PARTNER

By dqueen_

8.3K 2.1K 236

"Karena aku tahu, bahwa kita akan tetap menjadi kita." -Riki More

CAST
PROLOG
1. [Baru]
2. [Sekarang]
3. [Siapa?]
4. [Kelam]
5. [Pengakuan]
6. [Mr.Robot]
7. [Satu Kali]
8. [Pengakuan ke-2]
9. [Hening]
10. [Masalah Baru]
11. [Silang]
12. [Pesan]
13.[Kostum]
14. [Segitiga]
15. [Menyerah? Tidak!]
Iklan Sekejap [penting!]
16. [Detik-detik menuju UAS]
18. [Menuju Kebenaran]
19.[Gagal]
20. [Bandara]
21. [Terluka]
22. [Jubah hitam]
23. [I'm your Riki]
24. [Siapa Dia?]
25. [Sepupu]
26. [Truth or Dare]
27. [Tahun Ajaran Baru]
28. [Cinta Lama]
29. [Dilla Kembali]
30. [Alasan Kembali]
31. [Drama Kecil ala Tobi]
32. [Tertangkap]
33. [Sulit]

17. [Pertanda]

131 15 3
By dqueen_


Sekarang Kanya telah menelusuri karpet merah yang tidak lain berarti penyambutan seseorang yang khusus. Dia melangkahkan kakinya mengikuti karpet merah itu tanpa melihat ke arah depan.

"Ini dimana?" pekik Kanya ketika melihat keadaan sekitarnya.

Dia terus menelusuri bangunan megah nan mewah itu. Langkah demi langkah berlalu, dilihatnya di segala sudut ruangan terdapat hiasan dari berlian. Kursi-kursi yang tertata rapih seperti yang terdapat pada acara resmi, belum lagi gaun pengantin yang dikenakannya. Dan itu semua seperti berada pada sebuah kerajaan.

Semua itu membuatnya bingung, namun mengapa di bangunan semegah itu tidak ada seseorang sama sekali. Jangankan seseorang, pelayan pun sepertinya tidak ada sama sekali disana.

Tapi bangunan itu sangat bersih, sangat wangi. Bukan kah seharusnya ada yang merawatnya. Namun siapa? Mengapa tidak ada sama sekali seseorang disini?

Kanya berlari kecil ke setiap ruangan, berharap dia menemukan seseorang. Dia berusaha berteriak sekeras mungkin namun tidak ada jawaban.

"Ini dimana sih? Bunda sama ayah mana? Maksud semua ini apa?" pekiknya masih terus menelusuri segala ruangan.

Sudah lebih dari tiga puluh lebih ruangan yang dia masuki. Kakinya mulai terasa lemas. Dadanya semakin sesak karna berlari-lari sejak tadi.

Ketika pertahanannya sudah rapuh, tidak sengaja dia melihat ke arah sebuah ruangan besar, sangat besar.

Perlahan dia memandangi ruangan itu lebih serius, dan dapat. Dia melihat Rani disana tidak lama kemudian Reno, dan semua teman-temannya.

Pikirannya mulai tenang, perlahan dia mengumpulkan kembali tenaganya. Mengatur nafasnya yang tidak tentu itu.

Dia melangkah menuju ruang besar itu dengan perlahan, dibukanya pintu besar yang transparan dan dihiasi berlian itu.

Ramai, itu yang dia temukan. Dimana Rani dan semua teman yang dilihatnya tadi. Disana terlalu banyak orang dan tidak mungkin dia menemukan Rani dari sekian banyak orang disana. Bukan hanya itu, bahkan ruangan yang dia masuki beberapa menit yang lalu itu sangat megah.

Bola mata kanya semakin menyayu. Lelah pikirnya, biar saja dia pingsan diantara banyak orang disana.
Perlahan di pejamkan sepasang matanya itu.

3 detik, rasa kantuk sudah mulai terasa.

7 detik, terasa sudah sangat aman.

15 detik, rasa kantuknya telah menjalar ke bagian otaknya.

23 detik, kakinya mulai lemas. Tidak butuh waktu lama lagi pikirnya.

1 menit 2 detik, tubuhnya terasa akan tarjatuh.

1 menit 14 detik, Pingsan.

1 menit 17 detik, ada yang menangkap nya.

"Kanya ... Kanya ... Bangun. Kita harus tunangan. Kay, Kanya," ucapnya panik seraya menampar-nampar kecil kedua pipi Kanya.

Kanya yang merasa pertahannya sudah kembali normal segera bangun dari pingsannya. Dilihatnya tangan yang telah merangkulnya, ditelusurinya terus sampai berhenti diwajahnya.

"Mr.robot?" pekik batinnya. Di lihatnya lebih jelas lagi laki-laki yang berpakaian seperti seorang pangeran itu.

Tepat, matanya tidak salah kali ini. Dia benar Mr.robot. "modus lu Mr.robot," tukas Kanya berusaha melepaskan rangkulan laki-laki itu.

"Mr.robot? Aku Riki kay. Sahabat kamu dari kecil, dan sekarang kita harus tunangan. Ayah, bunda, sama tante aku udah nunggu kamu dari tadi."

Kanya membelangakan kedua bola matanya yang hampir keluar itu. Tidak beres ini pikirnya, dilihatnya ke arah kursi-kursi besar yang tertata rapih disana.

Benar pikirnya, disana ada ayah dan bundanya. Tapi laki-laki itu Mr.robot bukan Riki. Wajahnya sangat mirip dengan Mr.robot dan tidak mungkin jika dia adalah Riki.

