Bonus Palsu

By mounalizza

761K 51.9K 5.4K

"Ceria itu datang membawa keramaian dalam hidupku. Sifat positivnya membuat aura kelamku tergantikan dengan s... More

Prolog
Bonus - 1
Bonus - 2
Bonus - 3
Bonus - 4
Bonus - 5
Bonus - 6
Bonus - 7
Bonus - 8
Bonus - 9
Bonus - 10
Bonus - 11
Bonus - 12
Bonus - 13
Bonus - 14
Bonus - 16
Bonus - 17
Bonus - 18
Bonus - 19
Epilog

Bonus - 15

31.3K 2.4K 243
By mounalizza

Jika saat baca ada sebagian tulisan yang berantakan tata letaknya atau double coba direfresh dulu library kamu atau remove cerita ini dulu. Mungkin sebagian dr kamu ada yg belum upgrade versi wattpad. Karena di pc atau dihp aku setelah aku cek baik-baik saja. ^_^

•••

Rezky ('._.')\('́⌣'̀ )

"Kamu pasti bisa."

Ucapan Tante Mira ini membuat hatiku terasa terbebani. Takut dan tidak yakin semua menjadi satu, tetapi aku memang mau memulai masa depan dengan perasaan bahagia. Jelas aku mau Muna bahagia luar dalam, dalam artian dia sudah benar-benar melupakan masa lalunya.

Bisakah?

Berperan sebagai pihak mediator bagi dua orang yang seharusnya saling menyayangi? Ini sulit.

"Ma Nizar belum pulang?" aku buru-buru memasukan kertas berharga itu ke dalam saku celana.

"Sebentar lagi juga dia sampai, tadi katanya sedang di jalan." Muna meletakkan minuman segar di depanku. Ia lalu duduk di sampingku memasang senyum ceria. Tante Mira menatap kami berdua dengan tatapan penuh syukur.

"Kalian sudah makan?" kami mengangguk bersamaan.

"Sudah ma tadikan di sana Muna makan mengisi energi yang habis termakan rasa gugup. Pita suara mendadak bervolume rendah nyaris tak bersuara. Ah mama bisa bayangkan bagaimana tingkah aku yang biasanya bercerita dengan durasi panjang ini bagaikan ping di bbm, singkat dan tepat waktu. Aku sempat takut calon kakak ipar akan mengetes dengan cara akal-akalan yang mirip di sinetron tapi ternyata itu hanya ketakukan belaka. Oh iya ma calon menantu mama ini bukannya membantu aku malah menggodaku terus di sana." setelah berbicara panjang dia membalas dengan senggolan jari telunjuknya ke pinggangku.

Muna andai tidak ada mamamu.. Kenapa aku semakin gemas dengan tingkahnya yah?

"Muna.." tegur Tante Mira. "Udah biasa tan sama durasi bicara Muna." Tante Mira tersenyum menatapku.

"Mudah-mudahan kamu selalu terbiasa." aku mengangguk kikuk.

"Selamat malam..." suara lemah terdengar memasuki rumah. Suara Nizar sepertinya dan benar saja penampakan tubuh paling termeriah untuk ukuran anak remaja sedang berjalan lemah tak berdaya.

Kenapa dengan si burung Cendrawasih? Pengisi daya miliknya sudah lemahkah?

"Kamu kenapa Zar?" tanya Tante Mira penasaran. Nizar langsung duduk di sampingnya. Menghempaskan tampilan aneh dihadapan kami. Entah apa yang ada di isi kepalanya. Dia seperti rainbow cake.

"Aku kalah ma." jawabnya lirih. Aku dan Muna menatap wajah pesimis Nizar. Kemana semangat era kebangkitan yang ia gadang-gadang sebelumnya? Ah urusan apa denganku. Memikirkan kakaknya saja membuatku kalut tak karuan, apalagi mengurusi dirinya.

"Kenapa bisa kalah?" tanya Tante Mira lembut menggenggam jemari Nizar.

