Edgar Story

By erlangggga

77.5K 1.7K 80

Halo temen temen. Jadi gini, gue Edgar Caesar. Mau bercerita tentang Deandra. Dia cantik sih, memiliki dua bo... More

Intro
Part 1 : Edgar Caesar
Part 2 : Deandra Annisa
Part 3 : Mengantarkan Pulang
Part 4 : Tiga Panglima
Part 5 : Penolakan Pertama
Part 6 : Ojek Online
Part 7 : Cerita Tentang Edgar
Part 8 : Serangan di Atap Sekolah
Part 9 : Kekikukkan dalam UKS
Part 10 : Tebakan tentang &
Part 11 : Makan Malam di Rumah Dean
Part 12 : Surat Undangan Pulang Bareng
Part 14 : Ditolak Ibunya
Part 15 : Kedatangan Temannya
Part 16 :Ayah dan Bunda Pulang
Part 17 : Air Mata Laki Laki
Part 18 : Pemukulan Setelah Pentas
Part 19 : Pulang Ke Rumah
Part 20 : Pengakuan Edgar
Part 21 : Bernyanyi dan Bertempur
Part 22 : Sepulang Sekolah Bersama Gina
Part 23 : Percakapan Sederhana Dengan Teman Kelas
NOTE
NOTE II
Part 24 : Suatu Pagi Dalam Satu Bulan
Part 25 : Diamnya Gina
Part 26 : Bertatap Muka Dengan Ayahnya
Part 27 : Bertamu
Part 28 : Kepastian
Part 29 : Tidak Tahu
Part 30 : Menembak Deandra
Part 31 : Rapat Di Markas
Part 32 : Babak Pertama Pertempuran.

Part 13 : Resah

2.3K 43 0
By erlangggga

Bangun tidur. Ku terus mandi. Tidak lupa boker sedikit. Abis mandi keterus sholat. Langsung pergi berangkat sekolah.

Gue mengeluarkan motor dari garasi. Lalu mengendarai menuju sekolah. Sebelum berangkat. Gue menyempatkan diri untuk melihat notifikasi ponsel. Sama sekali tidak ada notifikasi dari Dean.

Dia tidak sama sekali chat tentang surat yang diberikan melalui guru piket. Gue gatau jawabanya apa dia mau atau tidak. Hanya kepercayaan diri yang mendampingi untuk menemuinya dan mengajaknya pulang bersama.

Gue sudah sampai di sekolah dalam 10 menit. Di kelas, teman teman sedang asik mengerjakan tugas. Bel masuk tinggal 5 menit lagi.

Gue buru buru menaruh tas di barisan kanan paling belakang. Spot favorite gue sama Ardi. Niko berada di depan kami. Hampir setiap saat formasi duduk kami seperti ini.Gue berada di belakang. Niko di depan. Atau dia di belakang gue di depan. Kita bertiga susah dipisahkan intinya.

"Biologi udah lu pada?" kata gue menaruh tas berwarna biru di sebelah tas Ardi,Kemudian duduk dan melihat mereka memgerjakan tugas "Belom" jawab Niko

"Udah lu foto jawabannya ko?"

"Udah. Mau lu?" Tawar Niko sambil menyalin tugas orang lain.

"Iya kirim aja lewat LINE"Lima foto yang berisi jawaban tugas sudah terkirim. Gue langsung mengeluarkan buku latihan biologi lalu tertunduk mengerjakan. Selama pelajaran pertama berlangsung, gue tetap asik mengerjakan tugas tanpa memperhatikan guru di depan. Dia tidak sadar sama sekali tidak diperhatikan.

Ardi sudah selesai 5 menit yang lalu. Kemudian dia memainkan hapenya untuk membalas chat adik kelas lain yang sedang dia dekati.

"Lagi LINE Disa di?"Gue bertanya begitu karena Ardi daritadi senyam senyum melihat handphonenya.

"Apaaaansii luu kepo bangett, udah kerjain ae tuh biologi" ledek Ardi ala ala logat betawi.

"Ye elah dikit lagi selesai. Liat dong chat apa" gue menyondongkan badan untuk melihat chat mereka berdua. Ardi langsung berusaha untuk menghindar. Gue tetap mendekat. Ardi tertawa tawa geli "Apaaaansi lu ahhh jauh jauh"

"Kaga"Gue berusaha untuk merebut hapenya Ardi hingga membuat meja dan kursi berdecit karna aksi kami berdua.

