Simplicity of Love

Autorstwa beebaebees

13.9K 873 87

Almyra Syavana Alcatara pikir seorang Ares Efraim adalah orang yang mudah berbaur seperti teman-teman masa ke... Więcej

1. Double A
2. Sekretaris Baru Untuk Ares
3. Ciuman Termanis
4. Locked Away
5. Teka-Teki Ares
6. Go Wake Up, Almyra
7. Good Bye, Ares
8. Opened
10. What the Hell?
11. Ares-Almyra Zone, Again?
12. And She Said: Yes
13. Problem Pre-Wedding
14. The Wedding

9. Ares-Almyra Zone

818 66 2
Autorstwa beebaebees

Backsound: Marvin Gaye by Charlie Puth ft. Meghan Trainor.

Bunyi alarm yang memekakan telinga membangunkanku tanpa ampun, sangat berisik sampai aku harus menyingkap selimutku begitu kasar.

Jam berapa ini, Huh?! Pagi-pagi buta di hari Minggu seperti ini siapa yang rela harus terbangun? Aku tidak bekerja ataupun kuliah, untuk apa bangun sepagi ini. Ku lirik jam weker di atas nakas, sial, jarum jam baru menunjukkan pukul 05.00. Aku kelupaan mematikan jadwal alarm itu berbunyi.

"Almyra, kau sudah bangun, Sayang?" Suara Bunda terdengar.

"Ya, Bun, aku sudah bangun." Teriakku tak bersemangat. Semalam Ares mengantarkanku pulang tepat tengah malam, ia berkata tidak ingin ada seorang perempuan menginap di apartementnya. Maka dari itu walaupun malam sekali pun, dia tetap menyuruhku pulang.

Aku turun dari atas ranjang, setengah menyeret kaki menuju kamar mandi. Mandi pagi mungkin tidak ada salahnya.

Ares Zombie:
Pagi.

Notifications ponselku menyala, menampilkan pesan singkat yang di kirim Ares setelah aku selesai mandi. Huh, hanya sekedar mengirim pesan kenapa membuat pipiku merona.

Aku segera memilih pakaian apa yang cocok di pakai di Minggu pagi yang cerah ini, skinny jeans, tanktop putih dan jacket rajut berwarna abu-abu mungkin pilihan yang tepat. Sengaja tak ku balas pesan Ares, hari ini aku ingin free darinya.

"Pagi, Bun." Ku cium pipi kiri Bunda setelah sampai di meja makan. Bunda tersenyum ramah.

"Tumben sudah bangun, Sayang. Kamu mau kemana pagi-pagi begini? Sudah rapih sekali." Aku tersenyum, pertanyaan Bunda membuatku berpikir akan bagaimana liburanku kali ini.

"Aku ingin bersepeda. Um, ngomong-ngomong sepedaku masih ada di gudang, 'kan Bun?" Kening Bunda berkerut, seolah berpikir ke masa lampau.

"Ada. Ayah bahkan sempat memperbaikinya." Ya Tuhan, betapa baiknya kedua orang tuaku.

"Loh, Ayah mana Bun?" Aku baru sadar sosok laki-laki yang paling ku cintai itu tak kelihatan di sini.

"Ayah sedang jogging, memang apalagi yang di lakukannya di Minggu pagi seperti ini?"

"Oh, aku pikir Ayah pergi ke kantor." Jawabku acuh. Tanganku terulur mengambil selai strawberry favoritku dengan Bunda dan mulai mengoleskannya pada roti tawar di tanganku kemudian melahapnya.

Tak banyak pembicaraan yang kami perbincangkan ketika sarapan. Bunda hanya menanyakan bagaimana kuliahku dan kegiatan bekerjaku di kantor Ares, selebihnya ia percaya bahwa aku melakukan segalanya dengan baik.

Aku membuka pintu gudang di belakang rumah cukup susah, mataku menyapu sekitaran sudut gudang yang pengap ini beberapa kali mencari-cari dimana keberadaan sepeda kesayanganku. Oh itu dia, aku menemukan Fairy -nama sepedaku- di tengah-tengah ruangan. Sepedaku terlihat baru, warna putihnya semakin mengkilap, Ayah benar-benar begitu baik memperbaikinya.

"Okay Fairy, kita berpetualang." Ucapku pada sepedaku sambil menuntunnya keluar dari gudang itu, terakhir kali aku memakai Fairy saat masih duduk di kelas 2 SMA.

