Darrel menarik tangan Tiffany menuju taman belakang sekolah. Bel pulang sekolah sudah beberapa menit berbunyi. Darrel sebenarnya memang ingin membicarakan sesuatu kepada Tiffany.
Tiffany terus menunduk, tak mau melihat langsung mata Darrel. "Kenapa Kak Darrel bawa aku ke sini?" Cicit Tiffany.
Darrel mengembuskan napas. "Gue mau minta maaf, karena ... gue udah membuat lo merasa dipermainkan."
"Udah aku maafin kok Kak." Tiffany masih menunduk.
Darrel tersenyum. "Berarti, gue boleh deket sama lo lagi dong?"
"Jangan." Sela Tiffany dengan suara sedikit keras.
Darrel mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Soalnya ... temen aku ...," Tiffany mengembuskan napas, masih belum mau mendongakkan kepalanya. "... temen aku, suka Kak Darrel."
Aduh keceplosan. Batin Tiffany.
"Temen lo, siapa? Kania?" Tanya Darrel, mencoba memastikan.
Tiffany mengibaskan kedua tangannya. "Engga kok, ada kucing jatoh dari genteng tadi."
Darrel menautkan kedua alisnya. "Tif, jujur ke gue."
Mau tak mau, akhirnya Tiffany mengangguk. Lagipula, Kania sudah tidak pernah dekat lagi dengannya, dan dia sudah bergabung bersama geng di kelas --yang menurut Tiffany begitu norak. Dan dengan begitu, ia mengetahui mana yang benar-benar 'teman'.
"Lo ga bercanda 'kan?"
Tiffany menggeleng. "Sekarang aja dia udah ga pernah bareng aku lagi."
Darrel mengembuskan napas, ia berjalan mundur. "Gue balik ya Tif. Mau bareng?" Tawar Darrel.
Lagi-lagi Tiffany menggeleng. "Engga kak, aku dijemput."
"Oh yaudah. Hati-hati ya, gue duluan." Sebelum pergi, Darrel sempat mengacak rambut Tiffany yang terurai. Membuat kedua pipi cewek itu me-merah.
***
Keempat cowok tersebut, duduk diatas karpet berwarna hijau yang berada di kamar Darrel, masih dengan kegiatan masing-masing. Rama yang sedang memainkan handphonenya, Damar membaca komik miliknya, sedangkan Darrel dan Ghafar sedang memainkan PS4 dengan hebohnya.
Tiba-tiba Ghafar menyeletuk, dengan mempause game, membuat Darrel mendengus kesal. "Gimana kalau kita kemping?" Tanya Ghafar.
Damar mengalihkan pandangannya, begitu pun Rama. Beda halnya dengan Darrel yang langsung menyela dengan ucapan ngawur-nya. "Engga, gue gamau diterkam harimau."
Ghafar memutar kedua bola matanya. "Ya nggaklah oon."
Darrel memonyongkan bibirnya. "Yaudah, gue sih terserah kalian aja."
"Jih, pundungan lo." Ejek Rama.
"Gue sih terserah. Emang mau kapan, Far?" Damar mengalihkan pembicaraan agar acara ejek-mengejek Rama selesai.
Ghafar menyeringai. "Terserah Aa Damar aja."
Damar mendengus, lalu melayangkan bantal yang ada didekatnya mengenai kepala Ghafar. "Gue serius dodol."
"Kalo Sabtu mau ga? 'kan besoknya Minggu, dan Sabtu emang libur." Saran Ghafar. Disetujui oleh Darrel dan Rama dengan anggukan.
"Nanti gue bawa gitar. Biar rame. Atau perlu gue ajak Salsha? Sekalian modus." Kata Rama, lantas ketiga temannya menimpuki dirinya dengan barang-barang di sekitar.
"Gue bawa apa ya?" Tanya Darrel kepada dirinya sendiri.
"Bawa diri aja lo mah. 'Kan lo ga penting." Celetuk Rama beserta ejekannya.
Darrel cemberut. "Diem lo Ma, gue sumpel pake stik PS, tau rasa lo," Darrel mendelik tajam membuat Rama tertawa. "Kalo bawa cewek boleh emang?"
"Terserah aja. Masalahnya, emang lo punya cewek?" Tanya Ghafar dengan seringainya.
"Belom, sih." Darrel meringis.
"Emang mau dimana, Far?" Tanya Damar, hanya ia yang tak keluar dari topik pembicaraan.
"Mungkin, puncak? Pada setuju?" Tanya Ghafar, lantas mendapat anggukan dari ketiga temannya. "Awas aja ya, kalo ada yang lupa atau gajadi. Gue gibeg lu." Ancam Ghafar."
"Ya, nggak mungkin lah." Celetuk Darrel. Tapi, diantara mereka berempat, Darrel lah yang pelupa.
