Pengabdi Istri (The Series)

By Indomie2Bungkus

126K 13.2K 3.2K

Bersahabat sejak bayi membuat mereka bertujuh menjadi terikat secara tidak langsung, setelah bertahun-tahun b... More

1. Tukeran Kado
2. Naren Bulol Era
3. Tidak seindah yang terlihat
4. Aku sakit
5. bapak-bapak galau
6. Mulut lancip
7. Suami Sieun Istri
8. Pengeretan vs Sultan
9. Dia datang
10. Rekonsiliasi
11. Bocil Berulah
12. Cemburu seorang istri
13. Bertemu Gavin
14. Huru hara ini
15. Danindra to the rescue
16. Ada yang pundung
17. Curhat dong
18. Botram
19. Gengster Squad
20. Drama Puasa
Special Chapter
Special Chapter 2
22. Lepaskan?
23. Galau part kesekian
24. Lebar-an (1)
25. Lebar-an (2)
26. Baby Girl
27. Kenyataan yang sebenarnya
28. Rayuan Maut Danindra
29. Jendra pelindung ayah!
30. Kehebohan Zidan
31. Agustusan Nih
32. Agustusan Nih (2)
33. Buy 1 get 1
34. Skandal Baru
35. The Arsenio's
36. Comeback Aji dan Indra
37. Siapa yang bodoh?
38. Ternyata....
39. Rencana - A
39. Rencana - B
39. Rencana - C
40. After
41. Fakta Baru
Special Chapter (3)
Special Chapter (4)
42. Ayo, cepet bangun ayah!
43. Obrolan tak berfaedah
44. Saat-Saat Menyebalkan
45. Nikmatnya Bergosip
46. Sayang Istri
47. Pengrusuh
49. Fabian vs Narendra
48. Lanjut Nikahan
50. Hilang
51. Katakan Peta
52. Ember Bocor
54. Tantrum
55. Ronda Core
56. Nama anak
57. Takdir yang Rumit
58. Keciduk Lagi

53. Keciduk

1.7K 183 41
By Indomie2Bungkus

***

***
Maaf banyak typo

***

"Naren!!!"

Narendra yang tengah menggendong Luna dan juga menggandeng Jendra pun menoleh. Mata nya sedikit menyipit pada sekelompok orang yang terlihat tergesa menghampiri nya. Ternyata itu adalah Elvi dkk. Perempuam yang membully Yasmine di sosial media kemarin.

"Siapa panggil ayah?" Jendra menatap ayah nya.

Narendra menggeleng tapi langsung berganti menjadi sinis. "Hmm?-"

"Ternyata beneran lo! Ren sebelumnya-"

"Kalau lo mau minta gue buat cabut tuntutan sorry gak bisa. Istri gue udah sangat di rugikan sama kejadian kemarin." Potong Narendra to the point.

Salah satu perempuan diantara mereka pun menggeleng bahkan berniat meraih jemari Narendra tapi langsung pria itu hindari. Bahkan Narendra langsung mundur beberapa langkah. "Gak usah macem-macem."

"Gak gitu- gue-gue cuma mau minta maaf. Gue waktu itu ketriger karena liat podcast adek ipar lo. Awalnya gue gak maksud jelek-jelekin Yasmine. Tapi gue akui, gue kelepasan."

"Elvi... Elvi... barusan lo bilang apa? Kelepasan? Kelepasan sampai buat istri gue di rujak sama orang-orang? Bahkan istri gue di cemooh sama mahasiswa nya sendiri karena ketikan lo. Dia nyaris di berhentikan menjadi dosen kalau lo mau tau. Kalau lo benci gue, lo serang nya gue aja. Rasanya gak fair kalau yang lo serang itu istri gue."

"Gue minta maaf Ren.. kita gak maksud kesana serius."

"Terus maksud nya kemana? Mau balas dendam karena lo gak terima gue tolak waktu lo nembak gue? Apa lo mau ngehancurin mental istri gue?"

"Gue-gue-" perempuan bernama Elvi itu menatap Narendra dengan bibir yang terbata. "Gu-gue mi-minta maaf."

"Inti nya aja deh. Lo mau apa sampe seeffort itu cuma buat nemuin gue disini? Padahal di rumah sakit tempat gue kerja, gue udah gak mau nerima lo pada. Entah tau dari siapa lo nyamperin gue disini."

"Ayah...." Jendra mendongakan kepala nya menatap sang ayah, ekspresi nya sangat terlihat ketakutan.

Narendra sadar dengan ekspresi nya yang terlalu keras sehingga membuat Jendra ketakutan langsung menetralkan emosi nya, dan tersenyum menatap putra nya yang kini meremat jemari nya. "Ayah gak marah sayang, sebentar ya ayah mau bicara dulu. Nanti ayah janji, setelah ini kita beli es krim."

"Ayah ndak malah sama Ajen kan?"

"Enggak sayang, tunggu ya, ayah mau bicara dulu sebentar aja." Narendra mengusap rambut putra nya.

"Rasanya urusan kita udah selesai kan? Soal pencabutan izin praktek lo semua bukan urusan gue."

"Ren tunggu!"

"Apalagi?"

"Kita sadar sama sikap kita waktu itu yang sangat gak di benarkan. Tapi Ren gue minta tolong jangan pecat suami gue. Karena kalau izin gue di cabut, suami gue gak kerja, gue gak tahu harus gimana lagi."

"Gue gak merasa mecat suami lo."

"Tapi suami gue kerja di Arsenio Land. Karena kejadian itu suami gue tiba-tiba di rumahkan dengan alasan gak jelas, padahal suami gue gak bikin salah apapun. Sorry banget, gue masih punya anak kecil yang sangat butuh biaya. Lo mau hukum gue, hukum aja. Tapi suami gue gak ada sangkut paut nya. Plissss Ren demi anak gue. Lo juga punya anak, lo pasti paham." Balas perempuan itu yang membuat Narendra bingung. Seingat nya ia telah meminta pada Aji untuk tidak memberhentikan suami dari perempuan di hadapan nya ini deh.

"Gak usah bawa-bawa anak. Kalau lo berharao gue bersimpati, lo salah besar. Harusnya sebelum lo bully Yasmine, lo pikirin masa depan suami dan anak lo. Setelah kayak gini lo baru nyesel. Terus apa kabar nya selama bertahun-tahun lo serang Yasmine? Dari jaman kuliah loh. Bahkan lo sebut istri gue pelacur di thread itu. Sebagai suami wajar kalau gue marah. Mati-matian gue usaha supaya dia mau balik lagi sama gue, tapi lo pada seenaknya bikin istri gue nangis. Urusan pekerjaan suami lo itu diluar urusan gue. Karena perusahaan itu yang pegang adek gue, jadi gue gak tau menau soal itu."

