LaQueen

By LupitaZhou

191K 14.3K 1.5K

"Ketika cinta tak harus memiliki tetapi juga merelakan..." Kisah kembar Laqueena dan Laquisha, sang pengidap... More

p r o l o g u e
LaQueen 1
LaQueen 2
LaQueen 3
LaQueen 4
LaQueen - 5
LaQueen - 6
LaQueen - 7
LaQueen - 9
LaQueen 10
LaQueen 11
LaQueen 12
LaQueen 13
LaQueen 14
LaQueen 15
LaQueen 16
LaQueen 17
PENGUMUMAN PO ALANIS
LaQueen 18
LaQueen 19
LaQueen 20
LaQueen 21
LaQueen 22
LaQueen 23
LaQueen 24
LaQueen 25
LaQueen 26
LaQueen 27
INTERMEZZO - REAR VIEW
LaQueen 28
LaQueen - 29
LaQueen 30
LaQueen 31
Intermezzo - Minta Pendapat
LaQueen 32
LaQueen - 33
LaQueen - 34

LaQueen - 8

5.4K 447 25
By LupitaZhou

"Laqueena Caradoc, katakan padaku bahwa kamu adalah anak kandung Leonard!"

Dan seketika Queen terpenjara dalam tatap safir itu. Membuatnya benar-benar lumpuh dan hanya menunggu bumi menenggelamkannya dalam pusaran tak berujung. Ia hanya mampu ternganga, membeku di tempatnya tanpa ada celah untuk lari.

Hanya melalui genggaman tangan yang kuat saja mampu membuat Queen kehabisan oksigen. Safir itu terus menelusuri dirinya tanpa ampun. Tidak memberi jeda pada bibir Queen untuk memikirkan dusta. Dan Queen memilih untuk menunduk, menghindari sang safir yang tengah mengulitinya.

Nama keluarga Caradoc yang melekat dalam namanya tentu sudah membuka identitasnya yang sebenarnya. Padahal di kampus, Queen selalu menggunakan nama Laqueena Alessandra untuk menyamarkan identitasnya. Ia tidak ingin menjadi pusat perhatian hanya karena ia anak seorang Leonard. Ia tidak mau menjadi yang diistimewakan dan diperlakukan bak putri raja. Lalu dari mana Zurri bisa mengetahui hal ini?

Pikiran Queen mulai berkelana jauh. Bagaimana jika Zurri adalah tipe lelaki stalker yang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan? Tetapi tidak ada gunanya juga kan lelaki itu mencari informasi tentangnya? Memang ia siapa? Aaarrggh! Kini nyeri di kepala menyerang Queen dengan kejam. Bahkan untuk berpikir sebentar saja ia tak mampu.

"Laqueena, jawab aku dan pandang mataku!" desis Zurri sambil menyentakkan pergelangan tangan Queen dan membuat gadis itu mendongak seketika.

Kini Queen dilingkupi oleh ketakutan yang mencekiknya. Ia tak berkutik, ia terlalu lemah. Zurri telah menaburkan racun dalam tiap tatapnya yang mampu melumpuhkan baik fisik maupun otak. Dan ketika Queen terjerat dalam pahit racunnya, bagaimana ia bisa memulihkan diri? Yang ada, secara perlahan ia akan mati di depan Zurri.

Daddy ... aku membutuhkanmu saat ini ... tolong aku ...

"Jika aku adalah anak Leonard, apa urusanmu?" tanya Queen dengan nada yang ia buat sebiasa mungkin walaupun itu sangat bertentangan dengan nuraninya. Detak jantungnya bahkan mulai menampakkan grafik tak beraturan. Queen kembali menunduk dan memegang pergelangan tangannya yang memerah akibat cekalan Zurri.

Senyum sinis yang menjadi ciri khas Zurri mengembang di sudut bibir lelaki itu. "Tentu ada, Laqueena. Jika kamu anak dari Leonard Caradoc tentu sudah waktunya bagiku untuk menjalankan mandat dari ayahmu." Pelan Zurri menguntai deret aksara itu. Safirnya mencoba mencari hazel Queen, namun Queen memilih untuk menyembunyikannya dengan tidak menatap ke dalam manik mata Zurri secara langsung.

