The Winner

Von Nathania1721

197K 20.4K 1.9K

COMPLETE - Ayo kita bertaruh! Kalau kau kalah, kau akan menjadi istriku selamanya. Pertaruhan antara Mingyu d... Mehr

1. You Should Get Married
2. What Does He Look Like?
3. Work Harder
4. Just Call My Name
5. Romantic Couple
6. Come With Me
7. Feel Comfortable
8. Just Because
9. Let's Bet!
10. Severely Defeated
12. Let Me Help You
13. I want To Go on My Honeymoon
14. You and Me Become Us
15. My Present For You (END)

11. As Sweet As Chocolate

14.5K 1.4K 201
Von Nathania1721

=Happy Reading=

Wonwoo memasuki rumah orang tua Mingyu dengan bingung. Mingyu baru saja pergi setelah mengantarnya. Meninggalkannya dalam kebingungan karena suasana rumah yang tampak berbeda.

Perasaannya merasa tidak nyaman mendengar bisik-bisik beberapa maid. Bahkan ia tidak menemukan Jinhae di manapun. Biasanya wanita tua itu selalu menyambut kedatangannya. Membuatnya yakin ada sesuatu yang telah terjadi.

"Apa terjadi sesuatu?" tanyanya pada dua maid yang berdiri di depan kamar Jinhae. Bukannya menjawab, mereka justru menunduk dengan wajah sedih.

"Ada apa sebenarnya?" tanyanya penasaran.

Tidak kunjung mendapat jawaban, Wonwoo menerobos keduanya. Namun langkahnya terhenti karena lengannya ditahan.

"Jangan masuk Wonwoo-ya. Kau tidak boleh masuk," ucap salah satu maid yang seusia dengannya.

"Kenapa aku tidak boleh masuk?"

"Itu ... itu ... sebenarnya ...." Ia tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Memberi isyarat pada temannya untuk menjawab pertanyaan Wonwoo. Karena tidak sabar, Wonwoo langsung membuka pintu dengan paksa.

"Halmoeni."

Langkah Wonwoo terhenti di depan pintu. Ia tertegun melihat pemandangan di depannya. Jinhae terbaring lemah dengan seorang pria berjas putih berdiri di sisi ranjang. Ia tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup masker.

"Tuan muda tidak boleh masuk. Anda bisa terkena panyakit kalau mendekati halmoeni."

"Apa maksud kalian?" tanya Wonwoo terkejut.

Dua maid itu memilih keluar saat pria paruh baya itu mendekat. Berdiri di depannya dan menepuk pundaknya.

"Kau tidak seharusnya masuk ke kamar ini Wonwoo-ya." Wonwoo terdiam. Kini ia tahu pria di depannya adalah dokter pribadi keluarga Kim. Suara dibalik masker itu sangat ia kenali.

"Kau juga tidak boleh mendekati Jinhae-ssi." Alis Wonwoo saling bertaut. Penuturan sang dokter membuatnya bingung.

"Maksud uisa-nim?"

"Jinhae-ssi mengidap penyakit menular yang sangat mematikan," ucap sang dokter yang membuat mata Wonwoo membola. Pandangannya langsung teralihkan pada Jinhae. Wanita tua itu hanya terbaring lemah dengan wajah tampak memucat.

"P-Penyakit menular?" monolognya yang diiyakan dokter di depannya.

"Uisa berada di sini untuk menyembuhkan halmoeni kan?" tanya Wonwoo penuh harap. Namun yang ia dapatkan hanya gelengan dengan hembusan nafas frustasi.

"Kami tidak yakin bisa menyembuhkannya. Penyakit yang diderita Jinhae-ssi adalah penyakit langka. Jadi untuk saat ini, jangan dekati Jinhae-ssi agar tidak tertular. Karena penularannya mudah menyebar melalui udara dan sangat fatal untuk keselamatan orang yang tertular."

Wonwoo tidak mampu melanjutkan kalimatnya. Hanya terdiam meresapi ucapan sang dokter. Tanpa dijelaskan lebih, ia tahu resiko jika tetap berada di dekat Jinhae.

