GADIS DESA

By TitisariPrabawati

435K 15.2K 855

This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( UU Hak Cipta Indonesia Republi... More

PROMO UNNAMED SHADOW NOVEL
Village Girl
~Prologue ~
~ Part 1 - Blak ° Jarak Tanam~
~ Part 2 - Ngluku° Membajak~
~ Part 3 - Nggaru ° Menyisir Tanah~
~ Part 4 - Korokan ° Liang Panjang~
~ Part 5 - Paret ° Melepas Bulir~
~ Part 6 - Pacul ° Menggali~
~ Part 8 - Winih ° Benih ~
~ Part 9 - Damen ° Jerami ~
~ Part 10 - Tandur ° Tanam ~
PO UNNAMED SHADOW SERIES
~ Part 11- Nguruk ° Menutup ~
~ Part 12 - Derep °Memanen~
~ Part 13 - Matun ° Menyiangi ~
~ Part 14 - Gampung ° Memungut ~
~ Part 15 - Nggejok ° Merontokkan~
~ Part 16 - Lajo ° Buruh Panen~
~ Part 17 - Mbaron ° Berladang ~
~ Part 18 - Bawon° Upah~
~ Part 19 - Legok ° Cekung ~
~ Part 20 - Galeng ° Pematang~
~ Epilog ~
Pengumuman Giveaway US Series

~ Part 7 - Nyebar ° Menebar~

14.9K 819 15
By TitisariPrabawati


Telling you it's dark when you see the light

And I know you ain't foolish, foolish

Just give me one chance, I could treat you right

So I said

Will I ever be too far away when you feel alone?

---

Waktu berjalan begitu cepat. PKKMB yang keterlaluan, maklumlah, Kania cantik, beberapa kakak tingkat suka sekali mengerjainya, bahkan beberapa sudah mengirimkan surat atau bunga, sinyal berbumbu pink untuk mendekati Kania, beberapa senior perempuan bahkan terang-terangan melancarkan kebencian pada Kania. Tapi karena kondisi perkuliahan yang menyenangkan setelah PKKMB dan mendapat beberapa kawan baru, membuat Kania tetap merasa betah di Bogor. Apalagi di rumah selepas kuliah, selalu ada saja kegiatan membantu Bu Rindu di rumah, membuat aneka selai buah, sale pisang, bertanam bunga dan merawat pokok Mawar yang indah-indah dan ada satu buah rumah kaca kecil yang sangat indah berisi anggrek-anggrek yang kata Bu Rindu kesukaan Adree.

"Tuan Adree dan temannya, non Thalita suka sekali berada di sini mengobrol berjam-jam," cerita Bu Rindu. Di rumah kaca itu terdapat satu set kursi jati yang berukir indah, kadang Kania melepas penat dan mengerjakan tugas-tugasnya disana.

"Non Thalita itu...pacar mas Adree ya bu?" tanya Kania.

Bu Rindu tertawa, "Ah, non bercanda saja, pacarnya Tuan kan non Kania, itu lho, non Thalita, tetangga yang menempati vila di sana. Dulu non Lita teman kuliah Den Mario, sepupunya mas Adree, mereka sempat bertunangan, tapi Den Mario meninggal karena kecelakaan setahun lalu. Non Lita jadi cacat, kakinya lumpuh. Kasihan non, padahal orangnya baik, cantik, tapi kayaknya masih setia gitu sama Den Mario, nah Tuan Adree sering menghibur non Lita dan membawanya bermain ke sini..." bu Marni memandang rumpun anggrek hitam yang indah tapi keunikannya seolah membawa kesedihan.

"Mereka kalau kesini sering melihat itu, non, spesies itu dikembangkan Den Mario dan Non Lita, tapi setelah lumpuh, Non Lita hanya di rumah saja sama ibunya, ayahnya sudah meninggal..."

Kania memandang sebuah vila di kaki bukit yang kelihatan dari rumah kaca. Ada juga kisah yang sedih seperti itu.

