LaQueen

Od LupitaZhou

191K 14.3K 1.5K

"Ketika cinta tak harus memiliki tetapi juga merelakan..." Kisah kembar Laqueena dan Laquisha, sang pengidap... Více

p r o l o g u e
LaQueen 1
LaQueen 2
LaQueen 3
LaQueen 4
LaQueen - 5
LaQueen - 6
LaQueen - 7
LaQueen - 8
LaQueen - 9
LaQueen 10
LaQueen 11
LaQueen 12
LaQueen 13
LaQueen 14
LaQueen 15
LaQueen 16
LaQueen 17
PENGUMUMAN PO ALANIS
LaQueen 18
LaQueen 20
LaQueen 21
LaQueen 22
LaQueen 23
LaQueen 24
LaQueen 25
LaQueen 26
LaQueen 27
INTERMEZZO - REAR VIEW
LaQueen 28
LaQueen - 29
LaQueen 30
LaQueen 31
Intermezzo - Minta Pendapat
LaQueen 32
LaQueen - 33
LaQueen - 34

LaQueen 19

4.6K 378 25
Od LupitaZhou

Beberapa mil jauhnya dari kota Moskow, kini mereka berada. Menatap sebuah hamparan tanah hijau luas yang menyejukkan netra. Dingin udara segera membelai mereka dengan desau halusnya, mengucapkan salam pertemuan. Memang udara di sini lebih dingin karena struktur tanah yang lebih tinggi. Suara senandung alam seakan menyambut mereka agar betah berada lama di tempat ini.

Karena di sini, tidak ada gedung pencakar langit, tidak ada bising hiruk pikuk kendaraan. Yang ada hanya suasana khas pedesaan modern yang tetap menonjolkan sisi naturalnya. Dengan bangunan-bangunan Rusia kuno dan juga bentang kremlin yang usianya lebih tua dibanding kremlin yang berada di Moskow.

Veliky Novgorod, sebuah kota kecil yang berada di antara Moskow dan St. Petersburg. Sebuah kota yang menjadi pilihan Zurri untuk melaksanakan pernikahannya dengan Queen. Karena... di kota kecil inilah Zurri dilahirkan meskipun ia hanya tinggal saat masih bayi. Ia ingat ketika usianya sedikit lebih dewasa orang tuanya membawa ia dan Darius pindah ke Moskow karena urusan pekerjaan.

Dan saat ini ia mengajak Queen ke rumah lama mereka. Orang tua Zurri memang tidak pernah menjual rumah yang berada di sini. Dulu ketika menikmati hari libur, keluarga mereka sering memilih untuk pulang kampung dibanding harus pergi ke luar negeri.

Safir Zurri menatap hamparan hijau yang menjadi latar rumahnya. Rumah yang bernuansa kayu, sama seperti rumah Leonard. Itulah mengapa ia begitu menggilai rumah milik Leonard, rumah yang  mengingatkannya dengan rumahnya yang sesungguhnya. Rumah yang membuatnya merasa seperti 'pulang'. Dan sepi ini menenangkan. Membuat pikirannya begitu damai. Jarak antar rumah  di sini memang tidak terlalu dekat. Biasanya dipisah oleh tanah lapang luas yang tertutup rerumputan hijau.

Pikiran Zurri berkelana, sebenarnya ada satu hal yang mengganjal hatinya. Sebelum pernikahan mereka terjadi. Satu hal yang harus diselesaikan secepatnya. Sebuah kebenaran, yang harus terungkap sebelum bibir mereka mengucapkan janji suci pernikahan.

Sejujurnya, ia takut... ia sungguh takut.  Jika kebenaran tidak terungkap, maka pernikahan mereka akan dibangun dengan dasar pondasi yang sangat rapuh. Siap tidak siap, mungkin ini adalah saatnya. Dan Zurri mencoba mempersiapkan hatinya, saat Queen akan memakinya. Saat Queen akan berbalik pergi meninggalkannya.

Sebentar lagi...

"Mengapa membawaku ke sini?" tanya Queen dengan nada datar tetapi mampu membuyarkan lamunan Zurri seketika.

Zurri menoleh ke belakang dan mendapati Queen yang menatapnya dalam. Senyum pahit terhias di wajah lelaki itu. Rahang kokohnya mengeras sempurna dengan gurat otot kepala yang terlihat. Zurri seperti sedang berpikir keras. Tetapi sedetik kemudian ia tersenyum dan menatap Queen lembut. Tangannya terulur untuk menarik Queen ke dalam pelukannya.