"Gaya senamku tidak manusiawi untuk kaum lansia. Katanya bisa mengindikasi patah tulang, keseleo dan kemungkinan mempercepat tulang keropos." aku dan Muna menahan tawa. Tante Mira mengacak rambut Nizar.

"Mamakan sudah bilang mereka orang tua tidak akan mampu mengikuti gerakan aktif kamu. Lagian ada-ada aja sih ikut perlombaan begitu."

"Inikan demi menyatukan segala usia." alasan yang aneh.

"Udah semangat heboh sama rambutnya, lagian mereka bisa jadi udah pada rabun penglihatannya. Kalau dipikir-pikir percuma tampil heboh." ledek Muna. Nizar melirik kami berdua. Dia seakan malas membalas ocehan Muna.

Boleh aku jujur? Sebenarnya melihat tingkah tanpa gairah tengil khas Nizar membuat aku kehilangan dirinya.

"Aku gagal kak." dia terlihat lesu.

"Bumi tertawa karena salah satu cucu Adam kalah sebelum bersinar. Mundur sebelum maju menghadapi hari esok. Diam saat jarum jam terus berputar menelan sisa hidupku. Hampa, kosong, suram segera menemaniku. Aku hilang harapan sebelum menemukan arti kebangkitan." mulai lagi tengil-nya. Baru juga gue puji. Patah semangat aja masih berlebihan.

"Kamu ini berlebihan. Sudah sekarang mama siapkan makan malam buat kamu yah. Nak Rezky jangan pulang dulu yah! Tante siapkan dessert buatan tante. Ayo Muna bantu mama!" Muna mengangguk dan mengekori Tante Mira meninggalkan aku dan si tengil yang sedang lemah tak berdaya karena bumi gonjang-ganjing. Nah kan aku ikutan lebay.

"Zar.. Besok ikut aku mau?" dia menatapku lesuh. "Mau ngapain?"

"Kita jalan-jalan dan aku akan merombak gaya alay kamu. Lalu aku akan membantu kamu dalam urusan mencari jati diri." tawarku padaku. Aku berjalan mendekatinya, duduk di sampingnya.

"Anak seumuran kamu ini seharusnya bergaya alami, nggak seperti ini. Mau ikut parade warna-warni..?" Nizar mengangguk, antara mengerti atau mengumpulkan daya ketengilannya.

"Oke hyung aku akan mengikuti saran yang terbaik darimu." dia menatapku dengan bijak. Ah anak ini, tunggu tadi dia bilang aku apa? Hyung?

"Hyung?" tanyaku tak mengerti.

"Itu berarti kakak laki-laki di negara Korea. Teman-teman perempuanku mengajarkan aku. Seharusnya Kak Muna manggil hyung dengan sebutan oppa..." dikira gue anggota boyband Korea.

"Sudahlah Zar. Sekarang kamu bisa membantuku kan?" dia kembali berfikir.

"Hmmm bagaimana ya hyung..." Ah ingin rasanya ku jedoti kepalanya. Tengil akut nih anak.

"Demi kebaikan kakak tercinta aku akan mau membantu hyung asal Kakak Muna tersenyum." aku membalas dengan senyuman yakin. Tentu saja aku akan membuat Muna-ku tersenyum. Wanita yang aku cintai pantang menderita bila aku sudah memilikinya.

"Besok kamu aku jemput di depan sekolah yah. Jam berapa kamu pulang sekolah?"

"Jam satu."

"Oke aku akan tiba tepat waktu."

"Apaan yang tepat waktu?" Muna berdiri sambil membawa piring kecil berisi dessert buatan Tante Mira.

"Besok hyung akan menemaniku berubah menjadi lebih baik." Muna melirikku bingung. "Hyung?"

"Sudahlah kakak tidak mengerti jalinan kasih kami. Tanpa sadar kita sudah terkoneksi." jawab Nizar. Aku tertawa, harus ku akui dua kakak beradik ini mampu membuat aku terperdaya dengan cara mereka berbicara.

