PARTNER

By dqueen_

8.3K 2.1K 236

"Karena aku tahu, bahwa kita akan tetap menjadi kita." -Riki More

CAST
PROLOG
1. [Baru]
2. [Sekarang]
3. [Siapa?]
4. [Kelam]
5. [Pengakuan]
6. [Mr.Robot]
7. [Satu Kali]
8. [Pengakuan ke-2]
9. [Hening]
10. [Masalah Baru]
11. [Silang]
12. [Pesan]
13.[Kostum]
14. [Segitiga]
15. [Menyerah? Tidak!]
Iklan Sekejap [penting!]
16. [Detik-detik menuju UAS]
17. [Pertanda]
19.[Gagal]
20. [Bandara]
21. [Terluka]
22. [Jubah hitam]
23. [I'm your Riki]
24. [Siapa Dia?]
25. [Sepupu]
26. [Truth or Dare]
27. [Tahun Ajaran Baru]
28. [Cinta Lama]
29. [Dilla Kembali]
30. [Alasan Kembali]
31. [Drama Kecil ala Tobi]
32. [Tertangkap]
33. [Sulit]

18. [Menuju Kebenaran]

126 17 1
By dqueen_


Hidup itu memang adil, yang berpisah di satukan, yang menyatukan terkadang di pisahkan. Itu semua ya karna hidup itu adil.

Reno mengusap kepalanya dengan kasar, tak ada yang di pikirkannya kembali kecuali rencana mamahnya untuk menyekolahkannya di Prancis. Bagaimana dia bisa meninggalkan wanita yang kini sangat di cintainya? Apa dia mampu melepas merpati yang hampir dalam genggamannya? Suatu mata air jernih yang menyempurnakan hidupnya. Ini hanya lelucon tapi ini nyata!

"God, kenapa harus keluar negri? Aku udah bahagia sekolah disini." kedua bola matanya semakin membengkak, menahan cairan bening yang dalam hitungan detik pun akan menetes satu persatu hingga tak terhitung.

Hembusan angin semakin menusuk tubuhnya, bunga-bunga yang menghiasi taman bergerak kaku mengikuti kemana hembusan udara membawa mereka. Daun-daun yang telah layu berjatuhan disekitar bawah pohon yang rindang dimana Reno duduk di salah satu sisinya. Tidak ada yang tahu apa kejadian sebenarnya, Galuh? Ali? Sekalipun Rani. Hanya Reno!

Satu tetes, dua, tiga, dan seterusnya.

"Gua ga boleh nyerah, nyokap tau apa yang baik buat gua, tapi gua juga tau apa yang terbaik buat diri gua dan nyokap." di usapnya dengan kasar kedua pipi yang tergenang dan segera beranjak dari singgahannya beberapa detik yang lalu.

Sekarang waktunya dia menghilangkan segala masalah yang sedang terjadi, berpura-pura tersenyum hanya untuk sesaat, itu semua karna sekarang tubuhnya yang gagah itu telah berada di antara kerumunan orang yang sibuk dengan kegiatan classmeeting.

"Eh ren, Rani mana?" ucap Kanya seraya melirik ke setiap inchi ruangan tempat salah satu perlombaan yang harusnya di ikuti oleh Rani.

"Lah? Bukannya sama lu? Gua aja nungguin ya dari tadi, kalian tuh gimana sih, ini udah nomor urut ke 15. 22 itu ga lama lagi!" omel Reno yang kemudian langsung membuka gadgetnya dan menghubungi Rani.

"Kenapa gua yang diomelin. Sebel!" gerutunya kesal seraya mengarahkan tangannya hampir memukul kepala Reno saat dia fokus dengan gadgetnya.

"Rani, ran kamu dimana?" bukanya saat panggilannya telah terhubung dengan Rani.

"Hmmpp ... Hmmp ... Hmm."

"Rani kamu bisa denger aku? Kamu dimana sekarang, jangan bikin kita panik."

"Eh Rani kenapa sini gua mau ngomong." Kanya berusaha merebut gadget Reno namun di halangi oleh tangan gagah milik pria yang telah membelangakkan matanya itu.

"Diam." satu kata yang berhasil membuat Kanya terdiam seketika.

Gubrak
Terdengar suara bantingan pintu, dan bangku yang di tarik mendekati sumber pendengaran Reno dari balik gadgetnya.

"Ran? Rani kamu baik-baik aja?" ucap Reno kembali semakin menunjukkan kepanikannya.

"Bagus ya, jadi lo nelpon Reno! Plakk." entah suara siapa Reno tidak bisa mendengarnya dengan jelas, tapi suara tamparan yang mendarat pada pipi seseorang itu dia yakin Rani.

Kanya hanya diam melihat wajah Reno yang semakin panik, dramatis sekali mungkin pikirnya. Tapi apa dia tahu apa yang kini terjadi dengan sahabat karibnya?