"Jadi untuk alasan ini kalian hanya berdiri di luar?" Dua maid itu kembali menundukkan kepalanya. Tidak berani sekedar menatap mata Wonwoo apalagi menjawab pertanyaannya.

"Jadi untuk sementara keluar dari kamar ini Wonwoo-ya. Kau harus pikirkan kesehatanmu. Jangan sampai kau sampai tertular penyakit mematikan ini."

Pemuda manis itu mematung di tempatnya. Hanya terdiam memandangi seorang wanita tua yang hanya mampu berbaring. Dan dengan perlahan, Wonwoo langsung memundurkan langkahnya. Berbalik dan meninggalkan kamar Jinhae.

Melihat kepergian Wonwoo, Jinhae tersenyum sedih. Ia bangkit perlahan dan memilih bersandar pada kepala ranjang.

"Ternyata seperti itu," gumamnya. Wanita tua itu mendesah. Menggelengkan kepalanya dan memasang wajah sedih.

Beberapa menit kemudian, Wonwoo kembali ke kamar Jinhae. Memeluk sebuah bantal beserta selimut. Membuat penghuni kamar itu bingung dengan tingkahnya.

"Kalau kalian tidak mau menemani halmoeni, biar aku yang melakukannya." Tanpa ragu, Wonwoo meletakkan bantalnya di samping Jinhae. Naik ke atas ranjang tepat di samping wanita tua.

"Wonwoo-ya, apa yang kau lakukan? Kau tidak tahu itu berbahaya? Cepat menyingkir dari sana."

Wonwoo mengabaikan larangan itu. Justru menyamankan duduknya dan memeluk Jinhae. Bahkan saat Jinhae ikut bersuara, Wonwoo menulikan pendengarannya.

"O-Ommo ... kau menangis Wonwoo-ya?" Jinhae terkejut setengah mati mendengar sebuah isakan. Dan dugaannya semakin meyakinkan saat bahunya terasa basah.

"Kau menangis?" tanyanya lagi tanpa bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Halmoeni harus sembuh. Aku akan menemani halmoeni walau mereka semua menjauh," ucap Wonwoo yang terdengar parau. Hati Jinhae langsung mencelos mendengarnya.

"Kau seharusnya menjauh dari halmoeni, Wonwoo-ya," peringat Jinhae sekali lagi. Masih dengan memeluknya, Wonwoo menggeleng.

"Kalau memang dengan membagikan sakit halmoeni denganku bisa mengurangi sakit yang halmoeni rasakan, aku akan menanggungnya. Asalkan halmoeni cepat sembuh."

Jinhae dan semua yang mendengarnya terhenyak. Mereka tidak menyangka Wonwoo akan berpikiran sejauh itu.

"Ommo ... bagaimana ini? Cucu menantuku benar-benar menangis. Apa yang harus aku lakukan? Tidak seperti ini seharusnya. Jadi aku harus bagaimana? Cucu menantu kesayangku menangis. Ya Tuhan maafkan aku," Jinhae meracau dalam hati. Dalam diamnya ia berteriak heboh melihat Wonwoo yang menangis sambil memeluknya.

"Untuk pertama kalinya, aku bisa merasakan kasih sayang halmoni. Jadi aku tidak ingin kehilangan halmoni. Kalau memang halmoni tidak bisa sembuh, aku yang akan menemani halmoni."

Bukan hanya Jinhae, mereka ikut tersentuh mendengar pengakuan Wonwoo. Bahkan tanpa sadar Jinhae ikut menitikkan air matanya. Ia merasa sedih dan menyesal menjadi satu.

"Karena mengikuti ucapan mereka, aku jadi membuat cucu menantu kesayangku menangis. Aku benar-benar menyesal. Apa yang harus aku lakukan? Haah ... aku harus membuat perhitungan dengan mereka."

#-#-#

Hampir dua puluh empat jam, Jinhae menghela nafas berat. Merutuki keputusannya yang membuat semuanya menjadi runyam. Bahkan ia tidak bisa mendapatkan tidur nyenyak karena rasa bersalah yang menjadi.

"Wanita tua yang buruk," gumamnya merutuki diri sendiri.

