Remember You

By ichaalica

61.9K 5.3K 292

Demi apapun, Irene tak pernah ingin berurusan dengan seorang bad boy lagi. Ia tak ingin terus-menerus hidup d... More

Prolog
Unusual Thursday
Another Side
Smoke
Broken
Espresso
Tell Me
A Trip to Busan
Haeundae Beach
Tentang Song Mino
Jangan Merindu
Kencan Dadakan
Konser
Hujan Punya Cerita
Butterflies
Give It A try
Hello, Mino
Love Letter
Epilog
Ăˆvader

Hello, Irene!

4.1K 334 9
By ichaalica

Kelas terakhir sudah berakhir pukul 3 sore tadi, tapi kedua sahabat itu belum memutuskan untuk pulang. Keduanya memutuskan untuk pergi ke sebuah restoran BBQ di daerah Hongdae.

"Jadi, bagaimana dengan Jongin?" Tanya Irene lalu memasukkan sepotong samgyeopsal ke dalam mulutnya.

"Bagaimana apanya. Tidak ada kemajuan. Bahkan sepertinya tidak ada tanda-tanda dia akan menyatakan perasaannya. Aku jadi ragu apa dia benar-benar menyukaiku atau tidak," keluh Seulgi.

Beberapa bulan belakangan ini, seorang mahasiswa Hukum memang sedang dekat dengan Seulgi. Laki-laki bernama Kim Jongin itu kerap kali mengajak Seulgi untuk pulang bersama, bahkan mereka sudah jalan berdua beberapa kali.

"Apa aku hanya kegeeran, Irene-a?"

"Hmm mungkin?" Seulgi langsung cemberut mendengar jawaban Irene yang justru malah tertawa. "Aku bercanda. Mungkin Jongin sedang mencari waktu yang tepat. Berilah dia kode lebih keras,"

"Bagaimana caranya? Aku bahkan sempat berpikir untuk menyatakan perasaanku duluan, tapi bagaimana kalau dia tidak menyukai wanita agresif dan malah ilfeel padaku?"

"Aku juga tidak tahu. Pasrah saja?" Jawab Irene asal dan kembali menikmati samgyeopsalnya lagi.

"Ya! Padahal tadi kau duluan yang bertanya tentang Jongin," sungut Seulgi kesal.

"Ya dan aku menyesal mengungkitnya. Hubungan laki-laki dan wanita itu terlalu rumit. Lebih baik kita makan," saran Irene lalu menyodorkan Seulgi sepotong samgyeopsal.

Seulgi hanya mendengus pelan namun melahan samgyeopsal yang disodorkan Irene. "Kau benar. Jongin begitu rumig untuk dipahami. Aku lebih baik makan,"

Irene hanya terkekeh pelan mendengar ucapan sahabatnya itu. "Tunggu saja. Aku yakin dia akan segera menyatakan perasaannya,"

"Kita lihat saja. Lebih duluan dia atau laki-laki lain,"

"Memang ada laki-laki lain yang mau denganmu?" Gurau Irene membuat Seulgi melotot padanya.

"Heol, tentu saja dan kalau itu sampai terjadi, Kim Jongin pasti akan sangat menyesal!"

"Memang kau mau dengan laki-laki lain?" Pertanyaan Irene membuat Seulgi berhenti mengunyah dan berpikir sejenak.

"Hmm tidak untuk saat ini sih,"

"Aigo kau ini. Sudahlah ayo cepat habiskan makanannya!" Sahut Irene sambil terkekeh pelan, tak habis pikir dengan sahabatnya itu.

●○●

Irene mempercepat langkahnya menuju gedung teknik. Hari ini, seharusnya ia menghadiri rapat mengenai projek kerja sama antara departemen psikologi dan teknik yang dilaksanakan jam 4 sore. Sialnya kelas terakhirnya molor sehingga Irene telat. Ia yakin Seohyun sunbae yang perfeksionis itu pasti tidak suka melihatnya terlambat.

Apalagi jarak antara departemen psikologi yang berada di naungan jurusan social science SNU ini jaraknya sangat jauh dengan gedung teknik yang ada di ujung lahan SNU. Irene bahkan harus menggunakan fasilitas bus yang tersedia di SNU untuk mencapai gedung teknik kalau ia tak mau semakin telat dan kakinya nyaris putus.

"Yaampun, di mana ruang rapat di gedung teknik?" gerutu Irene sambil membuka ponselnya begitu tiba di gedung teknik, mencari informasi yang tadi sudah diberikan Seohyun sunbae. Baru saja Irene berniat membuka pesan Seohyun sunbae, tiba-tiba ponselnya mati karena baterainya habis.

"Kenapa hari ini aku jadi sial sekali?" Irene berdecak kesal dan memasukkan kembali ponselnya. Ia celingak-celinguk melihat sekelilingnya yang dipenuhi oleh banyak laki-laki - khas departemen teknik.

Irene menemukan seorang mahasiswi yang duduk di sebuah bangku panjang tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia berniat menghampiri mahasiswi tersebut, namun seseorang menghentikan langkahnya.