"Rani, ran jawab aku! Rani ran?" dan seketika telepon terputus.

"Ga beres ini," ucap Reno panik dan melangkah bolak-balik dengan gadget yang di kepal pada tangan kanannya.

Kanya menggerakkan kepalanya mengikuti langkah Reno, "lah gua kenapa jadi ngeliatin Reno begini, Rani mana? Udah kaya setrika lu dari tadi jalan sana jalan sini," ucapnya kesal seraya menirukan kegiatan Reno.

"Rani diculik!"

"Hah? Gausah bohong lu. Ini mau kontes lho, udah nomor 17 itu!" tukas Kanya yang seketika berubah panik seperti Reno.

"Yaudah sekarang lu kabarin orang-orang yang lu kenal. Nanti gua kabarin Ali sama Galuh. Gua yakin Rani di sekap disekitar sekolah soalnya tadi ada suara bantingan pintu dan kursi yang di seret. Ayo cepet!" perintah Reno dan mendapat anggukan setuju dari Kanya. Mereka berpencar seketika meninggalkan kerumunan orang yang semakin memenuhi ruangan.

🐤

Ruangan hampa yang kini menjadi tempat dimana Rani di kaitkan pada sebuah bangku dengan mulut tertutup dasi sedangkan tangan dan kaki dalam posisi terikat. Air matanya telah mengalir tak berhenti sejak Sofie dan kedua temannya menyekap gadis itu di ruangan hampa yang menyesakkan siapa saja yang berada disana. Tidak ada pertolongan sama sekali kecuali dia sendiri yang mencarinya.

Baru saja dia mencari jalan keluar tiba-tiba gadgetnya berbunyi. Dengan tangan terikat dia berusaha menyelinapkan tangannya menuju kantong pada sisi kanan rok yang telah menyatu dengan debu.

Dengan perlahan di bukanya lockscreen dan menjawab panggilan dari Reno.

"Rani, ran kamu dimana?" terdengar suara Reno yang mulai ingin mengetahui dimana Rani.

"Hmmpp ... Hmmp ... Hmm." hanya itu yang dapat keluar dari rongga mulut Rani. Meski dalam hatinya dia berteriak sekencang mungkin namun Reno tidak dapat mendengarnya.

"Rani kamu bisa denger aku? Kamu dimana sekarang, jangan bikin kita panik," ucap Reno kembali namun segera di sembunyikannya gadget dengan panggilan yang masih terhubung dengan Reno.

Gubrak
Sofie membanting pintu dan segera menyeret bangku yang berada tidak jauh dari posisi Rani.

Hampir saja Rani berhasil menyembunyikannya, namun Sofie telah lebih dulu mendapatkan gadgetnya.

"Ran? Rani kamu baik-baik aja?" Reno kembali berbicara dan membuat Sofie sadar bahwa ada yang tidak beres dari balik tubuh Rani.

Sofie menyelinapkan tangannya menuju ke arah sumber bunyi dan menemukan gadget milik Rani yang sedang dalam panggilan dengan Reno. Rani yang pasrah hanya membendung tangis yang kini mengalir semakin deras membasahi seluruh bagian pipinya yang makin memerah. Mulutnya berulang-ulang meminta maaf tanpa suara namun Sofie semakin menatapnya tajam!

"Bagus ya, jadi lo nelpon Reno!"

Plakk
Tangan Sofie telah mendarat di pipi kanan Rani, wajahnya di penuhi api kemarahan yang sangat dahsyat, langsung di matikannya gadget Rani dan membantingnya saat itu juga.

Rani sangat ketakutan, dia menangis dalam diam, matanya dipejamkan setiap mendapat bentakan dari Sofie. Entah apa yang di inginkan perempuan ular itu, tapi di bola matanya hanya ada kebencian yang membara dan tak kunjung padam. Kini dia tersenyum, seringai sekali senyumannya seperti singa yang ingin memangsa, mengerikan sekaligus membuat Rani lagi-lagi memejamkan matanya.

"Anggep aja ini ucapan perpisahan gua sama Reno buat lo!" ucapnya santai dan diikuti dengan tawa yang sangat menakutkan. Namun ucapan Sofie mampu membuat Rani menatap kearahnya untuk mencari penjelasan.

"Ada apa putri culun, emang lo pikir selama setahun ini gua diem aja Reno deket sama lo! Gua mau terbang sama Reno ke paris dan kita akan sekolah disana. Berdua! Siungggg ... " ucapannya semakin membuat batin Rani menyusut.

"Kenapa? Masa Reno ga bilang sih ke putri culun ini kalo dia sama Sofie mau pergi ke paris, duh kasian kalo rakjel mah rakjel aja ya, beda sama gua yang sosialita. Cantik lo gara-gara Kanya aja bangga sih, benalu dasar. Liat kan Reno akhirnya sama gua juga."

