BROKEN WING

By sheislany

785K 54.2K 1.1K

Bermaksud membenahi kehidupannya yang hancur, Abigail 'Abby' Quin pergi dari kehidupan menarinya di London m... More

PROLOG
#1 The best you can do is Do It
#2 There is no Coincidental only Destiny.
#3 Another opportunity for New Hope
#4 The limit is When You Stop Trying
#5 To Recover Pain of Heart is only Another Love
#6 No pain no Gain
#7 Exercises make Perfect
#8 Night of Pleasure
#9 It's Hard to Say the Truth
#10 The Time Goes By
#11 I Can't Take My Eyes of You Even It's Hurt
#12 A Walk To Remember
# 13 The Abby's
# 14 Panic for Jealous
#15 Claimed to be Mine
#17 Love Is The Greatest Support
#18 I Know You The Best
Epilog

#16 Nobody But You

54.5K 2.6K 41
By sheislany

"Abby .... tidak jangan menangis, sayang ... aku tidak ..."

"Aku mau pulang, kumohon." Bisik Abby tercekat sesak sambil menundukkan kepala dan mengusap airmatanya dengan jemari gemetar. "Lepaskan aku ..."

Ken menatap kepala dengan rambut hitam legam lebat dan mengkilap indah yang selalu dipujanya. Abby rentan dan sangat rapuh saat ini. Ia tidak akan mendengar penjelasan apa pun. Ken merasa jantungnya remuk saat melihat Abby menangis karena kecewa padanya. Ia waktu itu sedikit terpesona pada Amy, yah siapa yang tidak?.

Tiga tahun ini, saat mereka cukup dekat, Ken mengagumi Amanda. Tapi Amanda tidak membuat dirinya merasa jungkir balik bersamanya, tidak membuatnya bergairah hingga mendamba, tidak membuatnya rindu hingga dadaya nyeri karena sengsara hanya dengan merindukannya, tidak bisa membuatnya hanya mengingatnya dan mencemaskannya setiap saat seakan itu menjadi pekerjaan tetapnya setiap saat. Tidak, Amanda tidak mampu membuatnya merasa seperti itu. Hanya Abby yang sanggup membuatnya menderita juga bahagia pada saat yang sama. Demi surga dan Neraka, demi apapun juga, Ia tidak akan melepaskan Abby.

Dengan tekad bulat Ken membungkuk dan menggendong Abby seakan bobotnya tidak lebih dari 5kg. Abby terkesiap kaget dan memekik kaget.

"Apa yang kau lakukan? apa kau gila?, lepaskan aku!!!." Abby memberontak minta diturunkan.

Ken menunduk dengan tatapan intens penuh tekad, wajah tegang menahan emosi. "Sejak saat ini dan berikutnya, kau adalah milikku. Aku telah mencapmu Abby. Senang atau tidak, mulai detik ini kau akan tinggal dihidupku. Aku tidak akan melepasmu lagi bahkan jika aku harus melepas segalanya dan pergi kemanapun kau pergi. Aku terlalu mencintaimu Abigail Quin, camkan itu. Sekarang, ayo kita pulang."

Abby tidak sanggup lagi melawan tekad sekuat itu. Ia hanya merebahkan kepalanya dibahu Ken dan mengalungkan lengannya di leher kokoh Ken. Ken mulai melangkah keluar rumah kaca, melintasi taman dan mulai menarik perhatian orang-orang. Tapi demi menyelamatkan reputasi Abby, ia memutar dari samping untuk bisa keluar. Meminta seorang pelayan mengirim mobilnya ke belakang.

Tidak lama, Viper Ken datang dan seorang petugas velvet membukakan pintu penumpang agar Ken bisa meletaakkkan Abby kedalam mobil. Ken memasangkan sabuk pengaman untuk Abby kemudian masuk ke mobilnya dan melesat ke arah pinggir kota. Ditengah jalan ia menghubungi Oscar soal Abby yang kurang enak badan, Ken membawanya ke apartemennya untuk istirahat tanpa gangguan.

Oscar mengancam, ia tidak peduli siapa Ken, kalau Ken menyakiti Abby, ia akan menguliti Ken hidup-hidup. Ia juga ribut soal gosip yang menyebar kalau Ken sedang bercumbu dengan seorang wanita di taman, dan Oscar tidak mau nama baik Abby tercemar. Ken senang Abby memiliki orang-orang yang sangat perduli padanya. Ia menenangkan Oscar kalau ia akan melindungi Abby dengan nyawanya.