"Kita masih lelah, Laqueena. Menempuh perjalanan dari Moskow selama lebih dari lima jam itu melelahkan. Bisakah aku istirahat sejenak?"

Mata Queen menelusuri wajah Zurri yang masih pucat dan turun ke perut Zurri. Melihat jemari Zurri yang masih meremas lukanya meskipun sebelah tangan lelaki itu tengah mendekapnya. Hati Queen bagai tertohok sekali lagi. Tegakah ia menyakiti Zurri saat kondisi lelaki itu sedang tidak stabil? Tetapi bukankah semua ini pantas didapatkan oleh Zurri? Queen menyembunyikan satu tangan di balik pingangnya dan mengepal keras. Mencoba menumpahkan rasa bencinya hanya dalam sebuah kepalan tangan. Apakah ia memiliki pilihan saat ini?

"Istirahatlah. Aku ingin keluar," kata Queen sambil membalikkan badan melepaskan dekapan Zurri dan berjalan menjauh dari lelaki itu.

Tetapi belum sempat ia melangkah, tangan Zurri sudah menarik pergelangan tangannya. Seketika Queen menoleh dan menatap Zurri heran.

"Jangan pergi. Sebentar saja. Aku hanya meminta waktu untuk beristirahat sebentar. Setelah itu kita bicara."

Melihat raut serius Zurri membuat Queen tergelitik oleh rasa penasaran. Akhirnya ia mengangguk. Zurri melemparkan sebuah senyum dan ia menarik tangan Queen untuk membawanya keluar dari rumah kayu itu. Zurri membuka sebuah pintu kayu yang berada di belakang rumah. Dan ketika pintu itu terbuka, terpampang sebuah pemandangan luar biasa yang membuat Queen terbelalak akan rasa tidak percaya.

Sebuah halaman yang cukup luas dengan taman dipenuhi oleh bunga mawar putih yang mengelilingi sebuah ayunan panjang yang berada di sudut taman. Di tengah taman itu terdapat sebuah air mancur yang sangat indah. Queen merasa bagai berada di sebuah negeri dongeng.

Zurri melihat segala raut bahagia Queen dan itu juga membuatnya merasa bahagia. Tetapi... apakah senyum itu tetap terpatri di wajah cantik seorang Laqueena saat Zurri mengungkapkan semuanya pada gadis itu? Zurri termenung seketika. Ia mencoba untuk membuang pikiran itu sementara waktu. Ia benar-benar lelah saat ini, ditambah nyeri yang masih enggan untuk pergi.

Zurri menarik tangan Queen untuk duduk di sebuah ayunan panjang yang beratapkan dedaunan yang menjalar indah. Dan ketika Queen sudah berada di posisi duduk nyamannya, Zurri justru berbaring dan meletakkan kepalanya di kedua paha Queen. Queen tersentak, dengan posisi seperti ini tentu ia bisa bebas menangkap wajah tampan dan matang Zurri yang terpejam.

Jantung Queen tiba-tiba berdegup kencang. Ia benci dengan rasa ini. Ia benci dengan jantungnya yang selalu mengkhianati pikirannya. Ia hanya ingin degup ini ada untuk Darius. Darius... ah, mengapa ia merindukan lelaki itu? Tapi... pantaskah ia merindukan lelaki lain saat ia justru meminta Zurri menikahinya? Arrgh!! Queen tidak lagi sanggup berpikir. Rasa yang ia miliki terlalu sulit dimengerti.

"Z-zurri... ini... apa-apaan?"

"Sssstt... Aku ingin istirahat dengan cara seperti ini," jawab Zurri dengan mata yang masih terpejam.

Seperti dituntun oleh nalurinya, jemari Queen menangkup pipi Zurri dan membelai wajah itu perlahan. Bibirnya menyanyikan sebuah lullaby yang dulu sering dinyanyikan oleh Alanis saat ia masih kecil.

Mom, aku merindukanmu, bisik pilu Queen dalam hatinya. Netranya terus bebas menjelajah tiap ruang rupa milik Zurri. Kemaskulinan yang masih terlihat begitu kental meskipun lelaki itu kini tak berdaya. Sebuah luka yang masih merah dan bahkan Queen bisa ikut merasakan perihnya.

"Maaf, Laqueena... maafkan aku," desah Zurri dengan suara serak.

Queen mengernyit, mencoba mencari celah untuk tahu bahwa Zurri sedang mengigau. Tetapi perlahan, safir itu menangkap hazel-nya. Kedua manik mata dengan gradasi kontras yang kini bertemu. Menyiratkan makna-makna terpendam yang sulit diungkap oleh deret aksara.

