RABIDUS FAMILIA

By Mikhaely04

21.4K 2K 197

Bersaing dengan orang lain āŒ Bersaing dengan sepupu sendiri āœ… Dalam bahasa latin, RABIDUS FAMILIA berarti KEL... More

0.0 Prolog
0.1 Razelle Roula
0.2 Sabrina Belva
0.3 Fikri Khaizuran
0.4 Aleo
0.5 Aleen Alnaira
1.1 Simbiosis mutualisme
1.2 Cahaya kutub
1.3 Tetrodotoxin
1.4 Zat capsaicin
1.5 Hukum newton 3
2.1 Nol mutlak
2.2 Organel plastida
2.3 Histatin
2.4 Kutub selatan
2.5 Kalkulus
3.1 Besaran vektor
3.2 Senyawa hidrida
3.3 Ekstra 0,2564
3.4 Gerak parabola
3.5 700 pon
4.1 Elektron
4.2 Singularitas gravitasi
4.3 Metamfetamina
4.4 Mekanika kuantum
4.5 Besaran skalar
5.1 Konflik destruktif
5.2 Fenotip dan genotip
5.3 Sistem tanam paksa
5.4 Penginderaan jauh
5.5 Energi baru dan terbarukan
6.1 Konservasi
6.2 Pasar monopolistik
6.3 Imperialisme Jepang 1944
6.4 The History of Java
6.5 Gold, glory, dan gospel
7.1 Cincin api pasifik
7.2 Revolusi
7.3 Mitigasi bencana alam
7.5 Ekstrusi magma

7.4 Zaman praaksara

478 50 15
By Mikhaely04

Setelah tiga malam ditahan oleh pihak berwajib, Fikri tidak pernah menduga bahwa akan ada seseorang dari keluarga ADHINATHA yang datang mengunjunginya. Awalnya semangat Fikri memuncak berharap besar bahwa orang itu adalah Mama, namun begitu bertatapan mata dengan orang yang pagi ini datang menemuinya, semangat Fikri langsung merosot sampai ke dasar.

“Bagaimana kabarmu Fikri?”

Duduk berhadapan dengan orang itu membuat Fikri lantas merasa was-was siaga 1. “Baik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

“Begitu ya?” Kepala orang yang duduk di hadapan Fikri mengangguk-ngangguk kecil seolah paham sesuatu. “Berarti kau tidak punya masalah bila tinggal lebih lama di tempat seperti ini?”

Fikri terdiam, keningnya berkerut samar bertanya-tanya dalam hati sebenarnya apa tujuan kepala keluarga ADHINATHA datang menemuinya. Tidak mungkin semata-mata hanya untuk memeriksa kabar dan kondisi Fikri, kan? Sangat mustahil. Pasti ada tujuan lainnya.

“Mau saya bantu keluar dari sini, Fikri?”

Kerutan samar di kening Fikri berubah jadi semakin kentara. “Memangnya Avia punya bukti yang bisa mengukuhkan kalau saya tidak bersalah?”

“Dengan kedudukan keluarga ADHINATHA, saya tidak perlu bukti untuk bisa mengeluarkanmu dari tempat ini.”

“Lalu bagaimana dengan reputasi keluarga? Keluar tanpa bukti tidak akan bisa membersihkan nama baik keluarga yang sudah tercemar.”

“Reputasi keluarga tidak menjadi masalah besar, itu bisa diperbaiki seiring berjalannya waktu.”

Mendengarnya Fikri tercengang. Serius? Orang nomor satu yang paling menjunjung tinggi nama baik dan martabat keluarga, bisa berbicara seperti barusan? Sebenarnya Avia datang ke sini dengan keadaan sakit atau bagaimana?

“Jadi bagaimana, Fikri? Ingin saya keluarkan dari sini?” Fikri tidak tau ini hanya perasaannya atau memang ada nada rayuan saat Avia mengucapkan kalimat itu, seolah-olah bila wanita tua itu menargetkan agar Fikri mau menerima tawarannya.