Abby hanya diam disamping Ken, tidak mau menatap Ken. Ken mendesah resah, Abby sangat sulit didekati saat sedang marah. Tapi ia penyuka tantangan. Menaklukkan kemarahan Abby merupakan kebahagiaan terbesarnya.

Apartemen Ken ada di kawasan menengah keatas yang tenang. Bangunan Apartemennya memiliki arsitektur gaya lama yang anggun dan elegan. Hanya setinggi 10 lt. Setelah Ken memarkir mobilnya ia berputar ke arah pintu penumpang. Saat membuka pintunya, Abby keluar tanpa suara.

Ken langsung menggandeng Abby dan mengunci mobil dengan alarm aktif. Ken membawa Abby ke lift dan menunggu.

"Lalu apa yang kita lakukan di dalam?," Abby bersuara lemah.

"Banyak hal." Genggaman Ken mengerat. "Tapi saat ini, aku ingin tidur dan bangun disisimu, melihatmu pemanasan, melihatmu mandi, makan bersama, membuatmu jadi bagian hidupku."

Abby memandang Ken dengan terpana. Pintu lift terbuka. Mereka masuk. Ken memencet lantai 5. Apartemen itu hanya ada 4 ruang tiap lantai. Ken menarik Abby ke ruangannya yang ada diujung.

Apartemen Ken luas, bersih, dan rapi. Tapi terkesan dingin dan sepi. Ken menatap Abby yang mengamati apartemennya dalam diam.

"Masuklah, apa kau ingin minum atau makan sesuatu?." Ken menekan punggung Abby agar masuk kedalam. Abby menurut masuk kemudian menggeleng pada tawaran Ken .

"Aku mau ganti baju. Kamar mandimu mana?" Abby kembali bergumam karena tubuhnya terasa lengket. Lengket karena keringat dan seks.

"Di kamar saja, kau pakai t-shirt dulu ya, aku akan urus pakaianmu besok pagi." Ken membimbing Abby ke kamarnya. Sebuah kamar yang juga cukup luas, dengan tempat tidur besar dan nyaman. Ken membuka pintu yang mengarah ke kamar mandi sehingga Abby masuk untuk mengurus keperluan pribadinya.

Ken segera berganti pakaian. Biasanya jika ia ada di apartemen ini, Ken tidur tanpa pakaian. Tapi Abby pasti tidak nyaman. Ken memutuskan untuk memakai celana pendek dan t-shirt. Ia mengeluarkan sebuah t-shirt lagi untuk Abby. Bayangan barang-barangnya dan Abby berdampingan di lemari membuat Ken amat senang. Masalah Abby masih belum siap dengan hubungan ini juga perasaanya, Ken bertekad memberinya pengertian dengan kesabaran.

Saat Abby keluar, ia hanya mengenakan handuk melilit tubuh mungilnya. Ken mendekat membuka T-shirt yang masih terlipat kemudian memakaikannya pada Abby. T-shirtnya langsung menenggelamkan Abby hingga mencapai paha dan lutut.

Abby menurut saja. Ia terlalu lelah dan syok hari ini. Ia ingin tidur.

"Kau ingin langsung tidur?," tanya Ken sambil mengusap pipi Abby yang lembab karena baru mencuci mukanya.

Abby mengangguk lemah. Ken menyusul dan menyusup ke dalam selimut. Ia menarik Abby supaya menempel ke tubuhnya, memeluknya erat. Abby meringkuk dekat padanya. Ken tidur sangat nyenyak dan nyaman malam itu.

***

Ken tersentak bangun dan panik saat mendapati dirinya sendirian di atas tempat tidur. Abby tidak ada di sampingnya !!!.

"Abby!!!" panggil Ken sambil melompat dari tempat tidur dan membuka kamar mandi. Kosong.

"ABBBY!!!," teriak Ken saat membuka pintu kamar menuju ruang tamu yang menyambung dengan dapur dan ruang makan. Hening.