Tak ada kata yang mampu keluar lagi dari mulutnya, batinnya telah sangat teriris dan membuatnya melemah seketika, apa yang membuatnya semangat kembali selain Reno? 'Kenapa kak Reno ga jujur sama aku.' pekik batinnya.

🐤

Kanya mengirim broadcast ke semua orang yang yang dekat dengannya dan juga Rani melalui bbm. Isinya tidak lain dan tidak bukan adalah permintaan pertolongan agar mencari sang sejolinya 'Rani'. Tapi sekarang harus kemana dia pergi?
Dia mulai kebingungan dan memegang kepalanya.

"Boleh gua bantu?" ucap seseorang dari arah belakangnya.

"Rizki? Ka Tobi? Kalian koo ... " ucapnya menggantung.

"Ga penting dan ga usah di tanyain, ayo cari Rani. Telat bahaya." Rizki memimpin mereka dan berjalan paling depan, Kanya dan Tobi hanya mengikutinya dari belakang.

"Ka?"

"Apa?"

Tobi dan Kanya mulai membicarakan sesuatu yang samar-samar di dengar oleh Rizki karna berada pada jarak yang bisa di bilang lumayan jauh di depan keduanya. Rizki berusaha mendengar namun tetap terlihat seperti biasa saja agar tidak di ketahui oleh para cecurut yang menggosip di belakanganya.

"Si Rizki bisa peduli juga yak?"

"Lah emang dia orangnya peduli."

"Apaan gua jatuh aja di tinggal," jawab Kanya dengan bibir yang mengerucut beberapa centi dan di balas tawa oleh Tobi.

Rizki yang geram dengan keduanya seketika menghentikan langkahnya, "kalo mau Rani ketemu fokus dong jangan bercanda, ga dewasa banget sih." dan kemudian melanjutkan langkahnya kembali walau masih dalam raut wajah yang semakin datar.

"Tuh kan, kita ngobrol aja dia marah!"

"Itu namanya dia cemburu Kanya."

"Hah?" seketika kanya menatap Tobi dan mencari jawaban yang bisa di pahaminya.

"Udah ayo ikut Rizki, nanti kalo dia ngamuk bisa ancur SMA cendrawasih," canda Tobi yang berhasil menghipnotis kanya untuk segera mengikuti Rizki.

Gadget pada genggamannya bergetar,

"Ali? Ngapain dia nelpon?" tangannya langsung menekan icon jawab.

Lagi-lagi Ali berhasil membuat Rizki naik darah seketika, matanya memperlihatnya api-api kecemburuan yang semakin memanas,

"Eh padang bengkok, alis sulaman, muka sok gateng. Ada apa?"

"Wtf! Gausah manggil yang aneh-aneh! Gua cuma mau bilang, kata Reno kemungkinan Rani di sekap di daerah belakang sekolah. Ruangan yang ga dipake gitu. Tapi kita dari tadi belum nemuin."

Pembicaraan Ali yang panjang dan bertele-tele lagi-lagi membuat Rizki mengepal tangan kanannya, sedangkan Tobi yang berada diantara Kanya dan Rizki menahan tawa yang sedari tadi ingin di lepaskan.

"Cemburu ki?" bisiknya seketika di dekat daun telinga Rizki yang di balas pukulan kecil pada wajah Tobi.

"Yaudah gua kesana, gausah nelpon lagi. Males gua ditelpon sama lu, bhay!" ucap Kanya diakhir pembicaraan dan langsung melangkah mendahului Rizki serta Tobi.

Keduanya hanya saling menatap sebelum berteriak memanggil Kanya, apa yang di pikirkan gadis itu sehingga lupa bahwa dia bersama kedua orang yang kini di tinggalkannya.

"Kanya ... " teriak Tobi.

"Astaga aku lupa, kan aku bareng sama Rizki dan ka Tobi." di pukulnya pelan keningnya, tawanya menggelegar seketika dan berjongkok, itu semua hanya di lakukannya untuk menahan malu.

Tobi dan Rizki berlari kecil menghampiri Kanya yang tidak berhenti tertawa.

"Eh curut, lu gila ya? Terus tadi mau jalan kemana deh sampai ninggalin kita gitu," tutur Rizki.

"Maaf, gua lupa sumpah. Itu mau ke lorong belakang sekolah. Katanya sih Rani kemungkinan di sekap disana. Ayo sekarang kita kesana, gua takut terjadi sesuatu sama Rani."

Keduanya segera mengangguk dan mengikuti Kanya. Kini mereka bertiga menelusuri koridor sekolah untuk mencapai lorong belakang sekolah, lorong? Agak menyeramkan bukan? Memang. Tapi Kanya tidak mengetahuinya.

"Kanya, Rizki, Tobi," ucap seseorang dari kejauhan.

"Itu Reno, ayo kita kesana," ajak Kanya dan keduanya hanya mengikuti.