“Setelah lepas dari sini saya janji hidupmu tidak akan semonoton dulu. Kau suka astronomi, kan? Saya bersedia memberikan fasilitas lengkap untukmu agar kau bisa lebih muda mengkaji ilmu favorit-mu itu. Saya juga bisa menjamin setelah ini kau bisa dengan leluasa melakukan eksperimen-eksperimen memasak tanpa gangguan dari Papa mu.” Memicing curiga, Fikri semakin yakin kalau ada yang tidak beres pada Avia. Mustahil dia tiba-tiba jadi baik begini, kecuali kalau—

“Tapi untuk semua itu tentu saja ada syaratnya.”

Sudah Fikri duga. Ada syaratnya.

“Ceritakan pada saya secara detail rencana pemberontakan yang telah kalian susun.”

Tanpa sadar pupil mata Fikri sedikit bergetar. “Re-rencana pemberontakan? Apa yang Avia bicarakan? Saya tidak mengerti.” Menghindari kontak mata, Fikri sengaja mengalihkan pandangannya.

“Tidak perlu berpura-pura, saya tau kalau kasus yang menjeratmu, kasus yang menimpa Razel, dan juga kasus yang terjadi pada Sabrina, semua hanya bagian dari rencana pemberontakan kalian.”

Fikri spontan menatap kembali ke arah Avia. Jadi permainannya sudah sampai di part-nya Sabrina?

“Fikri beritahu saya kasus apa yang akan terjadi pada Aleo dan Aleen. Sebenarnya kini mereka berdua sudah diawasi dengan ketat, jadi pergerakan mereka jelas tidak akan bisa terwujud. Tapi saya perlu tau semua isi rencana kalian sampai akhir, maka dari itu Fikri, ceritakan semua pada saya dan kau bisa bebas dari sini plus bisa menikmati semua yang saya tawarkan barusan.”

Sesuai dugaan, tujuan Avia datang ke sini bukan untuk memeriksa kabar dan kondisi Fikri, rupanya nenek tua itu datang untuk bernegosiasi. Jujur penawaran yang dia berikan cukup menarik. Meski akhir-akhir ini Fikri lebih tertarik pada geografi regional, tapi tetap saja astronomi masih yang utama.

Selain itu, Fikri juga bisa langsung membayangkan bagaimana dirinya bebas bereksperimen di dapur dengan dagu yang terangkat tinggi di depan Tuan terhormat Madaharsa Tansadanu, itu pasti sangat menyenangkan. Namun apa yang Avia tawarkan tidak lebih menarik dari kebebasan yang Aleo janjikan. Jadi kali ini Fikri tentu saja akan menolak.

“Maaf, saya tidak bisa.” Ujar Fikri yakin sekali pada pilihannya.

“Kau yakin?” Tanya Avia memastikan.

Fikri langsung menjawab di detik berikutnya. “Ya, sangat yakin.”

“Berarti kau siap menanggung konsekuensinya?”

“Konsekuensi apa?”

“Tentu saja tindakan kalian yang sudah merugikan dan mencoreng nama baik keluarga akan ada konsekuensinya. Kau bisa lepas dari konsekuensi itu bila bersedia menerima penawaran saya, Fikri. Jadi bagaimana? Tertarik?”

“Tidak, saya tetap pada pilihan pertama saya. Sebagai keturunan keluarga ADHINATHA, karakter kami sengaja dibentuk untuk keras dalam menghadapi segala macam situasi. Teguh pada pendirian merupakan salah satu sifat yang harus kami miliki, selain itu menjadi seorang penghianat tidak ada di kamus keluarga ADHINATHA. Saya rasa Avia tau itu melebihi saya. Jadi saya tidak akan pindah, saya tetap memilih berada di pihak Leo.”