"Lo bohong. Lo bukan Riki. Lo Mr.robot," pekiknya langsung melepaskan rangkulan laki-laki yang mengaku dirinya adalah Riki itu.

Kanya berlari ke luar ruangan itu dengan buih-buih air bening yang menulusuri kedua pipinya. Dia harus menemukan pintu keluar dari bangunan megah itu.

Pikirannya semakin kacau, sebentar dia memberhentikan larinya dan membuka kedua high hells yang dipakainya, dan ditinggalkannya disana.

Kini Kanya tengah berlari lebih jauh dari kejaran laki-laki itu dan semua orang yang ada di bangunan nan megah itu termasuk sahabatnya, Rani.

Tidak mungkin, ini semua tidak mungkin pikirnya lagi dan lagi,

Dapat!

Pintu keluar dari segala kebohongan yang dilihatnya tadi, tipuan macam apa ini pikirnya kembali seraya melihat sejenak ke arah laki-laki yang mengejarnya itu.

Dia segera berlari menelusuri halaman bangunan yang sangat luas itu tanpa melihat kearah kanan maupun kiri.

Sebuah mobil kerajaan sedang melintas dengan kencang di persimpangan jalan menuju bangunan itu,

Dibukanya gerbang yang sangat besar itu, dia berlari ke tengah-tengah jalan.

"Kanya awas ... " teriak semua orang yang ada disana.

Tidak sampai 10 detik mobil itu telah menyambar tubuh mungil Kanya.

Dan,

Tubuhnya terhempas. entah berapa kali Kanya tidak bisa menghitungnya. Matanya semakin sayup. Kepalanya yang terbentur telah mengelurkan banyak darah.

Semua orang bergidik ngeri termasuk laki-laki itu.

Dia segera menghampiri Kanya dan memeluk tubuh Kanya yang penuh dengan darah sangat erat. Isakan tangisnya semakin terdengar ditelinga Kanya yang telah setengah sadar.
Diguncang-guncangkan tubuh yang akan menjadi tunangannya itu.

"Kay bangun. Maafin aku telat bilang ke kamu. Kay please bangun. Aku belum jelasin semuanya. Aku Riki kay, please bertahan," teriaknya ditelinga Kanya yang diselingi isakan tangis.

Kanya berusaha mengangkat tangannya yang penuh darah itu. Ditelusuri wajah laki-laki itu. Dan berhenti dilehernya.

Didapatkannya kalung yang sama dengan miliknya, dibukanya liontin hati kalung itu. Dan dapat dilihatnya foto masa kecil dia dengan Riki, seketika dia menyunggingkan senyuman tipisnya.

"Kay, bangun ... Ayo kay kamu harus kuat," ucap sosok laki-laki itu seraya menggenggam tangan kanya lebih erat yang tengah berada dipipinya itu.

"Maafin aku ga percaya sama kamu rik, ataupun Mr.robot. yang aku tau mau kamu Riki ataupun Rizki aku tetep sayang sama kamu," ucap Kanya terbata-bata masih meringis kesakitan.

Laki-laki itu tidak berhenti mengeluarkan air matanya, "kenapa pada diem di sini? Panggil ambulance cepat!" teriaknya kesemua orang yang hanya diam saja disana.

Kanya segera menutup mulut laki-laki itu dengan jari telunjuknya, "stt ... Riki gapernah marah-marah sama orang. Aku ga kenapa-kenapa, Aku cuma ngantuk. Aku mau tidur rik." penuturan kanya membuat laki-laki itu semakin banyak mengeluarkan air mata.

"Gaboleh kay, kamu harus bertahan," ucapnya kembali mengeratkan genggaman tangannya."mana ambulance nya. Kalian tuh denger ga sih?" pekiknya kembali ke semua kerumunan disana.

"Sabar rik kami sudah menghubungi pihak rumah sakit," jelas seseorang.

"Rik aku ngantuk. Aku mau tidur." kembali menyunggingkan senyumannya. "Aku tidur dipelukan kamu yah."

"Kay please bertahan. Aku belum bikin kamu bahagia," ucapnya sambil terisak

"I think, I love you so much rik."

"Aku juga kay, please bertahan."

Kanya kembali menyunggingkan senyuman tipisnya, dan kemudian matanya tertutup. Tangannya sangat dingin. Dan Riki tidak bisa menemukan detak jantung Kanya.

Riki terus menerus memanggil nama Kanya. Dia tidak percaya dengan kejadian ini. Kembali di peluknya Kanya dengan erat sebelum dia tak sadarkan diri karna terlalu lelah menangis.

Dan seketika semuanya gelap.

Gelap,

Dan Semakin gelap,

Gubrakkk

Kanya terjatuh dari tempat tidur yang berbalut serba Doraemon itu, dan di tempat lain pun Rizki melakukan yang serupa.

"Awww ... " teriak keduanya bersamaan.

Di tempat yang berbeda namun kejadian yang mereka alami sangat sama.

Kanya maupun Rizki segera membuka matanya dan mengambil jam weker yang terdapat diatas meja lampu kamar mereka masing-masing.

"Jam 7?" pekik mereka bersamaan, langsung mengambil handuk dan berlari ke kamar mandi.

Masing-masing dari mereka segera mengambil seragam dan memakai seadanya.

