LaQueen

Da LupitaZhou

191K 14.3K 1.5K

"Ketika cinta tak harus memiliki tetapi juga merelakan..." Kisah kembar Laqueena dan Laquisha, sang pengidap... Altro

p r o l o g u e
LaQueen 1
LaQueen 2
LaQueen 3
LaQueen 4
LaQueen - 6
LaQueen - 7
LaQueen - 8
LaQueen - 9
LaQueen 10
LaQueen 11
LaQueen 12
LaQueen 13
LaQueen 14
LaQueen 15
LaQueen 16
LaQueen 17
PENGUMUMAN PO ALANIS
LaQueen 18
LaQueen 19
LaQueen 20
LaQueen 21
LaQueen 22
LaQueen 23
LaQueen 24
LaQueen 25
LaQueen 26
LaQueen 27
INTERMEZZO - REAR VIEW
LaQueen 28
LaQueen - 29
LaQueen 30
LaQueen 31
Intermezzo - Minta Pendapat
LaQueen 32
LaQueen - 33
LaQueen - 34

LaQueen - 5

6.7K 497 41
Da LupitaZhou


"Sea..."

Dan suara serak Qui hanya mampu tertelan bersama dengan ketakutannya. Ia yakin, hanya dirinya yang mampu mendengar kata pembuka itu. Sebuah nama yang mencoba ia lupakan sejak empat tahun yang lalu. Benteng kokoh tak kasat mata telah ia bangun. Untuk melindungi dari jurang pekat yang dulu menjatuhkannya. Ia berhasil keluar dari jeratnya, dan tak akan jatuh untuk kedua kalinya. Terperangkap dalam rayu mata safir yang tak henti menelanjanginya adalah siksa. Dan ia sebisa mungkin harus menghindari bahaya sejak sekarang.

Sementara Zurri telah terpenjara dalam geming yang ia ciptakan sendiri. Kedua safirnya menatap nanar biru yang terlihat penuh dengan takut dan gugup. Wajahnya menegang, rahang kokohnya tertarik ke belakang. Otot di sekitar lehernya mulai memperlihatkan likunya. Dalam satu tarikan napas, Zurri kembali memperlihatkan wajah datarnya. Ia kemudian berjalan pelan. Tanpa lagi menatap mata Qui dan melewatinya begitu saja dan keluar dari ruangan.

Queen terdiam, mencoba mencerna apa yang telah tercipta di ruangan ini. Aura kesakitan yang tiba-tiba menaungi dan memberikan pukulan kecil di dadanya. Semua keheningan ini terasa mengerikan. Sementara Qui terus menunduk, menyembunyikan cairan hangat yang akan meluber. Tangan Qui terangkat, mungkin untuk mengusap air matanya dan setelah itu dengan cepat ia kembali mendongakkan kepala dan menatap Queen dengan senyum di wajahnya.

"Aku merindukanmu, Queen!" pekik Qui sambil berjalan menuju ranjang Queen dan memeluk kakak kembarnya itu. Erat. Tanpa kata lagi, mereka menyalurkan cinta dan rindu yang tertahan kala perjumpaan itu terasa sulit. Qui tidak dapat menahan air matanya, ia kembali terisak di belakang Queen. Kesepuluh jemarinya mencengkeram erat kaos Queen.

"Apa yang terjadi padamu, Qui? Apakah kamu mengenal Zurri?"

Queen tahu tidak seharusnya ia bertanya hal itu kepada Qui di saat seperti ini. Saat di mana harusnya ia dan Qui menguarkan himpit rindu yang ingin menemui pelepasannya. Queen tidak tahu, berapa banyak bentang waktu yang mereka lewati tanpa salah satu di sisi. Qui memang memilih untuk hidup mandiri dan menetap di apartemen yang berbeda meskipun tetap berada di bawah langit kota Moskow.

Tetapi saat ini ada yang berbeda. Queen merasakan Qui begitu jauh untuk mampu ia gapai. Meski tubuh Qui berada dalam dekapannya. Gadis itu juga semakin kurus. Queen tidak tahu apakah seorang balerina harus memperhatikan berat badannya. Bagi Queen, kurus Qui tidak wajar. Seperti hanya tulang yang terbungkus oleh kulit. Queen semakin mengeratkan pelukannya dan mengelus punggung Qui pelan. Tidak berharap lagi mendapatkan jawaban. Karena ia tahu, Qui pasti telah mengenal Zurri sebelumnya dan sebentar lagi mungkin ia akan mendengarkan kebohongan dari bibir Qui.