"Tapi Ren gue mohon tolong jangan pecat suami gue."

"Gue dilahirkan di keluarga pengusaha, jadi gue gak akan melakukan apapun tanpa mendapatlan keuntungan buat gue. Setelah gue bantu suami lo. Keuntungan apa yang bisa gue dapat?"

"Gue gak papa kalau harus masuk penjara. Asal jangan pecat suami gue, Ren. Gue mohon." Pinta Elvi lagi dengan mata yang berkaca-kaca. Tapi sayang nya tidak ada rasa simpati yang tumbuh di hati Narendra saat ini. Karena perempuan di depan nya ini telah menghancurkan hidup istrinya kemarin.

"Lo masuk atau gak masuk penjara gak ada untung nya sih buat gue. Sorry."

"Ren plisss..." Elvi kembali berusaha meraih jemari Narendra dan lagi-lagi pria itu menghindar. "Gak usah rese bisa gak?"

"Tolong bilang sama Pak Aji jangan pecat suami gue, Ren."

"Lebih baik lo pergi dari sini. Gue gak bisa percaya lagi sama lo. Lo udah menghancurkan semua kepercayaan diri di dalam diri istri gue!!!"

"Ren, gue mohon-" ucapan Perempuan bernama Elvi itu mengambang sebab salah satu teman nya yang sudah gemas ingin bicara memotong ucapanya.

"Ren ok kita akui kita bertiga dulu dendam banget sama lo. Khususnya gue yang iri sama kedekatan lo sama Yasmine. Gue juga minta maaf udah nyebarin video lama itu. Tapi Ren plis, selain Elvi, gue juga di rugikan atas laporan itu. Gue gak bisa kalau izin praktek gue di cabut. Orang tua gue pasti kecewa, buat dapetin izin praktek kan susah Ren."

Narendra tersenyum sinis. "Itu lo tau, kenapa lo gak mikirin itu kesana sejak awal? Setelah izin lo di cabut baru nyalahin gue. Itu mah salah lo semua lah. Enak aja main ngatain istri gue yang enggak-enggak. Urusan lo sama gue, bukan sama istri gue. Kerja lo itu sembuhin pasien bukan sebar fitnah. Paham?"

"Tapi Ren gak fair dong kalau hasil usaha gue buat jadi dokter rusak cuma karena istri lo doang."

Mendengar ucapan perempuan itu berhasil membuat Narendra terperangah. "Cuma lo bilang? Cuma? Padahal sebelumnya gue udah bilang kalau istri gue sangat di rugikan sama kelakuan biadab lo, Maira. Istri gue sampai terancam keselamatan nya, dan integritasnya sebagai dosen pun rusak karena fitnah sampah dari lo semua. Menurut gue fair lah. Sangat-sangat fair."

"Lo-lo kok bisa seberani itu sama kita? Lo lupa mertua gue perwira tinggi polisi loh. Bisa aja gue laporin lo balik biar lo ngebusuk di penjara." Kali ini yang berbicara adalah Fathiya, Fathiya ini adalah dalang dari semua ujaran kebencian terhadap istrinya, bahkan ia juga pelaku yang dulu nya mencorat-coret mobil Yasmine dengan pilox setelah 'kejadian' itu. Dan beberapa kali juga Fathiya   pernah kedapatan mengancam Yasmine untuk dilenyapkan.

"Atas dasar apa laporan nya, Nona Fathiya? Jelas-jelas lo bertiga yang salah. Sila laporkan aja ke polisi. Kita liat se-pengaruh mana antara keluarga lo sama keluarga gue? Gue gak takut. Gue bisa lawan lo sendiri, dengan cara gue." Narendra tersenyum culas menatap Fathiya yang mendadak pucat. "Lo salah pilih lawan Nona."

"Gue bahkan tau ayah mertua lo ada main api sama selebgram kan? Gak satu cewek, tapi banyak cewek. Bahkan mertua lo itu ada main dengan perizinan tambang–upss kok gue tau ya?" Kekeh Narendra yang membuat Fathiya lagi-lagi terkejut. Melihat lawannya yang sudah lemah, Narendra langsung tersenyum mengejek. "See? Kaget ya kalau berita yang keluarga lo simpan rapat-rapat, eh gue bisa tau. Kalau berita ini boom, gue jamim semua keluarga lo bakal masuk penjara. Termasuk suami lo yang kedapatan gratifikasi dari cukong-cukong kaya."

"Ren-"

"Gue kasih tau, keluarga gue berdarah dingin. Jadi lo gak usah ancam gue, karena lo sendiri yang bakal tiarap ngadepin gue di meja hijau." Desis Narendra dengan sarat akan ancaman. Bahkan ketiga perempuan itu langsung merinding dengan ancaman Narendra Arsenio barusan. "Lo mau main kotor? Gue bisa jauh lebih kotor. Mending lo pergi sebelum lo bertiga gue seret ke kantor polisi sekarang!"

"Ren –kita –kita"

"Naren! Eh ternyata bener." Seru seseorang yang ternyata itu adalah Eric yang kini terlihat sumringah menghampiri nya.

"Eh elo Ric!" Narendra yang tadi nya terlihat emosi pun langsung merubah ekspresinya menjadi ramah pada teman lamanya.

"Naren! Lo apa kabar?-lah! Elvi, Maira sama Fathiya lo ngapain disini?"

"Gu--gue pergi dulu." Ucap Elvi yang diikuti oleh kedua teman nya dengan tergesa-gesa.

"Thanks ya Ric."

"Lah thanks kenapa?" Eric bingung menatap teman nya yang tiba-tiba mengucapkan terima kasih.

"Gapapa, thanks aja."

"Aneh lo gak berubah ya. Eh btw lo apa kabar? Gila hot daddy banget vibes nya sekarang. Mana anak lo udah gede."

Narendra tersenyum, "Baik alhamdulillah. Lo sendiri apa kabar?"

"Ya gini-gini aja. Berjuang hidup mendapatkan cuan."

"Padahal udah naik jabatan juga."

"Dih tau-tauan aja." Kekeh Eric pelan.

"Ayah..." Jendra kembali merengek sambil menarik-narik ujung kaus ayah nya.