"Ibuuuu tolong buuu Edgar homo deket deket saya" Ardi setengah berteriak. Orang orang sekitar kami menengok. Saat itu, gue lagi megang tangan Ardi dan badan condong ke Ardi seakan kami ingin berciuman sambil pegangan tangan.

"Cieeee Edgar gabisa megang tangan Dean malah megang tangan Ardi" ledek Niko menghadap kebelakang.

"Daripada lu meluk tembok" balas gue sambil melepaskan genggaman Ardi.

"Iya ko. Daripada lu pegang tangan sendiri" tambah Ardi. Niko diam. Tidak bisa membalas. Memang dia jika dibully langsung diam seketika.

*****

Mata pelajaran berganti. Sekarang pelajaran Bahasa Indonesia. Guru yang mengajar sedang ada urusan di luar sekolah. Jadinya kelas kami tidak ada yang mengajar."Gar, di gabut nih. Keluar yuk. Kantin kek" ajak Niko sambil meletakan hape di meja.

Gue yang sedang belajar demi masa depan yang cerah. Engga deng bohong. Gue lagi main game. Langsung meletakan hape "yauda yuk. Ayo di"

"Gamaauuu ah lagi seru" ujar Ardi sambil mengetik ngetik balasan chat ke Disa. Dia masih chatan daritadi pagi, hingga sekarang.

"Ya elah cewe mulu lu" gue mendorong Ardi. Ardi terdorong namun tidak dia balas. Tetap mempertahankan handphone. Tangannya sangat kuat hingga tidak pegal mengetik daritadi.

"Tau lu. Ayoklah ngobrol sama yang tatap muka bukan layar kaca, tinggalin Disa bentar gak akan diambil orang" timpal Niko.

"Iyadaahh gue mau, ayok dah yok" Ardi bangun dari kursinya kemudian dia mendorong pintu lalu keluar diikuti gue dan Niko. Namun dia tidak berjalan ke kantin, mangkir dulu dikursi luar, tetap membalas pesan dari Disa. Gue langsung menarik dia menuju kantin.

Niko merangkul Ardi. Ardi mengikuti seperti kambing "AH! Udah ke read ini, bales dulu bentar"

"Nanti juga bisa, nungguin lu chatan sama dia mah sama aja nungguin Niko punya pacar. Lama banget!" Kata gue sambil membantu Niko menggiring Ardi menuju kantin. Sesampainya dikantin, kami bertiga duduk. Gue disebelah Niko sementara Ardi didepan terhalang meja. Di atas meja ada tiga gelas minuman yang kami pesan.

Ardi melanjutkan chatan dengan Disa. Gebetannya yang entah udah ke berapa. Dan gatau bakal bertahan berapa lama. Ardi adalah tipe cowok menyebalkan bagi perempuan. Tipe cowo yang gak bisa berkomitmen. Bisa saja hari ini dia jalan dengan Disa, besoknya sama adiknya, besoknya lagi sama mamanya dan papanya.

"Udah apa di taro hapenya, ada kita juga. Lagian lu gak kasian apa, lu deketin abis itu lu tinggalin. Berasa permen karet tau gak?" gerutu Niko mengambil susu coklat yang ia pesan kemudian meminumnya.

"Aaaaahh apaansi ko, fans doang banyak. Ngedeketin orang gabisa. Berasa manusia purba" kata kata Ardi sungguh menohok Niko. Gue yakin itu. Karna Niko langsung diam seketika kemudian memegang kepalanya.

"Iya yak bener juga, gue udah kelamaan. Gue tuh bingung, kenapa setiap deketin cewek, gue mengigil" Kata Niko dibalas oleh perkataan gue "Coba lu periksa, lu lagi minum es gak? Atau mungkin, lu gak deketin cewek tapi deketin kulkas makanya lu menggigil hahaha"

"Apaansih gar gak jelas. Gue tuh aneh, gak seperti kalian berdua yang percaya diri deketin cewek" Kata Niko mengawang awang, Ardi sedang asik berbalas pesan. Alhasil Niko ngomong cuman sama gue "hahaha maaf maaf kalo gak jelas. Kalo lu aneh, jadilah lebih aneh lagi kayak kita berdua ko. Semisal Ardi yang aneh banget, gak tau malu buat deketin perempuan. Sementara gue aneh banget karena tetap deketin Dean walau ditolak mulu"

"Yah iyasih, cuman kan gue gak bisa se aneh itu gar" Niko mengawang awang. Ardi masih saja bergulat dengan kegiatannya.

