The Winner

By Nathania1721

197K 20.4K 1.9K

COMPLETE - Ayo kita bertaruh! Kalau kau kalah, kau akan menjadi istriku selamanya. Pertaruhan antara Mingyu d... More

1. You Should Get Married
2. What Does He Look Like?
3. Work Harder
4. Just Call My Name
5. Romantic Couple
6. Come With Me
7. Feel Comfortable
8. Just Because
10. Severely Defeated
11. As Sweet As Chocolate
12. Let Me Help You
13. I want To Go on My Honeymoon
14. You and Me Become Us
15. My Present For You (END)

9. Let's Bet!

15.1K 1.4K 199
By Nathania1721

Seorang pemuda tampan asal China berlari di lobi kantor. Berulang kali mengecek jam dan berdecak kesal. Seharusnya, ia masih berada di rumah menikmati sarapan paginya. Tapi kali ini ia harus berlarian untuk bertemu dengan sahabat sekaligus atasannya.

"Kim Mingyu sialan! Dia benar-benar berniat menyusahkanku hari ini," makinya dalam hati.

Setelah menaiki lift dan kembali berlari, Jun sampai di ruangan yang dituju. Ia menetralkan nafasnya sebelum memasuki ruangan di depannya. Setelah memastikan penampilannya rapi seperti biasa, ia masuk tanpa mengetuk pintu.

"Selamat pagi Sajangnim. Ada apa Anda meminta saya untuk menemui Anda sepagi ini?" tanya Jun sopan.

Mingyu melipat koran dan meletakkannya di meja. Memutar posisi duduknya hingga berhadapan dengan Jun .

"Untuk tugas penting. Dan ini sangat penting," ucap Mingyu santai.

"Apa yang harus saya lakukan, Sajangnim?" tanya Jun sekali lagi.

"Tugas penting tapi tidak susah. Kau hanya perlu menggoda Wonwoo."

"HAH!"

Jun langsung berteriak kaget. Melupakan bagaimana etika seorang bawahan di depan atasannya. Jantungnya hampir melompat karena sebuah kalimat meski diucapkan dengan begitu santainya.

"Menggoga? Menggoda Wonwoo? Kau gila?" teriak Jun tidak terima. Ia benar-benar sudah menanggalkan sopan santun yang sedari tadi ia tunjukkan. Yang ada, ia ingin membenturkan kepala Mingyu ke meja.

"Aku tidak gila. Dan itu tugasmu," jawabnya yang lagi-lagi dengan begitu santainya. Seolah-olah, Mingyu tidak paham apa yang baru saja diucapkan.

"Aku tidak mau! Kali ini aku menolak." Bukan tanpa alasan Jun menolak. Ia masih memiliki akal dan pikiran yang sehat. Wonwoo itu jelas-jelas adalah pasangan sah seorang Kim Mingyu. Dan ia sama sekali tidak tertarik menggoda milik orang lain.

"Tapi sayangnya kau harus menerimanya Wen Junhui. Ini tugas dari atasanmu. Dan kau harus mengerjakannya mau tidak mau. Kau tenang saja, aku akan memberikan bonus yang besar untukmu setelah ini."

Jun menggeram di tempatnya. Ia tidak tahu apa yang salah dengan sahabatnya. Kalau tugas itu berhubungan dengan perusahaan, ia akan mengerjakannya tanpa penolakan. Tapi kali ini berbeda. Dan ia tidak yakin Mingyu membawa hati dan pikirannya pagi ini.

"Kau benar-benar gila," desis Jun.

"Kau harus menemuinya di apartemen kami. Dan setelah itu, yang kau lakukan adalah menunjukkan kemampuan aktingmu. Kau harus menunjukkan pesonamu padanya. Goda dia bagaimanapun caranya. Dan ini fotonya dan alamat apartemen kami."

Kepala Jun terasa pening seketika. Ia sampai kehilangan kata-kata karena kegilaan Mingyu. Yang ia lakukan hanya terbengong memendangi foto Wonwoo. Pemuda itu tengah tersenyum menghadap kamera begitu manisnya. Dan Jun tidak akan bertanya dari mana Mingyu mendapatkan fotonya.

