After R

Oleh star_sun04

40.7K 2.8K 652

⚠️17+ Sasya, terpaksa menyerahkan masa SMA-nya pada Badboy penguasa sekolah. Berkepribadian pendiam dan pema... Lebih Banyak

Prolog
1. Perkara Awal
3. Mem-Bully
4. Di-Bully
5. Bolos Sekolah
6. Tatapan Jauh
7. Si Ganteng Brengsek
8. Menyerah
9. Perintah Pertama
10. Perintah Kedua
11. Terpaksa
12. Kecupan
13. Menggoda

2. Ikut Campur

2.4K 214 22
Oleh star_sun04

Sasya selalu menjadi salah satu siswi yang datang lebih pagi. Seperti sekarang, gadis itu berkali-kali menghirup udara pagi yang segar karena semalam turun hujan. Kakinya berjalan santai menelusuri koridor yang masih sepi.

Tidak terlalu takut karena ada beberapa siswa-siswi tertentu yang sudah datang. Sasya malah akan merasa tidak nyaman saat berjalan sendirian ditengah banyak orang. Itu sebabnya Sasya datang lebih awal dan sering minta ditemani Laura saat ingin berpergian.

Sasya menunduk, merasa kurang nyaman pada salah satu sepatunya. Sepatu baru yang dibelikan papanya. Melihat tali sepatu kirinya terlepas, Sasya langsung berjongkok membenarkannya. Jangan sampai perkara tali sepatu menimbulkan masalah lagi.

Setelah selesai, Sasya kembali berdiri. Menoleh sebentar ke belakang, berharap ada Laura agar bisa pergi bareng ke kelas. Namun yang Sasya dapati malah seseorang yang sukses membuat mood-nya buruk.

Sasya belum siap. Belum punya rencana balas dendam yang tepat. Tapi Sasya ingin Gea merasakan apa yang pernah dirasakannya dengan cepat. Menarik nafas panjang, Sasya mengumpulkan keberanian menghadang Gea.

"Sya," Gea terkejut melihat Sasya. "Ke-kenapa?"

"Hai, Ge!" Sasya tersenyum. "Masih suka pencitraan?" Lanjutnya menarik dua buku paket yang di dekap lawan bicaranya.

Selama beberapa detik Gea tertegun. "Gue nggak mau ribut. Balikin, Sya!" Saat tangan Gea terulur untuk merebut, Sasya langsung menjatuhkan dua buku tebal itu tanpa dosa.

Sasya terkejut melihat kelakuannya sendiri. Ini kali pertamanya bertindak seperti ini. Begitu juga Gea yang mematung, menatapnya tidak percaya. Sasya menyelipkan rambut ke belakang telinga, menghilangkan empatinya.

"Kenapa bisa sekolah di sini? Keluarga lo udah nggak kaya lagi dan anak manja yang malas belajar kayak lo nggak mungkin dapat beasiswa, kan?" Sasya tersenyum mengejek meski hatinya tidak karuan, melihat Gea tersindir dengan ucapannya.

Gea mengepalkan tangan. Jadi Sasya sungguhan untuk membalikkan keadaan? Gea menarik nafas panjang, meredakan emosinya. Jangan sampai menimbulkan keributan. Cukup tahu diri hidupnya sudah tidak seperti dulu lagi.

"Lo ... Nggak jual diri, kan, Ge?"

Gea yang berjongkok, tangannya yang akan meraih buku paketnya terhenti di udara. Gea kembali berdiri dan langsung menatap Sasya nyalang. Sementara Sasya menggigit kuat bibirnya. Menyadari kalau kalimat itu berlebihan. Bahkan keterlaluan.

Jadi jahat ternyata tidak menyenangkan.

Tapi Sasya tidak ingin berhenti. Apa ini bisa disebut, Sasya sedang berusaha menciptakan karakter lain dalam dirinya sendiri secara sadar? Karakter baru yang bertentangan dengan karakter Sasya yang sesungguhnya.

Alter ego namanya.

"Kalo lo nggak tau, sekolah ini tempat orang pintar dan kaya. Lo nggak pantas sekolah disini, Gea!" Lanjut Sasya semakin menjadi.

"Kata siapa?" suara berat cowok terdengar mendekati mereka.