Gue menukar minuman Ardi dengan minuman gue yang sudah kosong " Apaansih ko yang kurang dari lu. Tampan, mapan dan cerdas. Banyak yang mau sama lu, cuman sikap lo aja tuh yang masih gak berani. Masih nutupin diri lu ke cewek"

Niko membalas "Iya kali yah, tapi gue juga gak mikirin amat sih. Cuman kadang kalau kalian kaya gini nih, udah punya gebetan masing masing. Gue berasa jadi nyamuk"

Orang dengan fans bertebaran aja susah dapat pasangan. Tapi ada aja orang muka pas pasan bisa gonta ganti pasangan. Mungkin karna sikapnya yang membuat orang terlena. "Yaudah cari pacar ajasih, ribet amat lu. Tinggal pilih lu mah"

"Nanti aja deh, pas kuliah" Kata Niko mengakhiri pembicara tentang kenapa dia susah sekali berhadapan dengan perempuan. Ardi meminum minumannya, tangan sebelahnya digunakan untuk melihat chatan dari Disa. Ardi tetap mengap mengap, air tak kunjung ada.

Dia tidak sadar kalau gelasnya ditukar. Sampai dia melihat gelas tersebut kosong dan melemparnya "WOI SIALAN LU GAR NUKER NUKER" Ardi berteriak ke gue yang cekikikan. Niko tetap diam. "Ngapa itu Niko? Kok murung banget?" Tanya Ardi yang melihat Niko termenung.

Tertawa gue berhenti "Gatau. Lagi menstruasi kali" Ardi tertawa, dan tetap saja Niko tidak membalas candaan kami berdua "hahahaha, bukan menstruasi kali tapi mastrubasi "

"HAHAHAHAHA PARAH LO" Gue dan Ardi tertawa dengan keras. "Apaansih lu bedua, kaga lucu.Eh btw liat mading yuk,siapa tau ada surat penggemar buat kita bertiga " Ajak Niko yang langsung berdiri, Gue juga, Ardi tetap dibangku melanjutkan chatan lalu hapenya gue rebut paksa.

Di sekolah gue ada surat penggemar yang selalu diadakan tiap bulan. Kertas dibagikan ke seluruh kelas kemudian akan dipasang di mading. Niko selalu mendapatkan tawaran untuk menulis surat mading, namun dia tolak. Gue juga gak pernah mengirim surat begituan, mending kirim langsung ke orangnya. Sementara Ardi adalah langganan. Setiap mendekati perempuan, dia mengirim.

Tidak cukup satu, dia bisa mengirim tiga. Namun ke tiga surat tersebut ditujukan ke tiga orang yang berbeda.

"Udah lupain bentar Disa, ada kita berdua yang lebih nyata. Sementara Disa cuman di layar" Ardi tersenyum kecut mendengar kata kata gue. Niko sudah berjalan duluan di lobi, lalu meneriaki nama kami berdua. Kami menghampiri "nih gar dari & baca deh"

"To : Kak Edgar

Aku jatuh cinta. Terhadap manusia yang entah sedang apa. Terhadap manusia yang teramat susah untuk bisa bersama. Terhadap manusia yang aku damba sekian lama.

Aku suka melihatmu dalam diam. Memikirkanmu dikala malam. Berharap kamu akan tahu siapa diriku sehingga perasaan mu bisa aku sulam. Agar bisa selalu berdekatan, sehingga bisa aku jaga agar perasaanmu terhadapku tidak pernah padam.

Aku suka terhadap semuanya. Segala aspek terhada laki laki bernama Edgar. Namun biarkanlah perasaan ini tetap ada dalam diam. Dibiarkan untuk tetap bersembunyi dalam sudut perasaan. Biarkanlah kamu bahagia tanpa tahu siapa aku sebenarnya.

Karena mengagumimu dalam diam adalah sebuah kebahagian bagi aku sang penggemar rahasia.

From : &

"

"WEDEW EDGAR DAPET LAGI NIH DARI &"Ledek Niko menepuk pundak gue. Bahasanya romantis dan penuh sajak. Layaknya seorang penulis yang handal merangkai kata.

Siapa sebenarnya & apakah benar dia Gina atau ada orang lain selain dia. Namun sangat sulit terpikirkan kalau penulisnya adalah Gina apalagi Dean yang setiap hari malah menolak.

"Romantis bat anjir, terharu gua" Kata Ardi sambil melihat surat penggemar dari & , lalu Niko menimpalinya "Iya romantis banget. Menurut lu dia siapa gar?"

"Gatau" Gue menggeleng.