“Sepertinya kau mempelajari—karakteristik yang wajib dimiliki oleh anggota keluarga ADHINATHA—dengan sangat baik. Tapi Fikri, itu saja tidak cukup, seperti mitigasi bencana alam yang punya early warning system untuk memprediksi gelombang tsunami, kau juga seharusnya memiliki nalar dan firasat yang kuat agar bisa memprediksi gelombang masalah yang menghampirimu. Kau tidak sadar kalau pilihanmu bisa mendatangkan masalah untukmu, kan? Kau akan menyesalinya, camkan itu.”

Avia kemudian pergi dari sana. Fikri diam di tempat memandangi punggung wanita tua itu perlahan mengecil hingga akhirnya hilang di balik pintu. Menyesal? Itu tidak akan terjadi. Karena Fikri bisa merasakan kalau Aleo mampu mengakhiri drama ini dengan kemenangan.

Fikri tau Avia memang gila, tapi si berandal itu jelas jauh lebih gila. Berada di pihak Aleo jelas lebih menjanjikan.

-

Bab 39 “Zaman praaksara”

•••

“Ini tidak masuk akal, Pak. Anda menahan putri saya hanya karena jaket yang dia kenakan sama dengan jaket milik seseorang yang sedang dalam status terduga pelaku pembunuhan.”

Datang menemui pihak berwajib untuk mencaritahu kejelasan mengenai kasus penangkapan Sabrina, Yudanta malah dibuat naik pitam begitu pihak berwajib menjelaskan kalau Sabrina ditahan atas dugaan kasus pembunuhan lantaran jaket yang gadis remaja itu kenakan mirip dengan jaket orang yang sedang menjadi buronan.

“Jaket seperti itu jelas tidak hanya satu. Bagaimana mungkin anda berani menahan putri saya hanya karena alasan tidak masuk akal begitu.”

“Tentu, kami juga tidak mungkin menahan putri anda bila alasannya sepele seperti itu. Masalahnya Pak, jaket yang putri anda kenakan termasuk barang yang dijual dengan jumlah terjangkau, barang limited edition, tidak sembarang orang bisa memilikinya. Selain itu, semalam putri anda terpantau berada di sekitar cafe BubleIce, tempat terakhir kali korban dan pelaku terpantau sesaat sebelum kejadian pembunuhan itu terjadi. Makanya saat ini putri anda berstatus terduga.”

Yudanta mengusap wajahnya kasar. “Kalau sampai putri saya terbukti tidak bersalah, saya akan menuntut anda.”

“Mohon tenangkan diri anda, Pak. Putri anda belum ditetapkan sebagai tersangka, kami masih dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan.”

Menghela napas, Yudanta Triasa akhirnya minta dipertemukan dengan putrinya. Dan saat melihat gadis remaja itu datang didampingi oleh seorang pihak berwajib, Yudanta lantas menautkan kedua tangannya, tiba-tiba merasa gugup.

“Sabrina, bagaimana keadaanmu?”

Ada kerutan di kening gadis itu saat mengucapkan, “Baik, sangat baik, sebelumnya tidak pernah sebaik ini.”

“Saya—em, Papa ... ingin menanyakan sesuatu padamu.” Rasanya canggung berbicara dengan Sabrina. Padahal sama seperti Razel, gadis remaja itu juga merupakan putri kandungnya.

Sabrina tidak mengucapkan apa-apa, anak itu hanya mengangkat alisnya sebelah seolah menunggu apa yang selanjutnya akan Yudanta bicarakan.

Paham dengan kode itu, Yudanta pun melanjutkan. “Sabrina, kamu tidak terlibat apa-apa dalam kasus yang menimpa Razel, kan?”

Tiba-tiba Sabrina tersenyum, Yudanta tau itu bukan senyum manis seperti yang orang-orang lakukan ketika saling sapa, melainkan senyum ketika seseorang sedang merasa miris dan ... kecewa? “Jadi anda mencurigai saya sebagai pelaku yang telah mencelakai putri anda?”

