Marked ✔

Від atsummertime

100K 9.1K 288

Genre: fantasy *** Semua impianku untuk hidup normal untuk bekerja, berkencan, menikah, dan memiliki keluarga... Більше

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Epilog

Chapter 15

2.7K 275 5
Від atsummertime

Untuk kedua kalinya, aku masih tidak menyangka jika ancaman untuk membunuh diriku sendiri akan berhasil untuk mengancam Kevin dan mendapatkan posisi pekerjaan yang aku mau. Jujur, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika Kevin tidak termakan oleh bualanku. Aku belum terlalu gila untuk membunuh diriku yang masih terlalu muda untuk mati.

"Guys, perkenalkan dia adalah Sara, anggota baru di tim Marketing kita." Callum, Head of Marketing perusahaan ini memperkenalkanku. "Dan Sara, mereka berlima adalah rekan kerjamu. Kau bisa memperkenalkan dirimu secara singkat kepada mereka."

"Hai!" sapaku dengan riang. "Perkenalkan, aku Sara Donovan. Mohon bantuannya dan senang bertemu dengan kalian. Looking forward to working with you and learning from each of you."

Mereka serentak membalas sapaanku dan beberapa dari mereka pun melambaikan tangan ke arahku. Melihat respons mereka yang positif, membuatku bersemangat untuk segera memulai pekerjaanku.

"Ayo Sara, kutunjukkan tempat dudukmu bekerja."

Aku menganggukkan kepalaku dan berjalan mengikuti Callum.

"Tim Marketing kami bisa terbilang sedikit untuk ukuran perusahaan sebesar ini. Tapi kau tidak perlu khawatir, karena pekerjaan mereka dan total orang yang ada di perusahaan ini sudah terbilang cukup efisien dan efektif. Jikalau nantinya kau merasa pekerjaanmu terlalu banyak, kau bisa mendiskusikannya denganku dan kita bisa melakukan evaluasi terhadap pekerjaanmu. Jika memang pekerjaanmu terlalu banyak, kita bisa mencari orang baru untuk membantumu."

Aku hanya menganggukkan kepala mendengar penjelasan Callum.

"Ini dia kursimu." Callum menunjuk kursi yang berada di ujung dekat jendela. "Nanti ada Jemma yang akan membantumu mempelajari segala hal yang berkaitan tentang Marketing di perusahaan ini. Jika Jemma tidak bisa menjawab pertanyaanmu, kau bisa bertanya langsung kepadaku melalui aplikasi chat milik kantor yang aku yakin sudah diinstal di laptopmu oleh tim IT."

Sekali, aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Jemma, tolong bantu Sara mengenai pekerjaannya, ya?" Jemma mengacungkan jempol sebagai jawaban. Callum kembali menatapku dan tiba-tiba saja tatapannya terhenti ke arah leherku. Membuatku secara refleks menutup leherku.

Callum berdeham dan berkata, "Maafkan aku yang terlihat norak. Aku baru tau kalau kau memiliki tato di leher."

Aku tertawa canggung mendengar komentar Callum. Tato sialan ini muncul karena Kevin yang menggigitku tanpa izin! Siapa juga yang ingin memiliki tato di leher seperti ini? Jika aku ingin mentato tubuhku, aku pasti akan melakukannya di daerah tubuhku yang lain. Bukan di leher seperti ini!

"Kenakalan anak muda—aku menatonya ketika aku sedang mabuk." Bohongku. "Apakah di perusahaan ini ada larangan kalau karyawan tidak boleh mentato tubuhnya?"

Callum tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya. "Tidak ada larangan. Hanya saja, jika kau bertemu dengan klien, tolong tutupi tato yang ada di lehermu, oke? Aku hanya tidak ingin perusahaan ini—atau dirimu—memiliki imej jelek hanya karena tampilanmu yang bertato."

"Aku mengerti." Kataku. "Aku akan mengingatnya, sir."

"Oh please," Callum melambaikan tangannya. "Panggil saja aku Callum, oke? Sir membuatku terdengar tua."