"A-apa m-maksudmu, Tuan Zurri?" Queen masih mempertahankan sikap formalnya. Melupakan perintah Zurri untuk bersikap tidak formal di luar area kampus. Irama jantungnya sungguh membuat Queen takut, degupnya terlalu menyakitkan. Tangan Queen naik ke atas dadanya dan menekan dada itu pelan agar segala sesak bisa menguar dan menciptakan sedikit kelegaan agar ia tidak tersiksa. Tetapi nyatanya itu sia-sia.

"Zurri. Mulai sekarang di mana pun kita berada panggil aku dengan Zurri." Ada nada otoriter dalam suara bariton itu. Namun Queen tidak ingin kelihatan terlalu lemah dan merasa terintimidasi. Dalam situasi seperti ini ia justru mencoba mengambil beberapa sifat Qui.

"Begitu? Sayangnya aku tidak mau. Kita adalah dua orang asing yang awalnya tidak saling mengenal. Oh, mungkin hanya sebuah kebetulan bahwa kamu mengenal Leonard yang adalah ayahku maka kamu bisa bersikap seenaknya padaku?" Hazel Queen menatap tajam manik mata Zurri yang perlahan justru meredup.

Kini Zurri yang mengalihkan pandangannya. Ia membalikkan badan untuk berjalan lebih masuk ke dalam ruangan. Menatap lukisan-lukisan karya sang maestro lebih dekat. Manik safirnya tertuju pada sebuah lukisan yang sangat ia kenal. Karena kala Leonard menggoreskan kuasnya di atas kanvas, ia berada di sisi Leonard, menemani lelaki itu. Di hari-hari sebelum kematiannya. Dan kini ia berhadapan dengan lukisan dua orang bayi kembar. Laqueena dan Laquisha, yang dibuat oleh tangan sang maestro hanya dalam waktu singkat. Yang sebetulnya ingin diberikan sebagai hadiah kepada si kembar saat mereka berusia lima tahun.

Zurri memejamkan mata, mencoba mengingat saat-saat raga sang maestro masih berpijak di atas bumi. Saat ia masih bisa mendengar tawa dan nasehatnya. Menyakitkan ketika mengingat semua itu. Kenangan mereka indah, namun justru bagai belati yang menusuk jantung Zurri. Jika diingat, hal itu menimbulkan luka yang sampai saat ini terus menganga. Zurri masih tidak habis pikir mengapa Leonard memilih jalan kematian untuk mengakhiri goresan tinta kehidupannya. Meninggalkan si kembar dan seorang istri yang pada akhirnya ikut menyusul sang maestro.

Kristal bening tak dapat ditahan lagi, menguar begitu saja dari dalam kelopak mata Zurri saat lelaki itu mengerjap. Mengenang bagaimana ia menjadi sang eksekutor, yang harus meniadakan keberadaan Alanis. Bukan karena kesengajaan. Jika saja saat itu ia tidak menggantikan posisi ayahnya dan memegang kemudi mobil, tentu ia tidak harus menabrak Alanis yang sedang berdiri di tengah jalan. Jika ia bisa fokus dan mengurangi kecepatan. Tentu saat ini si kembar masih bisa merasakan dekap kehangatan dari sang ibu.

Pantas Qui membencinya. Sejak dulu. Ketika mereka pertama kali bertemu, Qui selalu menghujaminya dengan kebencian tak bertepi. Cinta yang diberikan Zurri pada Qui tak akan pernah cukup. Karena hanya ada dendam di mata Qui. Dendam yang pada akhirnya membutakan mata hati. Dendam yang pada akhirnya dijadikan sebagai alat untuk mengoyakkan cinta yang telah dipupuk oleh Zurri secara perlahan di dalam hati Qui. Dan Qui tidak pernah merawatnya. Cinta itu dibiarkan kering dan mati.

Qui selamanya tetap akan menjadi Qui. Zurri tidak tahu lagi bagaimana cara mengubahnya. Dan Zurri memilih lari. Menghilang selama tiga tahun, untuk menghapus Qui dari dalam hatinya. Untuk belajar menerima bahwa cinta yang diberikan Qui padanya nyatanya hanya ditujukan untuk membunuhnya. Tetapi Zurri tidak akan menghakimi Qui atas itu. Ia sangat pantas menerimanya dan Zurri akan siap ketika Qui hingga detik ini tetap mencari celah untuk membalaskan kematian Alanis. Ia tidak akan lari lagi.