Menyadari Sabrina salah paham, spontan pria yang usianya sudah berkepala 4 itu menggeleng cepat. “Tidak, tentu saja tidak. Maksud saya bukan begitu, hanya saja Mamanya Razel ...” Yudanta menggantungkan kalimatnya, sedikit ragu untuk melanjutkan.

“Aaah~ Tante Siska yang punya pemikiran seperti itu?” Meski Yudanta tidak melanjutkan kalimatnya, rupanya Sabrina ternyata paham maksudnya.

“Iya, Siska yakin sekali kalau kamu yang sudah mencelakai Razel. Tapi saya tidak, saya percaya kalau bukan kamu yang melakukan itu. Makanya, untuk memastikan kalau dugaan Siska yang salah, saya butuh jawaban dari kamu.”

“Terus bagaimana kalau ternyata dugaan Tante Siska yang benar? Memangnya apa yang akan anda lakukan?”

Yudanta menggeleng pelan. “Itu nggak mungkin, saya percaya—”

“Ya, saya memang terlibat dalam kasus yang menimpa Razel.” Sabrina menyela. “Sekali lagi saya katakan, saya terlibat dalam kasus itu.

Suara Yudanta langsung tercekat di tenggorokan, bibirnya terasa kelu, mulutnya terkatup. Untuk sepersekian detik itu argumennya menguap begitu saja lantaran terlalu kaget mendengar ucapan sang putri.

Sempat hilang fokus beberapa menit, Yudanta lantas menatap mata gadis remaja di hadapannya begitu kesadarannya perlahan kembali. Tatapan penuh keyakinan ia berikan pada Sabrina. “Saya tau kamu pasti berbohong. Kamu tidak mungkin terlibat dalam peristiwa itu.”

“Sebenarnya apa yang membuat anda yakin sekali bila saya tidak terlibat dalam kasus itu? Kalau anda lupa biar saya ingatkan, saya ini anak haram anda, sedangkan orang yang menjadi korban adalah anak sah anda, jadi kalau ada seseorang yang patut dicurigai dalam kasus itu, kandidat terbesarnya ya memang harus saya.” Ujar Sabrina seolah sengaja ingin membuat dirinya terlihat bersalah.

Yudanta menanggapi. “Saya yakin kamu bukan pelakunya karena kamu putrinya Kinanti. Walau hanya sampai usiamu 12 tahun, tapi saya yakin didikan Kinanti Misyafa tidak mungkin gagal hingga membuatmu bisa melakukan tindak kriminal.”

Mendengar nama Mama-nya disebut, Sabrina terdiam, tatapan dingin gadis yang penampilan dan kelakuannya menyerupai laki-laki itu, tiba-tiba melunak.

Tak kunjung mendengar suara dari Sabrina, Yundanta memilih melanjutkan. “Dan satu lagi, kamu bukan anak haram, Sabrina. Saya menikahi Kinanti satu tahun sebelum kamu hadir di perutnya.”

Sabrina memejamkan matanya, setetes cairan bening lolos melewati bulu mata lentik gadis remaja itu. Melihatnya membuat Yudanta tanpa ragu mengangkat tangannya untuk menghapus air mata sang putri.

Mungkin karena merasakan sapuan di pipinya, Sabrina lantas membuka matanya. Mata gadis itu memerah bekas air mata saat Yudanta mengatakan. “Sabrina, sejujurnya saya selalu menyayangimu karena kamu putri dari seseorang yang sangat saya cintai. Selama ini saya tidak pernah menunjukkannya secara langsung sebab takut Razel cemburu karena anak itu juga tidak pernah mendapat perhatian dari saya. Sungguh, saya berusaha keras untuk bisa menjadi Papa yang adil buat kalian.”

