Pengabdi Istri (The Series)

Por Indomie2Bungkus

126K 13.2K 3.2K

Bersahabat sejak bayi membuat mereka bertujuh menjadi terikat secara tidak langsung, setelah bertahun-tahun b... Mais

1. Tukeran Kado
2. Naren Bulol Era
3. Tidak seindah yang terlihat
4. Aku sakit
5. bapak-bapak galau
6. Mulut lancip
7. Suami Sieun Istri
8. Pengeretan vs Sultan
9. Dia datang
10. Rekonsiliasi
11. Bocil Berulah
12. Cemburu seorang istri
13. Bertemu Gavin
14. Huru hara ini
15. Danindra to the rescue
16. Ada yang pundung
17. Curhat dong
18. Botram
19. Gengster Squad
20. Drama Puasa
Special Chapter
Special Chapter 2
22. Lepaskan?
23. Galau part kesekian
24. Lebar-an (1)
25. Lebar-an (2)
26. Baby Girl
27. Kenyataan yang sebenarnya
28. Rayuan Maut Danindra
29. Jendra pelindung ayah!
30. Kehebohan Zidan
31. Agustusan Nih
32. Agustusan Nih (2)
33. Buy 1 get 1
34. Skandal Baru
35. The Arsenio's
36. Comeback Aji dan Indra
37. Siapa yang bodoh?
38. Ternyata....
39. Rencana - A
39. Rencana - B
39. Rencana - C
40. After
41. Fakta Baru
Special Chapter (3)
Special Chapter (4)
42. Ayo, cepet bangun ayah!
43. Obrolan tak berfaedah
44. Saat-Saat Menyebalkan
45. Nikmatnya Bergosip
46. Sayang Istri
47. Pengrusuh
49. Fabian vs Narendra
48. Lanjut Nikahan
50. Hilang
51. Katakan Peta
53. Keciduk
54. Tantrum
55. Ronda Core
56. Nama anak
57. Takdir yang Rumit
58. Keciduk Lagi

52. Ember Bocor

983 170 42
Por Indomie2Bungkus

***

***

Tak pernah terbayangkan oleh Zidan harus merasakan ketakutan yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak, pria itu kini tengah di hadapkan oleh kemarahan para orang tua. Di hadapan nya saat ini sudah ada Tania dan Bima dengan wajah nya yang sangat tidak bersahabat. Lalu ada Calista dan Kavi yang menatap nya dengan tatapan kecewa. Sedangkan Pradana dan Yuna berusaha netral dengan memberi semangat kepada Zidan yang kini tengah gemetar.

Dalam hati Zidan mengumpati Narendra yang katanya akan membantu nya untuk berargumentasi dengan para tetua mengenai alasan Zidan yang tidak sempat memberi kabar mengenai tempat dimana Gia istri nya melahirkan kepada semua orang.

Ini lah akibatnya kalau ngomong selalu asbun alias asal bunyi, jadi saat ia dihadapkan dalam kondisi yang serius seperti ini entah mengapa lidah nya selalu terasa kelu. Zidan memang suka mendebat. Tapi bukan perdebatan dalam konteks yang serius. Ia mendebat untuk hal-hal yang receh saja. Ya inti nya dia emang doyan bikin ribut aja sih apalagi kalau sama Ravi.

Tidak, Zidan tidak sebodoh itu kok, sejujurnya Zidan sangat bisa diandalkan dalam berargumentasi untuk hal-hal yang terkait dengan pekerjaan nya. Tapi masalahnya ia paling tidak bisa berbicara serius dengan kedua orang tua nya, karena memang sejak kecil hubungan antara anak dan orang tua itu sangat kurang dalam hal berkomunikasi. 

"Kenapa diam terus? Gak bisa jelasin lagi?" Bima menatap putra nya dengan tatapan nyalang, dan hal itu membuat Zidan terperanjat kaget. Mati gue mati....

"Maaf pa..."

"Kamu tau gak kalau kita khawatir sama kamu dan Gia? Kamu gak liat? Itu mama nya Gia sampe lemes banget. Minimal kabarin lah, Dan. Beli hp bagus-bagus juga percuma."