"Tapi ada syaratnya Zar." aku memegang pundaknya. Dia menunggu jawaban dariku. "Rambut kamu ini harus dipangkas." wajahnya menegang.

"Ah iya benar Rez. Tatanan rambut ini harus dibumi hanguskan dari muka bumi ini. Ah membuatku muak melihatnya. Mataku bisa kena syndrome jereng kalo kelamaan menatapnya. Merusak konsentrasi dan mengganggu aliran darahku. Apa sekarang saja yah? Dibotakin saja kebetulan ada alat cukurnya di sini Rez." penjelasan Muna membuat Nizar menggeleng.

"Yah jangan kak.. Dikira aku tahanan baru keluar penjara."

"Nggak bisa kamu musti nurut sama kakak. Mau aku aduin sama mama dvd yang kamu punya?" ancam Muna. Nizar diam tidak berkutik.

"Muna.." aku menarik tangan Muna dan menggelengkan kepala. Nizar ini masih muda masa dimana ia penasaran, menyikapinya jangan ditantang tetapi dibimbing.

"Zar rambut kamu itu bisa keren tanpa harus diwarnai aneka ragam. Percaya aku pasti keren deh. Dijamin para wanita akan bertekuk lutut sama kamu." rayuku pelan.

"Wah bener nih yah hyung?" aku mengangguk. "Demi peradaban dunia aku mau menuruti hyung." apa kata lo deh Zar..

"Nizar tolongin mama kemari." panggil Tante Mira. Nizarpun pergi ke dalam. Aku menarik Muna duduk di sebelahku.

"Besok kamu ikut juga yah. Sehabis itu kita makan malam. Besoknya kan aku balik ke Jakarta." Muna mengangguk, ada tatapan tak terima sebenarnya. Bolehkan aku mengira dia keberatan jika aku pulang lebih dahulu?

"Apa aku pulang bareng kamu aja?" tawarnya dengan wajah sedikit tak rela. Ah aku ingin mencubit pipinya. Gemas.

"Nggak perlu. Kamu puas-puasin dengan mama dan Nizar di sini. Setelah itu kamu kembali bersama aku. Kamu mau melanjutkan kuliah atau apa?" Muna berfikir kembali.

"Aku mau kerja sama kamu aja di RezkyBar sekalian mencicil hutangku yang begitu banyak sama kamu. Kamu sangat baik sama aku Rez. Memberikan aku tempat tinggal bahkan kepercayaan." Muna menggenggam tanganku.

Bagaimana aku memulai pembicaraan mengenai papanya yah? Melihat wajahnya yang berseri seperti ini membuatku takut.

"Rez kenapa diam?"

"Aku balik dulu yah. Besok kembali lagi." Muna menggeleng. "Makan dulu pencuci mulut ini." Akupun menerima dessert dengan riang. Hidupku terasa normal akhir-akhir ini.

Hey kalian para playboy bertobatlah! Serius hidup normal dengan fokus kepada satu wanita membuat jiwa dan hati searah sejalan menuju masadepan yang dapat kita raba. Ah Rezky kau bicara apa.

Pokoknya lazis sekarang hidupku.

•••

"Makasih untuk hari ini Rez. Nizar kembali ceria dan mulai bisa bergaya normal seumuran dirinya." malam ini kami sedang duduk di depan mobilku. Tepatnya duduk di atas mobil. Seharian ini aku menghabiskan waktu bersama Muna dan Nizar. Merombak habis gaya Nizar menuju era kebangkitannya. Ah seperti itulah kata calon adik iparku.

Aku ihklas mengeluarkan uang demi penampilan masuk akal adik ipar. Walaupun telingaku hampir bengkak menghadapi duo maut manusia yang kalau bicara berdurasi panjang tapi aku menikmati. Alunan yang mereka dendangkan membuat aku ceria.