Sasya dan Gea menoleh ke sumber suara. Dilihatnya Razka baru saja memasukkan ponselnya ke dalam saku celana lalu menatap Sasya dan Gea bergantian.

"Razka?" Gea tersenyum sumringah. Sementara Sasya mengerutkan dahi, bingung dan belum memahami apa yang terjadi.

Kenapa ada Razka?

Kenapa Gea tersenyum manis dan dibalas Razka dengan senyuman tipis?

Detik berikutnya Sasya mundur selangkah. Dengan tubuh yang menegang dan kedua tangan meremas pinggiran rok sekolahnya. Apa ini ada hubungannya dengan kemarin? Sekilas Sasya melihat ponsel Razka sudah berganti, terlihat baru.

"Ambil buku itu dan minta maaf sama Gea!" ucap Razka santai tapi terdengar menakutkan sekaligus membingungkan di telinga Sasya.

"H-hah?" bibir bawah Sasya yang sedari tadi digigitnya refleks terbuka mendengar nada perintah Razka.

"Cepat! Nggak usah sok bego."

"Nggak. G-gue nggak mau," jawab Sasya gemetar bercampur bingung dengan maksud kedatangan cowok ganteng itu.

Ini maksudnya, Razka ikut campur dan membela Gea?

Razka menyingrai mendekati Sasya, menatap gadis itu yang ketakutan. "Gue udah pernah bilang. Jangan gigit bibir lo. Dan. Gue. Nggak. Suka. Ngulang. Dua. Kali." ucap Razka penuh penekanan.

Sasya menggelengkan kepala sambil perlahan mundur dengan kaku. "Ta-tapi ... Gu-gue nggak mau!" ucap sasya kemudian lari dengan kaki gemetar.

~🍂🍂🍂~

"Sasya? Lo di apain sama Razka? Kenapa anak-anak ngomongin lo?" tanya Laura yang baru masuk kelas. Sepupunya itu langsung duduk di sebelah Sasya. "Gara-gara kemarin itu, ya?"

Sasya menggelengkan kepala dengan kedua tangan menutup wajahnya.

Ah, ada yang melihat keributan itu ternyata.

"Lo nggak di apa-apain, kan, Sya?" Tanya Laura lagi. Tidak puas hanya mendapat gelengan kepala.

Sepanjang perjalanan ke kelas, Laura mendengar nama Sasya, Razka, juga Gea di sebut-sebut. Laura nggak bertanya pada mereka, tapi langsung menemui sepupunya.

Diawal masuk sekolah, biasanya mereka pergi ke kelas bersama. Saat Sasya yang duluan datang, gadis itu akan menunggu Laura di gerbang. Begitu pun sebaliknya. Bahkan kadang mereka berangkat dari rumah yang sama. Karena Laura cukup sering menginap di rumah Sasya.

Tapi akhir-akhir ini, Sasya yang memang lebih sering datang duluan sudah jarang menunggu Laura. Karena setelah menjadi kakak kelas, sepupunya itu makin sering datang seenaknya. Bahkan kadang baru datang di detik-detik bel masuk berbunyi.

"Sya, jangan diem dong! Gue khawatir,"

"I'm okay, Ra." sahut Sasya akhirnya.

"Ceritain kenapa lo bisa sama Razka. Kenapa si ... siapa tuh, anak baru itu juga di sebut-sebut!" Laura menghadapkan Sasya sepenuhnya kearahnya.

Sasya tidak akan bercerita kalau tidak dipaksa. Untuk masalah tertentu Laura tidak akan memaksa, akan menunggu Sasya siap dulu. Tapi kalau masalahnya seperti sekarang ini, Laura wajib tahu.

"Lo pernah denger gosip Razka sama Gea?" Sasya malah bertanya.

"Gosip Razka yang bucin kak Tamara? Sering banget." Laura mengangguk. Secara otomatis otaknya memutar ingatan apa saja yang Razka lakukan untuk mengajak kakak kelasnya itu balikan. "Kalo gosip Gea belum pernah denger. Kenapa memang?"

"Maksud gue, gosip Razka pacaran atau lagi deketin Gea, gitu?"