"Iya pa, maaf..." Zidan masih menunduk belum berani menatap para orang tua di hadapan nya.

"Mama kamu sampe pingsan juga tau gak! Kamu bikin semua orang ribet. Bahkan Gavin yang baru pulang jaga malam harus ikut cari kamu juga." Bima berkacak pinggang menatap anaknya penuh emosi.

"Dan, orang tua udah gak diperlukan lagi buat kamu ya? Udah merasa settle sampe gak ngabarin orang tua kalau istri nya mau melahirkan? Mama tu dejavu, mama takut kayak kejadian Naren terjadi lagi, setidaknya kamu kabarin kita. Kalau kamu udah gak mau mama papa datang, kamu bisa kasih tau kami. Kami juga tau diri." Kali ini Tania berkata dengan nada yang tajam, membuat Zidan terasa seperti kembali ke masa-masa ia kecil dimana ia selalu di marahi oleh Tania.

"Maaf ma, gak gitu. Idan minta maaf..." lagi-lagi Zidan hanya bisa meminta maaf, karena setelah tadi ia menjelaskan pun orang tua nya tetap tidak percaya.

"Kamu kapan sih bisa dewasa nya? Kamu udah punya istri dan anak, seharusnya walaupun panik kamu berusaha berpikir logis lah, minimal ngabarin orang tua nya Gia. Kalau kayak gini kan yang di repotin kami semua."

"Tuh kamu liat Gavin, dia baru pulang setelah jaga malam 2 hari full, harus nya dia istirahat, tapi gara-gara kelakuan kamu dia jadi gak bisa istirahat. Dan Kita sangat berterima kasih sama dia karena dari Gavin lah kita tau kalau Gia mau melahirkan, kalau posisi nya kita gak ketemu Gavin gimana? Ya kita mana tau kalau Gia udah pembukaan." Lanjut Tania yang masih belum puas mengomeli putra nya.

"Papa emang merasa kurang dalam hal ngedidik anak-anak papa. Punya dua anak laki-laki tapi dua-dua nya selalu gak bisa handle masalah nya masing-masing. Apa-apa selalu papa, bahkan se-simple kamu kabarin orang tua aja enggak,  alasan nya karena panik. Papa paham panik emang bikin lupa, tapi kamu harus nya belajar buat manage emosi kamu. Kamu udah jadi papa, nanti suatu saat kalau anak kamu punya masalah apa yang bakal kamu lakukan? Tantrum kayak biasanya? Atau pergi ninggalin anak nya? Kayak dulu waktu kamu ninggalin Gia gitu aja. Malu papa Dan, malu papa sama besan." Bima menghela napasnnya dalam sembari berusaha menekan emosi nya yang sudah berada di ujung tanduk.

"Papa merasa gak bisa didik kalian. Papa selalu puji Gavin, Naren, Ravi sama Bian bukan buat jatuhin kamu. Papa bilang gitu supaya kamu termotivasi dan mikir, supaya kamu ada keinginan untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Ini mah se-simple kasih kabar aja gak bisa."

"Gia pernah cerita kalau dulu   kamu sama Gia berantem gede itu karena dia ketauan diam-diam selalu konsumsi morning after pil, kamu mikir gak karena apa? Karena gak cinta? Bukan. Tapi kenapa dia belum siap punya anak sama kamu. Alasan nya apa? Ya karena kamu belum dewasa, belum bisa jadi imam yang baik di rumah rumah tangga kalian. Kamu apa-apa ribut dikit-dikit ngadu sama papa, ribut dikit kabur ke rumah Naren buat pelarian. Kamu gak kasihan sama Gia yang selalu berjuang sendiri?"

Zidan menfangguk pelan. "Maaf pa."

"Maaf mah gampang, tapi rubah sifat kamu juga. Jadi orang itu jangan selalu meledak-ledak Dan, jadi balance gak rugi kok. Kamu tuh kalau marah, marah banget. Kalau seneng, seneng banget. Terlalu berlebihan gak baik."

Tak lama terdengar pintu kamar khusus penunggu pasien pun terbuka, disana Narendra tersenyum memasuki kamar itu dengan santai. "Kamu pasti di minta Idan buat jelasin ke kita kan Ren?" Tembak Bima dengan tepat sasaran.