Nizar sudah kami pulangkan. Dia tidak menolak, terang saja tentengan plastik aneka baju dan sepatu berhasil ia jarah dari tabunganku. Terlebih rambut barunya yang sudah kembali normal. Aku yakin kaum wanita akan bertekuk lutut kepadanya. Akupun sempat mengajarkan cara merayu wanita. Wanita itu mudah dipahami. Cukup diperhatikan mereka pasti akan menyeret dirinya sendiri ke hadapan kami para pria.

Walaupun terlalu singkat aku memberikan tips tapi aku yakin Nizar mampu mengusainya. Satu hal yang kutekankan kepada dia, hilangkan kelakuan tengil yang berindikasi membuat para wanita muak. Aku aja pria eneg apalagi wanita. Kamu sama saja menghempaskan diri kamu ke jurang kehancuran.

"Tapi hyung ko bisa takluk sama Kakak Muna? Dia juga sama ama aku. Malah galak lagi?"

Jika mengingat itu aku sedikit tertawa. Aku memang tersihir oleh daya tarik mulutnya. Hahaha..

"Kakak kamu itu berbeda. Dia wanita jelas kaum pria akan semakin tertantang. Kalau kamu pria masa kamu yang jadi pembuka suara. Kamu seharusnya yang menjadi sipembuat suara."

"Kamu besok berangkat jam berapa? Naik pesawat?" lamunanku terpotong oleh suara Muna. Udara Surabaya yang lumayan bersahaba, membuat malam ini sedikit bergairah. Ah Rezky mentang-mentang sudah puasa terlalu lama. Bahkan mendekati tidak pernah. Sabar Rez...! Ini yang kamu mau bukan? Menunggu si pengicau cinta ini halal di mata agama dan negara.

"Iya besok pagi. Setelah itu siangnya aku mau pergi ke Bandung." Muna bingung, aku memang belum bicara dengan Muna perihal usaha yang akan aku coba di Bandung.

"Maaf aku belum bilang. Pacar sahabatku sedang membangun hotel dan tempat wisata di Bandung. Dia mau di hotel itu ada sentuhan club-nya, tapi terkesan sopan dan tidak di luar batas. Aku menyanggupinya untuk mau kerjasama." aku memegang tangannya, mengecupnya berkali-kali. Ini mirip sepasang kekasih bermesraan normal. Ini menyehatkan dan membuat pikiran mesumku hilang tergantikan dengan rasa sayang.

Muna sebegitu besar pengaruhmu pada kelangsungan hidup pria brengsek macam diriku.

Baiklah jika dia mampu merubah sifatku yakinlah Rez kamu mampu merubah ketakutannya dengan satu hal. Bukan satu hal tapi sesosok manusia. Ayahnya.

"Mun kalo kita menikah kamu mau acara seperti apa?" tanyaku pelan.

"Sederhana saja. Buat apa membuat acara meriah kalau yang datang malah mencibir dan menyumpahkan kelanggengan rumah tangga kita tidak baik. Kamu tau nggak kebanyakan orang yang datang disuatu resepsi mewah pernikahan pasti merasa iri. Merasa mereka juga menginginkan acara seperti itu. Coba kalo kamu bayangkan skala yang datang misal dua ratus orang menggurutu dalam hati acaranya hanya pamer bisa jadi doa mereka didengar. Nanti pernikahan kita akan nelangsa. Berbagai kisruh bisa terus menemani kita. Akhirnya bercerai."

Muna ini bicara apa sih?

"Menikah yah menikah kalau ada orang yang tidak suka ya itu urusan mereka. Gagalnya suatu pernikahan akibat hubungan dua pihak bukan dari banyak pihak sebenarnya. Dan aku berjanji jika kita menikah hanya ada satu yang pasti mampu memisahkan kita." aku menarik pinggangnya mendekat.

"Hanya kematian yang akan memisahkan kita. Kita berdua hanya sebuah perantara yang dimainkan oleh Yang Maha Kuasa. Keputusan Dia Mutlak tak bisa kita rubah. Dan kita harus mempercayainya." Muna seperti tak percaya kata-kata itu keluar dari bibirku. Aku memang pria brengsek tapi aku tahu kapasitasku sebagai makhluk hidup yang percaya sebuah kepastian.