Ken langsung ketakutan setengah mati, berbalik kembali ke kamarnya untuk mengambil ponselnya. Menghubungi ponsel Abby sambil mengenakan celana jeansnya. Sibuk. Ken memaki dan kembali menghubungi Abby. Jantungnya berdebar amat kuat, keringat dingin mengucur, kepalanya dipenuhi banyak kemungkinan buruk hingga rasanyan ia baru saja terkena vertigo. "Ayolah Abby, kau dimana..." desis Ken panik.

Lalu ia mendengar pintu apartemen dibuka. Ken langsung keluar kamar. Abby muncul dengan Tshirt yang semalam ia pakai, ditangannya ada tas travel sedang. Ia menoleh pada Ken dan tersenyum.

"Aku minta tolong Edith untuk membawakan baju ganti untukku," Abby masuk dan menutup pintu.

Tapi tiba-tiba, Ken telah menyambarnya cepat. dengan kuat memeluk Abby. "Jangan... jangan menghilang seperti itu lagi dariku ..." gumam Ken serak. Lengannya makin erat memeluk Abby juga gemetar karena terlalu takut. "Aku pikir ... kau pergi meninggalkanku..." Ken menatap Abby nanar juga binar lega tersirat disana.

Hati Abby terenyuh. Ken yang percaya diri dan kokoh terlihat limbung hanya karena dirinya. Abby memeluk leher Ken dan mengusap punggung pria itu, menenangkan. "Kalau aku meninggalkanmu, percayalah, kau akan tahu."

Ken langsung menatapnya cemas. Jemarinya mencengkram pinggul Abby. "Kau berencana meninggalkan aku?," Ken terlihat syok.

"Itu sulit, aku selalu ditarik kearahmu." Desah Abby dramatis.

Ken menghela nafas lega dan menunduk mencium Abby lembut, lama, menjelah. Abby pasrah menerima kecupan itu dan membalas dengan sama antusias.

"Aku sudah memimpikan saat-saat ini sejak dulu. Apa rasanya menciummu di pagi kita bersama." bisik Ken diatas bibir Abby. Jemarinya membelai rahang Abby lembut, menangkupnya dikedua tangannya, wajah gadis yang membuatnya bahagia.

"Apa rasanya?," tanya Abby dengan tatapan dipenuhi gairah. Ken tersenyum senang melihat Abby memiliki gairah yang sama kuat dengannya.

"Aku bahagia ..." bisik Ken parau dan kemudian menggendong Abby kedalam kamar.

Kali ini Ken bercinta dengan Abby penuh kelembutan. Berlama-lama menelusuri tubuh telanjang Abby. Menciumi seluruh tubuh, mengecap, dan menggigit kecil bagian empuk yang membuat Abby tersengal dipenuhi sensasi nikmat dan gairah yang menggulung. Ken benar-benar sedang menikmati Abby dengan perhatian penuh.

Dan saat Ken menikmati bagian intim Abby dengan rakus juga lihai, rasanya Abby nyaris mati karena mencapai puncak berkali-kali. Ken tidak memberinya kesempatan untuk memulihkan diri.

"Ken ... please ..." rengek Abby sambil berusaha menarik Ken.

Ken mendongak menatap Abby tajam. Abby menjulurkan tangan menggapai Ken. Ken menurut, merangkak diatas Abby, menunduk mengulum dada Abby yang membuatnya tersulut liar. Bentuknya pas di dalam genggamannya. Sensitif, indah, miliknya. Saat Abby mulai menggeliat liar, ia melebarkan paha Abby dan memasuki Abby perlahan, sabar, dan tegas.

Abby terkesiap mendapati tubuhnya mulai diinvasi. Tubuhnya seakan tersengat listrik dan panas membara mengalir diseluruh tubuhnya. Ia gemetar hingga seluruh tubuhnya merinding dahsyat.

Ken menatap Abby, melahap bibirnya, rahangnya, dagunya yang mungil. Saat Abby menegang ketika ia memasukinya lebih dalam. Ken menyelipkan jemarinya kearah tempat tubuh mereka menyatu. Membelai Abby, Abby terbelalak menatap Ken.

"Abby ... kau harus secepatnya menyesuaikan diri dengan tubuhku, aku tidak mau menyakitimu," bisik Ken dengan peluh menitik dikening dan lehernya. Tatapannya begitu cemas melihat reaksi Abby.

