Edgar Story

By erlangggga

77.5K 1.7K 80

Halo temen temen. Jadi gini, gue Edgar Caesar. Mau bercerita tentang Deandra. Dia cantik sih, memiliki dua bo... More

Intro
Part 1 : Edgar Caesar
Part 2 : Deandra Annisa
Part 3 : Mengantarkan Pulang
Part 4 : Tiga Panglima
Part 5 : Penolakan Pertama
Part 6 : Ojek Online
Part 7 : Cerita Tentang Edgar
Part 8 : Serangan di Atap Sekolah
Part 9 : Kekikukkan dalam UKS
Part 10 : Tebakan tentang &
Part 11 : Makan Malam di Rumah Dean
Part 12 : Surat Undangan Pulang Bareng
Part 13 : Resah
Part 14 : Ditolak Ibunya
Part 15 : Kedatangan Temannya
Part 16 :Ayah dan Bunda Pulang
Part 17 : Air Mata Laki Laki
Part 18 : Pemukulan Setelah Pentas
Part 19 : Pulang Ke Rumah
Part 20 : Pengakuan Edgar
Part 21 : Bernyanyi dan Bertempur
Part 23 : Percakapan Sederhana Dengan Teman Kelas
NOTE
NOTE II
Part 24 : Suatu Pagi Dalam Satu Bulan
Part 25 : Diamnya Gina
Part 26 : Bertatap Muka Dengan Ayahnya
Part 27 : Bertamu
Part 28 : Kepastian
Part 29 : Tidak Tahu
Part 30 : Menembak Deandra
Part 31 : Rapat Di Markas
Part 32 : Babak Pertama Pertempuran.

Part 22 : Sepulang Sekolah Bersama Gina

1.5K 29 0
By erlangggga

Gue mengambil motor diparkiran bersama Gina, dia sudah ada disebelah. Sebelum bel berbunyi, gue sudah menunggu didepan kelas Gina dengan muka berantakan habis berantem, tidak gue obati hanya dibasuh air agar darah tidak jatuh ke pipi.

"Kak, kenapa laki laki gemar sekali berantem?" Tanya Gina sambil menaiki motor, gue memakai helm kemudian menjalankan motor " Gatau, gak semua gemar. Aku saja mungkin ehehehe"

"Loh kak? Kok ngomongnya pake aku akuan? Kakak kenapa?" Tanya Gina, rambutnya terkibas terkena angin jalan. Motor dikendarai tidak kencang, padahal ini motor sports. Akh andai saja tiba dirumah ada satu buah motor classic , pasti gue bahagia.

Memakai motor sports kalau tidak dibawa kencang, rasanya aneh. Mungkin caferacer akan jadi pilihan tepat untuk gue bawa ke sekolah. Motor gue yang sekarang, Yamaha R6 memiliki 600cc, membuatnya sangat indah kalau dibawa kencang. Sementara kurang asik kalau dipakai pelan. Andai saja pulang ke rumah, membuka garasi dan didalamnya ada caferacer dengan 150cc.

" Engga apa apa, kamu kan ngomongnya juga aku kamuan. Jadi gak masalahkan kalau aku juga begitu?" Gina tertawa mendengar gue menjawab itu, suaranya terdengar manis di telinga. "Iya gak papa, kalau kakak yang bilang jadi terasa spesial"

Gue tersenyum samar dibalik helm fullface "Gina mampir yuk kerumah, katanya Bunda ingin kenalan" Kata gue asal. Gina tahu kalau sedang dibohongi, karena tidak mungkin Bunda tahu tentang Gina "Sudah malam, takut dilarang Papa"

"Nanti aku bilang ke Papa kamu, tenang saja. Lagipula aku yakin Papamu tidak melarang anaknya untuk berkenalan"

"Akh! Bilang saja kamu yang ingin berlama lama kan?" Nada bicaranya seperti sedang mengintrogasi secara santai "Hahaha iya tuh kamu tahu"

Gina memukul pundak perlahan "Yaudah mau" Jawab dia singkat.