"Kenapa harus aku?" tanya Jun lirih. Ia masih dalam keadaan shock.

"Aku tidak ingin mengatakannya, tapi harus ku katakan kalau kau itu tampan. Dan kau bisa membawa mobil yang manapun. Kau bisa mengklaim beberapa perusahaan adalah milikmu. Jadi, dengan ketampanan dan kekayaan yang kau tunjukkan, mungkin Wonwoo akan tergoda. Apalagi aku tahu bagaimana sifatmu saat sudah mulai menunjukkan sifat cassanova-mu."

Biasanya, Jun sangat senang disebut tampan, tapi tidak dengan kali ini. Ia menyesal memiliki wajah tampan dan sempurna kalau harus berakhir menjadi penggoda.

"Kau tahu aku sudah berubah semenjak bertemu dengan Minghao. Dan aku bisa dibanting Minghao kalau dia sampai tahu ini," ucap Jun frustasi. Membayangkan Minghao murka dan mengeluarkan jurus karatenya saja membuatnya bergidik.

"Aku bisa menjamin keselamatanmu."

Mingyu meraih ponsel yang terletak di meja. Mendiam beberapa nomor dan menempelkannya di telinganya. Setelah beberapa detik, Mingyu berbicara dan menyerahkannya kepada Jun.

"Bicaralah!" perintahnya.

"Jun ge," ucap suara di seberang sana.

"Minghao!" Jun terkejut mendengar suara kekasihnya. Ia tidak menyangka Mingyu akan menghubungi pujaan hatinya.

"Gege, baru saja beberapa orang membawakan makanan enak. Dan sepertinya sangat mahal. Mereka juga membawa lukisan yang pernah kita lihat di pameran minggu lalu. Akhirnya aku mendapatkannya. Padahal lukisan itu sangat mahal. Aku akan mengganti lukisan di rumah kita ge."

Mulut Jun terbuka tanpa ada kalimat yang terucap. Pikirannya langsung kacau mendengar suara Minghao yang terlewat ceria di seberang sana.

"Kau harus semangat hari ini ge. Ahh... dan satu lagi. Kalau gege mendapat tugas seperti ini lagi, katakan pada Mingyu untuk membelikan sofa dan tv ya ge. Selamat bekerja! Aku mencintai Jun ge."

Saat sambungan itu berakhir, Jun hanya bisa menunjukkan wajah bodohnya. Ia menatap layar ponsel Mingyu dengan sendu.

"Kenapa Minghao lebih suka barang gratisan dari pada aku?" tanyanya nelangsa.

#-#-#

Mingyu duduk tenang di meja kebesarannya. Matanya menatap pintu dan jam di pergelangan tangannya berulang kali. Jari-jemarinya diketukkan di meja yang menimbulkan bunyi di ruangan senyap itu.

Posisi duduk dan ekspresi wajahnya tetap bertahan saat pintu ruang kerjanya dibuka. Menampilkan pemuda tampan yang masih mengenakan pakaian dengan begitu rapinya. Namun tidak dengan wajahnya. Tampak lelah dan begitu frustasi.

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Jun memilih duduk di sofa ruang kerja Mingyu. Tangannya terangkat untuk melonggarkan dasi. Mingyu yang sedari tadi memperhatikan sahabat sekaligus bawahannya, berdiri dari duduknya. Mendekati Jun dan duduk di depannya.

"Bagaimana?" tanyanya tanpa basa basi.

"Sebelum menemui Wonwoo, aku harus mencari tahu mengenai latar belakangnya. Aku mencari tahu tempat terakhir dia bekerja dan kuliah." Jun berbicara sambil melepas jas yang melekat di tubuhnya. Jam delapan malam seperti ini, terkadang ia masih berada di kantor. Tapi rasanya hari ini paling melelahkan.

Mingyu yang duduk di depannya menjadi pendengar yang baik. Ia sudah tahu Jun akan mencari tahu sebelum menemui Wonwoo. Karena ia sangat tahu sifat sahabatnya itu. Jadi, ia tidak bertanya kenapa Jun pergi seharian. Padahal Jun sudah pergi sejak jam tujuh pagi.