"Kita bertemu lagi, Nona Manis," sapanya sambil memamerkan senyum maut yang Irene yakini bisa meluluhkan hati gadis-gadis. Dia laki-laki yang memberikan jaketnya kepada Irene beberapa hari yang lalu di depan minimarket. Setelah diperhatikan, laki-laki ini sebenarnya cukup tampan. Ani, sangat tampan.

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Apa kau juga dari departemen teknik?"

"Tidak," jawab Irene singkat.

"Ah ya. Takdir mempertemukan kita lagi, itu artinya, sesuai perjanjian, kau harus memberitahuku nama juga nomor ponselmu," Irene menatap laki-laki di depannya dengan ragu-ragu. Haruskah? Tapi Irene tak pernah menyetujui perjanjian itu bukan?

"Aku Oh Sehun, dan kau, Nona Manis?"

"Irene. Bae Irene," jawab Irene yang sedetik kemudian menyesali menjawab pertanyaan Sehun. Sehun mengeluarkan ponselnya dan menyodorkannya pada Irene.

"Maaf, aku sedang buru-buru. Kau tahu di mana letak ruang rapat departemen teknik industri?"

"Whoa kau orang sibuk rupanya. Tentu saja. Hanya saja, aku tak berniat memberitahumu sebelum kau memberiku nomor ponselmu," lagi-lagi Sehun memamerkan senyum menawannya yang membuat Irene merutuki dirinya karena memuji lelaki itu dalam hati.

"Aku bisa bertanya pada orang lain," jawab Irene lalu melangkahkan kakinya ke tujuan awalnya, menghampiri mahasiswi yang tadi jadi targetnya. Irene baru mengambil 2 langkah ketika Sehun menghalangi jalannya.

"Baiklah, baiklah. Kutunjukkan, tapi setelah itu beritahu aku nomor ponselmu, oke?" tanpa menunggu persetujuan Irene, Sehun meraih tangan gadis itu untuk berjalan mengikutinya. Segera saja Irene melepaskan genggaman tangan Sehun.

"Aku bisa jalan sendiri," kata Irene ketus. Laki-laki ini benar-benar. Irene baru tahu namanya, tapi ia sudah berani menggandeng tangan Irene.

"Aku tidak menggendongmu, tentu saja kau bisa jalan sendiri, aku hanya menuntunmu," kata Sehun terkekeh kecil. Irene hanya menatapnya tajam. "Tidak lucu," katanya ketus.

"Nah sudah. Berikan nomormu sekarang," Sehun berhenti di depan sebuah pintu berlabel 'ruang rapat'. Ia berniat mengeluarkan kembali ponselnya, namun Irene menginterupsi gerakannya.

"Nanti, aku sudah terlambat," hanya dengan sebuah kalimat singkat itu, Irene mengetuk pintu lalu masuk, meninggalkan Sehun seorang diri di luar. Sehun malah tersenyum tipis.

"Apa aku baru saja ditolak? Bahkan saat sebelum mendekatinya? Well, tentu saja tak akan mudah mendapatkan gadis sepertinya. Kau butuh usaha ekstra, Oh Sehun!" ujar Sehun pada dirinya sendiri.

●○●

Irene masih membereskan barang-barangnya ketika salah seorang senior menghampirinya.

"Kau mau pulang bersama, Irene-a?" Tanya Kyungsoo.

"Ah terima kasih, sunbaenim. Aku naik bus saja,"

"Kau yakin? Tidak usah sungkan padaku,"

"Ne sunbae. Lagipula kita kan tidak searah," jawab Irene.

"Tidak apa-apa sesekali mengantarmu pulang. Baiklah kalau begitu, aku duluan, ya," pamit Kyungsoo.

"Ne sunbaenim. Terima kasih tawarannya!" Ujar Irene seraya tersenyum.

Irene memasukkan barang-barangnya ke dalam tas lalu melangkah keluar dari ruang rapat. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati Sehun berdiri di luar. Pasalnya, sekarang sudah hampir jam 8. Itu artinya lelaki itu menunggunya nyaris selama 4 jam.

"Lama sekali. Belum apa-apa aku sudah harus berusaha keras hanya untuk mendapatkan kontakmu," Sehun kembali menyerahkan ponselnya kepada Irene.

Irene menatap Sehun sekilas sebelum akhirnya menerima ponsel Sehun dan menambahkan nomor ponselnya ke daftar kontak Sehun. Sehun hanya tersenyum puas.

"Aku belum makan. Aku yakin kau juga belum. Ayo kita makan!" Sehun kembali menggeanggam tangan Irene dan menyeretnya pergi dan lagi-lagi Irene kembali menepis tangan Sehun.

"Apa kau selalu menggandeng tangan perempuan yang baru saja kau kenal?" Tanya Irene ketus.

"Tidak. Aku hanya menggandeng tangan gadisku," Irene memutar bola matanya malas. Dikira siapa dia sampai mengatakan kalau Irene adalah gadisnya. Sepertinya Oh Sehun mengalami gangguan.

"Temani aku makan," alih-alih menggandeng tangan Irene, Sehun justru menarik tas punggung gadis itu sehingga Irene mengikuti langkahnya.

