STAYED

By Eunoiakaiya

24K 1K 69

Karna peristiwa itu, yang jauh menjadi dekat. Dan yang dekat justru pergi meninggalkannya. More

1» Awal Mula «
2»Tak Terlihat«
3»Why You?«
4»Senyuman«
5»Need Him«
6»Kebersamaan«
7»Kebersamaan(2)«
8»Ia Pergi«
9»Give Up«
10»Keajaiban«
11»The Sun«
12»Stay with Me«
13»Seandainya«
14»Kritis«
15»Sebuah Pertemuan«
16»Nothing«
Chapter 17
18»Its Over«
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Part 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 38
Time to relax II
Chapter 39
Thank You!

Chapter 37

344 12 1
By Eunoiakaiya

Seminggu sudah berlalu sejak hari itu. Tidak ada lagi yang harus ditutupi. Tidak ada lagi yang tersakiti dalam diam. Semua terselesaikan dengan baik.

Masalah bukan berarti ikut berhenti.

Masalah akan tetap ada ke depannya. Tinggal bagaimana saja kita menghadapinya.

Sudah seminggu juga Acha, Elang,  beserta kelompok-kelompoknya belajar untuk menghadapi ujian yang sudah didepan mata.

Ujian bertingkat Nasional itu akan dilaksanakan dua hari lagi. Banyak siswa-siswa yang mulai menenangkan otaknya sampai hari-H.

Sudah cukup mereka selama seminggu berkutat dengan buku. Saat ini dua hari sebelum ujian. Waktunya untuk menangkan diri berbanyak berdoa.

Acha memijat kepalanya, lalu tangan nya beralih mengusap-usap matanya. Pagi ini, khusus kelas 12 sedang dilakukan pengarahan untuk ujian nanti. Walaupun pagi hari di hari ujian juga akan tetap dilakukan.

Tapi, pagi ini akan lebih banyak pemberitahuan. Bukan hanya tentang ujian tapi juga tentang acara-acara yang akan dilakukan setelah ujian selesai.

"Gila! Ini panas banget." gerutu Mia. Keringat mulai jatuh di dahinya.

"Mereka sih enak, nggak kena panas!" ucap Vera ketus menatap iri para guru yang berbaris didepan.

"Lama banget." Cellin ikut menambahi. Untung saja barisan mereka depan belakang. Jadi tidak perlu berteriak jika ingin berbicara.

Mia menyenggol tangan Acha. "Cha, lo nggak kepanasan?" tanya nya, heran Acha masih bisa saja berdiri tegak denga santai. Tanpa terganggu matahari yang sudah berdiri di atas kepala mereka.

"Iya, Cha. Lo adem ya? Ketutupan Nurul?" tanya Vera dari belakang. Membawa-bawa Nurul teman mereka yang tinggi sekali itu yang kebetulan baris di depan Acha.

"Panas..." Kata Acha terdengar serak.

Mia yang menyadari perubahan itu langsung memperhatikan wajah sahabat nya itu.

"Lo pucet, Cha. Lo sakit? gue panggilin anak PMR ya?" Mia menoleh ke belakang, mencari siapa pun anak PMR yang berjaga di belakang barisan.

"Gue--"

"Eh! Eh, Cha!"

Vera mulai panik menyadari tubuh Acha yang terhuyung ke belakang. Segera saja Vera dan Cellin reflek memeganh tubuh Acha agar tidak jatuh ke bawah.

"Eh! Tolong dong. Panggilin anak PMR!" Pintah Mia cepat kepada teman-temannya yang berbaris di belakang.

Acha pingsan.

Wajah nya terlihat pucat sekali.

Setibanya anak PMR, Acha segera di angkat dan dibawa menuju ruang Kesehatan. Mia, Vera dan Cellin mengikuti dari belakang.

Mulai terdengar bisik-bisikan. Bertanya ada apa dengan Acha.

Elang membuka bungkus permen mint dari Bimo. Cowok itu memasukkan permen nya kedalam mulut sembunyi-sembunyi. Takut akan ada guru yang melihat.