Abby menelan ludah dan mengangguk, "Aku tidak apa-apa, sungguh..." bisik Abby tercekat gairah.

"Aku ingin kau menerima diriku seluruhnya, siap sayang?" tanya Ken lembut. Abby mengangguk dan tersentak saat Ken mendesak masuk, kali ini cepat, dan melesak kedalam memenuhi tubuh Abby. Bagian tubuhnya menyesuaikan diri dengan perlahan. Ken belum bergerak dan hanya menciumi bibirnya, lehernya, dadanya dengan penuh gairah. Abby mulai bernafas normal. Ken menggeram merasakan tubuh Abby langsung mengetat kuat disekelilinya.

Mereka bertatapan. Abby menjulurkan lengannya untuk memeluk Ken erat. Ken mulai bergerak perlahan. Abby mendesah. Ken memegang kepala Abby agar mereka tetap bertatapan. Rasnya begitu intim. Rasanya .... Mereka saling terkait. Ken menciumnya dengan tatapan terus mengarah pada Abby, nampak jelas ia ingin merekam setiap momen ekspresi Abby yang tersulut gairah tanpa jeda.

Saat rasa panas menjalar makin membara, kilatan listrik menyambar setiap sendinya, Abby menatap Ken panik. Ken pun mempercepat gerakannya. Abby menegang dan gemetar meraih kepuasanya. Ken menyusul tidak lama kemudian.

Mereka tertidur dengan peluh mengering ditubuh mereka, Mereka tidur dengan tubuh saling mendekap, kaki membelit dan kepuasan di wajah mereka.

Saat Ken terbangun dengan Abby masih tertidur dilengannya, Ken tidak pernah merasa sebahagia itu. Ken menatap Abby. Membelai wajahnya tiap lekuk dengan lembut. Hatinya membengkak dipenuhi kebahagiaan. Setiap saat selama10th, Abby merupakan satu-satunya wanita yang penuh misteri baginya. Jika ia berdekatan dengan seorang wanita, dalam waktu dekat ia akan mengenal tiap jengkal tubuhnya. Dengan Abby, selama 10th, ia baru tahu kalau kulitnya sangat lembut bagai beledu, Abby punya pusar yang manis seperti celah misterius, leher yang jenjang landai harum, dada ranum yang sangat sensitif. Dan semua sudah jadi candu bagi Ken.

Abby ada diatas lengannya, tidur pulas dan terlihat damai. Ken menyusuri perut Abby. Dua kali bercinta, tanpa pengaman, Abby bisa saja hamil. Anak mereka. Ken memandangi Abby lembut penuh cinta. Ia ingin Abby mengandung anaknya. Ide itu membuat Ken dipenuhi perasaan cinta yang sepertinya nyaris penuh hingga sesak dan nyeri rasanya. Ken menarik Abby kian erat didalam dekapannya.

Kemudian Abby mulai terbangun dan mata biru ungunya menatap Ken dengan kabut mengantuk masih membayang. Ia tersenyum pada Ken. "Apa kita akan seharian disini?."

Ken tersenyum, jemarinya membelai wajah Abby lembut. "Aku ingin selamanya disini, bersamamu."

"Wah, sebuah puisi?," Abby mengerjapkan matanya kagum.

Ken terkekeh. Tangannya mengelus pinggul telanjang Abby. "kalau memungkin aku akan memberikan dunia padamu, asal kau selalu disisiku."

"Sebagai apa?," tanya Abby penuh selidik.

"Segalanya." Sahut Ken mantap. Lengannya yang menjadi alas kepala Abby, kini memeluknya, membawa Abby menempel erat ke dadanya. "Kau adalah sahabatku, kekasihku, dan juga calon isteriku."

"Appa?!," Abby terbelalak. "Isteri?"

"Kau tidak suka ide itu?," Ken berhenti membelai Abby dan menegang menunggu reaksi Abby.

Isteri Ken...? bahkan impiannya tidak sejauh itu. Abby merasa terkejut.

"Kau sungguh-sungguh?" tanya Abby hati-hati.

Ken bergerak cepat menindih Abby, memeluknya erat dibawah tubuhnya, ia tahu Abby akan merasa sesak, tapi ia perlu Abby tidak menghindar lagi. Tidak bertanya lagi yang menandakan Abby meragukan dirinya. Lengannya meraup Abby dalam dekapannya dan menatap Abby dengan sangat dalam.