"Ternyata dia tidak bisa menyelesaikan kuliahnya," lanjut Jun yang membuat Mingyu tertegun.

"Sudah kuduga kalau kau tidak mau masalah ini." Jun tersenyum mengejek yang kali ini tidak ditanggapi Mingyu. Karena mereka tidak pernah mengobrol seperi sepasang suami istri lainnya. Wajar ia tidak tahu bagaimana keseharian Wonwoo sebelumnya.

"Apa yang membuatnya berhenti di tengah jalan?" tanya Mingyu pada akhirnya.

"Menurut informasi yang aku dapatkan, Wonwoo tidak bisa membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Di tahun ketiga, dia memilih mundur." Jeda sejenak, Jun kembali melanjutkan ucapannya setelah membalas pesan dari kekasihnya.

"Aku menemuinya di apartemen kalian. Bermodalkan kemampuan acting yang aku punya, aku memberanikan diri bertemu dengannya. Aku mengaku sebagai teman sengkatan saat kuliah dulu. Dan karena dia tidak mengenal banyak mahasiswa, dia langsung percaya." Mingyu mengangguk kecil. Ia juga bisa menebak kalau Wonwoo tidak terlalu suka bersosialisasi.

"Setelah berbagai cara dan kalimat yang sudah aku persiapkan, aku mengajaknya keluar. Kafe yang tidak jauh dari apartemen kalian. Dia menolak saat aku mengajaknya menggunakan mobil. Dia lebih memilih berjalan kaki. Dan mau tidak mau aku juga berjalan." Jun tersenyum mengingatnya. Karena menurutnya Wonwoo sangat aneh. Mobil mewah terpampang jelas, tapi lebih memilih berjalan kaki.

"Aku mencoba merayunya. Meyakinkan dia kalau aku sudah sangat lama menyukainya."

"Lalu?" tanya Mingyu tidak sabaran.

"Aku meminta dia menjadi kekasihku dan aku akan menikahinya. Dan aku berjanji akan memberikannya beberapa perusahaan milikku, mobil mewah, rumah atau bahkan apartemen. Aku juga berjanji akan memberikan apapun yang dia inginkan," lanjut Jun sambil mencoba mengingat apa saja yang ia janjikan pada Wonwoo.

"Aku berjanji akan membahagiakannya karena aku sangat mencintainya."

"Jadi berhasil?" tanya Mingyu lagi.

"Kau tahu? Dia justru menjawab : 'Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menolak ketulusanmu. Tapi aku sudah menikah. Aku sudah memiliki suami. Jadi aku tidak mungkin memilihmu. Apalagi sampai menikah denganmu. Aku tidak bisa meninggalkan suamiku. Sekali lagi maafkan aku. Kau bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari pada aku' kau tahu Mingyu sialan? Kau membuatku merasa berdosa," teriak Jun di akhir kalimatnya.

Ia semakin frustasi mengingat percakapannya dengan Wonwoo beberapa jam yang lalu. Akan lebih baik kalau Wonwoo menonjoknya saat itu. Tapi jawaban yang begitu sopan justru membuatnya merasa bersalah. Dan saat itu ia benar-benar mengutuk Mingyu agar hilang tertelan bumi.

"Dia menjawab dengan begitu sopannya Kim sialan. Kau benar-benar membuatku menjadi manusia paling berdosa kerana menipunya." Jun benar-benar geram setengah mati. Tapi sahabat yang duduk di depannya justru menyeringai.

"Kalau aku tidak kenal dengan Minghao, sudah aku rebut Wonwoo dari manusia sialan sepertimu," maki Jun lagi entah untuk keberapa kali. Ia melupakan status bawahan dan atasan. Ia benar-benar ingin meluapkan kekesalan dan amarahnya pada sahabatnya yang semakin gila itu.

"Mungkin kau kurang bisa meyakinkan seberapa kayanya dirimu," ujar Mingyu santai.

"Kau benar-benar makhluk sialan yang pantas dimusnahkan," maki Jun sekali lagi.