"Pak Dony ngomong apaan sih?" Bimo terlihat kesal.

Elang mengedikkan bahunya. "Aku nggak tau kakak."

"Najisin Lo!"

"Huss, ada Pak Eka di belakang!" Seru Rendy dari belakang Elang.

"Ngapain? Suruh duduk manis aja kek!" gerutu Bimo.

Pada saat upacara selalu ada guru BK yang akan berputar di barisan anak-anak. Untuk memastikan tidak akan ada yang berisik selama upacara berlangsung.

"Komen terus. Jalanin aja!"

"Jalanin aja, kayak lo sama Acha ya? Gak jelas apa statusnya. Yang penting jalanin aja. Ahaha." ledek Bimo. Cowok itu terkekeh pelan.

"Bacot ya kamu."

"Kasihan ya kamu."

"Anj--"

"Acha pingsan?" pertanyaan dari teman satu kelas Elang terdngar di telinga cowok itu.

Elang menoleh ke belakang. Mencari tau siapa yang berbicara seperti itu.

"Acha pingsan?"

Perempuan yang bernama yuni itu menggangguk. Sambil menunjuk ke belakang. "Tuh, lagi dibawa UKS."

"Eh! Mau kemana lo?" Rendy menahan lengan Elang.

"Ke Acha, Lah."

"Jangan cari masalah, Lang! Nanti aja kesana nya. Lagian ada temen nya yanv jagain."

"Nggak. Gue harus kesana!"

"Lo lupa janji lo sama, Acha, buat nggak bikin masalah lagi di sekolah ini?" Bimo mengangkat suara. Membuat Elang berdecak teringat janjinya pada Acha.

Cowok itu kembali ke barisan. Sembari berharap Pak Dony segera selesai dari pembicaraan nya.

Saat sampai di ruang kesehatan.

Acha di baringkan diranjang. Dan yang lain nya ada yanh membuat teh hangat, dan ada juga yang memegang botol kecil minyak kayu putih di bawah hidung Acha. Agar gadis itu menghirup dan cepat sadar.

Mia duduk disamping tubuh Acha. Memijat telapak tangan, Acha. "Dia pasti belum makan." Ujarnya pada Vera dan Cellin.

"Cha..." Cellin menepuk pipi Acha pelan.

"Kalian disuruh balik ke barisan." Kata Pia salah satu anak PMR yang sedang bersama mereka.

Vera mendengus. "Ya ampuun. Masih aja. Kapan selesai nya sih...." gerutu cewek itu kesal.

"Ya udah yok. Gue titip Acha ya!" Ujar Mia.

Vera memandang Mia sedih. "Kita baris lagi, Mi? Nggak usah kek..."

"Udah ayok! Mau lo disamperin pak Eka? Gue sih ogah."

Cellin berdiri dari duduknya. Menghampiri Vera menarik tangan temannya itu. "Udah ayok. Nanti udin kangen, Loh."

"Dih."

Ketiga nya berjalan keluar dari ruang kesehatan. Meninggalkan Acha bersama Pia yang akan menjaga nya.

10 menit kemudian.

Upacara sudah selesai. Seluruh siswa mulai membubarkan diri dari lapangan menuju kantin.

Haus, cuy.

Dan ada juga yang perempuan berlari menuju toilet. Untuk memeriksa riasan mereka yang sudah pasti luntur karna keringat.

Sedangkan Elang, cowok itu segera berjalan cepat ke arah ruang kesehatan.

Apalagi kalau bukan untuk menemui, Acha.

"Pia! Acha udah sadar?" teriak cowok itu ketika melihat Pia keluar dari ruang kesehatan.

"Udah tuh. Gue tinggal ya!" seru Pia sebelum berjalan ke arah kantin.

Elang membuka pintu. Dan berjalan ke dalam. Cowok itu sudah melihat tubuh Acha yang sedang berbaring. Membelakangi, Elang.

"Acha."