*****

Gue turun dari motor, Gina juga. Dia terlihat kesulitan turun karena jok motor yang tinggi. Jadi perlu bantuan untuk menurunkannya. "Turun dari motor saja masa kesusahan!"

Gina membalas "Terlalu tinggi joknya, kalau joknya seperti sepada roda tiga sih mudah!" Gue langsung mencubit kedua pipinya karena gemas mendengar dia berbicara begitu. Gina langsung mengelus kedua pipinya, terlihat dia malu mendaptkan cubitan secara mendadak.

"Kak Edgar curang!"

"Curang kenapa?"

"Cubit pipi gak bilang bilang, seharusnya bilang dulu biar Gina siap"

"Memang kenapa kalau mendadak? Kamu jadi senang begitu? Kalau bilang nanti jadi gak surprise, lagipula sesuatu yang mendadak bisa membuat bahagia seketika. Lihat kamu bahagia kan dapet cubitan mendadak? Hehe"

"Akh.. engg... ga" Kata Gina terpatah patah, dia bohong. Terlihat dari pandangannya yang kemana mana "Hmm.... iya gak salah lagi bahagianya heheh" Gue menggandeng tangan Gina, menuntunnya untu masuk ke dalam rumah.

"HALLLOOO" Teriak kedua orang tua gue ketika kami membuka pintu, gue diam bingung. "Ada apa?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut. Aneh saja melihat kedua orang tua menyapa ketika gue membuka pintu. Ayah dan Bunda juga terlihat heran saat anak satu satunya mengandeng tangan seorang perempuan.

Mereka saling beradu tatap seperti mengerti bahwa perempuan yang gue gandeng adalah pacar. Gina memang pacar gue, namun belum resmi. Doakan saja besok dan besok besoknya lagi menjadi resmi. Mungkin lo akan gue undang saat acara peresmian hubungan.

"Ayok ikut Ayah dan Bunda ke garasi" Mereka langsung membelakangi tubuh dan berjalan menuju garasi yang terletak disebelah kanan rumah. Garasi terbuka secara otomatis ketika ayah memencet sebuah tombol. Gue tetap mengandeng Gina, padahal dia sempat protes "Kak lepasin, malu sama orang tuamu"

Gue menguatkan genggaman "Tidak apa apa, santai saja. Lagipula lebih baik digandeng, nanti kamu pergi kemana mana kan bahaya, apalagi kalau hilang dan tersesat"Gina menangguk dan mengalah.

Saat pintu garasi terbuka sempurna, gue langsung teriak kegirangan "WUHUUUUUUU!!!!" Tangan Gina gue lepas dan kepalan tangan ke atas, langsung gue hampiri kendaraan baru gue yaitu caferacer.

Caferacer hitam dengan warna hitam pekat menjadikannnya semakin sangar. Imej gue sebagai seorang anak geng semakin gahar berkat motor yang gagah. Gue suka motor tersebut, terkesan classic namun tetap elegan. Sayangnya jok caferacer hanya bisa dipakai oleh sang pengemudi saja, jika ada penumpang. Maka pasti akan berdempetan.

Selain bentuk yang kokoh, jok belakang tidak menurun dan berdekatan. Memberikan sentuhan romantis jika yang dibonceng gebetan. Namun jika yang diboceng laki laki, akh lebih baik dia duduk di ban saja. Kalau perlu dia berlari saat motor melaju.

"Ini ayah belikan bukan ucapan selamat karena Edgar tidak di skors padahal sudah membuat keributan yah.Ayah tau karena wali kelas kamu menelepon " kata Ayah, tangannya terlipat,mukanya ia buat tegas padahal gue tau dia tidak mempermasalahkan kalau anakmya suka bikin keributan.

Dulu dia juga begitu, bahkan lebih parah. Dia pernah menghajar tujuh belas preman karena Bunda di goda. Sayang, ayah harus dilarikan ke rumah sakit dengan keadaan koma. Kata dia "Ayah tidak pernah mempermasalahkan kamu berantem, asal punya alasan yang jelas. Dulu ayah juga hampir mati karena membela bunda"

Butuh dua minggu hingga dia siuman. Setelah kejadian itu, dia sama sekali tidak kapok untuk mengulangi. Hanya intensitasnya saja yang dikurangi.