Laura menggeleng. "Nggak. Razka mana mau deket sama cewek lain. Kenapa, sih? Kenapa muter-muter gini? Lo mau cerita atau buat gue pusing?"

Sasya menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Enggan bercerita sebenarnya. Tapi Laura mengguncang bahu lemas Sasya dan merengek, memaksanya bercerita.

"Gue kenal Gea. Dan ada masalah sama dia. Jangan tanya masalahnya apa karena gue belum siap cerita,"

Laura menutup kembali mulutnya yang akan bertanya. "Oke."

"Razka datang ikut campur dan berada di pihak Gea." Lanjut Sasya.

Laura cukup terdiam lama. Memahami masalah sepupunya itu. Bingung dan kaget tentu saja. "Jangan gegabah, Sya. Lo tau Razka itu kayak apa."

Sasya mengangguk. Masih dengan kepala yang menempel di atas meja.

"Selesaikan masalahnya baik-baik. Libatkan gue kalo perlu. Jangan biasain nyimpen masalah sendiri."

Lagi-lagi Sasya hanya mengangguk.

Masih banyak yang ingin Laura bahas dan mengingatkan kelakuan Razka seperti apa. Agar Sasya tidak terjerumus masalah dengan Razka ataupun siswa-siswi lain di sekolah. Tapi Laura tidak tega melihat Sasya. Itu akan menambah beban pikirannya saja.

"Tapi mungkin nggak sih, Ra, kalo Razka suka sama Gea?" Tanya Sasya. Ada desiran tidak nyaman di hatinya menanyakan pertanyaan ini.

"Mungkin iya. Mungkin juga nggak. Lebih banyak nggak nya, sih. Karena kalo Razka niat move on dari kak Tamara, pasti dia bakal sukanya sama gue. Secara gue lebih cantik dari Gea." Laura mengibaskan rambut ke belakang. Berusaha mencairkan suasana dan sedikit dibumbui kenarsisan.

"Kalo bukan karena perasaan, kira-kira kenapa Razka mau berurusan sama Gea?"

Pertanyaan Sasya tidak terjawab. Karena Randi, ketua kelasnya masuk dengan membawa selembar kertas. Kedatangan cowok itu membuat Sasya dan teman-temannya memusatkan perhatiannya pada ketua kelasnya itu.

"Guys guys, mohon perhatian sebentar!"

"Caper lo!"

"Diem dulu, Rel!"

"Hm. Oke."

"Bu Vera nggak masuk hari ini,"

"Yeeeeeeeeeeee.."

Sorak heboh diiringi gebrakan meja dari satu kelas terdengar, memotong ucapan Randi yang belum selesai memberi pengumuman.

"Anaknya masuk rumah sakit. Beliau ngasih tugas," cowok itu mengangkat kertas ditangan, menunjukkan pada teman-temannya. "Kerjakan dan kumpulkan!" lanjut Randi kemudian menghampiri meja Natya, sekretaris kelas agar menyalinnya di papan tulis.

"Yuk, jangan dikerjain, epribadih."

"He'em. Sekali-kali dihukum rame-rame yuk, seru kayaknya."

"Sesat banget ajakan lo, Anjir. Tapi gue sih, hayuk."

"Ya Tuhan, minta tolong tandain muka orang-orang yang suka nyolong balpen."

"Pantesan perasaan gue nggak tenang, ternyata tas gue isinya angin doang. Sialan."

"Terus lo ke sekolah bawa apa, Farrel?"

"Bawa hati dong, buat baperin anak orang!"

"Abis ngerjain, boleh ngapain aja, kan? "

Sasya mengabaikan celetukan teman-temannya. Dengan sedikit terpaksa dan agak malas, tangannya bergerak menyalin soal dan menjawab tugas yang diberikan Bu Vera, guru matematika wajibnya. Untungnya hanya lima soal murni tanpa anak cucu dan nggak terlalu sulit. Soal Determinan Matrix.

Terserah nantinya mau dikumpulkan atau nggak. Seenggaknya Sasya sudah mengerjakannya.

★★★

"Suka sama kak Argya?"

Senyum Sasya makin lebar melihat kakak kelasnya berhasil memasukkan bola pada ring basket. Tatapannya selalu tertuju pada cowok yang memakai baju basket bernomor 02. Kemudian menoleh pada Laura yang datang menyusulnya.