Rizki yang biasanya lama ketika merapihkan rambutnya itu sekarang hanya menyisir biasa.
Begitupun Kanya, dia hanya memberi sentuhan jepitan pita pada rambut miliknya itu.

"Telat ini mah," ucap mereka kembali seraya melihat jam tangan masing-masing.

Kanya segera menuruni setiap anak tangga rumahnya itu. Begitupun Rizki.

"Ayah ... Ayah ... " teriak Kanya mencari keberadaan ayahnya.

"Tante Nengsih, tan ... " teriak Rizki mencari keberadaan tantenya.

Bunda yang mendengar teriak anaknya itu segera melesat dengan cepat dari balik dapur. "Ada apa Kanya? Lah kamu sekolah? Bunda kira libur, kan sudah selesai UAS? Ayah sudah berangkat sejak tadi."

"Iya sih bun, tapi masih di suruh masuk sama bu Ijah. Katanya sih ada remedial gitu. Terus Kanya naik apa?" ucap Kanya lemas.

Di tempat yang lain dengan kejadian serupa,

"Den tadi nyonya udah berangkat ke kantor duluan sama den iko. Katanya den Rizki tidak sekolah"

"Aku sekolah mbo, yaudah aku berangkat dulu yah," ucapnya seraya berlari kecil keluar rumah.

"Naik taxi sana, cepet udah jam berapa ini," ucap bunda memberi beberapa lembar uang.

"Gausah bun, naik ojek aja biar cepet. Dah bun," ucap Kanya seraya mencium kedua pipi bundanya itu.

Rizki segera menggoes sepedanya itu dengan cepat. Begitupun Kanya, berkali-kali dia menyuruh tukang ojek yang di naikkinya agar mempercepat laju motornya.

"Pak cepat dong, telat nih," pekik Kanya dengan suara delapan octav nya itu.

"Sabar neng ini juga udah paling cepat," ucap sang pemilik ojek seraya kembali menancap gasnya.

Rizki semakin mempercepat laju sepedanya, meski dia mempunyai sebuah mobil sport, dia malah memilih memakai sepeda, laki-laki yang sederhana bukan.

🐤

Bel sekolah telah berbunyi beberapa saat yang lalu, Rani masih setia menunggu sahabatnya itu dikoridor depan kelasnya. Berulang kali dia melihat ke arah gerbang sekolah namun kanya tidak muncul juga.

"Ran, nungguin siapa?" ucap Reno yang sejak tadi melihat kegelisahan calon kekasihnya itu.

Rani mengubah haluan tubuhnya ke sumber suara itu muncul, "kak Reno? Engga masuk kelas?"

Kali ini Galuh dan Ali yang berada dibelakang Reno mencibirnya.

"Tampang Reno patuh sama guru hebat," gerutu Ali.

"Kerjaannya modusin cewe mulu begitu ditanyain soal masuk pelajaran, mana peduli dia," sahut Galuh.

Rani yang melihat tingkah kedua kakak kelasnya itu hanya tertawa kecil, kakak kelas macam apa sih mereka pikirnya.

"Eh lo ngomongin gue?" tukas Reno menatap tajam ke arah Galuh dan Ali

Ali dan galuh hanya membuang pandangan mereka dan melantunkan nada-nada dari siulan mereka masing-masing.

"Udah apa kak jangan marah-marah mulu," ucap Rani seraya menatap kedua bola mata Reno dengan tulus.

Reno melamun seketika,

"Kak, baik-baik aja," ucap Rani kembali menatap kedua bola mata Reno.

"Kesambet kali ran," ucap Galuh asal.

"Ren! eh," ucap Ali tidak lupa mendaratkan tamparan kecil di pipinya.

"Eng ... Eh  .. Kenapa? Sakit bego li!" ucapnya gugup seraya membalas Ali dengan bogeman pelan diperutnya.

"Lagian ngelamun aja sih kak makanya digituin sama kak Ali. Ngelamunin apa sih?" ucap Rani diselingi tawanya pelan.

"Ngelamunin kamu," ucap Reno kelepasan.

"Hah?" ucap Rani yang tidak mendengar perkataan Reno tadi.

"Eng ... Engga ran. Gua balik ke kelas ya. See you," ucap Reno seraya menyeret kedua temannya yang di pekepkan di bawah ketiaknya itu.

Ali dan Galuh hanya menggeruttu kesal berusaha agar Reno mau melepaskan mereka. Rani yang melihat ketiga sahabat itu hanya tertawa pelan.

🐤

"Oke pak makasih, nih uangnya," ucap Kanya seraya memberi beberapa lembar uang. Dan langsung berlari ke arah gerbang sekolahnya.

"Pak jangan di tutup dulu," pekik Kanya kepada satpam sekolah yang hendak menutup gerbang sekolah.

Rizki segera mengerem sepedanya setelah berada di depan gerbang dan hampir menabrak Kanya.

"Eh lo naik sepeda pake mata apa!" ucap Kanya ketus.

"Apaan si lo marah-marah mulu, gua udah telat nih," ucap Rizki ketus kembali yang membuat suasana semakin panas.

"Lo jalan gapake mata."

"Lo berisik."

"Lo."

Satpam yang bosan menunggu perkelahian dua siswa itu segera menutup rapat gerbang sekolah itu.

"Ah berisik lo, udah gua mau masuk," pekik Kanya melihat ke arah gerbang.

"Tuh kan di tutup," ucap Rizki ketus kembali.

"Gara-gara lo!" ucap Kanya seraya menggedor-gedor gerbang sekolah, "pak. Pak satpam bukain pintunya pak."