---

Saat Kania dan Bu Rindu keluar dari rumah kaca, Kania melihat sesosok pria berdiri membelakanginya. Gadis itu tersenyum, hatinya tiba-tiba berdebar dan merasa biru, rindu itu biru, dan hanya Adree yang bisa membuatnya demikian, walaupun Adree seperti malaikat penyelamat yang tidak terjangkau dan Kania menyadari rasa sakit yang akan timbul jika perasaan itu bertepuk sebelah tangan, tapi rasa suka itu memang semena-mena, tidak bisa dicegah atau dihindari, semakin dia ingin melupakan, semakin menyakitkan.

Adree menoleh dan tersenyum.

"Apa kabar?" sepertinya Adree memandang Kania dan merasa gadis itu sudah tidak sepucat dan sekurus sebelumnya.

"Baik, mas...mas sendiri gimana?"

"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja dan betah di sini, kalau kabarku sih, kurang begitu baik, nanti kita bahas, setelah makan siang, mungkin?" Adree menyalami bu Rindu. "Terimakasih sudah menjaga Kania"

"Sama-sama Tuan, oh ya, sebenarnya sarapan sudah siap sejak jam tujuh, tapi non Kania tumben belum mau makan, malah minta jalan-jalan kesini," kata bu Rindu.

"Oh ya? Kenapa Kania? Kamu sakit?"

"Nggak mas, sayang aja...ini kan hari Minggu, mumpung nggak ngampus, pengen santai dulu melihat keadaan sekitar..." Kania menunjuk beberapa petak diluar rumah kaca.

"Kania bantu bu Rindu menanam sayur mayur di sana mas, juga ada beberapa tanaman herbal, mang Jamal yang membersihkan tempat itu dan kasih pupuknya, tapi pupuk hijau .... lalu ada beberapa petak yang mau Kania pakai untuk percobaan..." tiba-tiba gadis itu terkesiap dan menutup mulutnya. "Eh, belum minta izin mas Adree, boleh nggak sih mas?"

Adree tertawa. "Kalau kebun di vila menjadi lebih rapi dan produktif, tentu aku nggak mungkin keberatan..." mereka menyusuri jalan setapak dan menuju ke rumah.

Kania selalu nyaman berbincang dengan Adree. Lelaki itu enak diajak bicara dan seolah Kania bisa membicarakan apapun dengan Adree yang dirasanya sebagai pendengar yang baik, ditambah lagi memiliki wajah yang begitu rupawan. Konon, katanya lelaki tampan tak banyak yang memiliki kesabaran untuk mendengarkan. Tapi Adree beda, hingga tak terasa waktu berjalan begitu cepat dan matahari semakin meninggi.

Seperti yang biasa kau lakukan

Di tengah perbincangan kita

Tiba-tiba kau terdiam

Sementara 'ku sibuk menerka

Apa yang ada di pikiranmu

Sesungguhnya berbicara denganmu

Tentang segala hal yang bukan tentang kita

Mungkin tentang ikan paus di laut

Atau mungkin tentang bunga padi di sawah

Sungguh bicara denganmu

Tentang segala hal yang bukan tentang kita

Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja

Malam jangan berlalu

Jangan datang dulu terang

Telah lama kutunggu

'Ku ingin berdua denganmu

Biar pagi datang

Setelah aku memanggil

Terang

Aih! Pencuri kau, terang

Terang

Makan siang yang lezat sudah menunggu, Kania dan Bu Rindu melayani Adree dengan sepenuh hati. Dengan menu sayur asem, ikan asin dan tempe gorang yang terlihat segar disajikan di siang yang panas.

"Ini sayur asem paling enak yang pernah saya makan," Adree tertawa. "Pelayannya juga cantik-cantik....bikin betah saja, oh ya, saya ke MG dulu ya Bu, ada beberapa bahan yang harus segera dikirim ke Jakarta secepatnya, semoga masih ada stock. Kania, kamu mau menunggu di sini atau ikut mas?"

Tatapan Adree membuat Kania tersipu. "Ikut mas, mau lihat sistem hidroponik lagi, kemarin mas Zayn sudah memperlihatkan beberapa hal menarik disana, menakjubkan, rasanya seperti berada di taman surga..." Kania menceritakan perjalanannya dengan Zayn beberapa waktu lalu. Adree mendesah sebal, kenapa nama Zayn disebut sesering itu sih?

Adree membawa Lexusnya melewati jalan menanjak menuju ke MG dan sesekali memperhatikan Kania.