Aku menaiki Fairy dan menggowesnya keluar dari rumah, angin pagi yang sejuk menjadi teman pertama yang menyapaku di pagi hari ini.

"Hai, Almyra." Tetangga sebelah rumah menyapaku saat sedang menyirami tanamannya yang begitu indah.

"Oh, Hai Tante Diana." Sapaku balik sambil tersenyum ramah kemudian kembali mengkayuh sepedaku mengelilingi perkomplekan rumah.

Beberapa jalan yang ku lewati masih terlihat sepi, hanya beberapa orang yang sedang lari pagi dan Ibu-ibu komplek yang sedang menyirami bunga-bunga mereka seperti yang di lakukan tetangga sebelahku tadi. Aku terus mengkayuh sepedaku dengan semangat yang semakin membuat rambut coklatku berterbangan kemana-mana akibat angin yang berhembus damai.

Suara dencitan ban sepeda di depan menghalangi jalanku, seseorang memberhentikan sepedanya tiba-tiba hingga membuatku berhenti dan untung saja aku segera mengerem. Laki-laki yang duduk diatas sepeda yang menghalangi jalanku di depan tersenyum.

"Ares?" Pekikku tak percaya. Ares duduk diatas sepeda hitam lengkap dengan keranjangnya, dia memakai kaos putih dan jeans coklat di hadapanku. Sangat lucu.

"Hai, gadis cantik, mau menemaniku bersepeda?" Aku tersenyum, dia berkata seperti aku adalah keponakannya dan dia pamannya. Oh, Om Ares.

"Kamu tahu darimana aku ada di sini?" Ares menarik sebelah sudut bibirnya ke atas sambil menaikkan satu alisnya memandangku.

"Siapa yang mencarimu? Percaya diri sekali." Cih, tidak mau mengaku lagi.

"Oh, begitu." Aku mengangkat kedua bahu acuh, tidak terlalu memperdulikan jawabannya. Kembali ku kayuh sepedaku di susul Ares dengan sepedanya di belakang.

Kami berkeliling komplek bersama, terkadang kami terlibat aksi balapan ketika Ares merendahkanku tidak bisa bersepeda. Dan dia dengan sok membalapku, membuatku terlihat seperti pecundang.

"Ares!" Teriakku dan kemudian menyalip sepedanya, sepedaku kini berada di depan sepedanya. Rasakan, siapa suruh melawan Almyra Syavana Alcatara.

"Almyra, tunggu." Ooh, dia berteriak, mencoba mengecohku, Huh?

"Kau yang pecundang, Ares." Aku berteriak dengan tersenyum bangga.

"Oh, yeah?" Mataku terbuka lebar ketika dia dengan tawa meledeknya mendahuluiku. Ah shit, dia curang.

Ku putuskan untuk tidak kembali mengejarnya, kakiku mulai pegal di tambah matahari mulai naik ke permukaan hingga sinarnya menyengat sampai ke permukaan kulit. Aku mulai mengkayuh sepedaku pelan-pelan, tak perduli lagi jika Ares mau mendahului atau berbuat hal curang lainnya. Sampai pada akhirnya aku sampai di sebuah taman dan ku lihat Ares ada disana sedang menikmati semangkuk bubur ayam.

"Kamu curang." Keluhku ketika menghampirinya sambil menuntun Fairy di tanganku.

"Aku lapar, siapa suruh menjadi orang payah." Aku mengerucutkan bibir, sebal.

"Kamu yang payah, belum apa-apa sudah makan." Ares mengangkat bahunya acuh, tak memperdulikan dumelanku. Aku memilih duduk di sampingnya, memandanginya yang lahap menyantap bubur pesanannya tanpa menghiraukanku.

Taman ini begitu sejuk, ada taman bermain yang sebagian besar di penuhi anak-anak, ada pula yang membawa peliharaan mereka ke taman ini untuk sekedar berjalan-jalan. Oh, andai Ayah mengizinkanku memelihara seekor anak anjing.

"Kamu mau makan tidak?" Suara Ares menyentak lamunanku.

"Mau."

"Sini, aku suapi." Dia mengarahkan sendok buburnya ke arahku dan dengan cepat aku menahannya.

"Tidak. Memangnya aku bayi."