"Lo! Nunggu bu Ijah ini mah." ucap Rizki santai seraya menstandarkan sepedanya.

"Hah? Bu Ijah? Seriously?"

"Iyalah, hari ini jadwal piketnya dia."

"Ko lu santai gitu sih, bu Ijah woy," ucap Kanya mengerucutkan bibirnya.

"Emang waktu bisa di ulang? Yaudahlah," ucap Rizki seraya mengerutkan dahinya.

Panas matahari mulai mengarah ke arah Kanya dan Rizki. Kanya hanya menutup cahaya itu dengan topi yang diambilnya dari dalam tas yang di kenakannya. Sedangkan Rizki tidak melakukan apapun.

Bu Ijah berjalan menghampiri pos satpam.

"Ada yang telat pak?" tanya bu Ijah kepada satpam yang tengah sibuk membaca koran.

"Eh ibu. iya bu ada. Dua orang, siswa dan siswi bu," jawab satpam dengan tegas.

Sementara diluar Kanya sudah bergidik ngeri ketika mendengar suara perempuan paruh baya tergalak sepanjang masa itu.

"Mampus gua, panggilan orang tua bisa mampus gua. Duh gimana nih," gerutunya berkali-kali.

Sementara Rizki hanya sibuk memperhatikan Kanya sejak tadi.

"Di buka pak gerbangnya," perintah bu Ijah.

"Siap bu," jawab satpam seraya mengambil kunci yang dipakai untuk menggembok gerbang yang menjulang tinggi itu.

Gerbang sekolah telah terbuka. Kanya hanya mengumpat dibelakang Rizki sebelum akhirnya bu Ijah keluar

"Rizki Rahman Dicky?" tukasnya tegas

"Hehe, maaf bu saya kesiangan."

"Dibelakang kamu siapa?" ucapnya kembali.

"Eh curut keluar lu," bisik Rizki pelan.

"Ngga mau ah. Takut," jawab Kanya.

"Cepet ih keluar."

"Kamu keluar atau saya yang narik kamu dari situ," ucap nenek lampir a.k.a bu Ijah.

Kanya perlahan keluar dari balik tubuh Rizki, dia sedikit menyunggingkan senyuman.

"Kayanti sifanya?" ucap bu Ijah dengan nada tinggi yang dibalas senyuman pasrah oleh Kanya.

"Kalian ikut saya," ucap bu Ijah seraya menggelengkah kepalanya.

Kanya dan Rizki mengikuti langkahnya dari belakang, tetap saja mereka saling menyalahkan walaupun tengah berada dibelakang bu Ijah.

Entah kemana mereka akan dibawa, yang pastinya kepada hukuman yang ditujukan pada dua siswa-siswi yang malang itu.

Mereka berhenti didepan gudang yang sudah lama tidak digunakan.

Kanya mulai melihat setiap inci ruangan itu. Berdebu, kotor, banyak barang yang sudah tidak layak dipakai.

"Kalian berdua bersihkan gudang ini," ucap bu Ijah seraya memberikan kunci gudang kepada Rizki.

Kanya yang tidak terima dihukum berdua dengan mr.robotnya itu berusaha menolak, "bu jangan sama dia deh, saya ngepel koridor aja deh ya bu."

"Kamu mau ngebantah saya!" tukasnya dengan cepat. "Sudah cepat lakukan sekarang," ucapnya kembali dan langsung melangkah pergi meninggalkan gudang.

"Dasar nenek lampir nyebelin," tukas Kanya kesal seraya meremas-remas tangannya, membayangkan jika di genggamannya itu berada bu Ijah.

"Ngeluh mulu si hidup lu," ucap Rizki yang sedang membereskan barang-barang yang tidak bisa dipakai lagi.

"Gara-gara lu nih! Coba tadi lu ga ngajak ribut. Gue gabakal telat!" jawab Kanya seraya melangkah mendekati Rizki.

"Gua aja terus, mulut lu tuh yang gabisa di kunci."

"Emang mulut gua pintu makanya dikunci."

"Bisa jadi bukan," ucap Rizki seraya menatap kearah Kanya.

"Lo ngajak ribut? Oke fine!" ucap Kanya seraya mengambil kemoceng yang berada tidak jauh darinya.

"Mau ngapain lo eh. Kita disuruh beresin bukan berantem," ucapnya seraya melihat kearah Kanya dan memajukan sapu yang dipegangnya.

"Bodo amat mau disuruh beresin apa engga juga gua ga peduli. Diem lu di situ," tukas Kanya dan langsung berlari mendekat ke arah Rizki.

Rizki berusaha menghindari pukulan Kanya dan berlari "eh curut dih, galak banget sih lo. Eh sakit ih."

Kanya tetap memukul-mukul Rizki dengan kemoceng yang di pegangnya dan terus mengejar Rizki, "bodo amat. Lo nyebelin. Sini ga."

Rizki menggeruttu kesal dan terus menghindari Kanya, tiba-tiba dia melihat serangga yang mendekati Kanya. "Kecoa!!"

"Hah kecoa, mana? Mana kecoa." ucap Kanya panik seraya naik ke atas kursi.

"Oh jadi lu takut sama kecoa?" ucap Rizki meledek lalu mengambil kecoa dengan tangannya.

"Eh lo mau ngapain?" ucap Kanya langsung mengibas-ngibaskan kemoceng yang digenggamnya.