"Aku telah memendam perasaan padamu selama 10 tahun. Mencoba menggantimu dengan tiap perempuan yang menawarkan dirinya padaku. Aku membandingkan mereka semua denganmu, demi Tuhan mereka 10 kali lebih cantik darimu, lebih seksi darimu, lebih tinggi, lebih mudah dipahami. Tapi ... kau selalu menjajah hati dan pikiranku dengan semua yang tidak kau miliki dari mereka. Kau tidak cantik, tidak seksi, kau pendek dan kau sangat keras kepala." Ken menikmati kemarahan yang muncul pada ekspresi perempuan yang amat ia cintai ini. Sangat ekspresif. Apa adanya.

"Tapi bagiku, kau tak bisa tergantikan. Kau Abigail Quin, yang memegang hati dan jiwaku selama ini. Dan aku ingin tetap begitu hingga ... aku terlalu tua untuk bisa menggendong cicit kita. Aku mencintaimu Abby, menikahlah denganku, aku mohon..." Ken menunduk menyentuh hidung Abby dengan hidungnya. "Aku mohon menikahlah denganku,"

Abby menatap Ken . Pria itu memohon padanya dengan cara mengintimidasi yang sangat membangkitkan gairah. 10th, memendam perasaan padanya. Pria ini mengamatinya tiap waktu, cemburu pada tiap pria yang mendekat. Tapi Ken selalu muncul dengan wanita berbeda disisinya. Mengintimidasinya dengan wanita-wanita cantik didekatnya tidak berhasil membangkitkan cemburu Abby kepermukaan, ia malah pergi menjauh, itu tanda ia cemburu.

"Tapi kau Playboy, apa kau yakin cukup hanya aku?." Abby membelai rahang Ken yang ditumbuhi bakal cambang dan kumis. Ken meraih jemari Abby dan mengecupnya lama dan kuat nyaris putus asa.

"Mereka bukan siapa-siapa dibanding dirimu, Abby. Jika aku harus meyakinkanmu seumur hidupku, akan kulakukan, asal kau disisiku." tegas Ken. Ia menempelkan keningnya di kening Abby.

"Aku mau menikah denganmu," jawab Abby lembut.

Ken langsung menatapnya dengan binar bahagia hingga meneteskan airmata. Ken tersenyum dengan wajah berbinar begitu tampan. Ini pria tampan dan seksi yang hanya tertawa lepas dengannya, dan mencintainya. Ken menciumnya lembut tapi kuat, jemarinya mencengkram pinggul Abby dan memasukinya dengan cepat tapi bergerak lambat membuat Abby gila karena sensasi yang menghantamnya lambat dan menggulung seperti badai. Ken mengumamkan nama Abby berkali-kali sebelum mencapai kepuasan.

Mereka bercinta seharian hingga tidak sanggup bangun dan pergi ke rumah Trev. Ken membatalkan pertemuan hari itu dan merencanakan ke sana sabtu pagi. Trev menyahut kesal, dia bilang Ange kecewa yang mana membuat Trev lebih marah. Untuk membuat Ange senang, Ken hanya bilang kalau ia dan Abby sudah bersama sekarang. Trev hanya membalas, AKHIRNYAAAA!!!.

Abby dan Ken tertawa melihat SMS Trev.

"Kapan kau mau menikah?" tanya Ken sambil mengurut kaki Abby di atas pangkuannya. Mereka sedang bersantai di balkon apartemen Ken sambil menikmati matahari terbenam. Abby mengupas apel dan memotongnya untuk dimakan kemudian menyuapkan pada Ken.

"Hmmmm...tahun depan?" Abby mengerutkan kening.

"Tidak mau, aku tidak mau lebih dari 3 bulan dari sekarang." Ken menatap Abby tegas. Ia tidak mau lama-lama. "Jika kita harus pisah karena pekerjaan, setidaknya aku sudah tahu kau adalah milikku, isteriku. Kau akan kembali padaku, aku akan pulang padamu." Ken meremas betis Abby, betis penari. Otot yang kuat, keras. Tapi, sudah tidak bisa menari normal lagi. Hanya 15 menit.