"Gimana kuliahnya, senang?"

"Banget mas...suasananya menyenangkan, temannya baik dan ramah, walaupun ada kakak kelas yang sering iseng sih," Kania mengernyit mengingat beberapa kakak kelas yang gencar mendekatinya.

"Wah, sudah ada penggemar rupanya, ada lelaki yang kamu taksir?" tanya Adree, wajah Kania memerah seperti udang rebus. Hati Adree mencelos, kayaknya sudah ya? Namanya juga anak kuliahan.

"Dia ganteng ya? Sampai kamu tersipu seperti itu?"

Kania menggeleng-geleng. "Nggak, nggak ada itu, teman kampus paling hanya iseng bilang suka...cinta...mana ada yang jatuh cinta dalam waktu singkat begitu, mereka pasti ngegombal aja mas....Kania...mau konsen kuliah dulu kok..."

Adree melihat sebuah tanah lapang dan menghentikan mobilnya.

"Kania, aku mau nanya serius, karena jawaban kamu, akan menentukan tindakan mas selanjutnya, "Adree memandangi Kania. "Apakah kamu, sedang menyukai seseorang di kampus kamu? Apa ada lelaki yang kamu suka?"

Kania terbelalak memandang Adree, terkejut dengan pertanyaan itu. "Nggak...nggak ada mas....Kania nggak sedang suka sama cowok yang ada di kampus..." gadis itu menunduk.

Adree mengernyit. Dugaannya benar. "Jadi...kau menyukai Zayn?" Adree memegang bahu Kania dan memaksa gadis itu menatap matanya.

Kania tertegun. Zayn? Asistennya Adree?

"Apa kamu menyukai Zayn?" tanya Adree, Kania bingung mau bicara apa, bibirnya kelu, kepalanya menggeleng-geleng.

"Bukan Zayn? Lalu siapa?" tanya Adree. Airmata Kania merebak, sekuat tenaga dilepasnya cekalan Adree di bahunya, membuka pintu mobil dan berlari keluar. "Kania?" Adree terkejut dan bingung.

Dengan mudah Adree menangkap tubuh Kania dan meraih tangannya.

Gadis itu menangis tersedu-sedu. "Siapa yang kau sukai?" desak Adree.

"Saya tidak berani, saya....tidak berani..." Adree melihat tatapan terluka di mata Kania. Gadis itu lalu tersuruk jatuh, seperti tidak berdaya karena perasaannya sendiri. Rasa dalam hati ini, terlalu berat untuk diungkapkan.

Adree berjongkok dan meraih dagu Kania. "Apakah...lelaki itu...aku?"

Kania menutupi wajahnya dan terisak-isak.

"Maaf mas Adree, maaf, maafin Kania karena udah lancang..."

Adree meraih kepala mungil Kania ke pelukannya dan membiarkan gadis itu terisak-isak. "Kenapa harus minta maaf? Justru itu mempermudah semuanya, Kania....kita akan menikah secepatnya..."

Tubuh Kania membeku.

"A...apa?" Adree melepas pelukannya dan memandang mata Kania yang menatapnya kosong.

"Ya Kania, kita akan menikah secepatnya. Kalau kamu menyukaiku, maka aku yakin pernikahan ini akan berjalan sempurna, hanya pernikahan ini yang bisa menyelamatkanku dari neraka..." Adree tersenyum. "Bukankah kau pernah berjanji, untuk gantian menyelamatkan hidupku, kurasa ini saat yang tepat untukmu melakukannya..."

"Tapi...tapi..." Kania bingung mau berkata apa. Otaknya benar-benar konslet sekarang. Adree membantu Kania berdiri dan masuk kembali ke mobil. "Sekarang kita ke Mirza dulu dan nanti kita bicarakan ini lagi di vila..." Adree melajukan Lexusnya dan tersenyum sepanjang perjalanan. Sementara Kania mencubit tangannya, berusaha mempercayai kalau yang barusan itu bukan mimpi. Kenapa semuanya begitu indah dan tiba-tiba? Kania mendapatkan semua yang diinginkannya dalam waktu yang cepat. Tapi entah kenapa, Kania merasa ini begitu menakutkan. Tidak ada keberuntungan yang datang bertubi-tubi seperti ini, apa ada sesuatu hal mengerikan yang menunggu mereka di depan sana?