"Aku sudah mengatakannya. Bahkan aku sudah mengatakan kalau aku lebih kaya darimu. Tapi lagi-lagi jawabannya di luar dugaan. Dia malah menjawab : 'Aku tahu itu. Sekalipun suamiku hanya supir taksi, aku tetap tidak bisa meninggalkannya. Kami adalah pasangan yang sudah diresmikan. Kami sudah berjanji di hadapan Tuhan. Aku tidak bisa mengkhianati suamiku hanya karena ada yang lebih kaya. Harta bukan segalanya Junhui-ssi."

Mingyu langsung tersenyum lebar menanggapinya. Ia bahkan menyeringai yang membuat Jun memasang wajah kesal. Rasanya Jun ingin meninju wajah Mingyu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana saat bertemu Wonwoo suatu saat nanti. Ia tidak tahu akan disimpan di mana wajahnya.

CEO tampan itu berdiri dari duduknya. Menyambar jas dan langsung mengenakannya dengan asal. Ia membuka laci dan mengambil sebuah kotak kecil. Menyimpannya di kantong dan meraih kunci mobil serta ponsel miliknya yang terletak di atas meja.

"Kau bisa mengecek rekeningmu," ucap Mingyu sambil berlalu santai. Mengabaikan wajah frustasi Jun yang seperti ingin menelan orang hidup-hidup.

"Aghh ... Kim Mingyu sialan," umpatnya dalam hati.

Sedangkan Mingyu dengan langkah pasti langsung menuju mobilnya. Melajukan mobil mewahnya dengan kecepatan cukup tinggi.

Setelah sampai di apartemennya, Mingyu langsung masuk ke dalam kamar mandi. Mengabaikan Wonwoo yang tengah duduk menonton tv. Tidak sampai lima belas menit, CEO muda berwajah tampan itu sudah tampak segar. Celana pendek berwarna hitam dan kaos polos berwarna pastel.

Mingyu duduk di tepi ranjang saat Wonwoo masuk ke dalam kamar. Pemuda berkulit putih itu memilih masuk ke kamar mandi. Dan sedikit mengerutkan dahinya mendengar keluhan Mingyu.

"Akhh... sial! Ini kekecilan. Dasar bodoh."

"Kenapa tidak aku coba dulu?"

"Kalau seperti ini sia-sia saja."

"Benar-benar menyebalkan."

Sampai Wonwoo keluar dari kamar mandi, laki-laki yang berstatus sebagai suaminya masih saja mengeluh. Wonwoo tidak tahu siapa yang bodoh dan apa yang kekecilan. Ia memilih diam dan membaringkan tubuhnya di ranjang.

"Wonwoo-ya, kemarilah!"

Belum sempat ia merebahkan tubuhnya, suara Mingyu sudah membuatnya kembali duduk. Ia memandang suaminya diam sampai Mingyu memintanya mendekat untuk ke dua kali.

Wonwoo malas turun dari ranjang dan memutar untuk berdiri di depan Mingyu. Ia lebih memilih menggeser bokongnya tepat di depan Mingyu.

"Kenapa?" tanyanya datar.

"Tadi aku baru saja membeli cincin. Tapi ternyata kekecilan di jariku. Coba kau pakai di jarimu. Siapa tahu saja pas." Mingyu menarik tangan kanan Wonwoo. Menyematkan besi putih di jari manisnya yang tampak begitu pas di jari ramping Wonwoo.

"Ck, ternyata lebih pas di jarimu. Haaah...," keluh Mingyu tidak terima dengan memasang wajah menyesal.

"Ya sudahlah! Kalau begitu kau pakai saja. Aku akan membelinya lagi. Aku benar-benar terburu-buru saat membelinya tadi. Aku kira cincin itu cocok untukku karena aku menyukainya."

Wonwoo tidak menanggapi ucapan Mingyu. Ia hanya menunduk memperhatikan jarinya yang tersemat besi putih.

"Tapi ingat! Kau harus selalu memakainya. Jangan melepas apalagi menghilangkannya. Karena cincin itu sangat mahal. Aku berniat membelinya untukku karena aku menyukai desainnya. Jadi jangan pernah kau coba untuk melepaskannya."

