Tiffany berjalan menuju minimarket yang berada di dekat komplek perumahannya, setibanya disana ia mengambil ice cream yang berada didalam freezer, setelah itu ia membayarnya di kasir.
Tiffany duduk di salah satu bangku yang memang di sediakan minimarket itu. Ia memakan ice creamnya, sampai kegiatannya terhenti karena seorang lelaki yang duduk dihadapannya.
"Hai Tif, ga nyangka banget bakal ketemu kamu disini." Sapa cowok itu.
Tiffany menatap cowok itu. Cowok yang sering sekali menggodanya, siapa lagi selain Bayu--tapi sekarang Darrel juga sering sih.
"Kamu ngapain jauh-jauh dari rumah kamu buat ke minimarket sini?" Tiffany bertanya heran, setau Tiffany, rumah Bayu memiliki jarak yang cukup jauh dari minimarket ini.
"Cie, tau aja." Bayu mengedipkan sebelah matanya, menggoda Tiffany.
Yang justru membuat Tiffany bergidik geli, Bayu Terkekeh. "Kamu gatau kalo disebelah rumah kamu ada yang pindah?"
Mengerutkan kening, Tiffany mencoba berpikir. Perasaan disebelah rumahnya terdapat rumah yang baru saja dijual oleh sang pemilik.
Ow, perasaannya mulai tak enak. Ia menengok kearah Bayu yang sedang memberinya tampang sedang menunggu jawabannya.
"Kok, perasaanku gaenak ya?"
"Yap, aku baru aja pindah ke sebalah rumah kamu, tepatnya tetangga-an," Bayu tersenyum. "Hai tetangga!" Sapa Bayu dengan senyum tanpa dosa-nya.
Betapa menyebalkannya cowok dihadapannya ini, benak Tiffany. Dan mulai saat ini, mungkin hidupnya mulai tak tenang karena tetangga barunya yang menyebalkan.
***
Tiffany membaringkan dirinya di kasur, yang bersprai biru pastel. Dia baru tahu jika Bayu pindah ke sebelah rumahnya dan sialnya, balkon kamar cowok itu berhadapan dwngan balkon kamar Tiffany.
Tiba-tiba handphonenya berdering, Tiffany mencoba menggapai handphonenya yang berada di nakas. Ternyata sebuah pesan Line. Tiffany membuka pesan itu tanpa melihat siapa pengirimnya.
Besok berangkat sekolah bareng gue ya.
Begitu isi pesan tersebut, Tiffany mendumal dalam hati, seenaknya sekali orang ini untuk berangkat bareng dengan dirinya
Tiffany: apaansih?! Nyuruh-nyuruh berangkat bareng.
Darrel: Tif? Lo gapapa?
Tiffany melihat siapa yang mengirimnya pesan, ia seketika menepuk jidatnya. Dia tak sadar jika Darrel yang mengirimkan pesan tersebut, mungkin ini efek saking kesalnya ia karena Bayu.
Tiffany: eeh, Kak Darrel. Maaf ya kak, tadi itu aku reflek.
Tiffany mengembuskan nafasnya, semoga saja Darrel tak menanyakan lebih panjang lagi.
Darrel: iya selow aja kali sama gue mah, besok gue jemput ya.
Tiffany: kak Darrel 'kan gak tau rumah aku dimananya.
Darrel: tenang aja. Apasi yang seorang Darrel ga bisa.
BLUSH!
Tiffany memegang kedua pipinya yang bersemu. Hei! Itu hanya gombal murahan dari seorang Darrel, mungkin di luar sana juga banyak cewek yang sudah digombali oleh cowok itu, sama halnya seperti Tiffany.
***
Darrel memutar setir mobilnya ke komplek perumahan yang ia ingat. Sebelumnya, ia menanyakan dulu kepada satpam komplek itu alamat rumah Tiffany.
Setelah mendapat alamat rumah Tiffany, Darrel segera melajukan mobilnya kesana. Akhirnya ia sampai di depan rumah yang memiliki gerbang rumah cukup tinggi.
Ia membunyikan klakson mobilnya, membsri kode agar si pemilik rumah keluar.
Sambil menunggu si pemilik, Darrel melihat rumah itu dari luar gerbang. Rumah itu terlihat kaku sangat berbanding terbalik dengan pemiliknya.
Greekk!
Darrel segera mengalihkan pandangannya ke arah gerbang yang dibuka oleh pemiliknya. Tiffany. Yang memakai seragam yang sama denga Darrel.