Kania memandang Adree dan lelaki itu malah tersenyum.

Senyum itu membuat otak Kania kembali tidak bisa berfikir!

---

"Ini calon istri saya..." kata-kata Adree kepada para stafnya saat memasuki ruang meeting Mirza Group membuat Kania terkesiap dan tersipu-sipu.

"Kamu jalan-jalan dulu Kania, mas ada rapat dengan staf MG, nanti Hanna yang temani kamu, ada beberapa spot menarik di sini..."

Kania menuju ke beberapa tempat dan tidak memperdulikan kejudesan Hanna kepadanya, walaupun Hanna dengan setengah hati menunjukkan tempat-tempat itu pada Kania, Kania tetap menikmatinya.

"Mbak ini kenal Tuan Adree di mana?" tanya Hanna. Duh, patah hati deh, si boss ganteng malah mau nikah, huhuhu...

"Panjang ceritanya mbak..." Kania tersenyum mengingat pertemuan pertama mereka di desa.

"Setahu saja tunangan Adree itu mbak Carrisa..." Hanna memandang Kania dengan tatapan menyelidik. "Mbak ini hamil ya?"

Mata Kania membulat dan gadis itu tersenyum kecil membayangkan dirinya menikah karena hamil duluan. "Ya ampun, mbak Hanna bisa aja bercandanya..." lalu asyik memperhatikan wadah-wadah hidroponik unik yang menampung tanaman tomat ceri.

"Tanaman ini berapa kali berbuah dalam setahun, mbak Hanna?"

Hanna terpaksa melayani pertanyaan Kania tentang Mirza Group. Sepertinya Kania sangat senang berada di rumah-rumah kaca itu memperhatikan setiap tanaman.

Sepulang dari Mirza Group, Adree langsung beristirahat di kamarnya, tidak membahas apa-apa lagi dengan Kania, sementara gadis itu pun sungkan menanyakan kata-kata Adree siang tadi. Mungkin memang hanya mimpi?

Kania memandang hektaran area perkebunan sayur mayur nan hijau dari jendela kamarnya, sebaiknya dia mandi, sudah pukul tiga sore. Sebenarnya ada fasilitas air hangat di kamar mandi internal kamarnya, tapi Kania sudah terbiasa mandi air dingin, lebih segar dan sehat.

---

Setelah mandi Kania menuju ke dapur dan membantu bu Rindu masak. Adree tidak kelihatan berada di mana. Mungkin jalan-jalan?

Menu hari itu sayur bayam bening dan tempe goreng, pak Jamal sudah memotong ayam untuk menyambut Adree dan bu Rindu sudah memanggangnya dengan sempurna. Kania membari hiasan garnis yang menarik untuk piring-piring mereka dari ketimun dan seledri.

Tiba-tiba terdengar suara tawa laki-laki dan perempuan. Kania menoleh ke arah jendela dapur yang lebar dan melihat Adree yang sudah memakai pakaian santai sedang membopong seorang perempuan, rambut kecokelatan panjang perempuan itu bergoyang-goyang karena tertawa, wajah cantiknya begitu mempesona, seperti boneka jepang!

Adree berkata sesuatu pada perempuan itu dan mereka kembali tertawa. Kania mendesah. Akrab sekali mereka?

Sepertinya kata-kata Adree tadi siang hanya mimpi ya? Kania merasa sengatan pedih di dadanya. Bagaimana mungkin ada lelaki yang tadi siang mengajaknya menikah, sore harinya malah memeluk perempuan lain?

"Wah, habis jalan-jalan rupanya mereka? Apa masakannya kita tata di bangku taman saja non? Tuan Adree dan nona Lita biasanya makan bersama di sana?" bu Rindu memandang kearah halaman belakang. "Pasti tadi tuan Adree jemput non Thalita ke vila nya..."

Adree memandang ke arah dapur dan melihat Kania.

"Kania...kesini!" Adree tersenyum dan meletakkan gadis dalam bopongannya ke kursi taman. Kania baru menyadari kalau Adree barusan memindahkan gadis itu dari kursi roda ke kursi taman.