Mingyu berdehem dan mengalihkan pandangannya saat Wonwoo tersenyum sangat manis. Pemuda yang lebih kurus terus memandangi jarinya. Tampak begitu bahagia dengan besi putih di jari manisnya.

Mingyu langsung berdiri dan berjalan keluar kamar. Membiarkan Wonwoo yang masih terlarut dengan pemikirannya sendiri.

"Cincinnya bagus. Tidak terlihat berlebihan tapi tetap tampak elegan. Aku suka cincin ini," batin Wonwoo. Ia mengangkat jarinya, menghadap jendela kamarnya. Dan lagi-lagi senyum manis itu tersemat.

"Akhirnya aku bisa memiliki cincin seperti yang lainnya. Cincin ini seperti cincin pernikahan. Aku pikir aku tidak akan pernah memakainya di jariku," ucapnya dalam hati.

#-#-#

Mingyu dan Wonwoo menikmati sarapan mereka dengan tenang. Mingyu dengan pakaian formal seperti biasa. Sedangkan Wonwoo juga sudah tampak rapi meski hanya mengenakan kaos dan celana jeans.

Berulang kali Mingyu melirik ke jari manis Wonwoo. Ia tersenyum melihat cincin itu begitu pas dan sangat cocok untuk Wonwoo. Dan sudah seminggu, cincin itu tersemat di jari pemuda yang lebih pendek.

"Mingyu-ya, kau juga memakai cincin yang sama denganku?" tanya Wonwoo tiba-tiba yang membuat Mingyu terkejut.

"O-Oh ... ini ... ini ... aku baru membelinya lagi. Seperti yang aku katakan, aku suka desainnya jadi aku membelinya lagi," ucap Mingyu sedikit salah tingkah.

"Padahal kau bisa menukarkan ini dengan ukuran jarimu." Wonwoo mengangkat tangan kanannya untuk menunjukkan cincin di jari manisnya.

"T-Tidak perlu. Itu sama saja mencoreng harga diriku. Tidak mungkin aku menukarkannya karena ukurannya tidak sesuai. Lagi pula kau bisa memakainya. Jadi tidak masalah kalau aku harus membelinya lagi."

Kali ini Wonwoo memilih mengangguk. Meski ia tidak mengerti jalan pemikiran suaminya, tapi ia tidak akan mempermasalahkannya lagi.

"Aku pulang lebih cepat hari ini. Jadi tunggu aku sampai menjemputmu."

Wonwoo mengangguk untuk kedua kalinya. Lagi pula ia yakin Jinhae tidak akan mengizinkannya pergi tanpa Mingyu. Mengingat akan bertemu wanita tua yang tampak selalu bersemangat itu membuatnya senang. Semenjak pulang dari Busan, Wonwoo belum pernah berkunjung ke rumah Mingyu.

Setelah mengantar Wonwoo ke rumahnya, Mingyu langsung menuju kantornya. CEO muda itu tampak sangat bersemangat pagi ini. Semua salam dari pegawainya ia sambut dengan senyuman tampannya.

"Anda terlihat bersemangat pagi ini Sajangnim," ucap Jun yang juga memasuki lift yang sama dengan Mingyu.

"Seperti yang kau lihat," balas Mingyu sambil merapikan jasnya.

"Ahh ... iya. Wonwoo tidak bercerita padamu kalau aku baru saja mengajaknya menikah?" tanya Jun saat teringat kejadiannya dengan Wonwoo seminggu yang lalu.

"Dia tidak mengatakan apapun."

"Pernikahan kalian sudah minggu ke-enam dan memasuki Mingyu ke-tujuh kan?" Jun kembali bertanya yang hanya dijawab deheman Mingyu.

"Kau tidak takut?" Mingyu mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan Jun.

"Apa yang harus ku takutkan?" tanyanya sambil melangkah keluar dari lift. Diikuti Jun di sampingnya.

"Pernikahan kalian tidak didasari cinta. Kau tidak takut dengan perceraian? Aku tahu kau tidak ingin namamu tercoreng kalau tiba-tiba berubah menjadi duda."

Mingyu terdiam beberapa saat. Meresapi ucapan Jun yang sangat ia setujui. Ia memang tidak suka status duda sampai melekat padanya.