"Ayah memesan saat masih di jepang, motornya baru sampai hari ini. Ayah rasa Edgar akan suka, soalnya kamu kan anak geng gitu. Kurang oke kalau gak pake motor classic gini" Gue langsung memeluk ayah. Motor yang diidamkan akhirnya ada. Hebatnya lagi gue tidak meminta atau memberikan kode.

"Terima kasih Ayahhh, Edgar emang lagi kepingin caferacer lohhh. Kebetulan banget Ayah beliiin yang modelnya kayak beginii" Ayah memeluk balik, Bunda tersenyum, Gina juga. "Edgar bawa siapa?" Kata Bunda tiba tiba saat posisi gue masih berpelukan. Pelukan dilepas "ouhh, calon pacar bun" jawab gue simple. Gina tersipu malu, terlihat dari pipinya yang merona.

"AHAHAHAHHAHAHAHAHAHAH" Ayah tertawa lebar, Bunda hanya diam namun tersenyum suka. "Kok kamu mau sama petarung kayak dia? Gak khawatir apa?" Tanya Ayah sembari mengontrol ketawanya yang belum usai.

"Khawatir banget om hehe"

"Lantas kenapa mau kamu didekati oleh dia? Bandel. Kadang kalau minggu jadi bau. Ga mandi berhari hari katanya hemat air"

Gina tertawa. Tidak dia balas, gue rasa dia bingung. Pantaslah begitu, belum pacaran dan baru saja dekat sudah diberondong pertanyaan juga pernyataan bahwa seorang Edgar adalah laki laki yang menjjikan. Untungnya Gina hanya senyam senyum daritadi, tidak mengiyakan. Jika dia begitu, akh masa dia sama seperti ayah bunda yang membully.

"Iyalah dia mau dekat dengan Edgar. Tidak ada laki laki lain yang bisa menjaga dia. Lagipula, hanya Edgar yang kuat untuk membuka tutup botol kalau dia haus"

"Lah ayah juga kuat kalau cuman buat tutup botol mah"

"Tapi dia gak akan pernah bilang untuk minta dibukakan. Hehe. Dia bilangnya cuman sama Edgar. Tadi di jalan dia bilang begitu, maunya sama Edgar. Gamau sama yang lain" Ayah tertawa dan terdiam. Dia mengangguk, membiarkan anaknya menang argumen.

Sekarang jam makan malam, Bunda dan Bi Sari telah mempersiapkan makanan "Gin, makan dulu sama kita. Bunda tahu kamu laper ya kan" Bunda menggandeng tangan Gina, dia tuntun ke meja makan. Gue dan Ayah megikuti dari belakang.

"Cantik, Ayah suka. Kamu hebat " bisik Ayah dalam perjalanan menuju meja makan. Gue terkekeh pelan "pilihan Edgar dong!"

Setibanya di meja makan, gue duduk tepat disebelah Gina. Ayah disebelah Bunda. Meja makan berbentuk persegi panjang, namun Ayah dan bunda memilih duduk bersebelahan dibanding bersebrangan, begitupula gue dan Gina. Kejadian ini mengingatkan gue ketika makan di rumah Dean. Hanya saja keadaanya berbeda, rumahnya juga dan perasaanya pula. Gue lebih rileks karena yang sedang gue hadapi adalah orang tua sendiri. Gatau Gina, dia sepertinya gugup. Terlihat dari cara makan dia yang kaku tidak seluwes biasanya.

Tangan sebelah kanan sengaja menyenggol lengan Gina, dia menengok "santai saja. Ayah tidak mungkin menjadikan kamu makanan tambahan. Bunda juga tidak akan memarahi kamu karena mengambil nasi terlalu banyak. Mereka orangnya santai dan ramah terhadap siapa saja. Terutama untuk perempuan yang sedang dekat dengan anaknya"

Gina mengangguk lalu mengikat rambut "Aku gugup. Pertama kali begini,bayangkan. Kita baru dekat beberapa saat, tadi kamu berantem di sekolah dan sekarang permasalahan tersebut seolah terlupakan. Betapa santainya keluargamu"

Gue tersenyum "entah. Aku juga baru ketemu mereka kan, nikmati saja" gue mengambil nasi untuk Gina "kurang ?" Dia membentuk gestur cukup, ditaruh nasi dihadapan dia dan Gue menyuruh dia mengambil lauk sendiri.