"Itu persiapan yang terlalu cepat!!," protes Abby.

"Kalau kau mau kita ke pengadilan untuk menikah dan kemudian resepsi tahun depan, yang besar kalau kau mau." Ken menyeringai.

"Aku tidak mau pernikahan heboh. Aku mau yang sederhana, akrab, hanya kita, keluarga kita, teman-teman dekat. Di sebuah pinggir danau, padang rumput, sebuah bukit." Abby menatap Ken penuh harap.

Ken tersenyum, "kalau begitu, ayo kita lakukan, pernikahan diatas bukit."

Abby menatap Ken dengan mata berbinar. Abby mengangguk.

**********

Senin pagi Abby dan Ken kembali ke rumah karantina. Abby meminta Ken untuk bersamanya di kamar. Ken pun pindah ke kamar Abby. Mereka sarapan seperti biasa, bersikap biasa.

"Ah kalian pulang juga, kupikir kalian lupa daratan dan berniat bolos hari ini." Fiona muncul dari ambang pintu. Ia mengenakan tanktop dan rok gipsy panjang.

"Nyaris, tapi tugas adalah tugas," sahut Ken dengan ekspresi yang biasa, datar. Tapi Fiona tahu ada binar bahagia dimata pria muram itu.

"Baguslah, karena Dom dan Oscar berniat menyeret kalian dari sana untuk latihan hari ini." Fiona berlalu begitu saja dan duduk di meja makan yang lebih jauh dari mereka.

"Apa anggota timmu itu memang aneh semua," bisik Ken dari seberang meja.

Abby tertawa. "Tidak, mereka hanya terlalu unik." Abby menjawab sambil menyesap kopinya.

"Hari ini aku harus ke kantorku, mungkin kita bisa makan malam," tanya Ken sambil meraih jemari Abby dan menggenggamnya lembut.

"Baiklah," Abby merona.

"Aku akan meneleponmu, aku harus pergi sekarang." Ken meraih tasnya, berdiri dan mendekati Abby, membungkuk dan meraih dagunya agar menengadah dan mencium Abby kuat. "Aku mencintaimu" bisik Ken diatas bibir Abby, dan mengecup bibir Abby lagi lebih ringan dan lembut.

"Aku juga mencintaimu." bisik Abby. Ken menatap Abby lalu membelai dagunya sebelum akhirnya pergi dengan ekspresi murung. Ia tidak suka meninggalkan Abby. Ia benci harus berpisah dari Abby.

Adegan itu dilirik oleh Fiona. Ia tersenyum. Sepanjang mengenal Abby, tidak ada pria yang memperlakukannya dengan pantas. Pria yang dekat dengannya rata-rata hanya perduli pada diri mereka, atau terlalu ... berlebihan. Abby orang yang tenang, tidak berlebihan. Ia sederhana, ia hanya butuh pria yang mencintainya apa adanya. Bukan karena nama terkenalnya atau koneksinya di industri tari dan pertujukkan. Tapi seseorang yang memperlakukannya dengan penuh penghargaan, seolah hanya ia yang terutama didunia. Seperti Ken. Ken bahkan terlihat kesal meninggalkan Abby.

Dom dan Oscar mengintrogasi Abby layaknya saudara laki-laki yang super protektif pada saudari mereka. Persis seperti Trev. Mereka ribut menguliahi Abby seakan Abby masih gadis perawan. Mereka takut setengah mati kalau si Kendrick Xavier ini menyakitinya.

"Dia dingin, tidak ada ekspresi, muram dan kaku. Apa dia bisa berkomunikasi?" Dom memberi masukan.

"Dia playboy!!!" Oscar nyaris histeris.

Abby mengerjapkan matanya dan menoleh pada Fiona dan Meredith yang pura-pura sibuk. "Bisakah kalian mengendalikan para pria kalian?," tuntut Abby meminta bantuan.

"Maaf Abby, seharian kemarin aku merasa seperti punya anak perempuan yang tidak pulang-pulang dan ada ayah yang gelisah sepanjang waktu." Meredith mengibaskan tangan lelah.