"Ehmm... tidak Queen. Aku menangis karena aku terlalu khawatir dengan keadaanmu. Aku... takut." Qui melepaskan pelukannya dan tersenyum pedih sambil mengelus rambut pendek Queen. "Tapi aku lega karena melihatmu baik-baik saja."

"Dia hampir mati karena khawatir padamu." Lynee menimpali sambil terkekeh untuk mencairkan suasana.

Senyum samar keluar dari bibir Queen. Ia tahu, Qui pasti akan menyangkal. Tetapi ia tidak ingin menekan Qui lagi. Pandangan Queen kemudian tertuju pada perban yang membalut bekas suntikannya. Ia memejamkan mata, mencoba menahan pedih yang kembali bersarang di dalam hatinya. Sampai kapan ia akan menjadi lemah? Sampai kapan ia tergantung dengan suntikan ini? Sampai kapan ia akan menyusahkan orang-orang di sekitarnya?

Seandainya bisa, ia ingin melepaskan jerat ketergantungannya. Terhadap Kenny, Qui, atau siapa saja yang rela menjadi penopangnya. Jika sudah berada di posisi seperti ini, ia sungguh merasa seperti daging yang tidak berharga. Ia selalu berjanji dalam hati untuk tidak ceroboh, tetapi selalu saja ia melakukan kesalahan yang sama. Melihat raut khawatir dari Qui, tentu menyiksanya. Terlebih ketika tadi Zurri membawanya ke rumah sakit ini, Kenny begitu kalut.

Queen tidak ingin mengatakan bahwa Zurri yang menyebabkan ia seperti ini. Ia justru mengatakan pada Kenny bahwa Zurri yang menolongnya dan membawanya ke rumah sakit. Queen hanya tidak mau Zurri mendapat masalah dengan Kenny, mengingat bagaimana protektifnya Kenny terhadapnya.

"My baby!" Suara bariton seorang lelaki terdengar dari ambang pintu. Qui, Queen, dan Lynee menoleh cepat dan mendapati Kenny sudah berada di sana dengan jas dokternya. Segera kedua tangannya terentang untuk menyambut Qui ke dalam pelukannya.

"Daddy!" pekik Qui memeluk erat leher Kenny dan tak ingin melepaskanya. "Apakah daddy baik-baik saja?"

Kenny terkekeh dan melepaskan pelukannya sambil membelai wajah Qui. "Harusnya daddy yang bertanya apakah kamu baik-baik saja? Anak daddy yang hilang, hmm?"

Qui cemberut mendengar Kenny mengatakan bahwa ia anak yang hilang. Ia mencubit lengan Kenny pelan dengan tidak melepaskan senyum di bibirnya. "Aku bukan anak yang hilang, Dad. Karena rumahku berada di hati daddy dan Queen."

Kenny kembali terkekeh dan mengacak rambut putrinya itu. Mata birunya kemudian menatap Queen dengan penuh sayang. Ia dan Qui berjalan kembali ke sisi Queen.

"Sudah sehat, sugar?"

Queen mengangguk yakin. "Aku tidak perlu menginap di rumah sakit ini, 'kan?" tambah Queen dengan pandangan bertanya, menyiratkan perohonan agar ia tidak perlu berlama-lama di rumah sakit.

"Kamu bisa pulang nanti malam. Sayang sekali hari ini daddy ada jadwal operasi sehingga tidak bisa kembali bersamamu. Daddy sudah meminta tolong pada lelaki yang tadi mengantarmu. Dia temanmu, 'kan?"

Queen membelalakkan matanya. Menatap Qui dan Kenny bergantian. Ia sempat menangkap pandangan Qui yang tiba-tiba kosong. Tetapi cepat sekali Qui bisa menguasai dirinya lagi dan tersenyum penuh arti pada Queen. Queen mendesah dalam hati.  Merasakan getir dari pandangan Qui. Mereka adalah kembar identik, tentu Queen dapat merasakan sakit yang dirasakan Qui, begitu pula dengan Qui. Mereka seperti memiliki kontak batin walaupun kadang tidak berada di tempat yang sama.