"Takut ya, nih kecoa. Takut yah?"
Rizki terus menerus menakut-nakuti kanya dengan kecoanya sampai membuat kanya berteriak-teriak histeris.

"Dasar robot gila, buang ih. Eh buang cepet," ucapnya kembali sebelum kakinya terpeleset dari kursi yang ditaikinya tadi.

Rizki segera mendekat dan menangkap kanya yang hampir terjatuh.

Adu mata, kegiatan yang membuat tingkat baper seseorang semakin tinggi. Tidak ada satupun yang saling melepaskan. Kanya menatap tulus Rizki dan begitupun sebaliknya.

🐤

Rani menelusuri koridor menuju kantin, pikirannya kini telah lega. Untung saja semua biaya sekolah yang sempat di tagih itu sudah tidak dipermasalahkan lagi.

"Kanya kemana yah. Ko ga ada kabar. Oh iya, gua telpon aja," ucapnya seraya mengambil gadget dari saku bajunya.

Ditekannya kontak Kanya dan tinggal menunggu jawaban. "Ayo dong kankan angkat."

Ditempat lain, yang bukan lain adalah gudang, gadget Kanya berbunyi dan membuat kegiatan mereka selesai.

"Sorry tadi gua cuma mau bantuin," ucap Rizki sedikit salah tingkah.

Kanya hanya mengerucutkan bibirnya dan langsung mengangkat telepon dari Rani.

"Halo ran. Halo ... Spada ada orang disana?" Kanya berbicara berkali-kali namun tidak ada jawaban sama sekali, Rizki yang penasaran segera mendekatkan telinganya ke dekat gadget Kanya.

"Ish si Rani ngapain sih?" gerutunya kesal kepada gadgetnya.

"Eh lo ngapain?" tukas Kanya ketika melirik Rizki yang berada di dekat telinganya.

"Eng itu lho. Itu anu ... " ucap Rizki gugup seraya memikirkan alasan yang logis.

"Eng, anu, itu, eng, anu, itu. Gitu aja terus sampe beruang kutub tinggal di padang pasir," ucap Kanya menirukan gaya bicara Rizki.

"Marah mulu lu mah, tadi gua lagi nyari asalnya bau kecut aja, gua pikir elu makanya gua ngedeket," ucap Rizki ketika otak cemerlangnya itu terbuka.

"Kecut, eh lo kira gue apaan masih jam segini udah bau kecut. Dasar robot gila," tukas Kanya kembali mengangkat kemoceng miliknya tadi.

"Piss, oke curut. Gua mohon kali ini aja jangan berantem dulu. Kalo begini terus kapan gudangnya bersih. Kita beresin dulu baru berantem sesuka lu oke," ucapnya seraya memberi jari kelingkingnya kepada Kanya.

"Emm ... Oke," ucap Kanya setuju seraya memberikan juga jari kelingkinnya.

Sementara di koridor Rani semakin penasaran sebenarnya ada apa dengan Kanya.

"Koo ga di angkat sih? Ni anak kemana ya?" ucapnya penasaran, "udah lah kekantin aja." Rani memutuskan untuk melangkahkan kakinya menuju kantin.

Dari kejauhan Sofie dan teman-temannya telah memperhatikan Rani.

"Sof, itu si culun," ucap Kathy.

"Iya, makin cantik aja yah," ucap Melin yang kagum dengan Rani.

"Melin," ucap Sofie dan Kathy bersamaan.

"Gausah lebay deh. Gua lebih cantik kali dari dia," ucap Sofie seraya menatap tajam ke arah Rani. "Kemarin Kanya, sekarang dia. mau tuh dua orang apasih deketin Reno? Liat aja apa yang akan gua lakuin ke tuh anak."

"Ayo samperin," ajak Sofie.

Mereka bertiga berjalan menuju meja yang di tempati Rani.

"Eh gua minjem minuman lo ya, nih beli lagi aja."
Sofie mengambil tanpa ijin jus salah satu siswa dan menggantinya dengan beberapa lembar uang dari sakunya.

"Buat apaan sof," ucap Melin yang terlalu polos itu.

"Stt, udah liatin aja apa yang akan Sofie lakuin," ucap Kathy.

Sofie menghampiri Rani yang diikuti oleh Kathy dan Melin dibelakangnya.

"Upss, sorry sengaja," ucap Sofie ketika telah sengaja menyiram jus ke seragam Rani.

"Apaan sih kak," tukas Rani sesudah bangun dari duduknya.

"Eng cuma mau buang sampah pada tempatnya aja."

"Maksudnya apa kak?"

"Gausah pura-pura gatau lu," tukas Kathy.

"Iya Rani, jangan pura-pura gak tau, mending tau aja biar ga di salahin Sofie," ucap Melin polos

"Melin mending lo diem deh, dari pada gua suruh lo pergi," tukas Sofie membuat Melin menunduk.

"Apaan sih ga jelas banget," ucap Rani kesal seraya mengambil gadgetnya dan berniat meninggalkan para biang rusuh itu.

"Dasar tong sampah," ucap Sofie yang kembali membuat Rani terdiam,

Rani memutar haluan badannya, dia melangkah mendekati Sofie mencari tau apa maksud dari perkataan tidak sopannya itu.

"Lo itu tong sampah ran! Reno yang tadinya ngejar-ngejar Kanya bisa langsung suka sama lo gitu aja mungkin ga sih? Nyadar woy. Lo cuma anak pegawai swasta. Ibu lu cuma tukang kue yang ngeorder kuenya di kantin ini," tukas Sofie seraya memutari Rani.