Mereka bertemu pada satu titik yang sebenarnya telah dekat dengan ruangan penyekapan Rani.

🐤

Sofie mendekati Rani dan mengusap rambutnya dengan halus, Rani yang berniat mengelak berhasil dihentikan Sofie, tangannya dengan cepat menjambak rambut Rani yang sudah mulai berantakan. Air matanya kini kembali menetes, mungkin jika mulutnya tidak tertutup kata sakit telah terlontar dari mulutnya sejak tadi.

"Inget tuan putri, Sofie ga pernah kalah, kamu mau ngelak aja aku bisa berbuat begini kan. Apa lagi kamu bikin Reno jauh dari aku," ucapnya kembali seraya menjambak rambut Rani semakin keras.

Sementara tidak jauh dari ruangan itu ke enam orang yang telah mencari Rani hampir putus asa,

"Gimana?" tanya Kanya.

"Ga ada, kita bertiga udah nyari ruangan kosong di daerah sini tapi ga ketemu satu pun. Adanya gudang, dan itu pun kosong," ucap Reno dengan nafas yang terengah-engah.

"Kayaknya ada yang ga beres ini, gua kaya pernah liat satu ruangan di daerah sini pas lagi observasi sama OSIS. Tapi ko sekarang ga ada?" ucap Rizki yang melirik ke segala sisi di lorong belakang.

"Malah serem lagi, siang aja begini apa lagi malem." Kanya meringkuk di lantai

"Tenang kay ada gua," ucap Rizki tidak sadar dengan pandangan masih mencari ruangan yang dimaksudnya. Semua orang seketika terdiam termasuk Kanya namun mereka tidak terlalu mempedulikan perkataan yang tidak penting itu.

Sementara Kanya yang terkejut langsung melihat ke arah Rizki dengan sedikit mendangakkan wajahnya. Tak lama kemudian tubuhnya bergetar, bisa dirasakannya bahwa ucapan Rizki tulus, lagi-lagi dia mampu membuat pipi kanya merah merona. Dan Ali yang berjarak tidak jauh dari mereka terus memperhatikan keduanya.

Dari sisi yang hanya berjarak delapan kaki dari ke enam siswa itu berada dua orang yang di tugaskan Sofie untuk menjaga situasi, mereka adalah Melin dan Kathy. Tampak jelas terlihat ke enam orang itu dari balik triplek yang sengaja di cat menyerupai dinding agar dapat menutupi pintu ruangan. Keduanya bertengkar, Melin ingin segera memberitahu Sofie, sementara Kathy mengatakan jangan.

"Dapat!" ucap Rizki yang membuat semua orang yang ada disana menatap ke arahnya.

Kathy dan Melin semakin ketakutan dan akhirnya berniat untuk memberitahu Sofie dengan apa yang ada pada pandangan mereka.

"Liat dinding itu, warnanya sama tapi lantainya tidak menyatu dengan dindingnya. Sepertinya ada yang sengaja mensabotase ini semua."

"Yasudah sekarang kita kesana, tunggu apa lagi?" ucap kanya yang langsung berlari mendahului semuanya.

Sofie yang telah melihat kesengsaraan yang mendalam dalam wajah Rani akhirnya membuat ikatan pada mulut Rani, namun Rani tidak dapat mengatakan sesuatu sama sekali kecuali air mata yang tidak berhenti menetes.

Kathy dan Melin mendorong pintu dengan kencang dan langsung menunduk seketika. Sofie yang terkejut langsung menjatuhkan ikatan mulut Rani, dan sekarang mulut Rani telah dalam keadaan terbuka.

"Ada apa? Kalian kenapa lari-lari begitu? Bikin mood kacau aja," omelnya.

"Itu lho sof, si ... Si riz ... Rizkii tau kalo ruangannya kita sabotase," ucap Kathy gelagapan.

"Kalian bodoh banget sih? Kalo ketauan gimana?"

Rizki, Kanya, dan yang lainnya telah mencabut triplek yang melekat, sekarang pintu ruangan itu telah terlihat dan mereka semua membukanya perlahan.

Satu ... Dua ... Tiga ...

Sofie dan kedua temannya panik saat melihat pintu telah terbuka dan menampilkan Rizki dan yang lainnya. Glek! Mereka bertiga menelan ludah karna ketakutannya.

"Rani?" teriak Reno langsung berlari memdekati Rani dan membuka tali yang mengikat kaki dan tangannya.

Sofie, Melin, dan Kathy melangkah dengan perlahan untuk mencari celah kabur, namun nasib mereka buruk, Tobi segera menangkap mereka dibantu Ali dan juga Galuh. Ketiganya dibawa keluar dari ruangan tersebut menuju ruangan BK.

Semua tali telah terlepas dan Reno langsung memeluk Rani dengan erat, di usapnya wajah Rani yang memar akibat tamparan Sofie dengan lembut.