***
Darrel berjalan memasuki kelas Tiffany, kebetulan seluruh guru di Buana Indah rapat, jadi, mereka semua dibebaskan sampai bel pulang sekolah berbunyi.
Para perempuan di kelas Tiffany menjerit tertahan ketika Darrel menyisir rambutnya ke belakan menggunakan jari tangannya.
"Kak Darrel!" Panggil seorang perempuan dengan suara cempreng. Darrel menoleh, ini bukan suara Tiffany, melainkan suara Kania.
Darrel tersenyum. "Hai Kan." Darrel melanjutkan langkahnya lagi. Tak lama suara Kania terdengar lagi.
"Bener 'kan kata gue juga, kalo cerita gue bolos itu ga ngarang. Buktinya, Kak Darrel kenal sama gue." Celetuk Kania. Darrel menyeringai sinis. Pamer, eh!
Dia menarik kursi di sebelah Tiffany, mendudukkan dirinya disana. Matanya mengamati wajah Tiffany yang tampak masam, pipinya ditumpukan oleh sebelah tangannya. Perempuan itu masih belum keberadaan Darrel.
Merasakan ada pergerakan di sebelannya, Tiffany menengok. Matanya membulat, medapati Darrel disebelahnya.
"Hai Tif." Sapa Darrel dengan senyumnya.
"eh- hai juga Kak," Tiffany membalas. "Ga ke kelas Kak?"
"Ngapain ke kelas, kalo guru lagi rapat. Mending disini." Kata Darrel.
Tiba-tiba, seorang lelaki duduk dihadapan meja Tiffany. Menaruh se-cup jus alpukat di hadapan Tiffany.
Tiffany mendongak. "Makasih ya Bay." Tiffany mengeluarkan selembar uang dari saku-nya. Cepat-cepat disela oleh Bayu.
"Eh-eh gausah Tif, itung-itung traktir." Mata Bayu melihat kearah lelaki di sebelah Tiffany, Darrel, yang sedang menatap tajam kearahnya. "Ada Kak Darrel. Ngapain Kak disini?"
"Mau nyapa Tiffany, gak boleh?" Jawab Darrel sengit.
"Udah 'kan Kak nyapanya. Mending balik lagi aja, temen-temennya nyariin tuh." Bayu berucap dengan gaya tengilnya.
Sabar Rel, cuma bocah ingusan. Batin Darrel.
"Bayu. Kamu kenapa sih?!" Sela Tiffany.
"Aku bener 'kan, dia udah nyapa kamu tadi." Bayu menunjuk Darrel.
Darrel yang masih sabar, akhirnya memuguskan untuk kembali ke kelasnya. "Hari Sabtu, jam sepuluh pagi gue jemput di rumah."
Tiffany mengangguk, dia tak bisa membantah. Masalahnya Darrel sudah terbakar emosi. Setelah kepergian Darrel dari kelasnya, Tiffany langsung menatap Bayu dengan tajam.
"Kamu apa-apaan sih Bay. Kamu itu bukan siapa-siapa aku?" Tiffany berucap.
Bayu menatap Tiffany dengan ekspresi yang tak dapat diartikan. Siapa yang tak sakit jika seseorang yang kamu suka, mengatakan kalimat seperti itu.
"Tenang Tif, 'kan bel--" ucapan Bayu, sudah disela oleh suara teman se-geng Kania. Bayu sungguh risih.
"Tif lo sok jual mahal banget sih jadi cewek, lo juga Bay, ngapain sih ngusir Kak Darrel dari kelas kita cuma buat bela ni cewek!" Ucap Salah satu cewek yang merupakan ketua geng tersebut.
"Kok gue sih yang disalahin. Mending lo balik deh ke alam lo, ngurusin hidup orang aja." Bela Bayu.
Dengan mendengus, semua anggota geng tersebut kembali lagi ke twmpatnya semula.
"Tuh, liat 'kan. Gara-gara cowok kayak Darrel, hidup lo jadi diganggu terus Tif. Gue gamau, lo kayak gini cuma gara-gara cowok se-brengsek Darrel." Nasehat Bayu, dia memerhatikan Tiffany yang sedang menunduk.
Tiffany mendongak. "Bayu." Peringat Tiffany.
"Yaudah, sekarang terserah lu aja. Tapi, inget, gue selalu ada kalau lu ngebutuhin. Okay muffin?"
Bayu duduk di sebelah Tiffany, yang sekarang sudah menjadi tempat duduknya, setelah pindahnya Kania. Tiffany termenung setelah Bayu selesai mengucapkan kalimat itu.
a.n
Hai guys! Maaf banget baru update sekarang. Dan kedepan semoga bisa cepet update nya. Thankies! Comment ya!^
Bayu disini manis banget.