"Eh iya sayang, sebentar ya. Ini kenalin dulu teman ayah waktu sekolah. Namanya Om Eric. Ayo salim dulu." Ucap Narendra yang langsung di aminkam putra nya.

"Halo Om Elic, kenalin ini Ajen. Anakna Ayah Nalen sama Bunda Yasmine, Ajen sekolah TK B. Ajen juga puna dede nama na Luna." Sapa Jendra setelah bocah gembul itu menyalami teman ayahnya.

"Halo Ajen, salam kenal ya. Kalau Om namanya Eric, temen sekolah nya ayah Ajen dulu."

"Temen kaya apa? Kayak Ajen sama Iel sama Apa ya ayah?" Jendra menatap ayah nya lagi.

"Iya sayang. Kaya Rafa sama Iel."

"Udah kan kenal na? Ayok Ayah, ayok mam es kym."

"Ajen Om juga mau ikut deh. Boleh gak?" Tawar Eric sembari mensejajarkan tinggi nya dengan Jendra.

"Boleh dong. Om mau es kym juga ya? Ndak boleh banak-banak om, nanti pilek."

"Hahaha pinter banget deh. Anak siapa sih si ganteng ini " Eric mengacak rambut Jendra gemas.

"Ayah Nalen sama Bunda Yasmine dong!" Seru Jendra semangat, dan berhasil membuat Narendra tertawa gemas. "Hahahaha. Yaudah ayo, kita ke mini market sekarang. Kasian adek nya udah kepanasan."

***

"How's life Ren?" Tanya Eric pada Narendra yang sibuk membantu Luna memakan snack bayi nya.

Narendra menoleh pada teman lama nya itu, lalu tersenyum. "Kan tadi udah di jawab. Nanya lagi. Canggung amat sih lo.."

"Hahahaha gue masih kaget liat perubahan lo abisnya." Balas Eric sambil menggaruk kepalanya.

"Makin ganteng ya? Kata istri gue, gue makin ganteng. Setelah di pikir-pikir ternyata emang seganteng itu sih gue. Makanya istri gue bucin mampus." Balas Narendra asal tapi jemari nya masih sigap memakaikan celemek bayi untuk Luna yang sudah tidak sabar ingin memakan snacknya. "MAMAMAMAMAM AAAAAAAAA"

"Sabar sayang, ini ayah ambilin." Narendra terkekeh sambil membukakan bungkus snack milik putrinya.

"Hahaha ternyata lo bisa bercanda juga sekarang. Gue tau banget lo se-kaku apa dulu. Naren dengan segala ambisi nya, yang buat anak kelas sebel banget."

"Sebel karena?"

"Lo secara cuma-cuma bisa dapetin A. Lah kita? Buat dapet B aja susah banget."

"Ayah mau syusyu na." Perhatian Narendra pun kembali teralih pada si sulung yang wajah nya blepotan karena ice cream. "Besok-besok gak minum dan makan yang manis-manis lagi ya?" Narendra memberikan sekotak susu coklat pada Jendra.

"Kalau Ajen dapat bintang lima balu boleh lagi ya ayah?"

"Iya sayang, tapi kita harus izin bunda dulu ya?" Balas Narendra sembari membersihkan wajah putra nya itu dengan tisu basah.

"Okey, Ajen akan semangat belajal bial dapet es kym lagi. Yipppiiiii."

Sedangkan Eric? Pria itu menatap Narendra dengan tatapan tak percaya nya. Narendra yang ia kenal adalah pria yang penuh ambisi, dingin dan tak tersentuh. Tapi kini tepat dihadapan nya, pria itu seperti bertransformasi menjadi pria yang hangat. Bahkan dengan sabar menghadapi kedua anak nya yang kini sama-sama duduk di baby chair yang memang di sediakan oleh caffe dekat di mini market yang tadi di datangi mereka.

"Bengong aje lo! Kesambet entar."

Kedua mata Eric mengerjap beberapa kali, sebelum meringis malu. "Ah- gue-gue masih amazed liat lo sekarang. Gila ternyata waktu bisa merubah seseorang ya? Gak kayak gue masih sendiri aja."

"Ya nikah dong, Ric. Kalau udah ada calon nya itu juga. Hahaha."

"Bangke! Selain bercanda, sekarang lo udah bisa ngeledek gue ya njir. Sumpah Yasmine keren banget bisa buat lo bertekuk lutut gini."

Narendra mengangguk. "Indeed, with her i always feel loved. Mungkin itu yang buat gue kayak sekarang."

"Kok bisa sih Ren?"

"Apanya?"

"What did she do to make you fall in love with her? Lo dulu benci banget sama dia."

"Bukan benci. Dulu gue merasa kecewa sama dia. Dan gue lampiasin langsung juga ke dia."

"Emang dia apain lo?"

"Salah paham sebenernya. Dan setelah gue tau kebenaran nya, ternyata gue lah yang salah dan bodoh."

"After you two divorced?"

Narendra mengangguk lalu meminum kopi setelahnya. "Jujur aja waktu awal nikah pertama dulu, gue pernah ada pikiran kalau kita bakal kita cerai and i thought i would be happy, selayaknya gue keluar dari penjara setelah bertahun-tahun gue terbelenggu di dalamnya. Tapi di luar dari itu, gue malah hancur. Disitu juga gue sadar kalau selama ini gue nikahin Yasmine pake hati. Gue sangat sangat mencintai Yasmine. Karena semua hal yang ada di diri dia, gue jatuh cinta dibuat nya."

"Berapa lama sampai akhir nya lo balik lagi?" Eric meminum kopi nya.

"Sebenernya gue deketin dia lagi dari delapan bulan after divorced. Tapi baru bisa ngeyakinin dia nya setelah tiga tahun kita cerai. Itu juga melalui banyak hal, dan banyak fakta-fakta yang gak gue tau kalau teman bisa jadi duri di kehidupan kita."

"Maksudnya?"

"Lo pernah gak di tusuk sama orang yang udah lo anggap keluarga dengan alasan yang menurut gue kekanak-kanakan? Tapi disclaimer aja bukan gue mau merendahkan seseorang, tapi menurut gue sesama laki agak gak masuk akal kalau ada alasan that 'itu' tapi gak bisa gue ceritain sama lo, sorry."

"Ok, Siapa?"

"Hah?"

"Siapa yang jadi duri dalam daging di hidup lo? Diantar kalian berempat?"