"Bukan orang ketiga, misal kamu mencoba selingkuh atau aku?" tanyanya bodoh. Muna-ku ini memancing emosiku rupanya.

"Tidak akan ada yang berselingkuh. Aku sudah bosan." jawabku yakin. Dia terkikik geli. Mungkin tadi dia sedang mengetesku.

"Tidak juga papa dan kakakku. Tidak juga mamamu atau adik tengilmu. Atau siapa itu si temannu Tony." cibirku diakhir.

"Mereka bukan halangan di kelangsungan rumah tangga kita kelak." Muna tersenyum.

"Tidak juga dengan papa kamu." ucapku sepelan mungkin. Dia melepas pelukanku. Wajahnya ia palingkan dari diriku. "Muna.." panggilku sedikit menyesal. Aku tahu ini berat tapi Tante Mira dan papa benar. Hati Muna untuk ayahnya harus segera diobati.

"Maaf kalau kamu tidak nyaman, tapi aku berniat kita harus  bertemu dengan papa kamu." Muna menatapku dengan wajah sangat terkejut.

"Untuk apa?" teriaknya tiba-tiba.

"Meminta restu Muna." dia menggeleng. "Tidak..tidak aku tidak mau dan tidak sudi." aku menarik kedua tangannya yang seketika gemetaran.

"Baiklah tenang sayang. Kita tidak akan bertemu dengan papa kamu." aku menyesal telah memulai pembicaraan ini jika tahu reaksi Muna akan seperti ini.

"Dia bukan papa aku." matanya seperti memohon kepadaku. Tidak ada linangan air mata hanya ada raut kebencian.

"Jangan bawa dia ke kehidupan kita nantinya Rez." pintanya. Aku diam dan hanya mengacak rambutnya. Baiklah pelan-pelan Rez jangan gegabah. Muna baru saja menerima lamaran kamu, jangan recoki dengan masalah ini. Walaupun aku tidak akan mau menikah tanpa restu terlebih dahulu dari ayah Muna atau setidaknya Muna mau membuka pintu maaf.

"Maaf Rez. Jangan bicarakan dia lagi bisa tidak?" aku hanya mengangguk.

"Ayo kuantar kamu pulang. Selamat bersenang-senang dengan mama dan adik kamu."

"Kamu jaga kesehatan yah Rez." dia memeluk aku dan bersandar di dada. Tenang rasanya.

"Di Jakarta jangan sembarangan lihat wanita sexy." Muna berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Kamu juga yah Muna." aku mengusap pipi lembutnya. Maafkan aku Muna memulai pembicaraan sensitif.

•••

"Jadi Tuan Rezky setuju dengan konsep kami? Jika join sama kita citra negatif club kamu di beberapa cabang akan bagus kembali. Konsep wisata kita di sini kekeluargaan tanpa meninggalkan kesan anti konservatif." jelas pria di sebelahku, satu pria lagi menunggu jawaban. Sekarang ini aku sedang berada di Bandung. Mendengarkan konsep club yang dijelaskan kekasih sahabatku dan juga seorang pria yang hampir saja menjadi calon kakak iparku. Dulu kala aku sangat menyukai adik manisnya jika diingat mungkin aku hanya penasaran karena sang kakak yang sekarang sedang menunggu jawabanku ini lebih mirip ibu tiri yang siap menerkam jika aku mendekati adiknya.

Itu masa lalu. Semakin aku dilarang semakin aku penasaran dan memang sampai detik ini aku tidak berhasil menaklukannya. Terlebih dia sudah berstatus istri orang. Pantang bagiku mengganggu hidup bahagia seseorang. Semua kisah lucu di jalan hidupku dan aku menerimanya.