-

Sedari bayi hidup layaknya tuan putri yang tinggal di istana besar membuat Razel terbiasa membersihkan diri dengan berendam air mawar di dalam bathtub, atau kalau tidak, dirinya akan membersihkan diri menggunakan guyuran air hangat dari shower. Tapi masalahnya, karena semua kemewahan itu Razel jadi merasa ilfeel setelah teman-teman Aleo menunjukkan sebuah kamar mandi yang sukses membuat Razel bingung bagaimana konsepnya.

Tidak ada bathtub, tidak ada shower, yang ada hanya wadah berisi air yang ukurannya tidak terlalu kecil tapi tetap tidak muat bila dijadikan tempat berendam. Saat Razel bertanya bagaimana cara membersihkan diri di tempat itu, teman-teman Aleo menjelaskan kalau Razel harus menimba air di wadah itu menggunakan benda kecil yang mereka namai gayung, lalu Razel bisa mengguyur tubuhnya menggunakan air di gayung itu.

Merasa cara mandi mereka terlalu ribet, Razel akhirnya memilih untuk tidak mandi saja. Gadis itu hanya mencuci wajahnya serta menggosok giginya menggunakan peralatan mandi baru yang teman-teman Aleo berikan, itupun Razel mencuci wajah serta menggosok gigi menggunakan air kemasan baru beli lantaran ragu air yang ada di kamar mandi itu bersih atau tidak.

Awalnya Razel pikir dirinya akan baik-baik saja tanpa membersihkan diri, namun begitu 2 malam 1 hari terlewati di tempat kumuh itu, Razel mulai merasa risi sebab badannya benar-benar terasa lengket. Oleh karena itu, pagi-pagi sekali, sambil membawa perlengkapan mandi, handuk, beserta baju gantinya Razel menghampiri 3 teman Aleo yang tinggal permanen di bangunan kecil ini.

Ngomong-ngomong 3 pemuda itu ternyata putus sekolah, padahal umur mereka masih sepantaran dengan Razel. Mereka mengaku sudah bekerja, 2 orang kerjanya di bengkel, dan yang satunya bekerja sebagai tukang pikul di pabrik beras. Kasihan, hidup mereka saja sudah berat, eh malah Aleo nitipin Razel yang serba ribet ini ke mereka, pasti beban 3 pemuda itu makin berat kan?

Jangan salahin Razel loh, ya. Dia jelas mengeluh ini itu karena ini pertama kalinya dia hidup jadi rakyat jelata. Salahin saja Aleo, kenapa si berandal itu tidak menyembunyikan Razel ke tempat yang lebih masuk akal, dikirim ke hotel luar negeri misalnya. Tapi tenang saja, biaya hidup Razel selama tinggal di sini tidak ditanggung oleh 3 pemuda itu, melainkan oleh satu teman Aleo yang ternyata anak orang kaya.

Namanya Fariz, pemuda rese yang hari itu berani mengatai Razel kuntilanak.

“Selamat pagi kawan-kawan.”

Nah, itu orangnya. Baru juga disebut satu kali tapi pemuda tengil itu langsung muncul sungguhan. Razel masih berdiri lumayan jauh dari posisi Amal, Bayu, dan Jojo saat Fariz muncul di ambang pintu. “Wih, tuan putri udah bangun? Kebetulan banget, sarapannya datang.” Kata pemuda itu menatap ke arah Razel sambil menunjukkan kantong plastik di tangannya.

Sengaja mengabaikan Fariz, Razel memilih menghampiri 3 pemuda yang sedang duduk di sofa lusuh. “Amal, anterin gue ke kamar mandi.” Pinta Razel yang lebih terdengar seperti perintah.

“Lo mau mandi, Zel?” Jojo bertanya.

Razel mengangguk sebagai jawaban.

“Wah, serius tuan putrinya keluarga ADHINATHA pengen mandi di kamar mandi belakang?” Fariz berteriak heboh.