"Kok lo tau?"

"Ah gue tau. Bian kan? Atau Zidan?"

"Kenapa lo berpikir kesana?" Alih-alih menjelaskan Narendra malah balik bertanya tanpa ada keinginan untuk menjelaskan nya lebih rinci.

"Hapal gue sama sifat teman-teman lo. Diantara lo berempat yang paling waras kan cuma Ravi. Dua temen lo? Gua no comment dah."

"Gue masih gak nyangka lo paham kemana arah gue bicara."

"Lo lupa kita bareng terus selama di stase bedah? Walaupun akhirnya kita jadi berjarak karena gue pernah ribut sama lo karena belain Bian yang waktu itu dia bantuin Yasmine cerai dari lo. Sorry ya Ren, gue dulu mikir nya lo jahat banget sama Yasmine. Gue gak tega sama dia. Jadi gue belain Bian waktu lo ngehajar dia."

"Thats fine. Gue juga waktu itu terlalu emosi. Gue masih gak siap kehilangan belahan jiwa gue. I'm so sorry..."

"No need. Makanya setelah kejadian itu gue gak berani bareng lagi sama lo. Bahkan saat lo damai sama Bian dan Zidan, gue masih gak berani buat minta maaf sama lo. Karena gue malu, dan gue merasa terlalu jauh ikut campur masalah lo dan Yasmine. Diam-diam gue cuma bisa doain lo doang, semoga kebahagiaan segera menjemput lo, and glad to hear that you are finally happy with your little family. Even now you have a new family member, a little princess.. so cute.."

"Thanks Ric. Terharu gue denger nya hahaha. "

"Lo bahagia sekarang?"

Narendra tersenyum lembut, sangat terlihat binar bahagia yang pria itu pancarkan. "Sangat. Gue sangat bahagia sekarang. Hidup gue terasa lengkap, ada istri dan dua anak gue adalah sesuatu yang selalu gue syukuri."

"Parah lo pas nikah lagi gak ngundang gue."

Narendra terkekeh. "Gak ngundang banyak Ric. Di tempat gue kerja aja cuma orang-orang bedah doang yang gue undang. Kalau di luar itu berarti ibu gue yang ngundang."

"Berarti lo gak ngundang bukan karena benci gue kan?"

"Kagak lah gila kali ya. Gue bukan dendaman orang nya. Gue cuma cemburuan."

"Hahaha asem... tapi gue seneng liat lo sekarang, postingan lo di IG cuma anak-anak lo doang, itu juga cuma keliatan punggung atau kaki nya. Foto lo sama Bini lo cuma foto profil doang anjir."

"Istri gue terlalu berharga buat di pamerin. Hahaha. Tapi sebenernya gue emang jarang buka IG. Gue prefer twitter, makanya jarang update."

"Iya tau, gue kan salah satu followers lo. Tapi lo gak follback gue dodol." Dengus Eric sebal.

"Iya kah? Gue gak ngeuh. Coba lo dm gue. Nanti gue langsung follback."

"Iya gampang itu mah, tapi gue sering liat lo ngebucin sama bini lo disana. Berasa ABG ya lo berdua."

"Pacaran setelah nikah itu enak tau, Ric. Ayo segerakan kalau udah ada jodohnya."

"Belum njir. Belum ada yang cocok. Lagian mana ada sih perempuan yang mau sama gue? Gue dulu mantan pelaku sex bebas, kata mama gue aja, gue kan sampah masyarakat."

"Tapi kan udah berhenti. Dan lo sekarang salah satu shift pemuda hijrah kan? Dan kalau gak salah, gue denger dari Idan katanya lo ketemu sama dia di kajian malam ya?"

"Hahaha iya anjir gue kaget liat Idan ada disana. Gue lebih kaget lagi kalau ternyata dia udah lama ikut kajian disana. Katanya lo juga suka kajian, tapi karena lo masih pemulihan jadi belum di izinin keluar malam sama bini lu yak."

"Emang Idan lapor apa aja sama lo?"

"Banyak sih haha. 'Sayang banget si Naren gak ikut, dia belum boleh keluar malam sama bini nya. Susis parah dia sekarang.' Begitulah salah satu nya."

"Bukan susis, tapi menghargai. Gue menghargai perasaan khawatir istri gue."

"Bukan takut di punggungin kan?"

"Ya itu salah satunya hahahaha."

"Tapi kalau di inget, si Idan juga banyak berubah ya? Dulu dia emang suka adzan di masjid fakultas, tapi pas waktu nya sholat dia malah ngabur. Mana sering banget juga dia ketauan godin di alfamart."

"Jangan salah, rajin banget sekarang dia berjamaah nya. Coba lo denger dia ngaji, suara nya bagus banget."

"Ya makanya. Kaget gue, Ren."

"Kapan-kapan boleh ya gue main ke rumah lo?"

"Boleh, nanti gue shareloc alamat rumah nya."

"Omong-omong, lo belum nikah bukan karena patah hati kan?"

"So sudden."

"Loh serius."

"Mana ada."

"Gue tau ya kalau lo pernah naksir sama Vania. Tapi Vania milih nya si Bian."

"Cinta lama itu. Gue bahkan lupa kalau gue pernah naksir pacar orang. Lo kalau ada saudara atau siapa yang masih single kenalin lah buat gue."

"Hahaha nanti lah kalau ada ya." Lalu perhatian Narendra beralih pada ponsel nya berdering kencang. "Eh abang, bunda video call nih."

"Manah manah?" Jendra meraih ponsel ayahnya.

"Bunda!!!!"

"Kalian dimana sih sayang-sayang nya bunda? Kok gak pulang-pulang?"

"Ajen mam es kym sama syusyu. Telus ayah beliin donat, enak syekali. Bunda mau?"

"Enggak sayang, makasih ya. Ayah mana nak? Bunda mau bicara."

"Ayah bunda mau bicala." Bocah itu kembali memberikan ponsel sang ayah.

"Iya kenapa sayang?"

"Aa dimana? Gak ada kabar. Kata nya bentar."

"Kangen ya?"

"Ih nyebelin nya mulai."

"Hahaha. Lagi di caffe sayang. Ngadem dulu kita."

"Sama siapa A? Kamu kan paling males kalau ke caffe sendirian."

"Nih, Sama Eric, sayangku. Inget gak dia temen Aa waktu sekolah bedah?" Narendra mengganti kamera menjadi kamera belakang.

"Oh yang pernah berantem sama Aa ya?"