"Eh iya kita belum berkenalan. Nama kamu siapa?" Tanya Bunda sambil menyuapkan makanan ke mulut.

"Gina tante. Hanggina Al Fatmah" Bunda mengangguk. "Kalau kalian berdua sudah menikah. Mau punya berapa anak?" Gina tersedak. Gue rasa pantas karena pertanyaan Ayah yang terlampau maju ke depan. Dia masih gadis berusia enam belas yang duduk dibangku dua sma, sudah dihadapkan pertanyaan tentang menjalin hubungan yang abadi.

"Ayah kenapa nanya begitu sih?" Tanya gue, Ayah tertawa. Gina mengambil minum juga ikutan tertawa. Suasana malam itu begitu hangat. Makan kembali dilanjutkan "dulu Edgar waktu masih empat tahun, kalau main ke luar rumah cuman pakai celana dalam. Hingga kelas enam sd dia begitu" kata Bunda. Sepertinya adalah sebuah kesalahan membawa seorang perempuan dalam makan malam bersama keluarga, karena cowonya bakal direndahin.

"Padahal sudah ditegur tetangga, eh dia besoknya tetap melakukan. Bosan kali mereka menegur terus, sampai dibiarkan saja Edgar setengah telanjang" kata Bunda, gue tetap menyantap makanan dan menahan malu. Ugh! Gina tertawa, namun ia kontrol. Gua yakin sebetulnya ia ingin tertawa lepas, namun dia tahu sekarang sedang makan bersama kedua orang tua.

"Yah, Bun berhentilah ceritakan keburukan Edgar. Ceritakan yang lain. Kapal selam yang tenggelam mungkin, atau apalah!" Protes gue sambil mengunyah makanan yang belum tuntas ditelan.Mereka mengangguk sambil tersenyum.

*******

"Ayah dan Bundamu asik juga yah hahahaha " Kata Gina disebelah. Kami berdua sedang duduk di saung depan rumah sambil memandang ke langit malam. Bintang tidak terlihat sama sekali karena polusi cahaya, andai bintang terlihat. Mungkin akan menambah teduh sesuasana.

Gue menaikan bahu sambil menyengir "iya hahaha. Seperti anaknya tidak?" Gina melihat gua lalu menjawab "yah kurang lebih. Hanya saja anaknya lebih mengkhawatirkan dibanding kedua orang tuanya"

Langsung gue balas cepat "iya karena anaknya masih remaja, andai mereka remaja. Kurang lebih akan sama mengkhawatirkannya"

Gina mendengus "kalau begitu berhentilah membuatku khawatir. Agar ketika orang tuamu kembali remaja, mereka tidak mengkhawatirkan hehehe"

"Berhenti bertempur maksudmu?" Gua tanya Gina begitu. Dia melihat gua "iya. Jadilah anak baik baik. Semisal kamu jadi rajin mengerjakan tugas dirumah, bukan disekolah. Atau kamu mulai mencatat pelajaran dikertas, kemudian kamu ingat kembali. Tidak kamu buat menjadi pesawat mainan"

Gue tertawa mendengarnya. "Kalau mau aku begitu. Kamu harus sering sering menatap mataku. Karena kalau aku melihat matamu, ada perasaan tenang. Jadi emosi cepat pudar hehe. Inget loh yah, harus dua puluh empat jam melihatku begitu! Kalau tidak aku akan tetep bertempur!"

"Mana bisa?!?!"

"Hahaha yasudah aku akan terus begini. Makanya kamu buat dirimu ada seribu"

"Untuk apa?"

"Agar aku tidak cepat rindu untuk melihat mata itu hehehe"

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 273K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
2.5M 133K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
418K 45.9K 21
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
414K 15K 30
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...