"Aku bisa pulang sendiri, Dad. Aku sudah dewasa. Aku bisa menjaga diriku sendiri," tolak Queen dengan halus karena ia merasa tidak enak dengan Qui. Queen hanya bisa menebak bahwa Zurri adalah mantan kekasih Qui.

"Bisa menjaga dirimu sendiri? Kamu sudah berkali-kali mengatakan itu, sugar, dan hasilnya? Kamu tetap membuat jantung daddy-mu ini mau melompat dari tempatnya. Jangan membantah. Nanti lelaki itu akan kembali, tadi ia ijin untuk pergi sebentar," tegas Kenny. Meskipun nadanya begitu lembut, tetapi terdengar jelas bahwa perkataan itu tidak bisa dibantah lagi.

"Hmm... Queen maafkan aku tidak bisa mengantarmu. Aku... aku harus pergi sebentar lagi. Aku ada latihan untuk pertunjukanku."

Senyum samar terkembang dari bibir Queen. Saat mata hazel-nya akan menatap iris Qui, adiknya itu justru berusaha untuk menghindari tatapannya. Ada rasa bersalah yang menelusup ke dalam relung Queen. Jika memang Qui dan dosennya itu saling mengenal maka ia akan dengan senang hati mengalah dan menghindari Zurri. Lelaki itu terlalu mendominasi, membuat Queen takut tidak akan bisa lepas dari jerat pesonanya.

"Ah, maafkan aku Qui. Aku lupa bahwa minggu depan adalah pertunjukan besarmu." Queen pura-pura terkejut dan menutup bibirnya dengan satu telapak tangan. "Dad, ayolah aku mohon... ijinkan aku pulang sendiri. Atau aku bisa naik taxi. Aku ingin pergi ke boutique untuk membeli gaun yang akan aku kenakan untuk menonton pertunjukan Qui," rayu Queen untuk menghindari pertemuannya dengan Zurri.

"Tidak perlu mengkhawatirkan masalah itu, Queen. Daddy akan memesankan gaun dari paris untukmu tidak perlu mencari gaun di boutique."

Helaan napas berat terdengar dari bibir Queen. Ia tahu jika Kenny sudah berkehendak maka ia tidak bisa melawan lagi. Ia hanya berharap Qui tidak marah padanya jika ia pulang bersama Zurri nanti. Apalagi Qui telah memergoki dirinya berciuman dengan Zurri. Mengingat itu membuat kedua pipinya dipenuhi dengan rona merah.

"Daddy tentu akan memberikan yang terbaik untuk putri kesayangannya, Queen," timbal Qui dengan memaksakan sebuah senyum.

"Daddy akan memberikan yang terbaik untuk kalian berdua, karena kalian adalah kesayangan daddy." Kenny mencium kedua pipi Queen dan Qui bergantian. Membiarkan gelak tawa mereka terdengar memenuhi ruangan. Melupakan bahwa mereka kini sudah bertumbuh menjadi gadis yang dewasa. Karena terkadang momen ketika kebersamaan itu masih dalam rengkuhan akan menguar dengan deras kala pertemuan tak lagi mudah.

***

Langkah Qui yang terseret beradu dengan decit kursi roda pasien-pasien yang ada di rumah sakit ini. Ia sedikit oleng, rasa pening seakan menyergapnya dan memilin urat-urat syaraf di kepala. Membuat matanya kehilangan fokus. Bahkan untuk berjalan selangkah rasanya berat sekali. Qui mengutuki Lynee yang dengan seenaknya meninggalkannya pergi begitu saja karena harus mengurusi beberapa balerina lain yang sudah ada di gedung pertunjukan untuk berlatih.

Jika bukan karena Kenny yang menahannya, tentu Qui akan pergi sejak tadi meskipun ada rasa bersalah terhadap Queen karena ia tidak bisa lama melewati kebersamaan mereka. Tetapi Qui sudah berjanji ketika usai pertunjukan besarnya, ia akan mengambil cuti satu bulan penuh dan akan kembali ke apartemen Kenny dan Queen dan hidup bersama keluarganya sebelum ia kembali disibukkan oleh rutinitasnya.