"Haha iya."

"Hallo Yasmine.. lama gak ketemu ya? Gimana kabarnya?" Ucap Eric setelah menerima ponsel Narendra dan ia bisa melihat keberadaan Yasmine disana dengan warna rambut yang sama dengan pria di hadapan nya. Dasar bucin!

"Alhamdulillah baik Kak. Semoga Kak Eric juga sehat selalu ya.."

"Aamiin.. terima kasih, Yasmine. Kamu juga sehat-sehat." Lalu Eric kembali memberikan ponsel nya pada Narendra.

"Adek lagi apa, A?" Tanya Yasmine saat perempuan itu tidak melihat keberadaan anak gadisnya.

Kemudian Narendra mengarahkan kamera nya pada si bungsu. "Nih masih mam biskuit, bunda."

"Nih ada bunda, dek."

Luna menatap ponsel ayah nya lalu senyum nya terbit saat melihat wajah bunda nya disana.  "Mamamamamamamam" lalu bayi itu memberikan buskuitnya pada sang ayah.

"Iya mam aja buat adek ya? Ayah udah kenyang."

"Aa nanti kalau mau balik aku boleh minta tolong gak?"

"Boleh sayang. Mau minta tolong apa?"

"Ambilin tas bayi punya Luna di mobil Aa ya? Disana ada barang buat baby nya Kak Gia."

"Ok sayang. Ada lagi?"

"Gak ada deh. Nanti kalau ada juga aku telpon Aa lagi."

"Ok nanti kabarin Aa aja ya sayang."

"Ok. Eh tapi bentar." Yasmine menatap suami nya sedikit memicing curiga.

"Kenapa?"

"Aa pasti beli americano ya?"

"Hehehee sekali-sekali doang sayang."

"Berapa shoot?"

"Dua."

"Ah masa?"

"Demi Allah sayang. Aa gak bohong."

"Yaudah awas ya kalau perutnya kena lagi. Aku gak mau ngomong sama Aa setahun." Balas Yasmine yang membuat Narendra merinding.

"Enggak sayang sumpah."

"Yaudah aku tutup dulu ya, baby-baby nya udah datang nih."

"Iya sayang nanti Aa kesana bentar lagi."

"Ok sayang." Lalu sambungan itu pun di tutup oleh Yasmine di sebrang sana.

"Ciee sayang-sayangan mulu." Ledek Eric setelah Narendra menyimpan ponselnya di meja.

"Makanya punya bini Ric."

"Gak usah mulai!"

"Hahaha gomen."

***

"Dek– dek kamu marah sama Mas?" Ravi meraih tangan istrinya yang akan membuka pintu mobilnya. "Mau kemana kamu? Kalau lagi marah jangan nyetir sendiri."

"Siapa yang marah sih? Aku cuma mau beli jajan doang kok."

Ravi menarik lengan istrinya yang langsung di tepis kasar, "sama mas anter dek. Ayolah."

"Aku bisa sendiri."

"Ayo kita bicara dulu. Kamu jangan emosi dong." Lagi-lagi lengan nya di tepis secara kasar oleh Nina.

"Kamu kenapa sih dari tadi gak mau di sentuh sama mas?"

"Lagi gak mood." Ketus Nina yang akhirnya mengalah saat Ravi menariknya ke mobil bagian belakang.

"Sini ngobrol dulu sama mas dek."

"Gak mau."

"Ya Allah sayang." Ravi menghela napas nya keras, pria itu berusaha untuk tidak meledak di hadapan sang istri.

"Lagian kamu ngapain ngikutin aku terus?" Tanya Nina ketus lalu perempuan itu terduduk di bangku berbahan cor-an tepat di belakang mobil milik suaminya. "Aku gak papa kok. Aku cuma mau sendiri aja."

"Kamu marah sama mas, dek."

"Marah karena apa? Siapa juga yang marah." Nina langsung bergeser tatkala sang suami duduk di samping nya.

"Tuh buktinya. Kamu marah sama mas, di deketin malah ngejauh." Ucap Ravi sembari menahan tawa nya.

"Gak marah tuh."

"Dek..." panggil Ravi lagi.

"Seneng ya habis nostalgia sama Shasha? Sambil ngobrol lagi. Kayaknya ada yang bakal CLBK deh." Sindir Nina dengan nada yang menurut Ravi terdengar menggemaskan. Istrinya ini kalau cemburu kenapa jadi lucu sih?

"Mas gak sengaja ketemu."

"Bukan urusan aku sih mas."

"Oke bukan urusan kamu."

"Tapi kamu punya istri loh mas, cie mau balikan cie...."

"Enggak sayang, mas kan udah pilih kamu."

"Bodo!" Lalu Nina berdiri dan berjalan ke depan, tapi tidak seperti tadi, karena kali ini Ravi membiarkan istrinya itu pergi sendirian. Sampai akhirnya...

"Kok gak tahan aku lagi kayak tadi???? Mas udah gak sayang beneran sama aku ya?????"

Ravi menggigit bibirnya berusaha menatap tawa karena tingkah istri nya barusan. "Tadi mas tahan kamu malah tepis. Mas harus gimana dong sayang?"

"Gak usah sayang-sayang! Sayang-sayang aja tuh mantan terindah."

"Tapi kamu cemburu kan?" Ravi meraih istrinya untuk duduk di pangkuan nya, kini dua-duanya mengabaikan fakta bahwa mereka berdua tengah di tempat umum.

"Wajar dong kalau aku cemburu? Bertahun-tahun nikah sampe akhirnya mas balas perasaan aku, mas ketemu lagi sama dia." Balas Nina dengan bibir yang mengerucut lucu.

"Mas gak ngapa-ngapain sayang."

"Terus kenapa diam-diam ajak mantan kamu ngobrol? Mas lupa aku masih istri mas loh.."

"Loh enggak gitu dek. Mas tuh cuma minta maaf aja sama dia. Meluruskan apa yang harus di luruskan." Ravi mengusap punggung istrinya lembut.

"Meluruskan apa lagi? Meluruskan kalau mas sadar ternyata masih cinta sama dia?"

"Enggak, dek. Mas itu cuma masih merasa bersalah aja. Karena dia masih belum nikah karena mas."

"Kenapa harus nyalahin diri sendiri sih mas? Kamu udah gak ada urusan nya lagi sama perempuan itu." Ketus Nina sambil memalingkan pandangan nya ke arah lain.

"Iya sayang, mas salah. Maaf ya?"