"Istirahatlah," ujar Queen akhirnya sambil terus membelai pipi Zurri.

Zurri secara tiba-tiba berdiri dari posisinya. Ia kemudian bersimpuh di bawah Queen. Dengan lutut yang telah bersatu dengan tanah. Kedua tangan Zurri menggenggam erat jemari Queen dan menciuminya penuh oleh rasa sesak yang menghimpit. Tidak, ia tidak akan mampu beristirahat dengan tenang.

"Maafkan aku..."

"Z-zurri, sebenarnya apa yang terjadi denganmu? Meminta maaf untuk apa?"

Banyak, Queen! Ia telah merusak kehidupan adikmu dan tentu ia harus memohon pengampunanmu! Berlutut dan mencium kakimu bahkan masih belum pantas untuk bisa mendapatkan kata maaf darimu!

Queen menggigit bibir saat suara logikanya memenuhi kepala. Tangannya terkepal, terlebih saat melihat kilau redup safir itu. Jantungnya berpacu cepat. Queen merasa bahwa sebentar lagi ia akan mendengar sesuatu yang tidak ia harapkan.

"Maafkan aku. Aku... aku adalah lelaki di balik kemudi mobik itu. Mobil yang telah merenggut nyawa mommy-mu." Genggaman Zurri semakin kuat, seolah ia takut Queen akan pergi saat mendengar pengakuannya.

Ia siap akan kemurkaan Queen. Ia siap mendapat tamparan dan sumpah serapah. Tetapi ia tidak siap jika harus ditinggalkan oleh gadis itu. Ia mencoba memberanikan diri untuk menatap sang hazel. Dan... tidak ada kilat amarah terpancar dari wajah gadis itu. Hanya ada tatapan kosong yang lebih mengerikan dibanding sebuah amarah.

"Laqueena... tampar aku, pukul aku, luapkan kemarahanmu. Tapi aku mohon... jangan seperti ini!" pekik Zurri sambil menggoyang-goyangkan tubuh Queen yang seperti terputus dengan semesta. "Laqueena, apakah kamu mendengarku?"

Zurri bangkit dan memeluk Queen. Menciumi puncak kepala Queen yang masih bergeming. Sekali lagi, Zurri menunduk untuk melihat wajah Queen. Ia mensejajarkan posisinya dengan Queen agar bisa leluasa menatap wajah datar itu.

"Katakan sesuatu kumohon. Diammu membuat aku takut," pinta Zurri penuh harap.

Bola mata Queen bergerak untuk menatap Zurri sekilas. Hanya sekilas. Sebelum sang hazel kembali menerawang jauh. Seperti berjelaga dalam lautan tanpa dasar.

Lama mereka diam. Lama segala kosong itu memberi jeda yang melelahkan. Zurri bagai tertatih untuk menghapus kosong yang memenuhi ruang mereka. Tapi kosong tak akan terhapus sebelum sang empunya yang mengenyahkannya. Hanya melalui mata kosong itu tercipta, tetapi bisa menberikan siksa yang nyata bagi sepasang safir yang berkilau kelam.

"Tidak apa-apa."

Zurri terbelalak mendengar tiga kata itu terucap dari bibir Queen. Ia bahkan tak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Matanya lekat menatap sepasang hazel itu untuk menangkap makna yang tersirat dari tiga kata yang telah terucap. Kosong. Kosong itu masih menyelimuti.

"Laqueena?" bisik Zurri lembut dengan wajah yang justru makin mendekati wajah Queen. Zurri sengaja menempelkan ujung hidungnya pada ujung hidung Queen. Merasakan tatap kosong Queen begitu dekat menusuk safirnya. Satu tangannya menangkup rahang Queen.

"Bukan salahmu. Semua adalah salahku," jawab Queen dengan serak. Zurri dapat melihat Queen mencoba menelah salivanya. Pandangan kosong itu berubah sendu seketika. Dan Queen menggigit bibirnya lagi.

"Jangan gigit bibirmu. Itu hanya akan membuatku ingin mencecap rasanya." Aaargh!! Zurri ingin mengutuk dirinya sendiri. Di saat seperti ini mengapa justru ia begitu menginginkan Queen? "Maafkan aku. Tidak seharusnya aku berkata begitu di saat seperti ini."

Sekali lagi Queen menggeleng. Ia tetap menggigit bibirnya sebelum kata itu terucap dengan lirih dan penuh kesakitan. "Seandainya... seandainya aku tidak mengejar daddy, tentu mommy tidak akan pergi."