"Aku akan membuatnya tidak bisa meninggalkanku," ucap Mingyu menyeringai. Membuat Jun yang melihatnya bergidik. Mingyu tampak mengerikan di matanya. Dan ia tidak tahu apa yang sahabatnya itu rencanakan untuk Wonwoo.

#-#-#

"Aw ... Halmonie ... itu sakit. Pelan-pelan Halmonie."

"Sakit bagaimana? Halmonie sudah memijatnya dengan pelan."

"Tapi tulang-tulangku terasa sakit Halmonie."

"Kau saja yang terlalu kurus. Kau lihat badanmu ini. Apa kau tidak makan dengan baik? Apa Mingyu tidak mengurusimu dengan benar? Percuma saja dia kerja tiap hari kalau kau saja kurus seperti ini. Mulai hari ini kau harus makan lebih banyak."

Wonwoo cemberut saat lagi-lagi terkena omelan. Seharian ini, ada saja yang salah di mata Jinhae. Kantung matanya, kulitnya, tubuhnya, porsi makannya, semua terkena protesan sang nenek.

Ia hanya bisa meringis saat Jinhae masih memijati punggung dan bahunya. Ia duduk di karpet sedangkan Jinhae duduk di sofa. Memudahkan wanita tua itu memijat cucu menantunya. Sebenarnya ia ingin mencari pekerjaan, tapi Jinhae memintanya untuk berkunjung. Mau tidak mau, ia harus berada di rumah Mingyu dan menunggu sampai Mingyu menjemputnya.

Tidak lama, Mingyu muncul dengan wajah sumringah. Namun ekspresinya tidak bertahan lama karena Wonwoo dan Jinhae tidak ada yang menyambut kedatangannya. Padahal ia sengaja pulang lebih awal meski jam masih menunjukkan pukul empat sore.

Mingyu duduk di sebelah Jinhae dengan wajah tertekuk. Ia kesal saat diabaikan nenek tersayangnya. Namun ia tidak bisa berbuat banyak. Karena setiap ada Wonwoo, status cucu satu-satunya di keluarga Kim seolah dipertanyakan.

"Ahh ... ternyata cucu Halmonie yang tampan sudah pulang," ucap Jinhae saat baru sadar Mingyu duduk di sebelahnya. Sedari tadi ia asyik menceramahi Wonwoo tentang kesehatan dan tubuhnya.

Wonwoo melirik sekilas. Ia mendesah lega melihat Mingyu pulang lebih awal. Karena semenjak dari Busan, Mingyu sering pulang dalam keadaan mabuk. Membuat pekerjaannya bertambah saat malam hari. Tapi ia bersyukur Mingyu tidak pernah meninggalkan tanda di tubuhnya.

"Apa kau bekerja dengan baik hari ini? Apa kau mendapatkan uang yang banyak?" tanya Jinhae tanpa menatap Mingyu. Ia masih fokus memijat kepala cucu menantunya.

"Sangat banyak Halmonie. Bahkan bisa membeli harabojie baru," jawab Mingyu asal.

"Sebanyak apapun tidak akan bisa menggantikan harabojie-mu. Karena harabojie-mu adalah laki-laki paling tampan di dunia ini."

"Bukannya Halmonie katakan kalau aku yang paling tampan?" tanya Mingyu setengah merajuk. Membuat Wonwoo menahan tawanya. Setiap bersama Jinhae atau keluarga Kim, sifat kekanakan dan manja Mingyu sangat terlihat.

"Cucu halmonie memang paling tampan. Tapi setelah harabojie tentunya."

Mingyu memilih diam. Bukan sekali dua kali Jinhae berubah pikiran. Terkadang Jinhae mengatakan Mingyu adalah laki-laki paling tampan. Terkadang juga tampan setelah almarhum sang kakek.

Mingyu memperhatikan Wonwoo yang tengah duduk di karpet sambil memejamkan mata. Sepertinya Wonwoo menikmati pijatan di kepalanya.

Tangan Mingyu terulur untuk menyentuh punggung Wonwoo. Menusuk dengan satu jari yang membuat Wonwoo memekik. Langsung memutar kepalanya dan memandangnya kesal.