Gadis itupun tampaknya ramah, tapi mengernyit heran. Kania membawa wadah sayur dan meletakkan perlengkapan makan di meja taman yang sudah diberi taplak oleh Bu Rindu.

Tak berapa lama hidangan sore itu siap dan suasana cerah sempurna untuk menikmati sore, udara begitu sejuk dan menenangkan, tapi hati Kania masih gemuruh karena cemburu, rasanya menyebalkan sekali ya, menyukai seseorang seperti itu?

Kania duduk dan Adree mengambil tempat duduk di samping gadis itu. Belum-belum hati Kania sudah mencelos.

Adree memandang Kania heran, kenapa wajah gadis itu tampak mendung? Apa karena lamaran yang mendadak tadi siang masih membuatnya bingung?

"Nah, sudah siap semuanya...silahkan dimakan..." bu Rindu hampir beranjak saat Kania memintanya menemani duduk.

"Biar lebih rame, bu..." Kania tersenyum.

"Biasanya non Lita sama Tuan Adree hanya berdua saja di sini, sekarang ada non Kania kan sudah rame..." kata Bu Rindu.

Deg!

Lidah Kania kelu, bu Rindu pergi menghampiri suaminya dan tampak berbincang menuju dapur, Kania jadi bingung menatap Adree dan Thalita.

"Hallo...saya Thalita," Lita memulai pembicaraan dan mengulurkan tangan, Kania berdiri dan menjabat tangan Thalita.

"Kinara Kania," Kania tersenyum, tapi gadis itu kemudian menatap Adree.

"Apa hal bahagia yang mau kau ceritakan?" tanya Lita.

Adree tersenyum. "Lita, harusnya kamu cepat move on, jadi kamu bisa merasakan bahagia, ckckck sayang sekali gadis secantik kamu malah bersembunyi di vila seperti itu..."

"Wah Dree, jangan terlalu memuji, mana mungkin ada pria yang mau dengan gadis cacat seperti aku?" Lita menunjuk kursi rodanya.

"Kalau aku, nggak pernah lihat seseorang dari penampilannya, aku suka seseorang, apa adanya, nggak perduli seperti apa dia....kalau suka ya suka saja..."Adree mengerdikkan bahu. "Cinta buatku nggak terlalu penting! Nggak seperti kamu yang memuja cinta, malah gagal move on..." Adree nyengir. "Secara logika, asalkan saling menyukai, dua orang yang hidup dalam satu rumah tangga walaupun belum memiliki cinta, kemungkinan bahagianya lebih besar dibandingkan dua orang yang jatuh cinta mati-matian tapi nggak berani menjalani pernikahan, bukan?"

Thalita berdecak, "Lah? Memangnya kalau kau menyukai gadis cacat sepertiku, kau nggak akan berfikir dua kali untuk menikah denganku?" tanya Lita.

"Tentu saja, sayangnya kau ini nggak bisa move on, hahaha, jadi, saat seorang gadis mengatakan dia menyukaiku, aku sambar saja kesempatan untuk menikahinya..." Adree tiba-tiba meraih tangan Kania.

"Kania ini, calon istriku....gimana Lita, cantik kan?" Adree mengerling ke arah Kania. "Tadi aku sudah bicara dengan kedua orangtuanya untuk melamarnya, beberapa hari lagi orangtuanya akan datang kesini dan merestui kami..."

Kania terhenyak kaget. "Kapan mas Adree bicara dengan orangtua Kania?"

"Tadi siang, aku langsung menghubungi Pak Rohim untuk bisa bicara langsung dengan orangtuamu. Ayahmu menyetujui lamaran mas dan kedua oangtuamu sudah mas pesankan tiket untuk hari kamis nanti. Semua berkas yang diperlukan juga disediakan ayahmu, jadi Jum'at besok kita sudah bisa melaksanakan ijab qabul jika lancar..." kata Adree dengan tenang.

Kata-kata Adree malah membuat Kania panik. "Tapi...tapi....bagaimana dengan kedua orang tua mas Adree? Pak Adnan...bahkan saya belum pernah bertemu..."

Adree tertawa melihat kepanikan Kania.