Tidak hanya sekali berbohong di depan cucu menantunya, Jinhae terpaksa melanjutkan kebohongan itu. bahkan ia harus pergi selama seminggu akibat dari ulahnya sendiri.

"Seharusnya aku bisa menikmati masa tuaku dengan anak dan cucu menantuku. Tapi lihatlah apa yang aku lakukan!"

Jinhae memijat pelipisnya melihat beberapa koper di kamarnya. Ia terpaksa berakting pergi untuk menjalani pengobatan. Membuat wanita tua itu terus-terusan menyesali keputusannya.

"Halmoeni."

Seseorang yang ia buat menangis memasuki kamarnya. Duduk di ranjangnya dan menggenggam sebelah tangannya.

"Apa aku benar-benar tidak boleh ikut? Aku ingin menemani selama halmoeni menjalani pengobatan."

Jinhae tersenyum lemah meski dalam hati ia sudah berteriak. Ia ingin mengiyakan permintaan Wonwoo. Pergi bersama cucu menantunya sudah tentu menjadi harapannya. Namun keadaan tidak berpihak padanya. Ia harus melanjutkan kebohongan agar tidak terjadi kesalahan lain. Ia takut Wonwoo benar-benar kabur jika tahu alasan kebohongannya.

"Deehae akan menemani halmoeni selama berada di sana. Jadi kau tidak usah cemas Wonwoo-ya. Kau harus tetap di sini bersama Mingyu. Dengan begitu halmoeni lebih tenang menjalani pengobatan," Jinhae berucap lembut meski tidak sesuai dengan isi hatinya. Sedangkan Wonwoo hanya menunduk lemah. Dan dengan berat hati ia mengangguk.

Setelah kepergian Jinhae dan Deehae, Wonwoo duduk di sofa ruang tengah dalam diam. Di dalam rumah megah itu, hanya ia satu-satunya yang merasa begitu sedih. Membuatnya bertanya-tanya kenapa tidak ada yang benar-benar terlihat sedih. Namun ia berpikir bukan saatnya memikirkan orang lain.

Mingyu yang duduk di sampingnya mengerutkan dahi. Wonwoo seperti patung yang tidak bergerak. Hanya matanya yang berkedip dan dadanya naik turun. Menandakan pemuda manis itu masih bernafas.

Ia bisa melihat kesedihan yang mendalam dari wajah putih itu. Sejak Jinhae pergi, Wonwoo belum mengeluarkan suaranya. Bahkan tidak bergerak dari tempat duduknya.

Mingyu tidak tahu waktu yang ia habiskan duduk di samping Wonwoo. Yang ia tahu, Wonwoo langsung beranjak tanpa menoleh ke arahnya setelah diam cukup lama. Menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.

Mencoba mengikuti kata hatinya, Mingyu mengikuti pergerakan Wonwoo. Ikut beranjak meski sebenarnya tidak merasa memiliki kepentingan di dalam kamar.

Mingyu tidak melakukan apapun di depan pintu kamarnya. Hanya melihat Wonwoo yang tengah merebahkan tubuhnya di atas kasur. Pemuda manis itu langsung memejamkan matanya dan menutupnya dengan sebelah lengan.

Meski masih berada di depan pintu, Mingyu bisa melihatnya. Melihat kesedihan yang terpancar dari wajah Wonwoo. Bahkan saat Wonwoo menitikkan air mata dalam diam, Mingyu melihatnya dengan jelas.

Mingyu mendekat. Berjalan perlahan mendekati ranjang. Namun masih memilih diam dan memandangi Wonwoo. Ia tahu Wonwoo tidak tidur semalaman karena memikirkan sang nenek. Membuat pemuda manis itu tertidur dengan liquid bening yang masih meninggalkan bekas.

Dengan sangat lembut, Mingyu mengangkat lengan Wonwoo yang menutup matanya. Meletakkan di samping tubuh Wonwoo dan menarik selimut. Menyelimuti tubuh kurus itu yang hanya mengenakan pakaian santai.

"Si bodoh yang merepotkan," gumam Mingyu sembari tersenyum. Dan dengan perlahan, tangannya terangkat untuk menghapus jejak air mata itu.

#-#-#

"Sudah puas dengan tidurmu dan membuatku menunggu berjam-jam?"

