LaQueen

By LupitaZhou

191K 14.3K 1.5K

"Ketika cinta tak harus memiliki tetapi juga merelakan..." Kisah kembar Laqueena dan Laquisha, sang pengidap... More

p r o l o g u e
LaQueen 1
LaQueen 2
LaQueen 3
LaQueen 4
LaQueen - 5
LaQueen - 6
LaQueen - 7
LaQueen - 8
LaQueen - 9
LaQueen 10
LaQueen 11
LaQueen 12
LaQueen 13
LaQueen 14
LaQueen 15
LaQueen 16
PENGUMUMAN PO ALANIS
LaQueen 18
LaQueen 19
LaQueen 20
LaQueen 21
LaQueen 22
LaQueen 23
LaQueen 24
LaQueen 25
LaQueen 26
LaQueen 27
INTERMEZZO - REAR VIEW
LaQueen 28
LaQueen - 29
LaQueen 30
LaQueen 31
Intermezzo - Minta Pendapat
LaQueen 32
LaQueen - 33
LaQueen - 34

LaQueen 17

4K 347 40
By LupitaZhou

"Nikahi aku sekarang juga..."

Zurri segera melepaskan dekapannya pada Queen. Memandang Queen dengan raut dipenuhi tanya. Namun wajah gadis itu begitu datar. Tak ada buncah bahagia atau binar kesedihan. Kosong. Hanya ada kosong yang justru membuat Zurri hanyut dalam sebuah terka yang sulit dijawab.

Apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa tiba-tiba Queen yang selalu menolaknya justru menyerahkan dirinya begitu saja? Mengapa Queen yang ada di depannya ini dipenuhi oleh hawa dingin? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang kini hanya mampu menggantung di ujung lidah Zurri.

Safir dan hazel itu bertemu. Sebuah warna yang kontradiktif. Gelap dan terang, tetapi kini mampu melebur dalam sebuah belaian pandang. Bias sinar dalam manik mata Zurri yang mencoba mencari jawaban dalam hazel Queen. Yang tetap mendapati kosong tanpa ujung.

Zurri masih diam dan hanyut dalam bisik lembut pikirannya. Tuhan seolah membuka jalan untuk pemenuhan sebuah janji kepada Leonard. Tetapi setelah janji itu terlaksana, akankah ia meninggalkan Queen untuk mengejar kembali cintanya pada Qui?

Tidak. Bagaimana pun pernikahan terlalu suci untuk djadikan sebuah permainan.

"Aku akan segera mempersiapkan pernikahan kita," jawab Zurri mencoba untuk tersenyum.

Queen menggeleng cepat, dengan masih menatap kosong pada lelaki di hadapannya. Dengan bibir pucat kering yang menghiasi wajahnya. "Aku ingin menikah sekarang."

Entah iblis apa yang kini lebur bersama raganya, yang jelas sebuah rencana telah tersusun rapi dalam pikiran Queen. Rencana yang akan mnghancurkan Zurri. Tidak lebih dari tiga hari... Ya, tidak lebih dari tiga hari waktu yang ia genggam saat ini. Sebelum pertunjukan besar Qui digelar, ia harus bisa menghancurkan Zurri. Karena itu akan menjadi hadiah terindah bagi Qui.

"Laqueena, aku tidak ingin sebuah pernikahan yang man-main" sergah Zurri sambil mengerutkan dahinya.

Queen hanya menyunggingkan senyum sinis dan menggeleng pelan. "Menikah sekarang atau tidak sama sekali."

Sial! Maki Zurri dalam hati. Ia tidak akan pernah mampu memilih di antara dua pilihan yang sulit. Sungguh ia menginginkan momen pernikahan yang sempurna. Dan melihat gelagat Queen, Zurri merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh gadis itu. Pada akhirnya Zurri memilih untuk membutakan instingnya. Yang terpenting adalah sebuah janji yang sebentar lagi akan tergenapi.

Zurri mengangkat bibirnya, mencoba tersenyum walau sedikit sulit. Karena yang muncul selalu seringai tajam. Ia kembali memeluk Queen dan mencium puncak kepala gadis itu.

"Aku akan menuruti permintaanmu, Laqueena."

***

Gelap masih setia menjadi latar yang memenuhi segala penjuru tatap milik Queen dan Zurri. Yang mengikat mereka dengan tali dingin membekukan. Tak ada bahagia menyapa, kala sebuah pernikahan akan dilangsungkan.

Tiga hari waktu yang dimiliki Queen untuk menggenapi sumpahnya pada Qui. Tiga hari di mana akan menjadi saat Zurri terkoyak bersama duka tiada akhir. Tiga hari pula, Zurri meminta waktu untuk mempersiapkan pernikahan mereka.

Sempurna. Ya, ini terlalu sempurna untuk sekedar dibayangkan. Semuanya tampaj telah tersusun rapi. Dewi fortuna seakan berada di pihaknya. Queen menyunggingkan senyum sinis dengan tangan yang terkepal erat. Sebuah clue yang harusnya diamati oleh Zurri dalam tiap gerakan Queen yang seperti mayat hidup. Tetapi sayang, senyun sinis itu luput dari safirnya.