Matanya mulai mengembun, buih-buih air mata hampir terjatuh.

"Reno cuma ngejadiin lu pelampiasan karna dia ga dapetin Kanya. Lo cuma tong sampahnya kanya! Lo cuma pelampiasannya."

Setiap inci kalimat yang diucapkan sofie terngiang-ngiang ditelinganya.

"Baru sadar sekarang? Gausah nangis! Gaada yang bakal peduli sama tong sampah kaya lo!" tukas Sofie semakin membuat tubuh Rani menegang.

"Tong sampah emang pantesnya dapet yang bekas, abis dari Kanya ke elu. Kasian ya jadi pelampiasan. Malu dong! lo bisa secantik ini karna Kanya, bukan hasil diri lu sendiri," ucap Sofie yang semakin menjadi-jadi.

Bagai ditusuk seribu jarum, kini hatinya sangat perih. Semua impiannya terasa direnggut begitu saja.

"Kalo tong sampah mah emang cuma dapet yang bekas doang yah, malah bekas sahabat sendiri lagi. Duh kasian," ucap Kathy mengikuti nada bicara Sofie.

"Makanya jangan kepedean dulu, di jadiin pelampiasan sama Reno aja bangga," ucap Melin yang kini mengikuti Sofie dan Kathy.

Belum sempat Sofie mengatakan sepatah kata kembali Reno telah datang menghampiri mereka semua.

"Ran, lu kenapa?" ucapnya halus ke Rani yang di hadiahi tatapan sinis oleh Rani. "Sof Rani lo apain?" ucapnya seraya menatap tajam Sofie.

"Tanya aja sama pelampiasan lo itu," ucap Sofie santai. "Cabut guys."

Mereka bertiga pun meninggalkan kantin. Tinggalah Reno, Galuh, Ali, serta Rani yang sedari tadi menatap tajam ke arah Reno.

"Ran, lu kenapa?" ucap Reno seraya mengusap pundak Rani.

Rani hanya diam dan terus menatap Reno tajam. Air matanya terus mengalir namun mulutnya tidak mengeluarkan sepatah kata.

"Ran please jangan kaya gini, cerita sama gua. Pelampiasan apa?" ucap Reno yang semakin bingung dengan tingkah laku calon kekasihnya itu.

"Makasih udah jadi-in gua pelampiasan lo ka. Makasih!" tukas Rani seraya menghempaskan tangan Reno yang berada dipundaknya.

Reno hanya diam melihat perlakuan Rani kepadanya, ada apa dengan calon kekasihnya itu pikirnya.

"Kalo cinta ya dikejar, jangan sampai cinta lu hilang cuma karna salah paham," ucap Ali seraya memegang pundak Reno, Galuh yang melihat penuturan Ali memicingkan matanya yang menyiratkan "tua banget omongan lu."

Reno mengangguk ke arah Ali, tidak lama kemudian dia berlari dengan cepat. "Rani tunggu."

"Cinta itu emang kaya yuppi yah. Manis kalo masih ada, hampa kalo udah ga ada," ucap Ali seraya melamun tidak jelas.

"Makan tuh cinta!" tukas Galuh berteriak di telinga Ali.

"Eh kuping gua budek nanti."

"Bagus, nanti ada definisi lain. cinta itu budek!"

"Apaan sih luh. Makanya cari cewe dong biar ga terlalu serius hidup lu."

"Gini aja deh, lo udah punya cewe?"

"Belum sih. Tapi akan ada koo," jawabnya lemas.

"Siapa? Bule gila itu?" ucap Galuh menatap Ali mencari jawaban.

"Apaan sih, bule gila udah sama cowo lain," ucap Ali seraya melangkah lemas

Galuh mengikuti langkah Ali dan berada sedikit di depan Ali. "Lo cemburu sama si Rizki itu, haha."

"Apaan sih lu engga."

"Alah bohong aja. Jadi lo beneran ngegebet bule gila? Astaga Ali," ucap Galuh tidak percaya

"Cinta emang ga pernah tau kapan dia harus datang, dan kapan dia harus pergi. Cinta ga pernah tau kapan dia harus peka dan kapan dia harus berhenti peka," ucap Ali belum selesai yang di sambung oleh Galuh

"Cinta itu kaya meteor kalo ga ngerusak ya mematikan. Inget kata Raditya Dhika, Cinta juga ada kadaluarsanya bro," ucap Galuh yang membuat langkah Ali berhenti.

Gubrakk

Gudang telah tertata rapih. Semua sudah beres dan bersih. Dua siswa itu bersandar saling membelakangi seperti gaya The Virgin.

Lelah, itu yang mereka rasakan. Haus, sangat. Entah berapa lama mereka membereskan gudang yang kotor itu. Tapi rasa lelah telah menjelma menjadi rasa lega.

Kanya mengeluarkan suara ketawanya, entah apa yang lucu, tapi baginya ini kegiatan yang bahkan mungkin tidak pernah dia lakukan. Semenjak dia memasuki lingkungan sekolah dari kelas satu Sekolah Dasar, tidak pernah sama sekali dia telat seperti ini.

Rizki yang melihat tingkah Kanya sedikit bingung, "kenapa lu ketawa," ucapnya masih dalam posisi seperti tadi

"Lucu aja, ternyata rasanya dihukum begini ya, lelah tapi ada kepuasan tersendiri, gua jadi tau gimana rasanya dihukum," ucap Kanya tidak lupa menyunggingkan senyuman.