"Maafin aku ran, aku janji ga akan ninggalin kamu lagi," ucapnya semakin mengeratkan pelukannya sementara Rani hanya mampu membalas dengan air mata yang tidak berhenti keluar dari kedua bola matanya.

"Aku takut kak," ucapnya pelan yang semakin menusuk relung hati Reno, bagaimana dia bisa pergi dengan keadaan Rani yang selemah ini?

Lagi-lagi tangannya merekatkan tubuh Rani dengan sangat erat dan mencium keningnya seketika, "kamu jangan nangis lagi yah, aku akan terus disini sama kamu. Aku salah ga jagain kamu, aku penyebab ini semua, Sofie nyiksa kamu karna aku. Maafin aku ran," ucap Reno tulus dan berhasil membuat matanya meneteskan air mata lalu kembali mengusap lembut rambut Rani.

"Udah dong sedih-sedihannya, sekarang obatin dulu lukanya Rani. Sana cepat."

Rani mengusap air mata Reno begitupun sebaliknya sebelum akhirnya keduanya pergi meninggalkan ruangan untuk mengobati memar pada wajah Rani.

"Sweet banget, jadi pengen." Kanya duduk di salah satu kursi dan menopang dagu.

"Jones dasar." Rizki menatap sinis ke arah Kanya.

"Apa lu, sono pergi!"

"Yakin mau gua pergi? Entar kalo ga ada gua mau itu yang dibelakang lu gelayutan di punggung lu?" ucap Rizki seraya menunjuk ke arah belakang Kanya yang sama sekali tidak terlihat apapun.

"Robot gila, lu gausah bikin gua takut, bohong kan?" Kanya mulai panik dan memajukan kursinya semakin mendekati Rizki.

"Dia ga suka lu jauhin dia Kanya. Dia maunya lu tetep disitu. Katanya dia sama lu udah sepaket," ucap Rizki dengan wajah serius dan berhasil membuat bulu kuduk Kanya berdiri seketika.

"Bundaaaaaa ... " teriaknya menggema di sekitar ruangan.

"Kanya jangan berisik dia bawa pisau," ucap Rizki semakin serius dan mengangkat tangannya dengan isyarat 'jangan' entah kepada siapa yang pastinya.

"Rizki gua takut beneran, usir. Gua mau lari ke lu," ucap Kanya yang seketika di balas anggukan oleh Rizki.

Entah interaksi apa yang dilakukannya, Kanya hanya memejamkan matanya dan mengintip dari balik celah jarinya.

"Ayo pulang cepet, dia baik ternyata. Dia suka anak baik kaya lu makanya dia mau lu bahagia."

"Aaaa ... Nanti aja ceritanya, ayo!" ajak Kanya dengan wajah panik yang langsung menarik lengan Rizki seketika.

Masih dalam genggamannya Rizki menurut mengikuti tarikan Kanya, hingga sampailah mereka pada titik yang diinginkan, kantin.

"Laper," ucap Kanya dengan wajah memelas kepada Rizki.

"Abis ketakutan laper? Emang nilai ujian lu ga ada yang harus di perbaiki?" tangannya menahan Kanya yang mengajaknya duduk.

"Eh jangan salah, walaupun kadang gua ga ngerti, kalo soal ulangan gua ga pernah remedial! Catet tuh. Udah ah ayo makan, pokoknya lu haru teraktir gua karna lu tadi bikin gua takut sampe keringetan nih liat!" diperlihatkannya wajah yang berkeringat pada Rizki.

Rizki menyadari, namun tidak tahu dengan Kanya. Kebersamaan mereka sekarang membuat jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Tangan mereka masih dalam posisi berpegangan.

"Oke gua teraktir, sekalian gua mau ceritain yang di bilang cewe tadi ke lu," ledeknya seraya duduk di bangku kantin.

"Ah gausah cerita, serem tau!"

Kontak mata kembali saat Kanya hendak duduk namun tertahan karna tangan mereka yang masih berpegangan. Mitos mengatakan bahwa 8 detik saja seseorang saling memandang. Mereka mungkin akan jatuh cinta pada akhirnya.

Dan kanya mulai menghitung.

Satu ... Dua ... Tiga ... Empat ... Lima ... Enam ... Tujuh ... De ... Delapan ... Sembilan ... Sepuluh ... Se ...

"Eh ... " Rizki menghalau lamunan mereka.

Berhenti memang pikir Kanya, namun hitunganya telah lebih dari delapan dan itu berarti ...

"Kanya, jadi makan ga. Ini tangan gua lepas bisa kali."

"Ha? Oh iya maaf. Jadi lah, siapa coba yang ga mau gratisan."

Kanya sangat salah tingkah hingga dia salah memesan makanan, sebenarnya Rizki pun begitu namun karna sikap sok coolnya itu dia mampu menutupi semuanya dengan sangat rapat. Pemeran yang hebat.