Segera, Darrel keluar dari mobilnya dan menghampiri Tiffany yang sudah menutup pintu gerbangnya kembali.
"Pagi Tif!" Sapa Darrel.
"Pagi juga Kak," Balas Tiffany, sambil tersenyum manis. "Kak Darrel tau alamat rumahku darimana?"
Darrel tersenyum. "Kata gue juga 'kan, apasi yang ga seorang Darrel gak bisa." Darrel mengangkat kerah seragamnya.
Darrel menarik lengan Tiffany. "Udah ah yuk, be--"
"Pagi Tiffany!" Teriak seseorang dari sebelah kanan rumahnya. Oh tidak!
Disana, terlihat Bayu yang mengenakan seragam yang sama juga dengan Tiffany dan Darrel. Cowok itu sedang menenteng helm motor sport miliknya.
Tiffany tak membalas sapaan Bayu, melainkan ia mendorong pelan punggung Darrel. "Kak berangkat yuk, cepeeet."
Darrel melihat gelagat Tiffany segera membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan Tiffany masuk kedalam. Setelah itu, Darrel mengitari mobilnya dan langsung duduk di kursi kemudi.
Darrel menyalakan mesin mobilnya, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan normal.
Selama di perjalanan menuju sekolah, akhirnya Darrel angkat bicara. "Tif, rumah lu kok tadi keliatan sepi, orang tua lu pada kemana?" Tanya Darrel dwngan tingkat ke-kepo-an yang sudah diambang batas.
Tiffany tersenyum masam. "Mama aku udah meninggal 2 tahun yang lalu, Papa aku juga jarang pulang ke rumah karena kerjaan. Aku dirumah juga cuma bareng Bik Inah sama Pak Joko doang."
Darrel yang melihat itu lantas merasa tak enak. "Sorry Tif gu--gue ga maksud."
"Gak apa-apa kok kak." Tiffany kembali tersenyum dengan ceria.
"Terus, yang tadi cowok itu siapa?" Tanya Darrel lagi.
Tiffany terkekeh. "Kak Darrel nanya terus, kepo nih."
Darrel memajukan bibirnya. "Terserah aja deh. Kasih tau doang apa susahnya sih. Jadi kamu pengen aku mati cuma karena kepo."
Tiffany mengacuhkan Darrel, tapi ia tetap menahan tawanya. "Ayolah Tif, sebutin aja namanya doang, susah banget sih," Darrel merajuk. "Atau, tiba-tiba lu gagu?!" Darrel membulatkan matanya.
Tiffany yang melihat itu hanya bisa menahan geli. Ia. Gagu. Yang benar saja? Apa kakak kelasnya itu tak berpikir dua kali.
"Oke, oke. Aku bakal kasih tau, dan stop bicara yang enggak-enggak." Tiffany menyudahi.
Darrel terdiam, menunggu Tiffany meneruskan ucapannya. "Dia Bayu."
Darrel menggumamkan kata 'oh'. "Cuma gitu doang, kasih tau kek infonya gitu."
"Dia temen sekelas Tifa, dia sering godain aku. Dia juga pernah nembak aku, tapi aku tolak, abis aneh sih baru aja masuk sekolah udah nyatain perasaannya." Jelas Tiffany.
Darrel yang fokus menyetir, mendengarkan penjelasan Tiffany dengan baik. Ow, rupanya gue punya saingan. Batinnya.
"Kenapa sih Kak nanya dia mulu? Kak Darrel suka sama dia?" Ujar Tiffany.
Darrel terkekeh. "Oh, ceritanya jealous nih." Darrel menggoda.
Tiba-tiba jantung Tiffany berdegup, apa sifatnya terlihat sekali. Tapi, mana mungkin dia suka Darrel yang notabenenya adalah seorang player di sekolahnya.
"Ya e-enggaklah." Ucap Tiffany.
Pake acara gagap lagi haduh. Batin Tiffany merutuki dirinya.
"Tapi mana mungkin sih gue suka sama cowok, gue masih normal, dan demen cewek."
Tak lama, mereka sudah sampai disekolah mereka. Saat nya dimulai, akan seperti apa nanti disana jika orang-orang tahu kalau Tiffany bareng dengan Darrel. Terutama sahabatnya.
a.n
Hi guys, udah lama ga update. Maklum lah pelajar rajin mah gitu hehe, chapter selanjutnya spesial chapter lho, hihi.
Ditunggu vommentnya^^ makasih eaak