"Gimana mau nggak gabung sama kita?" tanya kekasih sahabatku lagi. Nah yang ini lain lagi. Wajahnya terlihat kurus, mungkin karena acara pengasingan cinta yang belum selesai. Jika kuhitung mungkin tinggal dua minggu lagi. Sungguh berat kisah cinta mereka. Dan jika kuhitung juga ini sudah tiga minggu semenjak aku pulang dari Surabaya. Selama tiga minggu ini hubunganku dengan Muna mutlak semakin menjauh. Bisa dibilang kami sudah putus sepihak. Muna yang memutuskan.

Kagetkah kalian?

Aku sadar sebelumnya aku terlalu demam jatuh cinta hingga lupa diri. Aku sadar dampak terlalu mencintai adalah lebih cepat rasa kecewanya. Dan sekarang rasa kecewa ini menggerogoti jalan pikiranku.

Ah sebenarnya aku rindu dengannya tetapi rasa kecewaku masih menang di hati. Terakhir saat aku memeluk Muna itu saat di Bandara. Ia mengantarkan  walaupun aku sudah melarang. Masih jelas aku ingat alasannya.

"Rezky aku kan mau mengantarkan kekasihku kaya di serial drama gitu. Seolah jarak bukan halangan jalinan kita. Ah pesawat ini sebagai saksi kepergian kamu. Aku akan setia sampai aku merasa bosan di sini dan kembali lagi sama kamu di ramainya ibukota negara kita. Nanti aku akan datang secara mendadak di apartement. Terus kamu yang sedang duduk di sofa menanti kehadiranku terkejut lalu berhambur memelukku. Ceritanya kangen sekangen kangennya. Ah sinetron sih tapi aku membayangkan itu."

Sungguh jika aku tahu itu adalah kicauan terakhir Muna sebelum akhirnya ia memberikan aku pesan perpisahan aku tidak akan mengeluarkan kalimat itu lagi. Sebelum aku izin pamit aku memeluknya erat dan membisikkan sesuatu.

"Sebelum kita menikah aku tetap mau menemui papa kamu begitupun dengan kamu. Aku mau kita membuka lembaran baru dan lembaran pertama yang harus kamu benahi adalah hubungan kamu dengan papa kamu. Kamu harus mau bertemu dengannya."

Saat itu Muna menegang dalam diam. Aku tahu ia mencerna kata-kataku. Aku tidak menunggu jawaban Muna hanya kecupan yang kuhadiahi sebelum berbalik meninggalkan dia. Hingga aku sampai di Jakarta aku kesulitan menghubungi Muna bahkan Nizar sendiri tidak bisa mengetahui keberadaan Muna. Nizar bilang kakaknya pulang malam dan langsung mengunci dirinya.

Aku sadar kata-kataku belum bisa Muna terima. Hingga tiga hari aku membiarkan kami tidak berkomunikasi. Terlebih akupun sudah berangkat ke Bandung. Sampai di malam ke empat aku berada di Bandung Muna mengirimkan aku pesan singkat. Pesan yang membuat aku tak berdaya.

Maaf Rez aku tidak bisa melanjutkan hubungan dan kebersamaan ini. Aku menolak kamu. Selamat tinggal.

Bagai tertabrak mobil hatiku seperti terhempas jatuh tak bertulang. Antara sakit hati dan marah semua menjadi satu. Rasanya berkali-kali lipat. Aku benar-benar kecewa bahkan saat aku menghubungi ponselnya dia tidak menganggkat sampai aku meminta Nizar untuk loudspeaker ponselnya ia tetap tidak mau mendengarkan. Beruntung Nizar banyak membantuku. Bahkan Nizar marah dengan Muna karena keputusan mendadaknya mempengaruhi hubungan aku dengan calon adik iparku itu. Tapi dengan Nizar aku akan tetap menyayanginya, bagiku Nizar itu seperti aku saat masih remaja. Dia tetap kuanggap adik tanpa restu dari Muna. Aku tidak perduli.

Seharian aku berfikir untuk menjawab pesan Muna. Baik jika ia mau aku membalasnya dengan pesan singkat aku mengikuti alurnya. Aku hanya membalasnya dengan kata-kata singkat.