Mereka berbincang tentang hal apapun, lepas, bebas, dan sangat dekat. Koo bisa? Karna mereka memang saling mencintai. Dan mungkin sekarang mereka dalam keadaan tidak sadar.

"Gua terharu tau saat Reno bilang kalau dia akan tetap sama Rani terus, baper sendiri gua dengernya."

"Yaelah, omongan doang itu mah, kenyataannya? Toh bentar lagi dia mau pergi ke Paris," jawab Rizki santai seraya menyeruput minumannya sedikit demi sedikit.

"Hah? Serius? Jangan nyebar gosip deh lu. Terus nasib Rani gimana? Kalo begitu kita harus bilang Rani dong."

"Jangan Kanya, Rani baru di tekan psikis nya tadi sama Sofie. Baru aja tenang lu mau kasih berita kaya begini? Lu mau dia pergi ke psikiater?"

Kanya hanya menggeleng dan melamun seketika, wajahnya murung dan melayu seperti bunga yang sangat kekurangan air serta cahaya matahari. Apa yang harus dia lakukan untuk mencegah kepergian Reno untuk tetap bersama sahabatnya? Entahlah, isi kepalanya seakan terus memutar.

Rizki hanya tersenyum melihat kepedulian Kanya terhadap Rani, dan mungkin saat yang ditunggu hampir terjadi. Kini dia telah siap untuk menceritakan segala yang dirahasiakannya kepada Kanya, tanpa di kurangi dan di lebihkan sama sekali.

"Kanya?" panggilnya yang dibalas kerutan dahi oleh Kanya.

"Besok ada waktu luang ga? Gua ada perlu sama lu, pokoknya ini penting."

"Tapi kan besok pembagian raport? Mau ketemu kapan coba?"

"Pembagian rapot kan hanya sampai jam 12.00, kita janjian sorenya aja di taman dekat perumahan lu."

"Oh iya udah nanti gua dateng kalo sempet," ledeknya di selingi tawa.

"Ga dateng langsung gua blacklist kalo lu mau jadi OSIS!" ancam Reno seketika saat Kanya mengajaknya bercanda.

"Ya elah anceman ah mainannya, bete gua! Iya gua dateng. Awas lu pake telat. Udah ah mau pulang udah kenyang," ucapnya kesal dengan penekanan suara pada akhir kalimatnya tepat di depan wajah Rizki.

Di raihnya segera tangan Kanya, "Makanan lu belum abis, abisin dulu baru boleh pergi. Ga boleh buang-buang makanan, coba hargain mereka." Kanya terdiam mendengar perkataan Rizki, dia pernah mendengar perkataan itu sebelumnya. Tapi siapa?

Hening seketika,

Riki kecil, iya Riki pernah mengatakan hal itu padanya saat Kanya mau membuang nasi goreng buatan ayahnya yang tidak ada rasanya sama sekali, saat itu Riki kecil mengatakan hal yang sama dan membantu Kanya menghabiskan makanannya. Apa sekarang Rizki akan melakukan hal yang sama juga?

"Kenapa bengong? Udah ayo makan? Gua bantuin biar cepet selesai. Ayo cepat!" paksanya dengan menarik perlahan lengan Kanya untuk duduk dibangku yang tepat berada dihadapannya.

Tepat sekali, sama persis seperti yang dilakukan Riki. Ini hanya sebuah kebetulan atau ada hal tertentu. Mungkin Kanya harus mengatakan kecurigaannya itu saat bertemu dengan Rizki nanti.

"Lu mah kalo ga maksa, ngancem. Sebel gua," ucapnya dengan diakhiri suapan bakso oleh Rizki.

"Gausah bawel, gua bantuin ko. Emang mau gua ajak ke ruangan tadi lagi? Hah?" ancamnya lagi dan lagi.

"Engga mau ih. Jahat banget lu mah. Sebel gua." Kanya memalingkan pandangannya sementara Rizki hanya menahan tawa nya dengan tampang sok cool andalannya itu.

🐤

Matahari mulai terbenam, terlihat senja yang menampilkan langit memerah. Dari balkon kamar Kanya mengamati ke arah barat, betapa indah ciptaan sang Maha Kuasa. Namun mengapa mereka menyia-nyiakan keindahan itu dengan pergi ke suatu tempat trend? Dan menyia-nyiakan keindahan alam yang menyebar luas disekitarnya.

Hewan saja menikmatinya, burung hinggap di pohon, kupu-kupu hinggap di bunga, belalang hinggap di rerumputan, dan mereka tidak menyia-nyiakan keindahan itu. Seharusnya kita belajar dari mereka, bersyukur untuk segala yang terpapar didunia ini dan bukan malah merusaknya.

"Kanya ... " teriak bunda dari lantai bawah, terdengar samar-samar namun karna pendengaran Kanya masih normal, dia segera menghampiri bundanya.

