Broken Wings

Da claudieazalea

1.1M 68.1K 1.8K

Pernikahan seharusnya menjadi impian yang menyenangkan bagi banyak wanita. Tapi tidak dengan Kara. Pernikahan... Altro

1. Penderitaan
2. Bertahan
3. Menenangkan Diri
4. Benci untuk mencinta
5. Keresahan baru
6. Seseorang dari masa lalu (1)
7. Seseorang dari masa lalu (2)
9. Penolakan
8.Penguasaan diri
10.Kejutan
11. Alasan untuk tersenyum
13. SATU (#1)
14. Segala sesuatu ada maksudnya
15.Ketika rasa itu perlahan mulai datang
16. Membunuh perasaan
17. Te Amo
18. Ambigu
19. Yang ditakutkan terjadi
20. Double Shit
21. Perjanjian tak tertulis
22. Salahkah aku yang berharap?
23. Gosip
24. Bahu yang kuat
25. Konfrensi pers dadakan
26. Apa yang terjadi?
27. Refleksi masa lalu
28. Lebih dari sekedar rasa nyaman
29. I'm Sorry.. I can't
30. Filosofi gerbang Bradenburg
31. Mencintai dalam diam
32. Check up
33. Titik permulaan kesadaran
34. Angin segar
35. Apa yang kau lakukan terhadapku?
36. Perkelahaian
37. Lakukan demi hati
38. Keputusan
39. Upaya perdamaian
40. Waktu perenungan
41. Rindu
42. Ingin diperjuangkan
43. Rumah
POLLING PEMBACA
45. I'm Yours
Extra Part
Tanya pembaca (Pemberitahuan)
REQUEST CERITA

12. Mimpi Buruk

21.9K 1.4K 4
Da claudieazalea

Ketakutan terbesarmu, itulah yang akan menjadi mimpi burukmu.

Mereka berdua sedang menikmati waktu makan malam bersama-sama. Bagi Kara, ini adalah saat yang membahagiakan. Jarang-jarang dia menjumpai moment seperti ini di setiap harinya.

"Bagaimana? Enak tidak?" Dia masih belum mencicipi makanannya, sejak tadi ia sibuk mengamati Javier yang dengan lahapnya menikamati makanannya.

Javier hanya mengangguk saja, mulutnya penuh makanan. Kara tersenyum puas. Tidak sia-sia dia jadi juru masak selama di panti asuhan. Ada gunanya juga sekarang.

"Shooting film mu kapan selesai, Jav?" Kara mulai mencicipi makanannya.

"Sekitar satu atau dua bulan lagi."

Kara mengangguk. Entah mengerti, entah tidak. Memang tahu apa dia tentang shooting? Toh selama ini Javier tidak pernah sekalipun menjelaskan tentang seluk beluk dunia perfilman.

Javier kemudian meletakkan sendok dan garpunya, ia menenggak habis air mineral yang ada dihadapannya. Kemudian menyeka mulutnya dengan serbet kering.

"Bagaimana galerimu?"

Kara hampir tak percaya mendengarnya. Jarang-jarang Javier menanyakan tentang pekerjaannya. Maka, dengan semangat ia menjelaskannya.

"Baik. Sangat baik. Kau tahu.. lukisanku bahkan akan dibeli oleh orang Singapore!"

"Oh? Begitukah?"

"Hmm. Aku senang sekali, Jav. Kau harus tahu itu.." Kara melebarkan senyumnya. Sebenarnya yang membuat kebahagiaannya berkali lipat karena ada Javier dihadapannya sekarang.

"Kau bahagia sekali, ya?"

"Tentu saja! Istrimu ini akan jadi pelukis go international, Jav!" Begitu semangat ia menjelaskannya sampai-sampai ia menamai dirinya sebagai istri Javier. Mendengar itu, Javier justru kikuk sendiri. Risih rasanya, meski sudah setahun mereka menikah, namun dia sendiri tidak pernah menyebut dirinya sebagai suami. Dia berdeham untuk meredam kekikukannya, "Syukurlah." Pada akhirnya hanya kalimat itu yang bisa dikatakannya.

Sibuk dengan perbincangan ringan itu, tanpa mereka sadari sebuah ringtone handphone mengalun memenuhi ruangan. Itu suara ringtone handphone Javier, lagu Animals nya Maroon Five mengalun darisana. Untungnya, Kara segera mengingatkan bahwa handphonenya berbunyi. Papa? Papa is calling...