"Noted."

"Baiklah kalau begitu!" ujarnya seraya menangkupkan kedua tangannya. "Kau bisa memulai pekerjaanmu bersama Jemma." Callum menoleh ke arah Jemma dan berkata, "Tolong kau bantu Sara untuk beradaptasi di sini, ya."

Jemma menganggukkan kepalanya. "Kau bisa mengandalkan aku."

"Kalau begitu aku tinggal. Sampai jumpa waktu makan siang nanti!"

Setelah Callum pergi meninggalkan kami, aku berjalan menuju mejaku dan meletakkan barang-barangku. Aku menoleh ke arah Jemma dan tersenyum kepadanya.

"Jadi, apa ada yang bisa aku bantu?"

***

Overwhelmed.

Terlalu banyak informasi yang aku terima di hari pertamaku. Tapi aku juga tidak punya pilihan selain mengiyakan. Ditambah, egoku menolak untuk menyerah walaupun aku sudah mulai lelah menerima informasi yang ada.

"Jadi, bagaimana hari pertamamu?"

Aku memutar kedua bola mataku mendengar kata sambutan Kevin. Baru saja aku membuka pintu apartemenku, dia sudah menyambutku dengan nada bicaranya yang menyebalkan.

"Tawaranku masih berlaku jika kau ingin menjadi asistenku." Katanya seraya berjalan di belakangku. "Percaya padaku, kau tidak akan kelelahan seperti sekarang. Aku bisa menjamin hal tersebut."

"Tentu saja aku percaya." Jawabku malas.

"Apakah itu tandanya kau mau menjadi asistenku?"

"Tidak."

"Apa?" aku mendengar langkahnya berhenti mengikutiku. "Kenapa tidak?"

Aku membuka blazer dan meletakkan tasku di atas kasur. Membalikkan badan dan berjalan ke arah Kevin. "Karena menjadi asistenmu bukanlah impianku." Jawabku seraya tersenyum manis. "Aku ingin belajar mengenai dunia marketing. Aku tidak mau biaya kuliah yang dibayarkan oleh ayahku terbuang sia-sia dengan menjadi asistemu. Aku harap kau mengerti keinginanku mengenai hal ini, Kevin."

Kevin memutar kedua bola matanya dan berjalan ke arah sofa. "Aku tidak mengerti dengan pikiran manusia sepertimu. Ditawari jalan hidup yang mudah, malah kau mengambil jalan hidup yang sulit."

Aku tertawa mendengar sindirannya.

Ya Tuhan, jika melihat keadaan seperti saat ini, aku merasa seperti wanita normal. Dan Kevin... terlihat seperti normal. Seperti seorang pria yang sedang mengunjungi kekasihnya.

Aku mengambil air putih dan meminumnya dengan pelan... sampai aku mendengar suara Kevin kembali berbicara dan membuatku tersedak.

"Apa?" ucapku seraya mengelap mulutku. Aku menoleh menatapnya dengan raut tak percaya. Aku harap, aku tidak salah mendengar.

Kevin berdecak dan menatapku dengan malas. "Callum tahu jika kau adalah mateku."

"Tidak, bukan yang itu." Aku menggelengkan kepalaku. "Kau tadi berkata Callum seorang apa?"

Kevin mengerutkan keningnya. "Vampir?" Aku menganggukkan kepalaku. "Lalu?" tanyanya dengan bingung. "Memangnya mengapa kalau Callum seorang vampir? Kau lebih suka memiliki mate seorang vampir?" Kevin mendengus. "Aku jauh—sangat jauh—lebih hebat daripada seorang vampir, tahu? Kastaku lebih tinggi daripada mereka!"

Aku memutar kedua bola mataku. Kevin dan egonya yang besar.

"Bagaimana kau tahu jika Callum adalah seorang vampir?" tanyaku, mengabaikan semua pertanyaannya.