Bayu mengangguk keras lalu ikut menggoda. “Padahal katanya jijik, airnya penuh bakteri, terus bisa bikin gatal-gatal.”

Razel mencebik. “Amal anterin gue, ayo!”

Karena ditarik paksa oleh Razel, Amal pun terpaksa beranjak untuk mengantar Razel menuju kamar mandi belakang yang letaknya terpisah dari bangun rumah. Hampir satu jam lamanya, acara mandi Razel akhirnya selesai. Tentunya tidak lepas dari berbagai macam drama yang terjadi.

Selesai mengenakan pakaian baru yang sudah Fariz belikan, Razel berkumpul bersama 4 pemuda itu. Amal mengulurkan sisir, tanpa menerima benda itu Razel memberitahu, “Gue nggak bisa nata rambut gue sendiri, biasanya maid yang natain.”

Keempat pemuda itu tercengang.

“Wow, the real tuan putri.” Gumam Jojo.

“Berarti salah satu dari kita harus natain rambutnya Razel.” Ujar Bayu yang membuat Razel melirik pemuda itu. Padahal kan Razel tidak bilang kalau rambutnya harus ditata.

“Gue gue! Gue aja.” Fariz berteriak heboh, pemuda itu merampas sisir yang ada di tangan Amal. “Zel, duduk sini.” Katanya menunjuk karpet di depan sofa.

Razel tidak langsung menurut, gadis itu lebih dulu memicing menatap Fariz penuh ragu.

Mungkin sadar dengan tatapan Razel, pemuda itu lantas berdecak. “Serius gue bisa, duduk aja udah.”

Memilih mengalah Razel pun duduk di karpet yang teksturnya kasar itu. Di belakangnya Fariz duduk di sofa mulai menyisir rambut panjang Razel. Amal menyiapkan bubur ayam yang tadi Fariz bawa, tepat di hadapan Razel.

Bersiap makan, Razel mencoba membuka botol air kemasan namun ternyata dia tidak bisa. Jojo mengambilnya, membuka botol itu se-kali percobaan lalu menyerahkannya kembali pada Razel.

Bayu sendiri sedang mencoba memperbaiki kipas angin yang ada di sudut ruangan lantaran dari kemarin Razel merengek kepanasan karena tempat kumuh ini tidak memiliki pendingin ruangan.

Razel jadi merasa bersalah sempat memandang remeh mereka gara-gara penampilan mereka kampungan, nyatanya mereka pemuda-pemuda baik yang bahkan meski sering Razel hina tanpa sengaja, mereka tetap memperlakukan Razel dengan baik.

“Kalian berangkat kerjanya jam berapa?” Tanya Razel lalu menyendok sesuap bubur ke dalam mulutnya.

“9. Kenapa? Lo mau ikut?” Jojo menanggapi.

“Emang boleh?”

“Nggak boleh, yang ada lo jadi beban buat mereka.” Celetuk Fariz. “Lo di sini aja, ntar gue yang nemenin.”

“Berdua doang? Dih, nggak mau, nanti lo macam-macam, lagi.”

“Gue nggak mungkin macam-macam, lo-nya aja tepos gitu. Tapi kalau lo emang takut, gue bisa nyuruh 2 orang anggota geng gue datang ke sini.”

“Enak aja tepos.” Razel memukul kaki Fariz. “Btw serius lo beneran anak geng motor?”

“Lo masih belum percaya? Malam itu lo liat sendiri pasukan gue ada puluhan orang.”

“Mal, dia beneran anak geng motor?” Razel bertanya pada Amal.

Yang ditanya menganggukkan kepalanya sambil menjawab, “Dia ketuanya.”

“What?! Yang benar aja.” Razel jelas kaget mendengarnya. Fariz yang tengil ini? Ketua geng motor?

“Mukanya Fariz emang nggak cocok jadi ketua geng motor sih, wajar kalau lo kaget, Zel.” Sahut Bayu.