"Ya. Pap?" Sapa Javier.

Mendengar nama Papa disebut, Kara menghentikan aktifitas makan malamnya. Ia memasang pendengarannya, ada apa Papa menelpon?

"Jam berapa, Pap? Oh.. jam tujuh malam. Ya Besok, tentu saja aku tidak akan melupakannya, Pap. Baiklah.. baiklah aku akan mengajak Kara. Apa? Ya ya.. tenang saja, Pap. Okay.. akan ku sampaikan salam Papa. Take care, Pap," seperti itulah Javier berbicara dengan Papanya. Kara tentu saja tidak mengerti, hanya kalimat Javier yang didengarnya, tapi tidak dengan suara mertuanya.

"Ada apa?" Kara tidak dapat menahan rasa penasarannya saat Javier memutuskan sambungan teleponnya.

"Papa titip salam padamu."

"Oh? Katakan padanya aku merindukannya."

Kara memang terbilang cukup dekat pada mertuanya itu.

"Sebaiknya kau sampaikan sendiri saja padanya. Besok. Papa ulangtahun besok, dan yah... kita tentu harus hadir, kan?"

Wajah Kara seketika terlihat bergairah, bersemangat dan berseri-seri.

"Ah ya! Aku hampir melupakannya. Papa ulangtahun, ya? Hmm.. sebaiknya kita beri hadiah apa ya, Jav?" Ia mulai memikirkan ini-itu. Hadiah apa yang kira-kira bisa membahagiakan mertua konglomeratnya itu.

"Terserahmu saja. Ku serahkan semua padamu."

"Aku sendiri bingung, Jav. Papa kan punya segalanya ya.. apa kalau aku membelikannya sesuatu, malahan jadi terasa aneh ya?"

"Papa pasti akan menerima hadiah apapun yang kau berikan, Kara..."

Ya, Kara memang tahu pasti bahwa Papa mertuanya ini bukanlah seseorang yang sulit disenangkan hatinya. Sungguh berbeda sekali dengan Javier.

"Kau benar tidak punya ide apapun?" Desak Kara lagi.

"Terserahmu saja, Kara." Ia bangkit berdiri dari duduknya, "Entah kenapa, aku punya firasat buruk untuk besok. Semoga saja tidak ada wartawan yang datang."

Kara mengernyit heran, "Firasat? Apa itu, Jav?"

"Entahlah. Lupakan saja."

Javierpun memilih untuk berjalan menuju kamarnya. Besok ada pesta, itu artinya akan ada bencana. Bencananya apa? Hmm.. Let's see...

***

Acara yang dinantikan akhirnya tiba juga. Pesta diadakan di ballroom hotel berbintang lima. Jodi Reynardi mengundang banyak kolega dan kerabat terdekatnya. Ada lebih dari 500 undangan yang datang, silih berganti yang datang, ia memang cukup terkenal di kalangan pengusaha sukses. Selain itu hatinya yang suka memberi, juga membuat ia disayangi dari berbagai kalangan.

Sayangnya, Ibu asuhnya Kara, Ibu Mirna, tidak dapat hadir. Katanya ada pertemuan dengan orangtua asuh yang hendak mengadopsi seorang anak bayi yang ada di panti.

Kara sendiri tampil sederhana dengan dress selutut tanpa lengannya. Dress sederhana yang model kerahnya menyerupai kerah shanghai dan membentuk setiap lekuk tubuhnya. Rambutnya dibiarkan tergerai. Hanya diberi kesan bergelombang saja dibagian bawah rambutnya. Ia tetap cantik meski sederhana. Dengan anggun ia melangkah, stiletto gold nya menambah kesan cantik sempurna pada dirinya.

Sedari tadi, ia terus berada disisi Javier. Menggamit lengannya bak seorang putri yang takut kehilangan pangerannya.

Sewaktu di rumah, Javier sudah mengingatkannya, "Ku harap kau tak lupa bersikap layaknya putri bagiku. Mengumbar kemesraan di depan publik, itu sudah kesepakatan kita, kan? Aku tak ingin Papa mengendus kejanggalan dalam hubungan kita."

Jika sudah begitu, Kara paham benar bagaimana ia harus bersikap. Dia harus menjadi ratu drama dalam sehari. Ia pun tak ingin merusak suasana pesta Papa Mertuanya itu.

"Wah, Mas.. ini toh istrinya si Javier!" Sapaan seorang wanita paruh baya membuat Kara menolehkan kepalanya mengarah kepada datangnya suara, "Cantik ya."