"Menurutmu?" tanyanya kesal. "Sara, kau benar-benar bodoh atau bagaimana? Tentu saja aku tahu! Aku yang memasukkan Callum ke perusahaanku. Dan bukankah aku sudah bilang jika di dunia ini bukan hanya manusia saja yang hidup? Coba kau minum obat penguat ingatan. Aku lelah harus mengulangnya beberapa kali denganmu."

Jika seandainya aku lebih hebat dari Kevin—atau setidaknya kedua bola mataku bisa mengeluarkan api—aku akan membakarnya hidup-hidup saat ini.

***

"Tunggu sebentar!" teriakku, tidak ingat walau sekeras apapun aku berteriak, orang yang sedang memencet tombol pintu apartemenku tidak akan mendengarnya.

Aku berkumur sekali lagi sebelum berjalan menuju pintu depan. Siapa sih yang mengganggu pagiku seperti ini? Aku kan sedang buru-buru!

Ini semua gara-gara Kevin! Jika dia tidak dengan usil mematikan alarm ponselku, aku tidak akan kesiangan seperti ini. Mengapa pula dia meninggalkanku seorang diri di kamar tanpa membangunkanku terlebih dahulu?!

Dan aku juga tidak mengerti, mengapa dia menginap di apartemenku ketika dia sudah punya rumah yang jauh lebih besar dan mewah daripada apartemenku.

Aku membuka pintuku dan terkejut mendapati Siska, salah satu pelayan Kevin, ada di depan pintu apartemenku.

"Akhirnya kau membuka pintumu, kakak ipar."

Tiba-tiba saja, Brian muncul dari belakang tubuh Siska. Membuatku waspada seketika.

Aku mengerutkan keningku dan menatap tubuh Siska yang terlihat kaku. Hanya kedua matanya yang menatapku dengan panik. Ada apa sebenarnya?

"Apa yang kau lakukan terhadap Siska?" tanyaku pada akhirnya.

"Aku bertemu dengannya di jalan ketika aku mau berkunjung kemari." Jawabnya santai. "Nah, tugasmu sekarang adalah mengizinkan aku untuk masuk ke dalam apartemenmu."

"Mengapa aku harus melakukan itu? Bukankah kau bisa masuk tanpa izinku?"

Brian mendengus. "Tidak bisakah kau melakukan apa yang aku suruh tanpa bertanya? Kau masih ingin melihat wanita rendahan ini tetap hidup, bukan?"

"Kau mengancamku?"

"Tidak."

Aku mengembuskan napasku secara perlahan. Sabar, Sara, sabar. Kataku dalam hati, mengingatkan diriku jika menghadapi Kevin dan Brian memang memerlukan kesabaran ekstra.

"Apapun itu, bisakah kau buat dengan cepat? Aku tidak mau terlambat datang ke kantor di hari keduaku."

"Well," Brian tersenyum dengan lebar. "Aku tidak janji. Saranku, lebih baik kau menghubungi atasanmu jika kau hari ini sedang sakit."

"Brian!"

Brian hanya mengedikkan bahunya dengan santai. "Kau hanya perlu memilih; pergi bekerja dan kehilangan wanita rendahan ini, atau tidak pergi bekerja dan mempertahankan wanita tak berguna ini?"

"FINE!" bentakku kesal.

Продовжити читання

Вам також сподобається

Fiance [#1 Baskoro Series] Від Shine

Жіночі романи

422K 25.5K 25
Kepulangan Keynard dari Perancis menjadi malapetaka bagi Aira, pasalnya pria itu menagih janji yang telah dia buat dulu. ditambah lagi orang tuanya m...
His Stockholm Syndrome Від e (apollo)

Короткі історії

45.4K 2.8K 10
#1 in penculikan, #3 in Exhusband, #4 in Stockholmsyndrome 21+ Sindrom Stockholm-pernah dengar? Sindrom yang satu ini adalah suatu keadaan di mana s...
1.6M 82.3K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
1.4K 227 12
Dino dan adiknya terjebak dalam lingkaran waktu masa lalu yang berulang-ulang. Seungcheol melindungi putera-puteranya agar dapat hidup dengan baik d...