Irene ingin berontak, tapi justru perutnya memberontak keinginannya. Ia lapar, sungguh. Menolak ajakan lelaki itu sama saja dengan buang-buang energi. Yah, apa salahnya hanya untuk sekedar makan sebentar.

Sehun mengajak Irene untuk makan di sebuah restoran tak jauh dari kampus. Mereka memesan 2 porsi ox tail soup.

"Jadi, ceritakan tentang dirimu," kata Sehun membuka pembicaraan.

"Aku?" Tanya Irene sambil menunjuk dirinya sendiri. Sehun menjawabnya dengan sebuah anggukan tegas.

"Kenapa aku?"

"Karena aku ingin mengenalmu tentu saja," Irene hanya diam tak tahu harus bicara apa. Ia sama sekali tak punya ide apa yang harus ia ceritakan tentang dirinya. Ia sendiri sebenarnya tak ingin laki-laki di hadapannya ini tahu banyak hal tentangnya. Mereka ini kan masih bisa dikatakan stranger.

"Sesulit itukah? Bisa dimulai dengan informasi dasar. Biar kucontohkan. Aku Oh Sehun, mahasiswa tingkat 5 departermen teknik arsitektur SNU. Aku tidak suka makanan pedas, tapi aku menyukaimu meski terkadang kata-katamu pedas," Sehun tersenyum puas setelah memperkenalkan dirinya sementara Irene mendengus pelan mendengar kalimat terakhir Sehun.

"Aku mahasiswi tingkat 3 departemen psikologi,"

"Ah jadi kau dari psikologi? Ternyata benar ya, mahasiswi dari departemen psikologi cantik-cantik,"
"Bisakah sunbae berhenti menggombal? Apa sunbae menggombali setiap perempuan yang baru sunbae kenal?"

"Tidak. Hanya pada gadisku saja," Irene memutar bola matanya untuk yang kesekian kalinya di hadapan Oh Sehun. Tepat pada saat itu pesanan mereka datang. Irene segera mengalihkan perhatiannya pada makannya. Ia rasa ia bisa gila kalau harus menghadapi Sehun terus-menerus.

"Ngomong-ngomong, tidak usah memanggilku dengan embel-embel sunbae. Kau bisa memanggilku dengan chagi, baby, honey, sweetie, atau yang lainnya," tambah Sehun. Rasanya Irene benar-benar ingin muntah sekarang.

Sehun hanya tertawa melihat ekspresi Irene yang menunjukkan rasa tidak nyamannya itu. "Hey, aku bercanda. Tapi, kalau kau ingin memanggilku seperti itu juga aku tidak akan menolak," entah untuk yang kesekian kalinya, Irene kembali memutar bola matanya. Gadis itu memilih untuk konsentrasi menghabiskan makanannya saja dibanding menanggapi celotehan Sehun.

●○●

"Di mana rumahmu? Biar kuantar,"

"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Terima kasih untuk makan malamnya. Aku duluan," kata Irene lalu segera melangkah pergi.

"Hey, ayolah biar kuantar kau pulang. Ini sudah malam," Sehun menahan Irene dengan meraih tas ransel gadis itu, menggagalkan rencana Irene untuk melangkah lebih jauh.

"Aku sudah biasa," Irene melepaskan tangan Sehun yang menarik pelan tas ranselnya dan kembali melangkah menuju halte bus terdekat.

Sesampainya di halte bus, Irene terkejut ketika mendapati bahwa sedari tadi Sehun mengikuti langkahnya. Ia bahkan tak melihat mobil lelaki itu, mungkinkah ia meninggalkannya di restoran tadi?

"Kenapa kau mengikutiku?" Tanya Irene.

"Memastikan kau sampai di rumah dengan selamat. Salah sendiri menolak tawaranku,"

"Kau ini seperti tidak punya kerjaan lain saja!"

"Tentu saja ada. Melindungimu,"

"Bicara denganmu sangat menyebalkan, Sehun-ssi," keluh Irene. Irene langsung memasuki bus tujuannya yang baru sampai tanpa menoleh lagi ke arah Sehun. Benar saja, Sehun bahkan mengikutinya sampai di depan rumah Irene.

"Jadi rumahmu di sini? Kurasa mulai sekarang kau harus selalu berada di rumah karena sepertinya kau akan sering kedatangan tamu," Irene mencibir mendengar perkataan Sehun, tidak tau apakah laki-laki itu serius atau tidak.

"Selamat malam, Bae Irene!" Teriak Sehun sebelum pagar rumah gadis itu tertutup rapat.

~//~

Continue Reading

You'll Also Like

155K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
197K 9.7K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
Adaptasi By ay

Teen Fiction

25.4K 4.3K 46
[vseulkook au] Hal seklise 'benci jadi cinta' tak akan pernah terjadi di antara Sienna dan Kanaka, mereka sendiri yang menjamin itu. Kebalikan dari R...
123K 4.6K 4
Royal menikahi putri presiden untuk melancarkan kariernya di dunia politik. Madu menikahi sekjen partai politik terkemuka untuk membantunya melengser...