"Selamat datang di rumah, Laqueena." Zurri tersenyum penuh semangat sambil membuka jendela, membiarkan lembut belaian alam menyapa mereka.

Masih di rumah yang sama. Rumah kayu milik Leonard. Rumah yang akan selalu menyinpan banyak kenangan yang membuat hati Queen mencelos seketika. Queen tidak menanggapi perkataan Zurri. Ia berjalan pelan ke dekat jendela dan menatap pohon-pohon pinus yang mulai tumbuh di sekitaran halaman hijau yang sangat luas.

"Laqueena, sebenarnya apa yang terjadi pada dirimu? Mengapa kamu terlihat sangat aneh?" Akhirnya Zurri tak mampu lagi mengendapkan pertanyaan itu lebih lama di dalam otaknya.

Queen menolehkan wajahnya dan menatap Zurri dengan pandangan yang sulit diartikan. Bukan lagi tatap kosong yang justru membuat Zurri ketakutan. Samar, Queen menyunggingkan senyum termanisnya. Ia mengangkat tangan dan menghirup aroma pinus sebanyak-banyaknya sambil menghadap ke arah jendela.

"Aku hanya berduka atas diriku sendiri, Zurri. Dan berada di tempat ini membuatku merasa lebih baik."

Zurri menghela napas lega. Saat senyum itu kembali menghiasi bibir merah Queen. Saat pipi Queen tak lagi kehilangan ronanya. Queen menyisir rambutnya sendiri yang tertiup angin dan menatap Zurri penuh arti.

"Berduka atas dirimu sendiri?" ulang Zurri karena kalimat itu cukup mengganggunya walaupun dikeluarkab bebarengan dengan rekah senyuman Queen.

"Bisakah perempuan menyedihkan seperti aku bahagia?" Tanya Queen hati-hati.

"Mengapa bertanya seperti itu? Kebahagiaan... tentu bisa dimiliki siapa pun, 'kan?" Tangan Zurri terangkat untuk ikut merapikan rambut Queen yang tertiup angin.

"Waktuku hanya sebentar. Dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku hanya untuk bahagia... denganmu," lirih Queen yang mampu membuat tubuh Zurri menegang.

Kini Zurri kehilangan logikanya. Ia sudah terjerumus masuk ke dalam pesona Queen. Tatap hazel yang tak mau pergi dari benaknya. Senyum dan kepolosan gadis itu yang merekah indah dan tersimpan manis dalam memorinya.

Ia tidak pernah menganggap Queen sebagai Qui. Wajah mereka sama, tetapi saat berada dekat dengan salah satu dari mereka semua terasa berbeda. Bagi Zurri, Laqueena tetaplah Laqueena, gadis polos yang harus ia jaga sesui amanah sang ayahanda.

Tetapi kini, tak hanya sebuah amanah yang ia emban. Ia akan menyerahkan hidupnya sepenuhnya untuj Queen setelah mereja menikah. Mencoba untuk belajar mencintai Queen dan menghapus Qui dalam ingatannya. Mencoba menjadi suami terhebat bagi Queen dan anak-anak mereka kelak. Zurri merasa salah tingkah saat membayangkan hal itu. Terlebih kini, tatap tajam Queen seakan menelanjanginya.

"Kamu akan baik-baik saja, Queen. Aku akan menjagamu dan membahagiakanmu. Ingat, aku adalah calon suamimu," ujar Zurri sambil menunduk dan menempelkan hidungnya pada hidung Queen.

Kini jarak mereka begitu dekat. Tanpa ingin  membuka kata, hanya merasakan getaran hati masing-masing insan. Yang lebur dalam sinar bola mata. Dengan hati tertaut benang tak kasat mata. Perlahan Zurri mendekatkan wajahnya hingga tak ada lagi jarak di antara keduanya. Bibir hangat yang menyapu bibir dingin Queen.

Tangan Zurri erat memeluk Queen, menjadikan jarak semakin tipis. Mereka memejamkan mata. Hanya membiarkan naluri yang menuntun mereka untuk mencecap tiap rasa yang dihadirkan.

Zurri mengabaikan rasa nyeri yang mulai memijit perutnya. Ia mencoba melupakan segala sakit yang kini membelenggunya. Biarlah nyeri ini sebagai simbol penebusannya atas apa yang telah ia lakukan pada Qui. Nyeri itu semakin menjadi dalam luka basah yang masih meninggalkan bekas merah.

Ya, mereka kabur dari rumah sakit. Mematikan segala alat komunikasi. Dan besok, Zurri berniat membawa Queen pergi dari rumah ini untuk menyambut pernikahan mereka. Dan Zurri tahu, setelah menikah tentu akan banyak masalah yang muncul, terlebih Kenny. Karena hingga detik ini, kesibukan Kenny yang membuatnya jarang pulang seolah membuat lelaki paruh baya itu sedikit abai akan Queen. Dan sedikit kata dusta, mampu membuat Kenny percaya bahwa saat ini putri kecilnya berada di rumah dengan keadaan baik-baik saja.