Jojo mengangguk setuju. “Lebih cocok jadi pemandu senam ibu-ibu milenial.”

Sisir langsung melayang mengenai kepala Bayu, lalu Fariz langsung melompat menyerang Jojo. Razel tertawa melihatnya, ternyata berteman dengan laki-laki tidak buruk juga, malahan Razel suka sebab merasa diperlakukan seperti tuan putri sungguhan.

Aaah~ sekarang Razel paham kenapa anak Papa-nya yang tomboi itu lebih suka bergaul dengan laki-laki.

-

Aleen baru saja hendak duduk di kursi paling depan saat badannya malah didorong oleh Aleo sampai ke bangku paling belakang. Siswa siswi yang pagi ini ada di kelas yang sama dengan mereka, langsung memberikan tatapan aneh.

“Apa liat-liat? Mau nonton orang pacaran?” Aleo memarahi. Dan tentu saja itu berhasil membuat semua orang mengalihkan pandangan dari mereka berdua.

“Kita nggak pacaran kalau lo lupa.” Bisik Aleen, namun Aleo tidak menanggapi. Pemuda itu justru menarik Aleen untuk duduk.

“Leen, lo sadar kita mulai diawasi?” Tanya Aleo, ekspresinya serius.

“Sadar,” mengerti kalau pembicaraan ini bukan pembicara sembarangan, ekspresi Aleen ikut berubah jadi serius. “Bukan cuma di rumah, orang-orang itu juga ngikutin ke sekolah, bahkan sampai nungguin di luar kelas. Untung aja mereka nggak ikutan masuk ke sini, berasa kayak buronan tau nggak.”

“Makanya gue harus ngasih ini ke lo sekarang, karena ini satu-satunya tempat yang aman buat kita.” Aleo mengeluarkan flasdisk dari kantong seragam-nya lalu menyerahkan benda itu pada Aleen. “Lo udah urus bukti-bukti buat kasusnya Fikri?”

Aleen mengambil benda kecil itu. “Udah, gue pindahin rekamannya ke flashdisk terus gue cetak juga beberapa gambarnya.”

“Bagus, simpan itu baik-baik. Jangan lupa satuin sama file yang ada di situ.” Aleo menunjuk flashdisk di tangan Aleen.

“Emang ini apa? Bukti buat kasusnya Sabrina?”

Aleo mengangguk. “Leen, jangan anggap tugas lo yang satu ini sepele, karena kalau Avia sampai tau, lo bakal jadi incaran dia. Jadi simpan bukti itu di tempat yang aman dan tetap pura-pura seolah lo nggak tau apa-apa. Sebisa mungkin jangan nunjukin gerak-gerik yang bisa bikin Avia curiga. Kalau nanti gue ikutan ditahan, lo nggak boleh kemakan omongannya nenek tua itu. Ingat, kunci kemenangan kita cuma satu, tetap bungkam sampai akhir.”

•••
Maaf baru muncul 🙏

Continue Reading

You'll Also Like

382 110 30
"Di saat kau mempercayai seseorang, maka di saat itu pulalah kau sudah siap untuk dikhianati," Ini adalah kisah tentang seorang gadis yang berubah me...
3.1K 263 43
"Gue juga kasih dia kucing, tapi kenapa dia tetep gak sayang sama gue?" Kattya Valonia Jasmine, cewek yang takut sama kucing tapi suka sama orang pen...
8K 1.2K 36
Highest Rank 2 #jantung (30/12/20) Bagi Sheza, aura milik setiap orang akan mencerminkan, sifat, kepribadian, pemikiran, dan kebenaran. Aura Sheza: 7...
363 74 7
"I wanna ruin our friendship ... " Ameera menoleh dengan raut wajah kebingungan. "Apa?" "We should be lovers instead ... " Bagas tersenyum hangat. **...