Qui menatap gelap langit yang mulai meleburkan sinar matahari. Ia melihat jam tangannya dan berdecak sebal saat waktu seakan berjalan cepat. Jika tidak segera datang ke gedung pertunjukan tentu ia akan terlambat. Tetapi rasa pening ini tidak ingin berkompromi. Sakitnya semakin menjadi. Terlebih saat otaknya kembali memutar kenangan-kenangan yang terjadi empat tahun lalu. Walau samar, itu cukup menghujam bagai belati dan menguarkan darah di hatinya.

Ia benar-benar harus meninggalkan rumah sakit ini. Sebelum matanya kembali menangkap sosok lelaki itu. Ia sebisa mungkin harus menghindar. Qui mencari tiang untuk menopang dirinya yang tiba-tiba dilanda rasa mual dan membuat langkahnya seperti orang mabuk. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya. Ia benci berada di situasi seperti ini!

"Hhmmpptt!!!" teriak Qui tertahan saat merasakan seseorang ada di belakangnya. Memeluknya dari belakang sambil membekap bibirnya.

Qui mencoba meronta, sayangnya, tiba-tiba rumah sakit ini menjadi sepi dan sangat mengerikan. Pasien yang lalu lalang seolah hilang ditelan gelap yang mulai merayap. Tubuh itu tinggi, Qui bisa merasakan hembusan napas lelaki itu di lehernya. Kedua lengan kokoh itu pada akhirnya memaksa untuk membopong Qui. Qui membelalak saat mengetahui siapa yang dengan paksa berani menggendongnya.

Lelaki itu melepaskan bekapan  mulutnya, namun lidah Qui sudah terlalu kelu untuk sekedar berteriak. Suaranya telah tertahan di tenggorokan. Lelaki itu membawa Qui masuk ke dalam mobilnya. Dan dengan cepat ia mengunci pintu mobil. Menutup akses Qui untuk bisa melarikan diri.

"K-k-kamu!" pekik Qui dengan marah kepada lelaki yang kini hanya tersenyum sinis menatapnya dengan raut kemenangan.

Ia kemudian menyalakan mesin mobil dan fokus pada kemudi. Qui hanya bisa pasrah dan memasang sabuk pengaman. Membiarkan lelaki ini membawanya entah kemana. Ia lelah dan ia merasa sangat pening. Ia butuh untuk tidur. Sepanjang perjalanan, Qui hanya mampu terdiam. Karena lelaki itu sama sekali tidak membuka kata.

Qui menatap lampu-lampu kota yang mulai pijar menyerang menjadi terang malam. Membiarkan pandangannya terlena dengan pemandangan keramaian kota Moskow. Hingga kedua kelopak matanya merayap turun, mendatangkan gelap yang membawanya terputus dengan dunia hanya untuk sesaat.

"S-sea...," igaunya pelan sebelum kesadarannya benar-benar hilang.

TBC

Nah loh... tebak siapa yang mau culik Qui?

Next part besok yaa... janji... wkwkwk...

Maaf kalau lama update... maklumi kesibukan di dunia nyata... :')

Jangan lupa votement yaa...

Peluk Cium, LupitAra :*

Continua a leggere

Ti piacerĂ  anche

12.3K 2.8K 42
"Cinta bersemi di antara dua benua!" (Romance & Action) Note: -Alur kisah ini hanya kisah fiksi, hasil dari ide, dan imaginasi penulis sendiri. -Long...
Luke Da khlpzkia

Teen Fiction

1.8K 196 12
Kirana Anjani, gadis SMA yang hidup di sebuah panti asuhan sejak kecil. Suatu hari, Kirana menemukan sebuah buku tua, Ia juga menemukan secarik kerta...
76.7K 6.2K 54
Aku tahu, aku tak bisa. Tapi aku memaksa, dan pada akhirnya aku yang butuh diselamatkan.
807 292 20
Dengan hidup menumpang di sebuah keluarga elit, Morae tumbuh dengan penuh kasih sayang di keluarga itu. Hanya satu orang yang membenci Morae, yaitu M...