Abby nyaris menyemburkan tawa dan terharu pada waktu yang sama. Abby memeluk dua pria besar yang mencemaskannya itu. "Terima kasih. Kalian sudah mencemaskanku." Abby menatap keduanya dengan tersenyum. "Ken telah mencintaiku begitu lama. Kami sama-sama bodoh membiarkan banyak waktu terbuang. Kami memutuskan menikah."

Berita itu mengejutkan tapi tidak aneh. Memang terlalu crpat. Tapi toh mereka telah lama berteman baik. Fiona dan meredith berteriak histeris. Dom dan Oscar hanya bisa bernafas lega. Setidaknya si Ken yang dingin itu tidak menyia-nyiakan kesempatan memiliki Abby.

Hari itu the Abbys G2 pulang. Mereka pamit pada Abby. Tapi Dom, Fiona dan Meredith tinggal. Oscar ikut kembali karena ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan. Oscar berat berisah dengan Meredith kemudian mencium tunangannya dengan pelukan erat yang lama.

"Abby, aku tidak mau membuka masalah ini, tapi kalau kau jadi menikah, kau akan tinggal dimana?" tanya Meredith cemas.

Abby termenung. Itu juga yang menganjal. "Aku belum membicarakannya dengan Ken."

Itu masalah yang tidak main-main. Abby menanggung hidup tidak sedikit orang. Ia harus cepat memutuskan sebelum semua jadi berantakkan.

***

"Ada apa," tegur Ken lembut saat makan malam yang mereka lakukan di taman belakang rumah karantina. Mereka memesan makanan di bawa ke belakang dan bukan bergabung dengan yang lain diruang makan. "Kau dari tadi hanya mengerutkan alis."

Abby memandang Ken yang ada disebrang meja. Pria yang begitu digilai banyak wanita. Pria yang berjuang dari bawah untuk mendapat posisinya sekarang. Dari tidak punya apapun hingga punya segalanya. Pria ini punya masa depan yang cerah. Karir dan pekerjaannya ada di sini, LA. Abby tidak tega menyuruh Ken memilih antara dirinya dan menikah.

"Lebih baik kita menunda .... pernikahan kita." Abby mengatakannya dengan hati-hati.

"Ada masalah apa?" tanya Ken perlahan, tapi sinar matanya menajam, keras, tak bisa dibantah.

"Aku memikirkan ... bagaimana soal lokasi kita tinggal?, bagaimana bisnismu yang baru kau dirikan? kita terlalu terburu-buru." Abby mengingatkan Ken.

Ken memahami kecemasan Abby, itulah mengapa hari ini ia buru-buru ke kantor dan mendiskusikan kondisinya pada Rohan sebagai partner bisnisnya. Belum ada keputusan final, tapi Rohan senang Ken akhirnya bersama Abby.

"Aku tidak perduli kita menikah atau tidak, selama kita selalu bersama. Aku ingin menikahimu karena aku tidak mau kehilanganmu, berpisah darimu, jauh darimu.Tidakkah ... kau merasakan hal yang sama atau hanya aku saja?" Ken mengungkapkan isi hatinya.

"Aku juga menginginkan hal yang sama," sergah Abby sungguh-sungguh. "Tapi ada hal-hal yang tidak bisa kita sangkal kalau ... kita punya bisnis masing-masing di negara yang berbeda. Aku tidak mau pekerjaan membuat kita bertengkar."

Ken mengamati Abby. Dalam banyak hal ia mengagumi impian dan cara Abby mewujudkan impiannya. Ia mencintai segalanya yang Abby miliki. Tapi jika itu jadi penghalang, Ken tidak sanggup menghalangi impian Abby.

"Aku tidak mau menghalangi impianmu Abby." Ken menggeleng. "Tapi aku juga tak mau berpisah lagi darimu."

Mereka sama-sama terdiam.

"Aku tidak ingin menunda pernikahan. Soal tempat tinggal, aku akan tinggal dimanapun kau berada." Tegas Ken.

"Tidak, jangan seperti ini ... bisnismu ... impianmu .."

"6 tahun pertama, ya, aku sudah meraih yang aku miliki. 4 th terakhir, aku mempertahankan kerja kerasku dan impianku. Tapi aku merasa hampa. Aku tidak punya tempat untuk mencurahkan impianku. Tapi aku bertahan karena aku terus menerus hanya memikirkanmu. Aku akan pergi kemanapun kau pergi. Impianku sekarang adalah bersamamu. Kaulah impianku, Abby."