Terserah apa maumu Muna. Yang perlu kamu tahu Aku mencintaimu.

Muna tidak membalas dan aku tidak berniat menyusul. Berkali-kali kakak dan papa menanyakan kelanjutan hubungan tapi aku selalu berkilah. Aku sedang dilanda sakit hati dan kecewa. Terserah kalian mau menganggap aku apa tapi ketahuilah pria jika sudah kecewa rasa berjuang itu tidak dibutuhkan lagi. Mungkin aku sedang mengalami fase itu. Ku akui hanya Muna yang mampu membuat ku kecewa sedalam ini.

Rasanya aku terlalu banyak berubah demi Muna tanpa dia mau berniat berubah. Aku rasa ini tidak adil. Ah sudahlah biarlah waktu yang menjawab.

"Oke gue balik dulu ke Jakarta." Satria menepuk pundakku dan menyadarkan lamunan. Aku hanya mengangguk. "Lo mau bareng?" tawarnya.

"Nggak gue bawa mobil ko." akupun berdiri. Memang hari ini aku akan kembali ke Jakarta. Aku harus terbiasa seperti ini jika memang sudah jalannya Muna tidak mau denganku.

"Rez tolong jagain Kim." pinta Kevin kekasih sahabatku. Mereka ini pasangan aneh yang dengan bodohnya menikmati kesakitan hampir satu tahun. Jika aku jadi Kevin aku akan tegas dari awal pada Kim untuk mau atau tidak menemaninya sampai maut memisahkan. Jika tidak mau. Ya sudahlah.  Move on man.

Kenapa aku jadi seperti ini. Entahlah karena rasa jengkel dengan Muna aku mudah sensitif.

"Lo cepat balik dan jangan main kucing-kucingan." dia hanya mengangguk sambil tertawa.

"Dia tahu lo ke Bandung?" tanya Kevin pelan.

"Dia tahunya gue ke Bali. Oke sampai ketemu di Jakarta. Gue harap lo segera melamar Kim."

"Tenang aja lo akan ketemu sama kita berdua di pelaminan dengan status dia sebagai istri." jawabnya yakin.

"Gue tunggu saat itu tiba. Bye.." akupun pergi meninggalkan Kevin. Diperjalanan bisa dibilang aku dan Satria seperti jalan berdampingan. Lumayan setidaknya aku tidak pulang sendiri walaupun kami sama-sama melajukan mobil sendiri. Beruntung kami sampai Jakarta menjelang sore. Kamipun berpencar di jalanan ramai ibukota. Aku segera melajukan mobil ke apartement. Malam ini aku mau beristirahat lalu besok aku akan pergi ke club. Aku rindu aneka minuman yang biasa aku mix yang biasanya mampu menghilangkan penat. Meskipun...

Sebenarnya selama di Bandung aku mulai berfikir untuk menjual club. Aku merasa sudah lelah mengurus club. Jujur aku tertarik dengan kehidupan di Bandung. Aku sadar lubuk hatiku yang tergerak seperti itu. Intinya aku ingin menghindar dari hal yang pernah ada sangkut pautnya dengan Muna.

Rezky kau ini pria dewasa. Patah hati bukan zamanmu lagi. Aneh bukan? Kenyataannya aku mengalami rasa galau sedemikian rupa. Aku merasa ditolak itu sangat menyakitkan.

Aku membuka kode pintu apartement dengan malas. Ini mengingatkanku dengan Muna. Saat aku masuk lampu ruangan sudah dalam kondisi hidup dan aku mendengar suara acara televisi di ruang tengah. Siapa yang berani-berani masuk ke wilayahku? Hanya Muna seorang yang tahu wilayah paling pribadiku ini. Laura hanya tahu tapi belum pernah masuk ke sini.

Papa? Ah tidak mungkin beliau pasti menghubungiku terlebih dahulu.

Apa jangan-jangan aku salah masuk apartement? Apa Muna datang?