Wonwoo tersentak saat pertama kali membuka mata. Mingyu berdiri di depan pintu dan melipat tangannya di depan dada. Ia tidak sadar sudah berapa lama memejamkan mata.

Wonwoo tidak berniat menjawab kalimat suaminya. Ia justru kembali memasang wajah sedih karena teringat keadaan Jinhae.

"Kau mengabaikanku?" marah Mingyu yang masih betah di posisinya. Membuat Wonwoo mencebikkan bibirnya kesal.

"Cepat ganti pakainmu. Aku tidak memiliki banyak waktu menjaga bayi besar sepertimu. Aku harus kembali ke kantor sore nanti."

Untuk ke dua kalinya ia mencebikkan bibirnya kesal. Rasanya ingin berteriak kalau ia lebih memilih di rumah Jinhae dari pada rumahnya sendiri.

"Aku tunggu lima menit dari sekarang."

Wonwoo mengumpat dalam hati. Dengan berat hati ia beranjak dari ranjang. Membiarkan pintu terbuka sedikit meski Mingyu tidak ada lagi di sana. Ia hanya menambah kaos lengan pendeknya dengan sweater. Tetap membiarkan celana jeans pendek yang masih melekat.

Sesampainya di ruang tamu, Mingyu menelisik penampilannya dari atas sampai bawah. Terus seperti itu hingga beberapa kali. Membuat Wonwoo merasa risih dengan pandangan suaminya.

"Yak, kau akan berpakaian seperti ini?" tanya Mingyu dengan nada tingginya.

"Menurutmu?" Wonwoo balik bertanya dengan ketus.

"Apa di sana tidak ada pakaian lain? Kenapa harus celana pendek?"

"Kau ingin aku memakai dress? Kenapa kau cerewet melebihi wanita? Berpakaian apa saja selagi pantas tidak akan menjadi masalah. Tapi kenapa kau mempermasalahkannya? Atau kau ingin aku memakai pakaian kuno sepertimu? Lebih baik aku pulang dengan jalan kaki," omel Wonwoo panjang lebar. Mood-nya dalam keadaan yang buruk. Dan semakin memburuk karena ulah suaminya.

Mingyu yang ingin menjawabi ocehan itu mengurungkan niatnya. Kembali mengatupkan bibirnya. Hanya mendengus sebal menatap Wonwoo yang memasang wajah kesalnya.

"Bodoh." Hanya itu kalimat yang terucap dari bibir Mingyu. Namun tangannya ikut bergerak untuk menyentil dahi pemuda manis itu.

"Ugh," keluh Wonwoo sembari mengusap dahinya. Ia memandang suaminya sengit. Namun Mingyu tidak melihatnya karena sudah meninggalkan ruang tengah.

Dengan bibir tipisnya yang berulang kali mencebik kesal, Wonwoo mengikuti langkah Mingyu. Menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumah.

#-#-#

"Kenapa kita ke sini?"

Wonwoo memandang bangunan di depannya dengan bingung. Seharusnya mereka pulang ke apartemen seperti tujuan awal. Bukan berhenti di depan sebuah restoran mewah yang tidak jauh dari apartemen mereka.

Karena Mingyu memilih diam, Wonwoo terpaksa mengekorinya. Masuk ke dalam restoran yang langsung disambut dengan begitu hangat. Mingyu tidak memilih duduk di salah satu kursi yang tersedia. Justru berjalan menuju ruangan yang terlihat lebih besar. Meja dan kursi yang tertata rapi berbeda dengan yang di luar sana.

"Kenapa kau ingin ke tempat ini? Kau lapar?" Wonwoo bertanya tanpa memandang Mingyu. Meski sudah sering datang ke tempat mewah, namun baru kali ini ia mengunjungi restoran pilihan Mingyu.

"Apa tidak berlebihan? Kalau kau lapar, kau bisa makan di rumah." Wonwoo kembali bergumam. Menyerukan keherananya karena sikap suaminya. Namun ia belum mendapat jawaban yang diinginkan. Mingyu masih bertahan dalam diamnya.