"Memandang hazel-mu selalu mengingatkan aku pada sosok ayahmu, Laqueena. Aku tahu sejak pertama kali bertemu dengannya aku tak akan pernah bisa lari. Ia telah mengikatku," ungkap Zurri dengan nada serak. Ia menghapus bekas air matanya dengan cepat sebelum Queen berhasil mengetahuinya.

"Apa maksudmu? Aku sungguh tidak mengerti." Queen menggeleng pelan dan tetap waspada, takut jika ketika ia lengah sedikit saja maka Zurri kembali mendominasi.

Tetapi melihat Zurri yang sedikit terguncang entah karena apa membuat keraguan menyeruak dalam benak Queen. Zurri yang ia lihat sekarang berbeda dengan Zurri beberapa menit yang lalu. Queen dapat merasakan kenestapaan yang melingkupi tubuh kokoh itu. Ia tahu, Zurri butuh penopang. Terkadang Queen heran dengan dirinya sendiri yang memiliki kepekaan luar biasa.

"Ada waktunya nanti ketika kamu harus mengetahui sebuah kebenaran. Tetapi bukan sekarang. Kamu hanya perlu bersabar. Hmm... sudah hampir siang, sepertinya kita ada kelas. Aku akan mengantarmu ke kampus," putus Zurri sembari berjalan mendekati Queen. Tetapi Queen tahu itu adalah cara Zurri untuk megalihkan perhatian Queen.

Helaan berat terdengar dari bibir Queen. Ia menggigit bibirnya pelan, menyimpan banyak pertanyaan yang menari indah di kepalanya hanya dalam benak. Sabar. Berapa lama ia mampu bersabar dan berada dalam batas antara kebenaran dan ketidakbenaran? Sebenarnya apa yang disembunyikan Zurri? Apakah itu berhubungan dengan Leonard? Pada akhirnya, Queen memilih diam dan mencoba mencari tahu sendiri dengan caranya. Berharap ia bisa menemukan teka-teki yang disimpan rapat oleh Zurri dan daddy-nya itu.

Tangan Zurri terulur untuk menggandeng pergelangan tangan Queen sekali lagi. Namun kini dengan cepat gadis itu menepisnya. Sedikit kasar mungkin, tetapi Queen tidak ingin Zurri bersikap seenaknya jika ia tidak sedari sekarang membentengi diri. Gadis itu memilih untuk berjalan terlebih dahulu keluar dari ruangan milik Leonard dan menuju pintu keluar rumah kayu ini. Zurri mengekor di belakang, tanpa mencoba untuk menyentuh Queen lagi.

Ketika berada di halaman depan rumah, Queen menoleh ke belakang dan menatap Zurri dengan datar. "Pergilah. Aku bisa ke kampus sendirian."

"Tidak, Laqueena. Kita berangkat bersama. Aku tidak ingin kamu terluka." Zurri melangkah lebih dekat ke arah Queen.

"Oh, begitu peduli denganku? Bukankah kemarin kamu mengingkari janjimu dengan daddy dan membiarkan aku pulang sendiri?" serang Queen dengan nada kesal. Entah mengapa mengingat kemarin Zurri mengabaikannya membuat hatinya dipenuhi dengan amarah. Tidak, tidak seharusnya ia seperti ini. Bukankah ia sendiri yang tidak mau Zurri mengantarnya? Dan ketika Zurri benar-benar menghilang mengapa ia harus kecewa?

"Masalah itu maafkan aku, Laqueena. Aku tidak bermaksud untuk mengingkarinya. Aku ada urusan yang harus aku selesaikan." Kilau sendu safir itu menyampaikan lara. Membuat Queen terdiam dan hanya mampu menguapkan kembali emosinya.

Hazel Queen menatap nanar pada diri Zurri yang juga memandangnya dengan tatap penuh penyesalan. "Aku tidak marah. Untuk apa aku marah? kamu bukan siapa-siapaku, 'kan? Hubungan kita hanya sebatas mahasiswi dan dosennya. Aku yang justru minta maaf karena sudah merepotkanmu. Hahaha. Lupakan. Sungguh aku tidak marah."