Kara tersenyum ramah.

"Ah ya ya! Aku hampir saja lupa mengenalkannya padamu. Kara.. ini Tante Astri. Astri.. ini Kara, istri Javier," Jodi Reynardi saling mengenalkan mereka.

Kara mengulurkan tangannya sambil tubuhnya setengah membungkuk.

"Kamu pasti tidak kenal saya, ya? Saya ini tante jauhnya si Javier. Selama ini saya tinggal di Australia bersama suami dan anak-anak saya." Sambil melepaskan jabatan tangan itu, Astri masih tersenyum ramah pada Kara. Kara merasa wanita ini baik sekali, sikapnya sangat hangat---keibuan.

"Tante ini kok baru pulang sih? Kemarin waktu nikahan aku, tante tidak datang, kan?" Javier menyela pembicaraan itu.

"Loh? Bukannya tante sudah memberitahumu? Sewaktu kau menikah, sepupumu Haley, dia juga di wisuda, Sayang. Jadi... i'm so so soooo sorry, okay?" Ia menunjukkan wajah bersalahnya.

"Becanda kok, Tante. Aku senang lihat tante disini lagi." Kemudian yang terjadi selanjutnya, Javier merangkul tubuh Tantenya itu. Kara hanya tersenyum simpul.

"So, apa kalian sudah punya anak? Pernikahan kalian setahun yang lalu, bukan?" Astri bertanya dengan polosnya. Seketika suasana berubah tegang, setidaknya bagi Javier dan Kara. Kara menunduk segan, apa yang harus dikatakannya?

Ia memandangi ujung sepatunya, karpet tempatnya memijak. Oh apapun itu... Kara betul-betul tidak berani untuk mengangkat wajahnya. Javier sendiri terpaku.

"Ada apa? Ada yang salah dengan ucapanku?" Astri menyadari kejanggalan yang terjadi.

"Ahhh! Astri... kau seharusnya tahulah anak muda zaman sekarang! Mereka kan sengaja menunda momongan supaya punya waktu berdua terus. Mereka masih mau bulan madu. Hahahahaa.. Maklumlah As, mereka tidak pernah pacaran. Kau ingat, kan? Aku yang menjodohkannya," Jodi mengambil alih pembicaraan.

"Oh? Begitukah?" Astri menepuk-nepuk pundak Javier yang berdiri dihadapannya, "Tapi Tante sarankan jangan lama-lama, Sayang. Nanti jadi sulit hamil loh, kalau ditunda terus."

"I-iya tante.." Javier gugup untuk berbicara. Disebelahnya, Kara masih saja menunduk. Melihat sikap Kara yang seperti itu, Javier mendekatkan mulutnya ke telinga Kara, ia menundukkan kepalanya sedikit.

"Sebaiknya segera angkat kepalamu, jangan bersikap bodoh disini," ucapanya pelan.

Mendengar perkataan Javier, Kara segera mengangkat kepalanya.

"Nah, untuk kau cantik.. Tante punya tips jitu supaya kalian segera punya momongan. Hihiiiii.." Astri berkata lagi, perkataannya membuat Kara mengerutkan keningnya.

"Tips??" Javier heran.

"Ya. Ini urusan perempuan, Jav. Ayo cantik, ikut tante... Tante yakin ini bermanfaat sekali!" Astri pun menarik tangan lembut Kara, menjauhi Javier dan Jodi. Sebelumnya ia mengerling jahil dulu kepada Jodi dan Javier. Jodi hanya bisa tergelak tawa saat melihat keduanya pergi, sementara Javier ia hanya diam mematung.

Kini tinggallah mereka berdua, hanya Javier dan Jodi. Keduanya sibuk melayani tamu undangan. Berbincang-bincang mengenai bisnis, saham atau bahkan keluarga masing-masing. Kalau Javier tidak salah dengar ada seorang kolega Papanya yang membahas soal cucu juga. Katanya ia sudah memiliki empat cucu dan hidup bahagia di masa tuanya meski tidak lagi mengurus bisnis. Ada juga beberapa orang wartawan yang mendatangi mereka, namun ini dari majalah bisnis buka infotaiment. Syukurlah.. Javier bisa bernapas lega.

Saat keduanya tidak lagi meladeni tamu yang hadir, dikarenakan beberapa tamu undangan sibuk saling berbincang kepada kolega lainnya, Jodi mulai memasang raut wajah seriusnya pada Javier. Ia tidak dapat menahan pembicaraan ini lebih lama lagi.