"Yak, apa yang kau lakukan?" tanyanya kesal.

"Memang kenapa? Aku hanya menusukmu dengan satu jariku."

"Itu sakit bodoh!"

"Bagaimana bisa sakit? Aku tidak memukulmu. Aku hanya menusukmu dengan satu jariku."

"Kenapa kau menusukku? Kau tidak ada kerjaan lain? Jarimu menekan tulangku."

"Jangan salahkan aku. Salahkan badanmu yang terlalu kecil. Padahal aku menusuk hanya dengan satu jari. Bukan dua atau tiga jari."

"Terserah kau sajalah!" balas Wonwoo menyerah. Ia menolehkan kepalanya saat tidak dirasakan lagi ada yang memijat kepalanya.

"Eh ... kemana halmonie?" tanyanya bingung. Mingyu yang duduk di sofa juga kebingungan. Baru sadar kalau Jinhae tidak ada lagi di sampingnya.

"Halmonie kemana?" tanyanya pada salah satu maid yang tidak jauh dari mereka.

"Emmm ... itu ... halmonie pergi ... sejak ... sejak tuan muda ... emm ... membicarakan tusuk menusuk," ucap wanita itu ragu dan tampak gugup.

Wajah Wonwoo terasa memanas mendengarnya. Ia langsung beranjak dari tempat duduknya. Berlalu ke kamar Mingyu yang terletak di lantai dua.

Sedangkan Mingyu masih duduk sambil berpikir keras. Ia masih belum mengerti apa maksud ucapan wanita itu. Namun setelahnya ia menyeringai.

"Tidak hanya jari," batinnya dengan seringaian yang semakin mengembang.

#-#-#

Mingyu dan Wonwoo sampai di rumah tepat jam delapan malam. Setelah melewati paksaan segala jenis makanan untuk makan malam, akhirnya mereka bisa kembali ke apartemen mereka.

"Wonwoo-ya, kau tahu kan aku selalu menjaga namaku."

Wonwoo yang tengah berada di dapur mengerutkan dahinya. Ia tidak mengerti dengan kalimat Mingyu yang diucapkan tiba-tiba. Pemuda berkulit putih itu mendekati Mingyu yang duduk di sofa.

"Maksudmu?" tanya yang lebih memilih berdiri tidak jauh dari sofa ruang tengah.

"Aku tidak mau namaku buruk saat statusku berubah menjadi duda kalau saja kau meminta bercerai."

Wonwoo memutar matanya malas. Entah apa yang ada di dalam pikiran Mingyu. Bahkan ia tidak ada menyinggung soal pernikahan mereka.

"Supaya itu tidak terjadi, aku ingin kita bertaruh."

"Haah ... mau bertaruh apa? Hal konyol apa yang kau inginkan?" tanya Wonwoo malas. Ia ingin mandi dan membersihkan dirinya. Tapi Mingyu merecoki dengan kalimat tidak wajar.

"Kau sudah menyuetujuinya. Baiklah. Ayo kita bertaruh! Kalau kau kalah, kau akan menjadi istriku selamanya. Dan taruhannya tidak sulit. Kalau kau mendesah di bawahku, berarti aku pemenangnya."

Mata Wonwoo langsung membulat horror. Sekali ucap saja ia mengerti apa maksud Mingyu. Ia tidak bodoh untuk tidak tahu kemana arah pembicaraan mereka.

"Kau sudah gila? Lebih baik kau mandi untuk membersihkan otak kotormu."

Wonwoo langsung berlalu ke kamar. Membanting pintu kamar mereka cukup kuat. Masuk ke kamar mandi dan mengunci pintunya.

"Taruhan mesum apa itu? Bilang saja kau sudah mencintaiku dan tidak mau kehilanganku. Dasar pervert! Kim Mingyu mesum sialan," maki Wonwoo dari kamar mandi.

Setelah membersihkan dirinya, Wonwoo keluar dari kamar mandi ragu-ragu. Ia tidak pernah setakut ini dengan Mingyu. Membuatnya membuka pintu kamar mandi dengan hati-hati. Dan langsung mendesah lega saat tahu Mingyu mandi di kamar mandi lainnya.