"Ayolah, Sayang." Aku merona, membuat Ares tertawa pelan. Dan akhirnya aku pun pasrah ketika dia menyuapiku.

"Habis ini aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." Aku menoleh ke arah Ares, menatapnya lesu.

"Mau kemana?"

"Sssttt.. Makan lagi, baby."

"Jawab pertanyaanku." Aku menatapnya gemas.

"Ikut saja." Ares mengecup pelan hidungku, membuat jantungku berpacu dengan cepat. Ya Tuhan. . .

"Ayo."

Setelah menghabisi sarapan -dadakan- kami, Ares menepati janjinya, membawaku ke suatu tempat yang di rahasiakannya. Kali ini kami tidak terlibat aksi balapan lagi, Ares mengkayuh sepedanya tepat di samping sepedaku. Sesekali kami tertawa, membahas -sebuah- hal lucu ketika Ares menceritakan betapa lucunya wajah Om Rendy ketika memarahinya atau bagaimana lucunya wajah Rai saat panik ketika Ares dengan jahilnya menyembunyikan kunci mobil Rai.

Sambil masih tertawa, Ares terus bercerita. "Dan aku pernah memotret wajah Rai bersama pacarnya ketika mereka sedang... Um, berciuman."

"Ugh!" Ku pukul kepala Ares dengan keras. Dia menghentikan tawanya kemudian mengaduh sakit.

"Itu tidak sopan." Lanjutku dengan kata-kata, dia meringis sambil mengelus kepalanya.

"Kita sudah sampai." Aku terperangah ketika tepat di hadapanku ada sebuah danau yang luas dengan rumput-rumput yang terawat di pinggirannya. Danau ini lengkap dengan perahu serta mainan lain-lainnya.

"Ayo." Ares menarikku agar lebih dekat ke danau, dia memarkir sepeda kami di tempat parkir.

"Kamu mau naik perahu?"

"Aku ingin duduk saja." Aku mengambil tempat menduduki rerumputan hijau ini sambil menghadap danau. Oh, betapa indahnya. Ares pun ikut menyusul sambil tersenyum ke arah danau.

"Indah ya." Kelakarnya bahagia. Aku menoleh ke arahnya tepat ketika terpaan angin menyapu wajahnya, membuat rambut coklatnya berterbangan bebas dan memperlihatkan wajahnya yang bersih tanpa bulu-bulu di sekitar dagunya. Ya Tuhan, dia sangat tampan.

"Ya." Sahutku masih terpana. Mataku tak mengerjap sama sekali, aku terkesima memandangi ketampanannya.

Ares memilih tiduran diatas rumput, di ikuti denganku. Tanpa terasa aku menghabiskan waktu dengannya hampir menjelang sore, matahari mulai tampak tenggelam, menyisakan sinar orangenya.

"Almyra."

"Ya?"

"Bagaimana jika aku membatalkan pernikahanku kemudian menikah denganmu?"

"Cih, jangan gila." Balasku sambil memandang langit, membuat Ares tertawa.

"Aku gila karenamu." Aku mendengus sebal, bisa-bisanya dia menggombali seorang Almyra.

"Omong kosong, sudah diam saja. Kita nikmati matahari tenggelam." Ares menyelinapkan lengannya menjadi bantalan kepalaku.

"Bagaimana jika suatu saat nanti aku akan menikahimu saat sunset tiba?" Oh, dasar pria sialan, dia masih saja berceloteh padahal sudah ku suruh diam.

"Jangan mimpi, Ares."

"Oh, Almyra, tidak ada yang tahu takdir kita akan bagaimana."

"Ya, terserah apa katamu." Balasku berpura-pura acuh, padahal dalam hati aku mengamini segala ucapannya.

Dan waktu yang ku tunggu tiba, matahari mulai tenggelam. Ku lirik sekilas ke samping, kedua mata Ares terpejam. Aku tersenyum dalam hati, kemudian ikut memejamkan mata.

There's loving in your eyes, that pulls me closer.

To Be Continued.

Cek mulmed yaa, disana ada Ares dan Almyra. Thanks for vote and comment. Silent readers? Go away!

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

719K 140K 46
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
324K 17K 48
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
201K 1.1K 24
[21+] Diadopsi oleh keluarga kaya raya bukan bagian dari rencana hidup Angel. Namun, ia anggap semua itu sebagai bonus. Tapi, apa jadinya jika bonus...
354K 31.6K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...