Tanpa memesan, beberapa pelayan sudah membawa banyak nampan. Meletakkan berbagai makanan di meja yang berukuran cukup besar itu.

Wonwoo tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Makanan yang tersaji di depannya sangat beragam. Namun semuanya memiliki cita rasa yang sama. Mata Wonwoo hampir tidak berkedip melihatnya.

"Milkshake chocolate, cupcake chocolate, cake chocolate, pudding, ice cream, hot choholate." Wonwoo mencoba menyebut nama makanan dan minuman yang ia tahu. Namun masih banyak makanan yang baru pertama kali ia lihat. Dan semuanya sama-sama rasa coklat.

"Kenapa semua rasa coklat? Dan untuk apa semua makanan manis ini?" tanya Wonwoo pada Mingyu.

"Kau pikir, aku akan membiarkan orang dengan wajah kusut sepertimu masuk ke rumahku? Merusak pemandanganku asal kau tahu," jawab Mingyu ketus. Membuat wajah Wonwoo berubah datar. Tatapannya justru terpaku pada suaminya.

"Kenapa menatapku seperti itu? cepat habiskan semua makanan ini." Mingyu melarikan pandangannya. Memilih fokus pada secangkir kopi di depannya.

"Jadi semua ini untukku?" Wonwoo kembali bertanya.

"Anggap saja seperti itu. Karena mataku iritasi melihat raut wajahmu yang semakin jelek kalau seperti itu."

Wonwoo diam. Memandangi Mingyu yang sibuk dengan ponselnya. Tanpa Mingyu tahu, Wonwoo tersenyum. Sepertinya Mingyu mencoba menghilangkan kesedihannya dengan makanan yang manis.

Saat Wonwoo mulai lahap memakan ice cream di depannya, diam-diam Mingyu mencuri pandang. Tanpa sadar, ia menghembuskan nafasnya lega.

"Setidaknya jangan perlihatkan wajah seperti itu di depanku," batin Mingyu.

#-#-#

"Aku harus ikut?"

Di sela pertanyaan itu, terselip keengganan yang Wonwoo rasakan. Ia merasa berat untuk mengikuti keinginan Mingyu.

"Ini adalah acara ulang tahun pernikahan salah satu relasi bisnis. Kau dan aku harus datang ke acara itu." Mingyu menjawab dengan tegas sembari memakai jasnya. Mengabaikan Wonwoo yang tampak tidak bersemangat. Pemuda manis itu memandangi pakaian yang Mingyu siapkan tanpa minat.

"Aku benci pakaian seperti itu. Tidak nyaman," batin Wonwoo.

"Kau tidak boleh terlambat datang ke acara itu. Seokmin sudah menunggumu di depan karena aku harus mengurus beberapa hal penting di kantor. Aku akan menyusulmu dalam waktu sepuluh menit."

Wonwoo tidak berniat menjawab. Ia benar-benar malas untuk sekedar menggerakkan tubuhnya. Dan ia tidak bertanya tentang Seokmin. Karena Wonwoo pernah beberapa kali bertemu dengan salah satu bawahan suaminya itu.

"Kau tidak perlu melakukan banyak hal di sana. Cukup ikuti apa yang Seokmin katakan. Dan duduk dengan tenang sampai aku datang setelah kau bertemu dengan mereka."

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Mingyu langsung berlalu setelah menyambar kunci mobil. Ia menemukan Seokmin yang sudah berdiri di depan pintu apartemennya.

"Jaga dia baik-baik," perintah Mingyu yang langsung diangguki Seokmin.

"Jangan biarkan dia bertemu banyak orang." Dan untuk ke dua kalinya Seokmin mengangguk. Meski Mingyu tidak mengatakannya, Seokmin tahu apa yang harus ia lakukan.

Setelah memastikan semuanya sesuai rencana, Mingyu langsung membawa mobilnya menuju kantor. Ia tidak bisa datang tepat waktu karena urusan yang mendesak. Berharap pertemuan Seokmin, Wonwoo dan relasi bisnisnya lancar meski tanpa kehadirannya.

Mingyu tidak menunda waktu setelah semua urusan di kantor selesai. Ia langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Meski bersama Seokmin, ia tidak bisa membiarkan Wonwoo terlalu lama berada di tengah-tengah orang asing.