Zurri mengernyitkan dahinya. Tidak mengerti maksud ucapab Queen. "Apa maksudmu, Laqueena?"

Isakan terdengar dari bibir Queen. Ia menjauhkan wajahnya dengan Zurri. Kedua tangannya terangkat untuk menutupi wajahnya yang penuh dengan derai air mata. Kenangan melemparnya kepada masa-masa itu. Masa ketika hari kematian Alanis.

Ia ingat saat itu ia bersama dengan Kenny, Alanis, dan Qui pergi ke sebuah taman hiburan. Tetapi keberadaan Leonard sangat mengusiknya. Ia yang saat kecil tidak mengetahui batas antara imaji dan realita. Larut dalam bayangan seorang Leonard yang tak kasat mata. Bayang seorang ayah yang berada dekat dengannya. Melambaikan tangannya untuk menuntunnya dalam sebuah dekapan. Hingga ia terus mengikuti Leonard tanpa peduli apa pun.

Dan tragedi itu terjadi...

Saat ia melihat Leonard ada di seberang jalan, tersenyum penuh arti padanya. Memanggil-manggil namanya. Kaki kecilnya bahkan terus melangkah seakan tuli dengan segala yang ada di sekelilingnya. Termasuk suara sirine mobil.

Suara sirine yang begitu memekakkan telinga. Dan ia hanya tahu bahwa tubuhnya telah terdorong ke seberang jalan. Dan saat itu ia menyadari, bahwa Alanis telah menyelamatkannya. Alanis telah merelakan nyawanya sendiri untuk menghindarkan dirinya dari kecelakaan.

Isakan Queen semakin menjadi. Seandainya... seandainya ia tahu bahwa Leonard itu semu tentu ia tidak akan membunuh Alanis. Tentu ia tidak akan pernah mengikuti bayang Leonard saat itu. Queen merasakan sesak di dadanya. Tangannya terangkat untuk memukul dirinya sendiri, menjambak rambutnya frustasi.

"Semua salahku! Semua salahku!!!" teriak Queen dengan kalap. Gadis itu luruh ke latar hijau, tidak peduli pada Zurri yang mencoba mendekapnya.

"Laqueena! Aku mohon jangan seperti ini!" Zurri membawa Queen ke dalam pelukannya.

Mereka berdua hanyut dalam belai kepedihan dan kesakitan. Dan Queen tak menghentikan tangisannya. Di hadapan Zurri, ia memperlihatkan kelemahannya. Segala sesak yang menghimpit menguar begitu saja, tak terbendung lagi. Jemari Queen meremas punggung Zurri. Tidak peduli pada kuku panjangnya yang mungkin melukai lelaki itu. Dan melihat keadaan Queen seperti ini, membuat Zurri tak sanggup menahan air matanya. Air mata yang telah ia simpan lama. Air mata kesakitan yang juga mendesak untuk dikeluarkan.

Oh, betapa kenangan mampu menghancurkan dua hati hanya dalam bentang waktu yang singkat.

"Seharusnya aku yang mati. Aku berharap penyakitku akan cepat membawaku kepada kedua orang tuaku," bisik Queen pilu.

"Tidak! Kamu... kamu tidak boleh mati! Tidak boleh!!" sentak Zurri sambil menjauhkan diri Queen dan menangkup kedua pipi gadis itu.

"Aku... pantas... mati!" Queen menekankan setiap kata sambil menatap tajam pada safir Zurri.

"Tidak, Sayang. Jika itu keinginanmu, ijinkan aku ikut bersamamu." Dan Zurri menutup jarak di antara mereka. Memberikan sebuah ciuman dalam yang melenakan.

Untuk sesaat, mereka melupakan semesta dan tersedot ke dalam belenggu rasa yang menghanyutkan.

TBC

Horee update

Yoyoo... Yang kangen moment bang Zurri dan Queen...

Next update... Hmmm.. Doakan besok ya... Aku harus ke Jogja lagi dan semoga bisa ngetik di dalam kereta.

Peluk Cium, LupitAra :*

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

107 72 11
Tulisan singkat yang diadaptasi secara spontan dari apa yang sedang terjadi, sebagai pengingat bahwa setiap orang terutama muslim punya satu amanat y...
3.6M 27.6K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
5.4K 158 6
Ke pastian akan masalah peter dedalus akan kita pastikan apa yang membuat peter dedalus meninggalkan argo manor Julia covenant~~ Aku a...
13.5K 1.3K 38
Naya pikir hidupnya berjalan sempurna, sahabat yang selalu ada, pacar yang setia, sekolah yang menyenangkan ... Hingga prahara itu datang menghancurk...