"Berarti lu ga pernah telat? Nah kenapa sekarang telat?" ucap Rizki penasaran.

"Gara-gara mimpi gua sama temen masa kecil gua," ucap Kanya lemas seraya membuang nafasnya.

'Mimpi?' pekik batin Rizki, 'Jangan bilang mimpi kita sama kay.' ucap batin Rizki kembali.

"Mimpinya parah deh, masa gua meninggal." ucap Kanya seraya menekuk kaki yang diluruskannya tadi namun masih dalam posisi khas The Virgin.

'Tepat, itu sama kaya mimpi gua!' ucap batin Rizki kembali.

"Di sana ada semua orang. Tapi anehnya Riki itu mirip sama orang yang namanya Rizki. Dan gua ga percaya sama itu."

cerita Kanya terus berlanjut dia tidak sadar bahwa dia sedang bersama Rizki.

'Apa di kenyataan lu akan berfikiran seperti di mimpi juga kay,' ringis batin Rizki.

"Entah apa yang gua lakuin kalau kejadian itu beneran. Gua bingung mau percaya apa engga sama semua yang gua tau nantinya," ucap Kanya kembali menunduk.

"Kay sebenarnya ... " ucap Rizki menggantung

"Rani ... Ran ... Tunggu Ran, gua bisa jelasin semua," teriak Reno yang di dengar oleh Kanya.

"Ki itu Reno ngapain manggil-manggil Rani," ucap Kanya yang telah berdiri.

"Coba ayo kita liat, kayanya ada yang ga beres," ucap Rizki menggandeng tangan Kanya dan langsung keluar dari gudang.

Kanya yang melihat perlakuan Rizki itu hanya melihat ke arah genggaman tangan mereka.

"Rani lu dimana?" ucap Reno kembali.

"Mr.robot itu Reno," ucap Kanya dan Rizki langsung menggandeng Kanya menghampiri Reno.

"Ren kenapa?" tanya Kanya yang dihadiahi usapan rambut dengan kasar oleh Reno di kepalanya sendiri.

"Rani salah paham, gua engga tau Sofie ngomong apa ke dia. Tapi tadi yang gua denger soal pelampiasan gitu," ucap Reno frustasi.

"Gua tau dia dimana, mr.robot lu tunggu disini aja ya gua bisa sendiri," ucap Kanya melepaskan genggaman Rizki dan dibalas anggukan oleh Rizki.

"Gua ikut." Reno melangkah mendekati Kanya yang tengah melangkah menjauh dari mereka namun Rizki menahannya.

"Apaan sih lo," tukas Reno.

"Gua tau lo emosian ren, biarin kanya yang ngomong sama rani. Gaakan ada yang dimengerti seseorang selain penjelasan sahabatnya sendiri. Kanya pasti bisa ngelesaiin semuanya. Lo sabar aja," jelas Rizki seraya melepaskan tangannya.

"Maafin gua riz, gua terlalu pusing," ucap Reno lemas seraya duduk di kursi yang ada di koridor.

Kanya terus berlari menuju taman,

Rani terus mengeluarkan air matanya, mulutnya tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun. 'Lo itu cuma pelampiasan Reno.' kata-kata itu berkali-kali terdengar di telinga Rani yang membuat tangannya seketika menutup kedua alat pendengarannya itu.

"Rani," ucap Kanya yang tengah berada ditaman. "Lu kenapa?" ucapnya kembali seraya duduk di samping Rani.

Rani yang mendapati Kanya di sampingnya langsung memeluk sahabatnya itu dengan erat.

"Kenapa ran?" ucap Kanya seraya mengelu-elus tubuh bagian belakang rani.

"Gua cuma dijadiin pelampiasan kanya. Gua cuma pelampiasan karna dia ga ngedapetin lu," ucap Rani semakin sesenggakan.

"Stt ... Lu ga boleh ngomong begitu," ucap Kanya melepaskan pelukan Rani dan memegang kedua bahunya. "Kalo dia cuma jadiin lu pelampiasan gamungkin dia se frustasi itu nyari-in lu," ucapnya kembali, jari-jarinya mengusap air mata sahabatnya itu.

"Tapi kenyataannya begitu Kanya."

"Jika ada seseorang yang mengatakan tentang betapa buruknya orang-orang terdekatmu, ingat kembali kepercayaan mu kepada orang-orang terdekatmu," ucap kanya.

"Gua paham tapi ... "

"Ga ada kata tapi buat percaya sama temen deket kita, Lu lebih percaya sama Sofie yang jelas-jelas biang rusuh itu? Gak kan ran. Seharusnya lu dengerin penjelasan Reno dulu. Gua yakin dia ga bakal nyakitin sahabat gua ini ko," ucap Kanya kembali seraya menyunggingkan senyuman.

Rani mengusap dengan kasar air mata yang mulai menetes lagi," lu bener kankan," ucap Rani lemas, "ga seharusnya kita memakai satu pihak dalam suatu masalah. Gua akan dengerin penjelasan Reno," ucap Rani seraya menyunggingkan senyuman.

Reno mulai tersenyum lega saat mendapati Rani tengah berhenti menangis.

"Bener kan yang gua bilang apa?" ucap Rizki yang berada di samping Reno.

Reno hanya melihat kearah Rizki sekejap, dan mereka memutuskan menghampiri Rani serta Kanya.

"Itu baru sahabat gua," ucap Kanya diselingi tawa kecil yang dibalas senyuman tipis oleh Rani.