Acha berbalik. Menatap Elang sedang berdiri di ujung tempat tidur. "Lo ngapain?"

Elang mendekat, ke sampinh tempat tidur. "Kenapa? Kok pingsan?" Elang berbalik bertanya.

"Laper..." Ucap Acha polos.

Elang terkekeh, tangan nya bergerak menyentil dahi, Acha. Hingga membuat gadis itu meringis.

"Sakit!" Acha menepis tangan Elang. Menatap cowok itu sebal.

"Utuutuu. Sakit yaa?" Elang mengusap kepala Acha pelan. Memperlakukan gadis itu seperti bayi. "Makanya tadi disuruh makan itu makan. Biar nggak kelaperan gitu, sayangg..."

Acha memalingkan wajah nya dari hadapan Elang. Ah. Jantung nya hampir lepas rasanya. Perut nya juga tiba-tiba jadi mulas.

Lagian Elang ngapain seenaknya saja memanggil nya 'sayang' mereka kan tidak ada hubungan apa-apa.

"Cha, gue kesini mau ngeliat lo, loh. Kok gue dicuekin sih."

Acha kembali menatap, Elang. Mendorong pelan cowok itu jauh-jauh. "Jangan deket-deket, ahh."

"Kok gitu? Ya udah gue pergi." Setelah mengucapkan itu. Elang segera berbalik dan berjalan keluar.

Acha menggigit bibir bawahnya. Menatap punggung Elang. Dia kan tidak bermaksud beneran.

Acha mengusap wajahnya. "Elang..." panggilnya pelan.

Tapi Elang tak kunjung berbalik. Cowok itu tetap berjalan.

"Oke! Oke.. Elang Prasetya, gue mau lo balik kesini!" Acha menyerah. Ia tahu apa yang diinginkan Elang.

Elang berbalik. Cowok itu menyengir lebar dan menghampiri Acha.

"Puas lo?"

"Sangat, Acha Elodie."

"Gue mau ketemu Udin."

"Kok Udin sih?"

"Apaan sih, Lang! Gue mau nanya tempat beli bubur ayam doang sama dia."

"Oh. Kirain."

××

Lima hari yang lalu.

"Iya, aku tahu kamu mau ngomong apa."

Elang mengernyit. Apa Micell sudah tahu semuanya?

"Namanya, Acha ,'kan?"

"Kamu tahu?"

Cellin mengaduk pelan jus jeruknya. Pahit. Pahit mengetahui semuanya. Dan terlambat untuk mencegah semua itu terjadi.

"Aku tahu, sejak pertama kali ketemu dia di sekolah , kamu." Cellin tersenyum tipis. "Aku udah lama sama, Kamu lang. Aku tahu kamu sayang sama dia."

"Maaf."

"Selama ini aku berusaha menyalahkan pikiran itu. Aku berusaha meyakinkan diri aku kalau kamu masih sayang aku. Tapi ternyata nggak bisa. Kamu berbeda dengan Elang yang dulu bersama aku."

"Ternyata gini rasanya perasaan nggak bisa dipaksakan. Aku nggak bisa memaksakan perasaan kamu untuk aku." Tambah Cellin.

"Maafin, Aku." Elang tak bisa berkata apa-apa lagi. Selain Maaf.

Cellin memejamkan mata. Membuat air mata yang dari tadi ditahan nya, terjatuh. "Dia cewek yang baik. Jadi aku lega ngasih kamu buat dia. Haaha." ucap nya sambil terkekeh pelan.

Senyum dipaksakan itu, sakit.

××××

Yeayy!

Akhirnya sempat update jugaa. Gimana chapter ini? Seru? Baper? Sedih? Atau... Biasa aja? Wkwk

Btw, numpang promosi ya.. Mampir Baca cerita ku yuk yang judul nya HELP. One shoot kookkk. Udh tamat. Jadi ga perlu nunggu lama.

Please vote dan komen nya.

-dilla

Continue Reading

You'll Also Like

7.1M 300K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
6.3M 485K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
1.6M 133K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
919K 67.6K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...