Rasa nyeri itu masih menyergap Zurri, hingga satu tangannya menekan perutnya, merasakan rembesan sang merah yang membasahi ruas jemari. Tetapi untuk melepaskan diri dari Queen, Zurri tak mampu. Sebelah tangannya masih erat meneluk Queen. Membelai punggung gadis itu. Bibirnya masih haus akan rasa manis di bibir Queen.

Tetapi rasa sakit itu memaksanya untuk tumbang. Ia luruh di hadapan Queen. Dengan merah yang masih mengalir dari perutnya. Melihat itu membuat Queen panik. Ia ikut berjongkok dan membawa Zurri ke dalam pelukannya.

"Zurri!!! Lebih baik kita kembali ke rumah sakit!" Pekik Queen yang melihat wajah Zurri mulai memucat.

Zurri menggeleng pelan sambil  tersenyum tulus. Tangan merahnya terangkat untuk membelai pipi Queen. Membiarkan darah itu juga membekas di wajah gadis itu. Queen merasakan cairan hangat mulai menguar dari peraduannya. Ia membelai jemari Zurri yang ada di atas pipinya. Melupakan segala sumpah. Menyirnakan segala bnci hanya dalam hitungan detik.

"A-aku takut terjadi sesuatu padamu...," desah Queen yang kini menderaikan air mata.

Zurri kembali menggeleng. "Hanya nyeri kecil. Mungkin aku membutuhkan tidur. Setelah tidur, aku akan pulih. Aku berjanji padamu, Laqueena. Aku akan baik-baik saja."

Dan akhirnya, Queen menuntun Zurri untuk masuk ke dalam kamar dan berbaring di atas ranjang. Sementara dirinya diam membeku di sisi Zurri. Mengutuk dirinya akan rasa yang telah mengalahkan kebencian.

Jika begini saja ia kalah, bagaimana nanti? Queen menggigit bibir bawahnya. Membenarkan letak selimut Zurri. Mengelus pelan luka yang masih membekas merah. Setelah memastikan Zurri sudah terlelap. Ia akhirnya beranjak dari kamar.

Timpang ia berjalan menuju ruangan milik Leonard. Menyembunyikan dukanya dalam rengkuh ruangan itu. Merasakan hangat dekapan Leonard walau hanya semu. Karena dalam ruangan ini ia merasa bisa melebur bersama Alanis dan Leon. Menyampaikan segala rasa yang ingin ia keluarkan.

Queen jatuh bersimpuh di samping lukisan Alanis. Menutup kedua wajahnya dengan tangan, menyembunyikan deru isakannya.

"Daddy, mommy, apa yang harus aku lakukan? Bolehkah aku membunuh Zurri yang adalah ayah dari bayi yang sedang dikandung Qui? Tetapi aku telah bersumpah pada Qui untuk membunuhnya!" Ratap Queen dengan frustasi. "Bolehkan aku menyangkal nuraniku? Bolehkah aku membiarkan iblis menguasai diriku?!"

Queen semakin jatuh. Menunduk dan pada akhirnya tak lagi memiliki tenaga untuk bangkit. Ia berbaring di atas latar kayu, dengan butir kristal yang masih menetes perlahan.

Saat deru napasnya mulai normal, kedua tangannya mencoba menghapus bekas air mata. Hazel-nya semakin pekat, menyimbolkan hatinya yang juga diselimuti sang hitam.

Biarlah aku menyangkal nuraniku, wahai semesta. Kutuklah aku setelah ini. Setelah jemariku dipenuhi oleh darah dari seorang Seazurri Barnaby. Sebelum ragaku ikut lebur bersama keabadian. Semesta, terimalah dosa terbesarku...

TBC

Yipppiii updatee...

Bentar lagi mau lanjut next part kalau misal kelar hari ini bisa double update yah.. Wkwkwk...

Peluk Cium, LupitAra :*

Continue Reading

You'll Also Like

71.5K 4.3K 27
Ketika cinta tidak memandang status sosial, fisik, kekayaan dan kesempurnaan adalah cinta yang tulus. Ketika cinta tidak melihat lagi siapa mereka ar...
975K 50.8K 21
Digo dan Sisi pasangan suami istri yang menikah karena orangtua bukan karena cinta. setelah dua tahun membina rumah tangga tidak ada yang berubah dar...
258K 2.6K 3
HOLLOW BOOK VERSION IS AVAILABLE NOW. Hollow ganti judul jadi LABIRIN MEMOIR dan OPEN PO sampai tanggal 13 Desember 2020♡ ◇ ◇ ◇ aira tidak menyangka...
Strawberry Juice By nan

General Fiction

13.5K 1.3K 38
Naya pikir hidupnya berjalan sempurna, sahabat yang selalu ada, pacar yang setia, sekolah yang menyenangkan ... Hingga prahara itu datang menghancurk...