang. Ia takut terlalu dekat dengan Mingyu. Meski laki-laki di depannya adalah suaminya, tapi Wonwoo lebih memilih menjauh.

"Kenapa kau menjauh?" tanya Mingyu setelah terdiam beberapa menit.

"Aku juga tidak harus mendekat," ucapnya ketus. Lagi-lagi Mingyu terdiam. Ia justru memandang Wonwoo dengan senyum yang begitu menjengkelkan.

"Apa maksud senyummu itu?" tanya Wonwoo sewot.

"Kau malu untuk meminta seperti malam itu?" bisik Mingyu yang disertai senyum menyebalkannya. Dan untuk ke dua kalinya, wajahnya didorong agar menjauh.

"Kau gila? Aku tidak mengatakannya." Wonwoo berteriak kesal yang justru membuat Mingyu semakin menjadi. Ia justru tersenyum yang Wonwoo tahu senyuman mengejek.

"Lebih baik kau pergi dari sini," usir Wonwoo. Ia tidak tahu sudah berapa kalimat ketus yang ia ucapkan. Tapi sama sekali tidak berpengaruh pada suaminya. Mingyu justru semakin mendekatkan tubuhnya. Mengubah duduknya menjadi tepat di sampingnya.

"Aish." Wonwoo bahkan sudah mengumpat. Ia menjauhkan duduknya. Menggeser bokongnya agar tidak terlalu dekat dengan suaminya.

"Kau tidak sopan kalau terus menjauhi suamimu." Kali ini Mingyu mengeluarkan protesannya. Dan Wonwoo hanya bisa memasang wajah keruhnya. Karena ia juga membenarkan ucapan Mingyu.

"Atau kau tidak bisa menahannya lebih lama kalau berdekatan denganku, hem? Kau menginginkan seperti yang malam itu?" Mingyu belum jera menggodanya. Ia menaik turunkan alisnya dengan senyum yang berlipat-lipat lebih menyebalkan.

"Kau tahu kan aku suamimu? Jadi aku akan melakukannya kalau kau memintanya." Wonwoo diam. Hanya wajahnya yang semakin memerah mendengar ocehan itu.

"Kita sudah pernah melakukannya, jadi kau tidak seharusnya malu untuk memintanya," goda Mingyu yaang membuat tangan Wonwoo semakin terkepal.

"Bukankah efek obat itu bertahan sampai empat jam? Kau yakin ingin menahannya selama itu? kau tidak ingin melampiaskannya padaku? Aku akan membantumu dengan suka rela," lanjut Mingyu lagi. Tidak memedulikan tatapan tajam yang Wonwoo layangkan untuknya.

"Semakin kau menahannya, kau akan semakin tersiksa. Aku sudah ada di sini untuk menuntaskan keinginanmu."

Tidak tahan dengan ocehan Mingyu yang menyebalkan. Wonwoo langsung berdiri dari tempatnya. Ia akan pergi ke manapun asal tidak berada di dekat suaminya.

"Terserah! Aku per—"

Bruk ...!

"Aw ...."

Wonwoo meringis kesakitan. Dengan paksa, Mingyu menarik tangannya. Hingga ia terjatuh tepat di pangkuan pemuda tampan itu.

"Kau mau pergi, hem? Tidak semudah itu?"

"Lepas! Aku mau pulang."

"Tidak akan." Mingyu justru melingkarkan tangannya di pinggang ramping itu. Membuat Wonwoo mendengus sebal.

"Kenapa kau keras kepala sekali? Apa susahnya mengatakan kalau kau menginginkanku dan membutuhkan bantuanku?" Mingyu bertanya dengan senyum menyebalkannya. Yang lagi-lagi membuat Wonwoo mendesis kesal.

"Aku tidak butuh! Aku masih bisa menahannya," tolak Wonwoo tegas. Ia mencoba melepas lingkaran tangan di pinggangnya. Tapi tenaga Mingyu terlalu kuat untuknya.

"Aku tidak yakin kau bisa menahannya lebih lama," bisik Mingyu dengan mendekatkan wajahnya. Membuat pemuda manis di pangkuannya menahan nafas. Ia memundurkan wajahnya seiring wajah Mingyu yang semakin mendekat.

Bugh ...!

"Ugh ...."

Kali ini Mingyu yang meringis kesakitan. Wonwoo memukul dadanya cukup keras. Dan saat lingkaran tangan itu merenggang, Wonwoo langsung mengambil kesempatan. Melarikan diri dari pangkuan suaminya yang ia tahu semakin gila.

Wonwoo menolehkan kepalanya ke belakang. Sebenarnya, ia khawatir dan merasa bersalah. Hanya saja rasa kesal mengalahkan semuanya. Lagi pula ia tidak ingin berada di dekat suaminya yang hanya membuatnya kesal.