Laju mobil mewah itu terhenti saat terjebak macet. Mingyu tampak tidak sabar. Namun tidak bisa melakukan banyak hal. Ia hanya bisa menunggu kemacetan mereda. Dan karena kemacetan, membuatnya semakin lama menuju hotel mewah yang menjadi tempat berlangsungnya acara.

Ponsel dalam saku jasnya tiba-tiba saja berdering. Alisnya berkerut melihat nama Seokmin tertera di layar sentuh itu.

"A—"

"Mingyu-ya, aku harus bagaimana?" Suara Seokmin terdengar panik di seberang sana. Bahkan memutus ucapannya begitu saja.

"Apa maksudmu Seokmin-ah?"

"Wonwoo. Apa yang harus aku lakukan dengannya?"

"Apa maksudmu dengan apa yang harus kau lakukan?" Mingyu tidak kalah panik. Ia yakin ada sesuatu yang tidak beres. Apalagi Seokmin sudah menyebut namanya di tempat penting seperti itu.

"Tadi ... tadi ... itu—"

"Bicara yang jelas. Kau membuatku bingung kalau seperti ini."

"Wonwoo tidak sengaja minum potenzol," ucap Seokmin takut-takut. Membuat mata Mingyu membulat. Bahkan jantungnya hampir lepas dari tempatnya.

"P-Potenzol? Kau gila Seokmin-ah? Bagaimana kau biarkan dia minum yang seperti itu?" marah Mingyu. CEO tampan itu sudah menaikkan suaranya beberapa oktaf.

"Aku tidak tahu. Tadi aku hanya ke toilet. Saat aku kembali, salah satu pelayan mengatakan Wonwoo meminum salah satu minuman yang disiapkan untuk tamu hotel,"

Mata Mingyu langsung terpejam mendengar penjelasan Seokmin. Ia tidak bisa membayangkan Wonwoo meminum potenzol di tempat seperti itu.

"Berapa lama reaksi obatnya bertahan?" tanya Mingyu mencoba menenangkan pikirannya. Karena kemacetan di depannya masih belum bisa terelakkan.

"Empat jam."

Nafas Mingyu langsung tertahan mendegarnya. Tangannya yang memegang setir mobil terkepal erat.

"Sial ... sial ... sial," maki Mingyu.

Ia memukul setir mobilnya dengan penuh amarah. Bayangan buruk tentang Wonwoo langsung menari-nari di kepalanya. Sesehat apapun yang meminumnya, akan kehilangan kendali saat cairan perangsang itu memasuki tubuh.

"Di mana dia?" ucap Mingyu dengan menahan geramannya. Nafasnya tampak memburu karena menahan amarah. Bayangan Wonwoo melampiaskan dengan orang lain tidak bisa dikendalikan.

"A-Aku tidak tahu. Dia langsung menghilang. Ta—"

"Cari dia sampai dapat. Aku tidak peduli kalau kau harus mendobrak semua kamar hotel. Temukan dia atau kau berhenti bernafas malam ini," ancam Mingyu yang tidak terdengar seperti candaan.

Seokmin menelan salivanya susah payah di seberang sana. Mendobrak setiap kamar hotel tidak mungkin untuk dilakukan. Pihak hotel juga tidak akan membantu mereka. Pihak hotel pasti akan menjaga kenyamanan para tamu yang ada.

TBC

-

-

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

420K 53.7K 29
Pangeran Mingyu Sidra jatuh cinta pada rakyatnya, Delmora Wonwoo. Sang pangeran yang sudah dinobatkan menjadi Raja Sidra Muda terus berjuang untuk me...
2.2M 143K 50
"Yang tadi itu kamu bilang ciuman?" Lika tertawa pelan sambil mengusap bibir Janu dengan ibu jari. Janu hanya terdiam kikuk. "Emang yang bener kayak...
298K 33.6K 70
Langsung baca aja guys.. √ bxb √ non baku
26K 2K 23
Tentang wonwoo yang ingin membalas dendamnya karena kematian adiknya, tapi balas dendam itu malah berujung pada cinta yang tak pernah ia rasakan. B×B...