Nada serak itu pada akhirnya berhasil meluruhkan topeng ketegaran yang dikenakan oleh Queen. Tanpa sadar butiran kristal tak lagi sanggup diendapkan. Ia mengalir menelusuri bukit pipi Queen. Sial, seharusnya ia tidak menangis! Menangis hanya akan membuatnya begitu mengharapkan Zurri. Queen menggigit bibirnya keras, mencoba menahan kristal yang justru semakin menderas. Dengan kedua tangan ia mengusap air matanya dan membalikkan tubuh lagi. Jengah ketika mengetahui Zurri hanya diam membeku menyaksikan tangisnya.

"Pergilah. Aku memiliki kaki untuk bisa berjalan sendiri. Aku tidak akan terlambat masuk ke kelasmu lagi. Pegang kata-kataku." Setelah mengatakan demikian, Queen berjalan menjauh. Membiarkan kedua kakinya menuntunnya, meski tanpa arah. Ia bahkan tidak tahu apakah ia sanggup mengikuti kelas Zurri siang ini.

Queen tidak mendengar langkah kaki Zurri mengejarnya. Ia merasa bahwa Zurri masih terpaku di tempatnya. Tetapi ia yakin bahwa safir itu terus mengikuti pergerakannya. Aaarrghh!! Bodoh!! Apa yang kamu harapkan, Queen? Apakah kamu berharap bahwa Zurri akan mengejarmu ketika kamu menoleh ke belakang? Kamu terlalu banyak menonton film romantis yang pada akhirnya justru menjadi racun bagi otakmu sendiri! pekik suara hati Queen.

Akhirnya Queen mempertahankan diri untuk terus melangkah tanpa menoleh ke belakang membuat dirinya menghilang di balik pepohonan yang cukup besar, memilih jalan setapak untuk keluar dari halaman luas ini dibanding jalan besar yang bisa dilewati oleh lamborghini Zurri yang tadi sempat ia tangkap keberadaannya melalui sudut mata.

Queen mempercepat langkahnya. Ia seperti berjalan tanpa arah. Mengapa baru kali ini ia merasa bahwa rumah kayu itu terasa jauh dengan jalan raya? Tangan Queen terulur untuk menyeka peluh di dahinya. Denyut perih di kepalanya membuat langkahnya terhenti. Berkali-kali ia berusaha mengatur napasnya. Denyut itu semakin membuat ngilu, Queen berjongkok dan memegang kepalanya dengan kedua tangan. Ia memandang sekelilingnya dengan pandangan kabur. Ia merasa dunianya berputar. Queen memijit keningnya yang semakin ngilu.

"S-s-sakit...," gumam Queen pada dirinya sendiri.

Tidak lagi sanggup menopang dirinya sendiri, Queen luruh di atas rerumputan. Dengan posisi tubuh yang meringkuk bagai bayi dan dua tangan yang masih memegang kepalanya. Dahinya mengernyit menahan rasa sakit yang tak mau berkompromi. Kini Queen berada di antara batas kesadaran dan ketidaksadaran.

Ia tak lagi sepenuhnya berada di dunianya, saat sebuah lengan kokoh merengkuh tubuhnya. Membawanya dalam geletar kehangatan yang ia butuhkan. Mendekapnya dalam rengkuh yang ia rindukan. Dalam kabur pandangannnya, Queen melihat sosok Zurri yang menatapnya dengan raut kekhawatiran.

"Queen... aku mohon jangan seperti ini. Belajarlah untuk bersikap baik denganku. Karena... karena aku adalah calon suamimu."

Dan perlahan-lahan kesadaran Queen meredup. Membawanya ke dalam lelap yang dipenuhi dengan pekat, tanpa bisa mencerna kalimat yang telah diuntai oleh Zurri dalam bisikan lembutnya.

TBC

Gimme votements yah

Peluk Cium, LupitAra

Continue Reading

You'll Also Like

2.7K 417 54
Bagaimana kita bisa bertemu... Suatu hari seekor kupu-kupu terbang menghampiri seolah berkata "Ikutlah denganku, akan kutunjukan dunia yang menakjubk...
8.9K 809 104
[ BL TERJEMAHAN ] RAW TRANSLATE!! NO EDIT!! di terjemahkan dengan Google Translate Judul Asli : 偏执攻的病美人逃不掉了 Penulis: 金玉其内 Status: Completed ( 84+19 e...
3.6M 27.6K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
975K 50.8K 21
Digo dan Sisi pasangan suami istri yang menikah karena orangtua bukan karena cinta. setelah dua tahun membina rumah tangga tidak ada yang berubah dar...