"Ran ... " ucap Reno dari arah belakang Rani, Rani dan Kanya spontan melihat kebelakang.

"Kak Reno."

"Yah ada kang modus lagi, cabut ah," ucap Kanya mengerti bahwa sahabatnya perlu waktu berdua dengan reno.

Kanya bangun dari duduknya dan melangkah meninggalkan Rani. Sedangkan Reno duduk disebelah Rani menggantikan Kanya.

"Koo bisa sih Rani percaya sama omongan curut kaya lo," ucap Rizki yang tengah berada di samping Kanya.

"Berisik lo. Udah ah tinggalin mereka aja," ucap Kanya seraya menggandeng tangan Rizki.

Rizki spontan melihat kearah genggaman tangan itu begitupun Kanya, "eh sorry," ucap Kanya gugup seraya melepaskan genggamannya.

"Tadi katanya mau ninggalin. Ayo ko malah diem?" ucap Rizki yang tengah melangkah lebih dulu dari Kanya.

"Eh iya ... Tunggu!"

Kini mereka berjalan bersama menuju gudang kembali, meski semuanya sudah beres namun tas mereka masih di sana.

"Tadi lu bilang lu telat gara-gara mimpi kan?" tanya Rizki yang di hadiahi ekspresi kaget oleh Kanya.

"Hah? Serius gua ngomong gitu? Jangan bilang mulut gua kelepasan sampe yang ... "

Rizki sengaja memutuskan omongan Kanya, "engga koo, lu cuma bilang kalo lu telat gara-gara mimpi," ucap Rizki datar. 'Maafin gua bohong kay,' ringis batinnya.

"Uhhh. Gua kira gua kelepasan, hehe. Soalnya nih mulut kalo udah cerita maunya sampai panjang kali lebar," tukas Kanya seraya mengarahkan tangannya mengikuti pembicaraannya.

"Gua juga sama kaya lu, gua telat karna mimpi," ucap Rizki masing memandang kosong ke depan.

"Seriously?"

"Yap, i'm really really seriously," ucap Rizki meyakinkan Kanya. "Dia masa lalu gua, cewe pertama yang gua genggam tangannya. Orang pertama yang paling dekat sama gua. Tapi gua gatau sekarang dia dimana. Gua gatau dia inget sama gua apa engga."

'Koo kisahnya sama kaya kisah gua ya. Mungkin ga sih mr.robot itu Riki,' pekik batin Kanya.

"Gua salah ga ngasih dia kabar selama 5 tahun belakangan ini. Gua nyesel pindah ke kota," ucap Rizki semakin memberi kode kepada Kanya. 'Please kay peka.' pekik batinnya.

'5 tahun? Pindah ke kota? Dia benar Riki atau engga yah.' batin Kanya semakin menjadi-jadi.

"Curut ... Koo diem. Lo mikirin apa?"

"Engga ko ... Udah yuk lanjut ke gudang," ajak Kanya yang di hadiahi anggukan oleh Rizki.

🐤

Mereka hanya saling diam tanpa ada yang membuka pembicaraan. Rani memandang Reno begitupun sebaliknya.

"Ran.", "kak." ucap mereka bersamaan.

"Lu dulu aja ran."

"Kak Reno dulu aja deh."

"Oke, Gua gatau apa yang Sofie bilang ke lu. Tapi gua tau kalo lu pasti salah paham."

"Emang mau banget jadi korban salah paham kak," ucap Rani menyunggingkan senyum.

"Lu udah ga marah lagi," ucap Reno mencari jawaban dan dibalas anggukan oleh Rani.

"Gaada gunanya marah kak, lagian kan wajar kalau kak Sofie nge judge gua begitu. Dulu juga kak Reno begitu kan."

"Yaampun ran, please deh itu masa lalu," ucap Reno memalingkan pandangannya ke arah depan.

"Iya kak paham. Udah gausah dibahas. Balik ke kelas aja kali yakk udah mau masuk nih."

"Yaudah ayo," ucap Reno menyodorkan tangannya.

"Lebay tau ga, nanti si ratu singa ngeliat. Gua diterkam lagi. Maungg," ucap Rani menirukan suara singa lapar yang dibalas tawa oleh Reno.

"Yaudah ayo," ajak Reno kembali namun tidak menyodorkan tangannya seperti tadi. Keduanya berjalan ke arah kelas Rani.

🐤

Setelah Seminggu Ujian harusnya Kanya bisa merasakan kelegaan karna akan naik ke kelas 11, dan hari ini dimanfaatkannya untuk remedial bukan membersihkan gudang dengan debu yang menumpuk.

"Tas gue," teriaknya menggema di sekitar ruangan.

Rizki hanya diam dan segera mengambil tasnya sendiri lalu meninggalkan Kanya.

"Lah lah tas gua? Oh My God! Robot gila!" omelnya dan langsung mengambil tas yang berada diatas kursi. "Tunggu gue!"

🐤

Part terpanjang waks,
Maafkan writers pemula ini
Happy Reading
Jangan lupa votement
Jadi makin cinta sama iky, coldest beud(:
Tambah ke-reading list juga boleh
[Chapter 18]👉

Continue Reading

You'll Also Like

5M 920K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
619K 7.3K 28
Warning konten 21+ yang masih dibawah umur menjauh. Sebuah short story yang menceritakan gairah panas antara seorang magang dan seorang wakil rakyat...
369K 17.9K 33
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...