"Kau tahu, Jav.." katanya mengawali pembicaraan. Javier sendiri sedang sibuk memandang sekelilingnya, ditangannya ada segelas wine putih siap untuk diminum.

"Ada begitu banyak tamu undangan yang hadir. Mereka semua membawakan Papa hadiah.. banyak macamnya, bahkan Papa sudah bisa menduga isinya apa. Bukan Papa tidak bersyukur.. tapi Papa bosan dengan itu semua...."

Javier masih diam. Diam-diam hatinya mulai menebak kemana arah pembicaraan ini.

"Ada satu hadiah yang sangat Papa inginkan..."

Javier mengerutkan keningnya. Hadiah dari siapa memangnya?

"Hadiah itu dari kalian," kata Jodi menyambung kalimatnya.

Javier mengembangkan senyumnya, "Jangan khawatir, Pap. Kara sudah membawanya untuk Papa, mungkin sebentar lagi ia akan memberikannya pada Papa."

"Dia membelikannya untuk Papa?"

"Ya.. tentu saja."

Jodi tertawa tawar. Kemudian ia berkata lagi, "Hadiah yang Papa mau sayangnya tidak bisa dibeli dengan uang, anakku."

Javier mulai merasa darahnya berdesir hebat, keningnya mengkerut, entah kenapa dadanya terasa sesak. Ini alarm pertanda tidak baik. Ia menenggak wine putihnya berusaha meredam kecemasannya.

"Papa mau hadiah cucu, Nak. Cucu," katanya pelan namun seperti memohon.

Javier yang sedang menenggak winenya, ia sesaat terhenti. Wine itu bahkan tidak sampai di tenggorokannya, aktifitasnya terhenti saat mendengar pernyataan itu.

"Hadiah yang Papa mau tidak bisa dibeli dengan uang, tapi dengan cinta. Cucu Papa ada karena cinta. Karena kalian saling menyayangi."

Persetan dengan cinta!! Javier menenggak habis wine nya, gelasnya bahkan sudah tandas dari wine itu. Ia lalu menjauhkan gelas itu dari bibirnya. Pandangannya kini mengarah pada Papa nya. Wajah Papa nya memancarkan harapan yang tak tersirat, hanya ia yang mengerti.

"Kau sudah bisa mencintainya, kan?" Tanya Papanya lagi.

Javier menghela napasnya berat kemudian mengangkat bahunya, "Aku tidak tahu, Pap."

Jodi kemudian merangkulkan tangannya pada bahu Javier, ia menarik Javier mendekat. Memberikan dukungan sebagai seorang Ayah.

"Papa yakin suatu saat kau akan mencintainya, Nak. Papa yakin. Kara itu wanita baik-baik. Cucu Papa pasti akan jadi anak yang spesial nanti." Ia menepuk-nepuk pelan punggung anak tunggalnya itu.

Javier hanya terdiam, ia tidak menyahut.

Damn!! Ini akan menjadi mimpi buruk untuknya.

Tbc

Hai, duhhh ada typo gak ya?
Di part sebelumnya.. kalau kalian perhatikan ada beberapa yg typo. Kaya nama Javier salah ketik, harusnya hendrik.
Saya sudah berusaha perbaiki kesalahannya. Tapi wattpadnya kayanya lg eror. Semenjak di upgrade jd lola. Huh..

Nanti diusahakan diperbaikin lg deh..

Happy reading,

Audie

Continua a leggere

Ti piacerà anche

31.5K 2.5K 84
23 NOVEMBER 2023 ⚠️ MTL TANPA EDIT J U D U L Paman Dan Pacar Adalah Penjahat\舅舅和男友都是反派 P E N U L IS Yuejiancha\月见茶 S T A T U S 83 bab lengkap di JJWX...
START TO FINISH Da 재 헌

Narrativa generale

408K 21.6K 54
Jevin sudah dewasa, mapan dan punya pasangan yang sah dalam agama maupun negara. Hidupnya sempurna kalau dipenuhi dengan cinta dan bahagia. Nyatanya...
3.3M 48.2K 31
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
Abang Bos Da El_Mahya

Storie d'amore

46.7K 5.9K 41
Menangis seorang diri karena pengangguran sudah sering dia lakukan namun dia tidak menyerah, darah Batak dalam dirinya membuat ia pantang menyerah de...