Niko terkekeh "Paling yah Gina, mustahil Dean. Gina kan bisa aja ngambil kesempatan saat lu ditolak terus sama Dean"

"Iya kali mungkin. Mungkin & itu Gina "

*****

"Woi nongkrong yok!" Ajak Niko ke gue dan Ardi yang sedang tidur siang. Padahal sekarang sudah jam pulang, namun kami masih terlelap. "Eh gua ngomomg dikacangin, bangun lu bedua bangun" Niko menggoyak goyangkan badan membuat kami terbangun.

Ardi mengusap iler yang ada dipojok kanan mulut., lalu dia membalas perkataan Niko"Apaansih lu berisik banget"

Kemudian Niko menjawab "Yaudah kalo berisik, gue kan cuman ngingetin sekarang udah jam tiga. Lu berdua kaga mau pulang apa?" Ardi langsung seger dan melihat jam di hape. "Oooiyaa yak udah jam tiga, maaf yaah Niko udah marah marah hehe"

"Iye. Nongkrong yok ah di starbucks " Ajak Niko. Ardi setuju dengan ajakan Niko.

Gue membereskan peraltan sekolah, memakai jaket "Yaudah deh gua juga ayok. Sekalian nungguin Dean dah" Kami bertiga keluar kelas dan menyalakan motor satu persatu. Berhubung starbucks tidak terlalu jauh mengakibatkan perjalanan tidak memakan waktu yang lama.

Kami segera duduk di smoking area lalu Ardi memesan kopi dan menyalakan rokok, Niko juga begitu. Sementara gue memutar mutarkan ponsel berharap di hubungi oleh Dean. Namun tidak ada sama sekali notifikasi dari dia.

Dengan bau kopi yang khas memenuhi ruangan, gue menunggu kepastian dari seorang perempuan bernama Deandra. Semenjak surat diberi, dia tidak tahu mau mengikuti atau tidak. Hanya tetap diam. Diam karena mau atau justru diabaikan begitu saja. Namun sulit rasanya tidak dibaca, karena yang beri guru piket.

Jika dia menolak, biarkanlah manusia punya hak. Seberusaha apapun untuk mendekat, tapi dia tetap mengelak. Namun suka terhadapnya adalah sesuatu yang mutlak.

Niko melihat gue diam sambil memutar mutarkan ponsel tidak memesan apa apa. Dia paham apa yang sedang gue risaukan

"Gar, lo gak mesen?" tanya Ardi seketika, dia juga tahu kepala gue dipenuhi pertanyaan pertanyaan. Bagaimana mendapatkan Dean dan apakah harus menyerah karena dia sudah punya gandengan?

Kepala menggeleng, tidak selara memesan. Saat ini, gue bingung. Mau melakukan sesuatu rasanya tidak mood. Benar benar gelisah terhadap apa yang dirasa. Terhadap surat yang sama sekali tidak ada balasan. Setidaknya, jika dia menolak tolonglah bilang. Nyatanya, dia tidak melakukan.

"Gar?" Kata Ardi sekali lagi untuk membuat gue membuka suara, tetap gue diam, melihat jam dan sekarang sudah waktunya latihan cheers selesai. Gue bangun dari tempat duduk "gue duluan yah ko, di" mengambil jaket kulit berwarna merah maroon di kursi, menuju parkiran, menyalakan motor dan melaju cepat menuju sekolah untuk menjemput wanita pujaan.

*****

Dia. Perempuan bernama Deandra Annisa sedang memakai tas berwarna biru dongker. Rambutnya dia kibaskan, sungguh cantik. Keringat yang ia turun, sedang dia lap menggunakan handuk berwarna putih. Muka letih terpancar dari wajahnya.

Gue tetap berdiri ditempat menikmati pemandangan seorang perempuan bernama Dean. Dia berdiri, tertawa bersama teman temannya. Tawanya lucu, menggemaskan dan menyejukkan perasaan. Betapa bahagia ada laki laki yang memilikinya, bisa mendengarkan dia tertawa setiap mengeluarkan candaan.

Dalam muka capai saja, bisa membuat badan berdesir. Betapa menakjubkannya dia, berdiri dengan jarak 20 m tapi bisa membuat jantung berdetak tak teratur. Hanya melihat saja, ada perasaan senang walau belum sempat memilikinya. Tapi tidak tahu besok atau tahun depan. Siapa tau giliran dia yang cinta.

Dia menoleh karena sadar dilihat terlalu lama "Kak Edgar!" gue menghampiri dia dengan tatapan terkejut seolah memegang kabel listrik. Tumben dia manggil. Apa ini pertanda dia mau pulang bersama untuk kedua kali.

"Ada apa de?"