Aku berjalan mencari tahu keberadaan seseorang yang datang ke tempatku. Dan ternyata benar sesosok wanita yang sangat aku sayangi sedang duduk sambil tertawa menonton televisi. Ah aku lupa dia juga tahu apartement ini.

"Kim?" sahabatku itu menoleh.

"Rez kamu kemana saja aku kangen kamu." Kimberly memelukku erat. "Kamu betah sekali di Bali."

"Kenapa di sini?"

"Tadi hujan dan aku malas mengemudi di jalan karena macet total. Tenang saja sebentar lagi aku balik." aku duduk di sofa. Kenapa aku kecewa yah bukan Muna yang duduk di sini. Sudahlah Rez mungkin memang ini keputusan yang terbaik.

"Res aku balik dulu yah. Kalau kamu nggak ada kesibukan besok antarkan aku ke rumah sakit. Besok hari terakhir aku di kelas therapy." aku mengangguk dan mengacak rambutnya. Sebentar lagi senyum kamu akan semakin lebar cantik. Kekasihmu sudah menyiapkan acara.

"Oh iya Rez ini bantal siapa? Kenapa berwarna pink?" itu milik Muna.

"Kenapa melamun?" aku mengambil bantal bulu itu dan kupeluk erat. Aromanya berubah jadi wangi Kimberly. Ah merusak rasa rinduku saja nih sicantik.

"Kenapa jadi bau kamu dibantal ini?" tanpa sadar aku berkata ketus kepada Kimberly. "Dasar aneh. Udah ah aku mau pulang." Kimberly berdiri dan segera pergi dari hadapanku.

"Besok siang temani aku yah!" suara Kimberly menghilang di balik pintu. Aku duduk sambil terus memeluk bantal. Muna sedang apa yah?

Kubayangkan biasanya jika di jam segini dia sedang menyaksikan acara musik sambil berjoget ria. Sementara aku menyaksikan dirinya. Lalu dia menyiapkan makan malam untukku dan berbagai kicauannya. Semua dia ceritakan. Bisakah itu terulang kembali?

"Rezky..." ah bahkan suara Muna seolah nyata di sekitarku. Aku benar-benar harus berusaha melupakan Muna. Setidaknya tidak terlalu berharap. Aku menutup mata dan terus memeluk bantal Muna. Aku butuh istirahat sejenak.

"Rezky.." suara ini yang aku rindukan. Muna aku membutuhkanmu sebenarnya. Sadar nggak sih aku marah dengan perlakuan kamu sama aku? Aku marah dan butuh dimanja sama kamu. Dasar wanita tidak peka. Malah pergi begitu saja dan tidak ada inisiatif.

"Rezky.." aku terlonjak kaget dari lamunanku karena sebuah tangan menepuk pundakku. Aku menoleh ke belakang dan melihat Muna sedang berdiri kikuk. Bajunya basah dan bibirnya gemetaran. Jadi suara ini benar dari dia?

"Muna..."

TBC..
Kamis, 18 Februari 2016
-mounalizza-

Maaf yah lama banget update ya,. mamaku baru operasi mata dan pasca operasi cukup membuat aku stress.. Minta doanya yah..

Silentreader jgn cuma baca aja. Votement dong biar nambah amunisi aku semakin semangat nuliss...

Bye..

Continue Reading

You'll Also Like

169K 9.2K 12
menyukai kembaran sendiri wajar bukan? bxb area awas salpak
2.4M 248K 31
[Medical Content] Love is not just a word. You will know until you read this story till the end. Kisah ini bermula di Rumah Sakit Fatmawati. Antara d...
3.4M 112K 48
Ini hanyalah sepenggal kisah tentang Iris Jingga yang kembali dipertemukan dengan sahabat seumur hidupnya. Kisah yang kembali mengulik luka lama just...
591K 76.4K 36
#Wattys2021 Winner ㅡ Chicklit | Chicklit - Romance Comedy | This work was added to @WattpadChicklitID Reading List April 2021 Lift my life, help me o...