"Seharusnya dia membantuku dengan menjauhiku, bukan menggodaku seperti itu," rutuk Wonwoo dalam hati.

Yang bisa ia lakukan saat ini adalah menjauhi Mingyu. Sedikit saja ia lunak, ia yakin akan lepas kendali. Karena efek obat itu masih bekerja hingga saat ini. Dan ia yakin masih bertahan hingga dua jam ke depan.

Tidak ingin ditinggal begitu saja, Mingyu mengejar Wonwoo. Menyamakan langkah si pemuda manis yang tampak begitu tergesa. Seolah tidak jera, Mingyu melingkarkan tangannya ke leher pemuda yang lebih pendek. Dan delikan tajam itu hanya ia balas dengan senyuman.

"Wonwoo-ya, tawaranku masih berlaku sampai lima jam ke depan."

Gigi Wonwoo bergemelatuk mendengarnya. Ia tidak tahu bagaimana caranya mengenyahkan Mingyu dari hadapannya saat ini.

"Atau kau ingin mencoba gaya baru? Katakan saja!" Kalimat Mingyu membuat wajah Wonwoo memerah. Wajah putih itu sudah memerah karena efek obat, dan semakin memerah karena godaannya.

"Eyy ... kau semakin manis saja dengan wajah semerah itu," goda Mingyu lagi.

Chu ....

Dan tanpa izin, Mingyu mencuri kecupan di pipi putih itu. Mata Wonwoo membulat dengan nafas tertahan. Meski bukan pertama kali, tetap saja ia tidak bisa menutupi gugup dan rasa malunya.

"Uhuk ... uhuk ...."

Mingyu terbatuk saat Wonwoo memukul perutnya dengan sikunya. Pukulan itu tidak main-main. Hingga Mingyu meringis lagi dan terbatuk.

Dan setelah rangkulan itu terlepas, Wonwoo mempercepat langkahya. Bukannya marah, Mingyu tersenyum lebar melihat Wonwoo yang semakin menjauhinya.

"Wonwoo-ya, jangan sampai kau meraba-rabaku saat aku tidur nanti. Aku tidak akan mengizinkannya saat aku sudah tidur. Dan aku tidak memberinya saat kau meminta. Jadi katakan sekarang kalau kau menginginkanku selagi penawaranku masih berlaku."

Mendengar teriakan itu, Wonwoo langsung berbalik. Wajahnya benar-benar kesal dengan tangan terkepal. Andai melempar dengan batu bukan tindakan kriminal, Wonwoo ingin melempar kepala Mingyu dengan batu.

"Jangan pernah berharap. Aku tidak akan melakukannya. Dasar mesum idiot. Enyah kau dari hadapanku," teriak Wonwoo sebelum semakin mempercepat langkahnya.

Mingyu tidak bisa tidak terkekeh melihat kemarahan si pemuda manis. Hanya melihat wajahnya, Mingyu tahu Wonwoo benar-benar kesal karena ulahnya.

Sembari mengikuti Wonwoo, Mingyu merogoh saku jasnya. Jarinya menyentuh layar untuk mengangkat panggilan itu.

"Ada apa Jun-ah?" tanyanya.

"Mingyu-ya, ada apa sebenarnya? Kenapa Seokmin menangis sambil menelefonku? Bahkan Seokmin meracau sudah mencari tanah untuk pemakaman. Bahkan Seokmin menghubungi teman-temannya untuk meminta maaf."

Penuturan Jun membuat Mingyu tergelak. Ia melupakan Seokmin yang sepertinya masih berada di hotel.

"Katakan padanya malaikat mautnya akan datang sejam lagi. Jadi persiapkan dirinya baik-baik."

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Mingyu langsung memutus sambungan. Ia harus mengejar Wonwoo sebelum hilang dari pandangan. Ia berniat menghukum Seokmin karena kelalaiannya. Dan sepertinya akan sangat menyenangkan mengganggu salah satu sahabatnya itu. Membayangkan Seokmin menangis dengan wajah memucat membuatnya kembali terkekeh.

TBC

-

-

Continue Reading

You'll Also Like

962K 78.3K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
46.7K 4K 29
"The Greatest Female Idol Lalisa Manoban Terlihat Kembali" cerita hanya fiksi yang memusatkan kisahnya dari K-pop Idol Lalisa Manoban dan CEO Frederi...
99.5K 16.9K 25
Banyak orang berkata bahwa cinta itu datangnya dari mata lalu turun ke hati. Tapi tak banyak orang tahu, bahwa cinta itu hati yang merasa bukan mata...
340K 25.8K 20
Salah untuk mencintai seseorang walau orang itu tak mencintai kita? Apakah itu akan terjadi dengan kita? dengan pemaksaan tentang cinta kita yang tak...