"Iya bunda tunggu," jawabnya dan segera melangkah keluar dari kamar, menelusuri anak tangga yang membawanya ke ruang tamu. "Kenapa bunda?"

"Besok pengambilan raport jam berapa? Ayah yang akan mengambil raport kamu," ucap bunda seraya mengambil remot TV dan duduk di sebelah ayah pada sofa yang panjang.

"Ayah? Sejak kapan ayah mau ngurusin kegiatan sekolah, biasanya juga apa-apa bunda." sedangkan Kanya duduk di sofa pribadi yang persis menghadap ke arah televisi. "Jam 10.00 sampai dengan jam 12.00 kayaknya deh, tapi jangan dateng jam 5 sore yah, udah tutup sekolahnya," ledeknya diselingi tawa seraya membuka toples cemilan yang berada di atas meja.

"Ayah always on time ya, jangan remehin ayah soal ngambil rapot. Awas aja kalau peringkat kamu turun!" ancam ayahnya dengan kedua mata yang agak di keluarkan sedikit.

"Engga lah, kan Kanya seminggu kemarin serius belajar, masalah pribadinya disimpan dulu, galau-galauannya juga," ucapnya ngelantur.

"Kenapa jadi galau, wah jangan-jangan setelah ulangan kamu kembali galauin cowo itu yah?" ledek bunda yang berhasil membuat ayah membantunya.

"Apaansih bunda sama ayah, sok tau. Engga lah. Aku ga galau tau. Kanya mau ke atas ah, mau baca novel."

"Baca novel atau kabar-kabaran sama siapa bun namanya ayah lupa?"

"Terserah," ucap Kanya dengan wajah yang memerah karna malu. Dan langsung berlari menaikki tangga dengan cepat.

"Anak kamu tuh," ucap bunda seraya tertawa.

"Anak ayah,ya anak bunda juga lah." ayah memasang muka datar.

Kanya menutup pintunya perlahan dan tersenyum seketika. Kakinya melangkah menuju meja rias dan duduk pada kursinya. Kedua tangannya menopang dagunya yang datar, lagi-lagi dia tersenyum dan memejamkan matanya.

Tangannya tidak sengaja menyenggol sebuah benda, benda yang hampir di musnakannya namun tidak terjadi. Kalung berliontin hati itu membuat pikirannya kembali meracau.

"Disaat aku udah bahagia sama Rizki, deket sama Rizki. Kenapa kamu muncul dan bikin aku bingung begini? Aku harus bagaimana? Nunggu kamu? Tapi sampai kapan? Kalau aku harus ngehilangin harapan aku sama rizki demi kamu aku bisa, karna aku yakin sayang aku ke kamu lebih besar dari sayang aku ke Rizki. Dan setiap aku bersama Rizki, aku selalu mengingat kamu, cara dia, perhatian dia, kata-kata dia selalu ngingetin aku sama kamu. Kapan kita ketemu lagi Rik?" ucapnya pada sebuah foto kecil yang berada di dalam liontin hati punyanya.

"Kalau dengan ninggalin satu orang itu bisa bikin aku balik lagi ke kamu, aku akan lakuin itu rik. Kalau kamu yang minta itu semua ke aku, aku akan dengan cepat ngelakuin itu semua rik. Karna aku sayang sama kamu." di genggamnya dengan erat kalung itu dan memeluknya seketika. Air matanya kembali menetes setiap dia mengingat laki-laki yang selalu ingin di temuinya.

Gadgetnya tiba-tiba bergetar, dengan cepat dibukanya dan terlihat kontak Mr.robot.
Di tekannya icon jawab,

"Kanya, besok jadi kan?"

"Iya jadi, jam 2 yah."

"Oke." tut ... tut ... tut ... Ucapnya di akhir pembicaraan dan seketika mematikannya.

"Hah? Begitu doang. Ini cowo bicara ga bayar aja pelit banget. Gimana kalo bicara bayar. Dasar robot gila!" omelnya pada gadget yang telah menampilkan layar hitam.

"Naik darah gua lama-lama. Ah pusing mau baca novel aja." di raihnya novel karya salah satu penulis terkenal di Indonesia, dan membuka bagian awalnya.

Di hempaskannya tubuh mungilnya di atas kasur dengan tatapan yang masih fokus dengan novel.

🐤

Fransisco masih asik dengan PR lesnya diruang tamu, ini waktunya Rizki untuk berlatih agar tidak gugup saat mengatakan semuanya pada Kanya esok hari, setelah pertemuan mereka di beri kepastian oleh Kanya, niat Rizki semakin mantap, kini tidak ada lagi keraguan atau ketakutan sedikit pun seperti dulu. Mungkin karna keesokan harinya dia akan mengambil raport juga dan menjadi kelas 12, menjadi lebih dewasa lagi, mungkin itu yang membuatnya berani pada akhirnya. ini bukan suatu kemudahan, ini kesulitan yang membutuhkan keberanian dari keduanya, berani berbicara dan berani menerima. Tidak ada yang tahu akan bagaimana akhirnya, menyatu atau tidak. Tapi keputusan ini tidak boleh di ganggu gugat meskipun hasilnya belum tentu baik. Karna lebih baik kita mengatakannya, dari pada tidak sama sekali.