"Mulai berani ya, pergi tanpa gue." Sindir Laura. Ikut berdiri di samping Sasya dan memperhatikan kakak kelas mereka dari lantai dua.

Benar kata Laura. Sasya memang selalu minta diantar kemana-mana. Tapi Sasya sadar, dia tidak bisa selalu bergantung pada Laura. Maka Sasya akan mencoba dan membiasakan diri, selagi bisa Sasya akan melakukannya sendiri.

"Suka sama kak Argya?" Ulang Laura.

"Kak Argya ketua OSIS, baik, ramah, siswa teladan dan ganteng juga. Siapa yang nggak suka sama dia?" Sasya balik bertanya.

"Jadi lo fix naksir sama kak Argya?"

"Nggak. Gue udah pernah bilang, cuma kagum aja."

"Mau gue bantu biar lo deket sama kak Argya, nggak?" Laura masih tertarik membahas ini.

Siapa pun cowok yang Sasya suka, baik Razka atau Argya, Sasya tidak mengharapkan memiliki hubungan dengan mereka. Tidak ingin pacaran dan meninggalkan luka lagi lebih tepatnya.

"Nggak." Tolak Sasya. "Memangnya boleh cewek deketin duluan?"

"Lho, siapa yang ngelarang? Jaman sekarang malah yang suka duluan harus segera bilang, kalo nggak nanti di tikung temen."

"Tapi nggak semua orang punya keberanian dalam hal itu, Ra." Balas Sasya. Matanya tidak lepas dari sosok Argya. Kedewasaan dan sifat ramahnya membuat Sasya menyukainya.

"Iya. Bener juga, sih." Mata Laura kembali menatap cowok yang disukai sepupunya. Meski jarak mereka jauh, tapi Laura cukup jelas melihat wajahnya. "Kak Argya emang ganteng. Tapi, urutan pertama cowok ganteng versi cewek normal SMA PRIMA high School tetap prince Razka Gintara Primadeo."

Sasya meringis, agak sensitif mendengar nama cowok itu. Tapi dalam hati Sasya menyahut, "Gue juga cewek normal SMA PRIMA high School, Ra."

Sasya berbalik badan. Menyenderkan punggungnya pada balkon besi lantai dua yang menjadi tempat favoritnya saat memperhatikan orang-orang di lapangan.

Seperti jin yang disebut namanya langsung muncul. Sasya melihat Razka. Atau mungkin cowok itu sudah di sana dari tadi dan mendengarkan obrolannya dengan Laura.

Tubuh rileks Sasya mendadak tegang, punggungnya refleks tegap dan organ yang memompa darahnya berpacu kencang. Razka menaikkan alis dan tersenyum miring menatapnya. Cowok itu berdiri santai menyender pada tembok dengan kedua tangan tenggelam di saku celana dan kaki menyilang.

"Ra ...," Sasya memutuskan pandangannya dari Razka. Kemudian menarik Laura. "Ayo balik ke kelas!"

Razka menatap punggung Sasya dan Laura yang menjauh. Senyum sinis dan kesal tersungging di bibirnya. Cowok itu merasa seperti moster mengerikan yang membuat Sasya selalu lari ketakutan saat melihatnya.

Razka melihat dan mendengar samar obrolan Sasya dan Laura. Dan berdecak tidak suka saat tahu Sasya kagum pada Argya.

"Sasya, lo menarik juga ternyata." gumam Razka.

Dari apa yang Razka perhatikan tentang Sasya, cowok itu merasa ... Sasya sama seperti Tamara yang dikenalnya dulu.

***

Jumlah viewer sama vote jauh banget. Hiks🤧

Please tinggalkan jejak!

TINGGALKAN APA? VOTE DAN KOMEN

Terimakasih❤️❤️❤️

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

824K 59.6K 62
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
3.3M 207K 45
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
1.2M 70.5K 34
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
284K 19.9K 49
~Warning!~ •DILARANG PLAGIAT!! •up dua hari sekali •Mengandung beberapa kata-kata kasar dan adegan kekerasan⚠️ •Harap bijak dalam memilih bacaan! Rac...