Wonwoo tidak langsung merebahkan tubuhnya setelah mengenakan piyama tidurnya. Ia memilih berdiri di balkon kamarnya. Ia yakin sebentar lagi Mingyu masuk untuk berganti pakaian.

Jantung Wonwoo berdetak tidak karuan. Rasanya tubuhnya panas dingin mengingat kembali ucapan Mingyu. Ia tidak menyangka kalimat gila seperti itu yang Mingyu ucapkan.

"Kim Mingyu bodoh. Pemikirannya terlalu sempit. Lagi pula siapa yang ingin minta cerai? Sepertinya memang otaknya sudah tidak bekerja dengan benar," gerutu Wonwoo sembari memandangi langit malam.

Dari tempatnya berdiri saat ini, Wonwoo bisa menikmati pemandangan malam kota Seoul. Balkon kanan dan kirinya tampak gelap. Sepertinya sang pemilik pergi atau sudah tertidur.

Pemuda manis itu terkejut saat tiba-tiba balkon kamar mereka mati. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri bingung. Tidak biasanya lampu balkon mereka mati tiba-tiba. Apalagi Jinhae selalu memastikan semuanya dengan kualitas paling baik.

"Kenapa tiba-tiba mati? Apa mungkin ada yang mema ...."

Tubuh Wonwoo menegang saat ada yang memeluknya dari belakang. Nafasnya langsung tertahan di tenggorokan saat menyadari tubuh Mingyu menempel di punggungnya. Bahkan ia terasa sulit menelan salivanya sendiri.

"Aku ingin kita membuktikannya malam ini," bisik Mingyu tepat di telinganya. Membuat Wonwoo bergidik. Bibir Mingyu mengenai daun telinganya.

"Kita lihat, aku atau kau yang menang?" ucapnya lagi dengan suara rendahnya. Mingyu sengaja meniup lembut telinga Wonwoo.

Pemuda manis itu menutup matanya rapat. Tangannya berpegangan erat pada pembatas balkon. Tubuhnya terasa kaku untuk digerakkan. Bahkan hanya sekedar melepas tangan Mingyu yang melingkar erat di pingganganya.

Mingyu tersenyum melihat Wonwoo yang tampak begitu gugup. Mata sipitnya tampak tertutup rapat. Dan saat ia mendaratkan bibirnya di pipi kiri Wonwoo, pemuda manis itu berusaha menghindar. Tapi tubuh Wonwoo seutuhnya sudah berada dalam kuasanya. Wonwoo tidak mampu banyak bergerak.

CEO muda berwajah tampan itu mengecup pipi Wonwoo berulang kali. Mengecupnya dengan sangat lembut sembari tangan kanannya bergerak naik. Ia sengaja meniup telinga dan leher pemuda yang dalam kungkungannya berulang kali. Membuat pemuda manis itu bergidik dan mengeratkan pegangan tangannya.

"Kau harus rileks sayang. Karena perjalanan kita masih panjang," ucap Mingyu menyeringai.

Perlahan namun pasti, tangan Mingyu membuka kancing teratas piyama yang Wonwoo kenakan. Memudahkannya melihat bahu mulus tanpa cela milik Wonwoo.

TBC

-

-

Continue Reading

You'll Also Like

70.5K 5.6K 25
MINWON • COMPLETED - dedicated to 'mas arka wonwoo' that have sad ending "Kamu tahu kan kalo lidah itu nggak bertulang?" "Tahu.." "Tapi bisa ngangk...
26K 2K 23
Tentang wonwoo yang ingin membalas dendamnya karena kematian adiknya, tapi balas dendam itu malah berujung pada cinta yang tak pernah ia rasakan. B×B...
199K 18.1K 41
[ Completed ] Kim Mingyu, seorang model papan atas yang tertarik pada seorang pemuas nafsu di sebuah klub malam yang tak sengaja ia datangi. Ketertar...
420K 53.8K 29
Pangeran Mingyu Sidra jatuh cinta pada rakyatnya, Delmora Wonwoo. Sang pangeran yang sudah dinobatkan menjadi Raja Sidra Muda terus berjuang untuk me...