"Iko, abang ke atas ya. Mau ngetik proposal."

Fransisco yang tidak mengerti dengan hal yang dikatakan oleh rizki hanya mengiyakan saja dan kembali fokus pada tugasnya, sementara Rizki langsung melesat dengan cepatnya dan mengunci pintu kamarnya setelah sampai di ambang pintu.

"Huh.. Kenapa jadi deg-deg an begini ya? Padahal baru latihan aja," ucapnya pada bayangan yang terlihat dicermin besar yang melekat pada lemari pakaiannya.

Kembali Rizki mengatur nafasnya dan mencari kosa kata yang bagus untuk diucapkannya nanti.

"Kanya, lu tau ga sebenarnya gua itu Riki." tatapannya sangat menjijikan, "ih geli banget, mana mungkin Kanya percaya, terus gua harus so puitis gitu?" ucapnya seraya memiringkan tubuhnya.

"Lihatlah pada lautan lepas yang berwarna biru, ombaknya selalu menerjang angin. Dan seberat itulah perjuangan ku selama ini untukmu Kanya," ucapnya kembali dengan wajah yang semakin menjijikan.

"Udah ah pusing gua. Masa begitu sih, tapi kata Tobi kalau gua pakai sikap dingin Kanya ga akan percaya. Trus gua harus apa? Aaaaaaaa." Rizki menghempaskan tubuhnya seketika. Diraihnya kalung yang selalu disimpan pada laci meja lampunya.

Dibukanya liontin hati yang memperlihatkan kilauan perak, "tunggu besok kay," ucapnya lembut

🐤

Reno membuka pintu kamarnya dan melihat pembantu yang telah memasukkan barang-barangnya ke dalam sebuah koper.

"Bi? Koo baju Reno di masukin semua, emangnya mau kemana?"

"Lah den Reno ga tau? Kan besok den Reno harus pergi ke Prancis."

"Besok?" tukasnya meninggi.

"Iya besok jam 2.15, tadi mamah udah beli tiket buat kamu." terdengar suara mamahnya dari balik pintu kamar.

"Mah please kali ini biarin Reno milih apa yang Reno mau, Reno gamau pindah ke luar negri mah."

"Gaada perubahan Reno, tiketnya udah mamah beli. Sekarang lebih baik kamu beres-beres. Besok sepulang mengambil raport kita langsung ke bandara."

"Tapi mah ... "

"Cukup ren, ini yang terbaik buat kamu," tukas mamahnya dan langsung keluar dari kamar Reno.

Reno melemas di atas tempat tidurnya, matanya berkaca-kaca seketika.

"Yang kuat den, bibi ga bisa bantu apa-apa. Itu pakaiannya sudah beres semua. Bibi permisi dulu."

"Iya bi terimakasih," jawab Reno pelan dan segera mengunci pintu kamarnya saat pembantunya telah keluar.

"Maafin aku ran, sepertinya kemarin pertemuan terakhir kita. Maafin aku ga bisa nepatin janji aku. Aku ga tau harus ijin apa ke kamu. Aku ga bisa minta ijin sekarang juga. Maafin aku ran," ucapnya pelan seraya melihat lockscreen gadgetnya yang menampilkan fotonya dengan Rani saat acara pensi.

Ternyata tidak mudah untuk menolak keputusan mamahnya, keputusan untuk menyekolahkannya di Paris. Ini saatnya dia melupakan, dan pergi meninggalkan sang wanita yang dapat memikat hatinya.

Tanpa diketahui semuanya akan berubah hanya karna sebuah perjuangan, lihat saja apa yang akan terjadi kelak.

🐤

Tbc,

Happy Reading.
And sorry for my mistake.
Karna aku hanyalah seorang penulis baru yang mengeluarkan karya yang aku bisa.
Jangan lupa votement.
Ajak temen kamu juga yukk baca, kali aja kita bisa saling memberi saran, hehe.
Luv❤

[Part 19]👉

Continue Reading

You'll Also Like

Miss Rempong By UNI

General Fiction

3.8M 517K 57
Kinanti Wijaya atau orang-orang sering memanggilnya Kiwi merupakan mantan 3rd runner-up Miss Universe perwakilan dari Indonesia, semenjak menorehkan...
3.7M 75.4K 48
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
371K 33K 53
jatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jad...
Hostium (END) By Keila

General Fiction

1.1M 55.7K 47
Reanka adalah gadis pendiam dengan sejuta rahasia, yang hidup di keluarga broken home. Di sekolahnya ia sering ditindas oleh Darion Xaverius. Reanka...