"Terserah, mending mas pergi deh aku males liat muka mas."

Ravi menggeleng, bahkan pria itu sudah memeluk erat tubuh ramping sang istri. "Dek ayolah jangan gitu. Mas salah, mas minta maaf. Mas tuh kaget tadi dia nyapa dan langsung peluk mas gitu aja. Makanya mas ajak ngobrol biar dia bisa lepasin mas. Karena bagaimana pun mas udah punya istri, dan mas juga udah punya anak. Mas gak akan main serong dek, kalau kamu lupa mas punya trauma perselingkuhan orang tua mas."

"Dia peluk kamu?" Seru Nina yang membuat Ravi meringis keceplosan.

"Ya– Ya– Iya makanya mas ajak ngobrol, supaya  dia gak bersikap gitu lagi. Dia  tadi bilang kalau dia kayak gitu karena susah lupain mas, makanya dia belum nikah sampai sekarang. Maaf tadi mas sempet ngerasa bersalah. Soalnya mas bingung dek."

"Dan kamu percaya?"

"Ya dia bilang gitu?" Pria itu mengedikkan bahunya.

"Ck. Mas... kamu tuh jadi orang kok polos banget sih. Dia kan habis putus sama kamu pacaran sama tentara. Kamu lupa? Dia bahkan pamer prewed dia di sosmed, sampe bikin kamu nangis di hari pertunangan kita. Ok, kalau mantan mas itu emang gak bisa lupain mas, tapi sejak awal kalian putus, yang punya hubungan duluan kan dia. Kita mulai jalin hubungan setelah kita tunangan kan?" Jelas Nina yang membuat Ravi mengangguk.

"Bahkan mas yang bilang sendiri kalau mantan mas berkali-kali tidur sama orang lain, tapi mas biarin karena mas penganut no sex before married. Soal dia bilang belum nikah ya karena dia emang cari validasi aja kalau dia belum nemu laki-laki yang tulus sayang sama dia, dia tuh manipulatif makanya mas dijadiin kambing hitam supaya mas ngerasa bersalah. Setelah itu dia bicara apa lagi?"

"Kartu nama."

"Dia kasih kartu nama supaya aku hubungi dia?" Ravi pun menganguk.

"Terus mas mau?"

"Ya enggak lah dek. Mas masih waras buat gak main belakang. Nih kalau gak percaya." Ravi mengambil sebuah kartu nama yang sudah lecek di kantung celana nya. "Mas lupa mau langsung buang, sebenenernya sebelum dibuang mau mas ceritain dulu ke kamu nanti di rumah. Tapi kamu keburu marah karena ucapan Aji tadi."

"Mas gak bohong kan?"

"Demi Allah sayang, mas gak bohong. Mas emang salah dari awal nikah selalu cuek sama kamu, tapi bukan berarti mas gak cinta sama kamu. Mas cuma takut aja dek, mas takut mas ngalamin kayak mami. Makanya mas tahan-tahan perasaan mas."

"Tapi—"

"Tatap mas, kamu pasti bisa bedain mana mas jujur, mana mas kalau lagi bohong." Ravi meraih kedua pipi istri nya. Sedangkan Nina yang di perlakukan seperti itu menjadi luluh seketika. Entah menguap kemana kemarahan nya yang sempat meledak-ledak di dada nya.

"Mas sayang banget sama kamu, dek. Cuma kamu... bukan Shasha atau pun yang lain. Cukup kamu dan Rafa. Gak perlu yang lain."

"Awas kalau macem-macem."

"Gak sayang ku.." setelah mengucapkan itu Ravi mengecup bibir Nina sekilas.

"Ih cium-cium."

"Gak papa, bibir ini punya mas– cup!"

"Ish kalau ada yang liat gimana?"

"Gak bakal sayang, sepi disini. Gak ada cctv juga." Kemudian Ravi semakin merengkuh pinggang Nina sambil bibir nya beradu kenikmatan dengan bibir sang istri.

Setelah beberapa menit berciuman kedua nya kemudian mengambil napas sesaat, lalu  kembali saling melumat bibir mereka dengan penuh nafsu. Sampai akhirnya ada seseorang yang meningterupsi kegiatan panas nya...


"Pi yang bener aja dong masa cipokan di parkiran gini? Check in aja, toh hotel banyak disini." Tegur Narendra yang membuat ciuman panas itu terlepas seketika.

"Ngagetin aja sih lo!"

"Ayah ish napa mata Ajen di tutupin sih?" Keluh Jendra yang   ternyata mata nya tengah di tutup oleh jemari Narendra.

"Eh iya maaf sayang." Pria itu meringis lalu melepaskan jemari di wajah sang putra.

"Cipokan apa ayah?" Tanya Jendra setelah matanya terbebas. Tapi tidak kunjung mendapatkan jawaban, bocah itu menatap Eric kini wajah nya ikut memerah akibat melihat pemandangan tak senonoh.

"Cipokan apa Om Elik?"

"Ah-itu apa yah Om lupa. Ayah Ajen bilang apa ya tadi?"

"Tadi ayah bilang itu. Cipokan cipokan."

"Iya cipok itu-yang bu-bulet dari aci. Ajen suka juga. Yang amang-amang lewat depan rumah." 

"I-itu cilok Ren." Balas Eric kaku. Sedangkan pasutri didepan nya? Malah terpaku saking shock nya di ciduk bocil.

"Oh Papa Api mamam cilok? Tapi napa mata na Ajen di tutup? Ajen kan mau ikutan mamam cilok juga ayah, sama papa api sama mama nina." Jendra menatap polos ayahnya.

"Nah lu."

"Ish ish iah Mama Na pasti kepedesan ya, soalna bibil na jadi gede. Bunda Ajen kalau kepedesan suka gitu tau. Ih ayah Ajen jadi mau cilok juga..."

"Beli dimana sayang?"

"Itu papa api sama mama na beli dimana?"

Narendra mengehela napasnya dalam-dalam menatap Nina dan Ravi yang tertunduk malu. "Gue gak tanggung jawab kalau anak gue bakal cepuin lo berdua kebanyak orang."

***

Apakah kalian pikir setelah acara sidang yang dilakukan para tetua hukuman Zidan selesai begitu saja?

Oh jelas tidak mungkin.

Setelah persidangan yang ujung-ujung nya menjadi ajang promosi betapa baik nya Zidan kepada Orang tua dan mertua nya yang di lakukan secara suka rela oleh Narendra, hukuman sesungguh nya sudah menanti pria itu.