"Ken ..." Abby menitikkan air mata.

Ken mendekat dan pindah duduk ke samping Abby, memeluk perempuan yang ia cintai. Berusaha menenangkan kekhawatiran Abby yang mungkin menghambat impian Ken. Mengetahui Abby takut menghalangi karirnya membuat Ken terharu. Ken tidak tahu sudah lama ia mau bermain film lagi, tapi ia tidak tega menolak agennya yang menyodorkan skenario padanya. Ia pintar menginvestasikan uangnya.

Abby tahu hidupnya dulu sulit. Fakta Abby sangat takut dirinya mengganggu karir Ken, membuat Ken semakin mencintai Abby. "Aku mencintaimu Abby, sangat mencintaimu." Gumam Ken dan menciumnya kuat penuh hasrat. Abby memeluk leher Ken sama eratnya.

"Maaf aku meragukanmu," bisik Abby dengan isak yang membuat Ken merasa lega. Ken mencium Abby lagi, lembut kali ini, menyusiri air mata di pipinya, dan memangkunya dengan sigap.

Ken senang dapat memeluk dan merasakan tubuh Abby dilengannya. Seharian ia kesal tidak dapat menyentuh Abby. Kesal tidak bisa memandangi mata biru ungunya yang hangat. Baru beberapa jam, tapi ia tidak bisa jauh-jauh dari Abby. Sebelumnya, para wanitalah yang tidak bisa meninggalkannya. Sekarang ia tahu alasannya. Hatinya terpaut erat pada Abby. Terlebih saat Abby memiliki perasaan yang sama. Ia amat bahagia.

Abby ada dipangkuannya, dalam dekapannya, hanya itu yang penting. Ken meletakkan dagunya diatas kepala Abby. Abby membelai dada bidang Ken. Senang dengan kehangatan dan bidangnya dada pria yang ia cintai.

"Apa yang terjadi di kantormu?" tanya Abby lembut," apa semua baik-baik saja dengan Rohan?"

"Rohan sangat senang dengan kabar itu. Kami memamg membicarakan soal pekerjaan jika aku harus ikut denganmu. Rohan berharap kita bisa tinggl di LA hingga proyek the dancers selesai. Kami hanya bertanggung jawab hingga hingga season 1, jika ada perkembangan the dancers sepenuhnya milik SP."

"30 episode, setiap hari tayang?."

"tidak, hanya setiap jumat jam 9 malam. Jika rating bagus, akan dipindah ke jam premium."

"Semoga hasilnya bagus. Aku sudah baca skenarionya, bagus sekali. Siapa penulisnya?" Abby menengadah. Ken menunduk dan menggenggam jemari Abby yang ada di dadanya.

"Tim penulis kami. Ada 3 orang. Bagaimana latihan hari ini?"

"Baik. The dancers jadi anak baik hari ini."

Ken tertawa. " Bagus, jadi aku tidak harus menghukum mereka." Abby ikut tertawa.

"Kau tahu Ken, selama mendirikan the abbys. aku serasa memiliki 16 anak-anak yang harus ku didik, rawat, dan cintai. Mengawasi mereka tumbuh dalam teknik dan tarian, mengawasi kesejahteraan dan kelakuan mereka. Menyaksikan mereka jatuh cinta juga patah hati. Melihat mereka bangkit dari keterpurukan, semangat karena cinta. Aku bahagia memiliki mereka. Tapi aku lebih bahagia saat ini bersamamu."

"Aku juga"Ken menunduk dan mencium Abby lagi. Lagi dan lagi


Continue Reading

You'll Also Like

22.7K 865 17
Pria itu datang disaat yang tepat. Pertama ketika Andrea hampir tenggelam di laut, kedua saat Andrea baru saja dihianati oleh kekasihnya. Mereka sali...
516K 23.2K 37
Ini untuk [21+] hanya kisah biasa tentang lelaki di puncak dan orang-orang sekitarnya.
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3M 212K 37
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
12.6K 2K 11
"Tch--Aneki hutangmu belum lunas 30.000 yen lagi?!"-Hajime "Eh benarkah? Nanti ya aku nyicil"-(Y/n) "Kalau nyicil kena bunga keluarga 70%!"-Hajime "E...