"Maksud kakak apa ngirim surat itu?" Matanya melotot, tangan memegang lengan tas yang dipakai.

"Mengajak Dean pulang" suara gue lembut, bernada rendah agar dia mau pulang untuk kedua kali dan makan berdua untuk pertama kali. Semuanya tergantung pada surat itu, dia mau atau malah menolak.

"Gajelas tau gak. Gue gamau pulang sama lo." Dan ternyata dia menolak. Tolakannya bagaikan satu juta jarum yang menusuk jantung, jantung gue berdetak makin gak karuan. Badan lemas namun berusaha dikontrol agar tetap tegar.

"Baik jika hari ini tidak mau pulang. Bagaimana besok? Hari rabu?" Gue memilihkan dia opsi. Dean tolong, aku cinta kamu. Maukah kamu sekedar pulang bersama agar kita bisa mengenal lebih dekat.

"Tolong jangan paksa gue. Lo menjijikan tau gak"

Gue menghela nafas, perlahan lahan diatur agar tempo bicara bisa tetap stabil "Gue bukan sampah. Gue Edgar. Baiklah mungkin rabu lo pulang sama mama. Bagaimana jika hari kamis?" Bagaimana bisa mendekat kalau selalu ditolak. Diusahakan agar melekat, malah dia lepas.

"Kak ngertiin . Gue gak mau sama lo. Tolong pergi dari hidup gue!" setelah berkata hal itu, dia melemparkan kertas yang dia pegang ke muka gue. Teman temannya kaget, tidak membantu hanya melihat.

Kertas yang tepat mengenai wajah dilihat oleh seluruh anak Cheers. Gue coba untuk mengontrol emosi "Oke. Mungkin hari kamis lo ada kerja kelompok. Bagaimana jumat?"

"KAK ! GUE ENGGAK SUKA SAMA LO. GUE UDAH SUKA SAMA ORANG LAIN DAN ORANG LAIN ITU BUKAN LO. JANGAN GANGGU GUE" teriak Dean. Teriakan kedua yang dilihat orang banyak. Seluruh mata memandang. Melihat kasian. Membuat diri malu, seakan harga diri telah lenyap didepan dia. Seolah gue adalah seonggok daging yang dapat berbicara.

"Iya mengerti kamu jumat sibuk. Jadi bagaimana jika hari sabtu saja? Kebetulan kan libur kita punya waktu kosong,yuk jalan sekali sa-------"

PLAK!

Sangat kencang. Bahkan suaranya terdengar jelas.

Gue ditampar dihadapan dua puluh orang anak cheers. Kacamata gue terlepas, jatuh kebawah. Tamparan kedua untuk perempuan yang diperjuangkan. Tamparan pertama karena tidak sengaja dan dia meminta maaf. Nahas, tamparan kedua disengaja dan Dean tidak meminta maaf, dia berjalan tergesa gesa melewati badan gue yang kaku dan pipi yang merah.

Gue mematung, menundukkan kepala sementara kacamata masih ada di lantai. Gue langsung mengambil kacamata, dan memakainya. Dengan penglihatan yang jelas, sangat banyak orang yang melihat dengan tatapan kasian. Gue segera pergi dari mereka.

Gue duduk dimotor, belum dinyalakan. Tamparannya tidak sakit, namun perasaan ini yang sakit. Pedih di hati, serasa sulit diobati. Ditolak mentah mentah kedua kali didepan banyak orang, dan dengan bodohnya diri ini masih cinta.

Satu per satu anak cheers lewat, mereka melihat gue yang sedang duduk dimotor melihat aspal. Memikirkan kenapa tetap ditolak dan memikirkan untuk menyerah. Sekarnag, matahari sudah terbenam. Gelap mulai ada, diri masih disekolah hingga penjaga sekolah menegur "Dek pulang! Sudah malam" Gue mengangguk.

Dalam perjalanan pulang, hanya ada bayangan Deandra. Bayangan ketika ditampar dan dipermalukan depan orang banyak namun bodohnya diri ini masih suka. Masih tetap ada keinginan untuk mengejar bukan malah merelakan. Betapa sulit melepas Dean jika belum mendapatkan.

Namun, marilah berpikir postif. Mungkin gue yang salah terlalu memaksa. Jadi ada baiknya untuk meminta maaf terhadapnya. Karena sudah memaksa untuk pulang bersama dan memaksa dia untuk bisa jatuh dipelukan.

t

Continue Reading

You'll Also Like

678K 78.8K 10
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
384K 21.3K 71
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

953K 51.8K 51
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.7M 226K 68
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...