"Saya sudah dewasa, Kania, usia saya bulan depan 25 tahun, seorang pria tidak membutuhkan persetujuan tertulis dari ayah ataupun ibunya, tapi kabar baiknya, ayah saya setuju dan akan menghadiri pernikahan kita, kalau ayah setuju, mami nggak bisa apa-apa..." Adree terkekeh membayangkan reaksi maminya.

"Pak Adnan setuju?" Kania melongo.

"Memang kenapa?" tanya Adree heran.

"Kania ini apa sih mas, cuma anak desa, baru lulus SMK kemarin....dibandingkan dengan mbak Carrisa.."

Adree berdiri dan memeluk pinggang Kania, "Shhh...kok bilangnya gitu...kamu harus menghargai diri sendiri, walaupun kamu dari desa, tapi kamu dari keluarga yang terhormat, nasab kamu bagus, kamu cantik, kamu pintar, sekarang mahasiswi IPB, nggak semua orang bisa masuk kesana dengan jalan beasiswa, Kania..."

Kania meronta sekaligus merona, melepaskan diri dari pelukan Adree, pria itu malah tertawa dan duduk di dekat Thalita.

"Gitu deh cewek, pikiranya ribet, kayak kamu, untungnya aku ini tipe gerak cepat, wushhh...sebelum dia sadar, tahu-tahu sudah ganti status jadi nyonya Adriyan Al Mirza, aku paling males basa-basi dan bertele-tele...gimana, gentleman kan?" kata Adree. Thalita hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Dari dulu kamu memang sinting Dre..." Thalita memandangi Kania.

"Selamat ya, ini...benar-benar kabar bahagia..."

"Iyalah, kamu kan sahabatku, kamu harus jadi yang pertama tahu tentang ini..." kata Adree.

"Nah, lalu Carrisa gimana? Kamu nggak perduli dia patah hati?" goda Thalita.

"Masa bodoh, biarkan dia senang-senang dengan mami, kata Zayn mereka sedang ke London atau mana gitu, aku sih udah bilang ke ayah untuk mengajak mami melihat resepsi pernikahanku, asal jangan bawa Carrisa....taulah Risa, nggak bisa mikir mana kenyataan mana khayalan, aku masih belum bisa maafin dia karena nyakitin kamu..." Adree memandang Thalita dan menghembuskan nafas panjang.

"Namanya juga lagi cemburu..." kata Thalita.

"Tapi nggak seharusnya dia lempar kamu dari kursi roda waktu itu sampai kamu luka! Gimana aku bisa nikah sama gadis kayak dia coba? Nanti aku bicara dikit sama klien yang cantik, jangan-jangan langsung dilempar gelas atau apa, batal deh tendernya..." gerutu Adree.

Thalita tertawa. "Baiklah, semoga lancar pernikahannya..."

Mereka makan bersama, Kania hanya memperhatikan saat Thalita berbincang dengan Adree, dia terlalu pemalu untuk menyela pembicaraan kedua orang itu.

Setelah Kania membereskan semua hidangan di meja, Adree berpamitan mengantar Thalita pulang, sekali lagi lelaki itu membopong si gadis dan mendudukkannya di kursi roda.

"Kamu istirahat dulu, Kania....wajah kamu agak pucat, mungkin kecapekan..." Adree berpamitan dan Kania memandangi kedua orang itu bersendau gurau melewati jalan setapak, Adree dengan sabar mendorong kursi roda Thalita menuju ke vila gadis itu.

Bolehkah Kania merasa cemburu?

---

Continue Reading

You'll Also Like

38.2K 1.9K 27
Tersedia dalam bentuk cetak dan ebook. Link ada di bio. *** Karina mencintai sahabatnya, tetapi sahabatnya sudah menikah dan punya anak. Daripada di...
477K 14.7K 35
Follow dulu sebelum dibaca ya!!! Cerita sudah ada di ebook google play!! Saka asy syaufiq, nama yang berjabat tangan dengan bapak sebelum meninggal...
69.6K 6.2K 25
Cerita ini hanya fiktif belaka mohon maaf apabila terdapat persamaan nama tokoh tempat dan lainnya #1 Liku (Agustus 2021) #1 Dewasa (Ags 2021) #1 al...
3.4M 51.1K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...