Ayo tebak apa hukuman nya?"

Yak betul perampasan harta Zidan secara cuma-cuma.

Seperti para pembaca ketahui kalau Zidan itu termasuk insan yang penuh perhitungan dalam segala hal, bahkan tidak jarang pria itu sangat sulit untuk sekedar memberikan sedikit harta nya untuk diberikan kepada teman-teman nya. Dalam kata lain, Zidan itu termasuk yang paling pelit diantara pria mulut lancip lainnya.

Padahal banyak orang yang mengira diantara mereka yang paling pelit adalah Ravi. Ya meski benar, tapi jika di bandingkan dengan Ravi, tingkat kepelitan Zidan sangat di atas kemampuan manusia biasa. Bahkan sejak kenal Zidan, Ravi hanya satu kali di traktir oleh pria itu. Itu pun cilok di depan kampus karena Ravi lupa membawa dompetnya.

Apalagi semenjak adik nya kembali menikah dengan Narendra-sahabatnya yang paling kaya diantara mereka, membuat Zidan semakin merasa diatas awan, jadi tidak jarang kalau Zidan sering morotin uang Narendra secara sengaja dan sadar. Seperti membeli barang-barang branded saja selalu di belikan oleh Narendra.

"Mana?" Tagih Tania pada Zidan yang menatap mama nya dengan tatapan memohon.

"Ma..."

"Mana?" Paksa Tania yang membuat Zidan semakin mencengkram dompetnya agar aman dari bantaian sang mama.

"Tapi ma..."

"Oh kamu mau mama marah lagi? Surga kamu masih di tela-"

"Yaudah ini. Tapi jangan di habisin." Rengek Zidan sembari memberikan kartu debit nya pada sang mama. Fyi, diantara mereka bertujuh hanya Zidan yang tidak pernah memakai credit card, karena menurutnya dengan memakai credit card malah membuat nya semakin kecanduan berbelanja. Nanti uang nya cepet habis.

"Gak boleh protes." Tania mengambil kartu itu dengan senyum puas.

"Indra jadi gak beli kulkas tea?" Tanya Tania pada pengantin baru itu.

"Nanti tante nunggu THR-an aja dari Pak Bos. Hehe."

"Eh gak usah. Kamu katanya mau beli kulkas yang bisa nyanyi-nyanyi kan? Kita pake uang ini aja." Tania tersenyum sembari memamerkan kartu ATM milik putranya di hadapan Danindra.

"Yang nyanyi-nyanyi maksudnya gimana ma?"

"Itu loh kulkas yang ada tipi nya, dek."

"Waduh gimana ya tante?" Danindra menatap Tania dengan wajah nya yang pura-pura polos tanpa dosa, padahal hati nya sangat senang. Kapan lagi ya kan bisa morotin duit Zidan, si penimbun harta. "Mahal loh tante kulkas nya."

"Gak papa. Kita beli aja."

"Tapi U harga nya 45 juta loh." Kali ini Clarissa yang menimpali.

"Ya gas aja. Kita beli kulkas nya sekarang."

"Tapi bang Idan?"

"Udah biarin aja. Anggap aja dia mah kentut."

"Kok kentut sih tante?"

"Iya, Vi. kalau kentut gak keliatan kan? Tapi bauuuuu. Anggap aja gitu." Balas Tania santai berbeda dengan Ravi dan Gavin yang berusaha keras menahan tawanya.

"Vi kamu mau beliin tas buat Nina gak? Kita beli yuk minimal Chanel? Dior? LV? Atau Hermes. Yuk kita jajan mumpung di traktir tante."

"Gak usah tante. Makasih tawaran nya." Balas Ravi sambil terkekeh.

"Eh atau kita beli hp baru aja yuk? Samaan gitu... lucu kan?"

"Lucu sih liat Idan nangis Ma."

"Eh siapa Idan? Mama kenal, Ren."

"Ma..."

"Iphone 15 pro ready gak ya buat-20 orang. Kita couplean hp yuk. Cukup kok duitnya."

"Ma. Jangan..." lagi-lagi Zidan merengek, tapi masih diabaikan oleh wanita itu.

"Ih ada yang ngomong tapi gak keliatan orang nya."

"Ma, Naren request dong."

"Mau apa Ren?" Tanya Tania kepada menantu nya yang kini tengah memangku Luna.

"Mau beli nasi goreng solaria aja. Laper euy."

"Ih kemurahan Ren. Kamu kan biasanya ngebeliin buat orang. Kali-kali beli yang mahal-mahal mumpung mama punya uang. Mau beli mobil baru gak? BMW? LEXUS? Ah atau Audi R8 kamu ganti aja ke yang terbaru."

"Itu uang Idan Ma Ya Allah..."

"Ih kalian denger gak ada yang ngomong barusan?" Tania melotot seolah merasa merinding betulan. Padahal hanya acting. "Liat nih bulu kuduk mama berdiri Ren."

"Gaib tante.." timpal Ravi yang nampak menikmati ekspresi nelangsa Zidan barusan.

"Tuh bener kan? Merinding deh tante."

"Mama ya Allah usil banget." Kekeh Yasmine sambil membantu putra nya mewarnai. Sedangkan Tania hanya mengerling geli sambil menatap Yasmine.

"Yaudah buat permulaan, kita beli makanan di Solaria aja. Buat makan malam nya kita beli justus aja setuju gak?"

"Kurang greget tante, fine dining ke Gijon aja."

Tania tersenyum lalu mengangguk senang. "Ahhh ide yang bagus, Ndra. Nanti kita fine dinning ya, kita book satu hari buat rayain kelahiran cucu kembar tante."

"Bangke lu Ndra." Zidan melotot kesal.

"Yaudah kalian tunggu sini, tante nanti ke bawah dulu buat nyari Mang Usep biar dia yang beliin. Untuk pesanan nya ayo kalian sebutin mau apa." Lalu Tania membuka note di ponselnya.

"Minimal pesan berapa tante?"

"Sebebas nya aja Vi."

"Banyak boleh dong?"

"Oh ya boleh dong. Kan tante traktir."

"Ma..." Zidan mendekati mama nya, tapi Tania justru semakin mengabaikan Zidan.

"Naren mau pesen nasi goreng apa?"

"Mau nasi goreng sapi cabe hijau, ma."

"Ok, Gavin mau apa nak?"

"Samain sama Naren aja tante."

Tania menggeleng, "Kamu gak perlu gak enak, Vin. Sebebasnya aja. Zizi, Ravi, Nina, Indra, Caca sama Aji sebut aja gapapa. Sepuas nya buat kalian."

"Yaudah mau nasi goreng seafood aja tante." Balas Gavin sedikit kikuk.

Yasmine lagi-lagi hanya bisa tertawa geli melihat kelakuan mama nya. Alih-alih marah yang meledak-ledak, ibu kandung nya itu justru memberi hukum diluar pikiran nya. Dan feeling nya mengatakan kalau ini adalah hukuman terjera yang di dapat Zidan selama hidupnya. "Adek, jangan ketawa aja, kamu kan masih menyusui, mau makan apa?"

"Samain sama Aa aja ma, tapi aku mau tambahan wonton goreng nya. Sekalian juga ma, beliin yang banyak buat bocil-bocil snack nya."

"Ok semua snack nya mama pesen deh sekalian buat kita juga. Terus Ajen apa dek?"

"Ajen mah beliin chicken cordon blue aja, tapi pake nasi ma, jangan kentang." Balas Yasmine.

"Rafa sama Iel apa Nina, Zizi?"

"Samain aja tante, Rafa tuh apa-apa selalu mau samaan sama Ajen." Timpal Nina yang di angguki oleh Zizi.

"Iya Iel juga tante samain aja. Sama persis pokoknya."

"Oke noted. Yang belum Nina, Zizi, Caca, Indra, Aji sama Ravi."

"Indra mau nasi goreng bebek cabe ijo tante."

"Aku mau kwetiau seafood deh, U."

"Kalau aku samain kayak Gavin aja tante."

"Nah tinggal Ravi sama Nina makan apa nih?" Tania menatap sepasang pasutri itu bergantian. "Kalian kenapa deh? Kok muka nya pada merah? Ravi juga telinga nya merah banget."

"Keciduk itu ma."

"Hah?"

"Iya mereka hab–" ucapan Narendra terhenti saat bibirnya di bekap oleh Ravi.

"Saya nasi goreng tomyam seafood aja tante."

"Kalian bercanda mulu ih."

"Ini ma Ravi habis ke–"

"Gak papa tante, mantu tante emang kadang konslet hehehe."

Tania menangguk paham, memang mantu nya itu sekarang suka rada-rada. "Ok, kalau Nina mau apa?"

"Aku nasi goreng hongkong, tante."

"Oke tinggal Aji ya? Aji mana?"

"Lagi– lagi anterin Meisya pulang ma. Pesenin aja pesanan nya kayak punya Naren." Ucap Narendra setelah berhasil lepas dari kungkungan Ravi.

"Ma... Idan gak di tawarin?"

"Ren, kamu merinding gak denger suara-suara gemuruh tak kasat mata?"

"Hahaha itu Idan ma..."

"Eh Idan siapa? Mama kenal sama dia? Kamu dari tadi sebut-sebut Idan terus, mama merinding nih."

"Ma, Idan kan anak mama...." rengek Zidan sembari meraih lengan mama nya tapi langsung di tepis kasar.

"Yuk cus ah mama mau nunggu Mang usep dulu. Buat minuman nya kita nanti pesan chatime sama fore cafe di bawah ya. Chat mama aja kalian mau apa. Mama mau sekalian turun soalnya."

"Perlu di temenin gak ma?"

Tania menggeleng, "Gak perlu Ren. Kalau repot mama bisa minta tolong sama pegawai nya kok. Atau papa nanti nyusul mama." Tania pun akhirnya keluar dari kamar khusus tamu yang diisi para member mulut lancip. Tapi sebelum keluar perempuan parubaya itu menatap cucunya yang tengah mewarnai. "Ajen sayang, Enin mau kebawah dulu. Ajen boleh main, tapi main nya jangan berisik ya sayang?"

"Kenapa Enin?"

"Mama Gia lagi bobo sayang. Adik-adik bayi juga masih bobo, nanti nangis kalau bangun. Ok sayang?"

Jendra mengangguk paham. "Oke Enin. Tapi Ajen mau mamam cilok Enin.."

"Ok nanti enin beliin kalau ada ya."

"Yipppiiiii"

"Dan, mandi sana. Buset lo kayak gembel anjir." Tegur Gavin setelah kepergian Tania.

"Tau. Udah gue ambilin baju juga. Mandi sana. Jangan sampe Gia bangun lo masih belekan gitu."

"Ren, ATM gue, Ren...." rengek Zidan lagi.

"Kali ini sorry gak bisa gue bantu. Gak berani gue lawan mertua."

"Dek.." kali ini beralih pada adiknya tapi alih-alih membantu perempuan itu justru terlihat cuek.

"Itu salah abang sendiri. Coba kabarin dari awal, jadi nya gak kayak gini akhirnya kan?"

Gavin menepuk pundak Zidan yang tampilan nya sudah seperti gembel. Di tambah ekspresi nya yang kalut karena dompetnya di sita sang mama. "Sebenernya gue kasihan sama lo. Tapi lo juga salah anjir, kalau kayak gini lo gimana? Dompet disita, mobil disita juga sama papa lo."

"Terus gue gimana, bang?"

"Ya elu gimana? Kok tanya gue?"

"Ren bantuin gue Ren."

Lagi-lagi Narendra mengedikan bahu nya prihatin. "Ya bantu apa? Gue gak tau harus bantu apa?"

"Kalau duit gue habis gue pinjem sama lo ya?"

"Semua ATM gue yang pegang Yasmine. Pinjem aja kalau berani..."

"Dek..."

"Gak mau. Nanti aku di marahin mama karena bantu abang."

Begitu lah nasib Zidan saat ini. Sudah jatuh dari tangga, ketiban gajah pula.

***

Semoga suka ya? Maaf kalau kurang puas 🙏🏻🙏🏻

Bonus.


***

Visual Caca


Wang Yiren

Continue Reading

You'll Also Like

141K 13.9K 101
keseharian keluarga kim manoban
1.6K 71 3
Hanya bunga tidur. Mostly, mature contents 🔞 Cho Kyuhyun x Kim Hyo Jung
136K 17.9K 42
"Nakamoto-san, can you let me be your healer?" (HANYA CERITA FIKSI)
423K 47K 92
Sang CEO tampan mahabenar akhirnya mantu di usia yang masih thirty something, satu anggota keluarga baru akhirnya hadir. Tapi pekerjaan rumahnya belu...