Tapi alih-alih membela sahabatnya, Narendra justru mengangguk santai. "Iya ni pa, udah janji sama Idan."

"See? Kayak gini aja kamu minta bantuan sama Naren. Gak abis pikir papa sama kamu." Hardik Bima yang lagi-lagi membuat Zidan terpaku. "Kamu mau membela Idan gimana, Ren?

Glek.

Narendra menjadi kicep di tatap tajam oleh mertua nya.

"Jawab Ren." Desak Bima lagi.

"Ah—i—iya maaf pa bukan bermaksud membela dan sok jadi pahlawan tapi Naren paham sekali sama perasaan Idan, dan Naren yakin dulu kayak papa, ayah, dan Om Kavi juga pasti pernah ngalamin panik nya saat nemenin istri melahirkan anak pertama. Jangan kan mau megang hp, buat makan aja gak nafsu bawaan nya. Apalagi kalau kontraksi istri udah lima menit sekali, pasti kerasa banget takut nya saat itu. Tapi memang sikap Idan semalam gak di benarkan."

"Iya papa paham, tapi Ren yang papa sayangkan itu sikap panik dia yang gak bisa dia kontrol. Dia kan dokter, pasti ada waktu-waktu darurat yang mengharuskan dia me-manage emosi nya sendiri. Masa dia bisa menenangkan perasaan pasien nya, tapi gak dia terapkan buat diri dia sendiri? Terus ngapain papa sekolahin kalau dia gak bisa kontrol semua nya dengan baik?"

"Maafin Idan pa..."

"Papa masih belum paham, Dan. Alasan kamu gak logis."

Dengan berani Zidan menatap papa nya untuk kembali menjelaskan kondisi darurat kemarin. "Sebenarnya dari empat hari yang lalu Gia udah mulai kontraksi, tapi waktu di cek sama Teh Ana kata nya itu cuma kontraksi palsu aja. Tapi kemarin sore Gia terus-terusan sakit perut nya, akhirnya kita bawa ke rumah sakit, tenyata Teh Ana lagi ke Spore dan pergi nya sangat mendadak. Pas di UGD Gia di cek ternyata udah pembukaan satu. Kita disana di kasih pilihan ada dokter Budi sama dokter Fahmi. Tapi jujur Idan emang egois, Idan gak bisa kalau istri Idan di pegang-pegang sama dokter laki-laki. Idan juga yakin Naren pun punya pikiran yang sama kalau ada di posisi Idan."

"Jadi setelah di periksa kita diskusi disana, dan Gia juga ga mau kalau dokter nya laki-laki dengan alasan gak nyaman. Sampai akhirnya Idan mikir kira-kira siapa dokter perempuan yang sekira nya Idan kenal, dan kepikiran sama Shasha temen Idan jaman kuliah, dia praktek di rumah sakit ini, pa. Idan emang salah, Idan minta maaf. Idan lupa buat ngabarin kalian karena pas di cek sama Shasha, kalau ketuban Gia udah rembes dan harus segera ambil tindakan secepatnya."

"Saat itu Idan panik, karena persiapan kita kan emang mau lahiran normal, tapi terpaksa harus operasi. Sebenernya sebelum masuk ruang operasi Gia juga ngingetin buat kabarin orang rumah. Tapi pas liat hp banyak telpon masuk, terus sapat chat marah-marah dari mama papa, jujur Idan gak berani buat ngabarin ke mama papa, jadi Idan cuma ngabarin ke temen-temen di group kalau Gia mau operasi, setelah itu Idan mutusin untuk fokus dulu sama Gia di ruang operasi."

Bima tersenyum sinis menatap anak nya kini, "Ya ya ya inti nya kamu takut di marahin kan? Kamu udah jadi kepala rumah tangga tapi masih aja takut di marahin mama papa. Kayak anak SD yang takut ketauan mencuri aja."

"Iya maaf pa, Idan salah. Sikap Idan juga gak di benarkan."

"Papa malu sama besan karena sikap kamu. Papa punya anak yang pengecut seperti kamu."

"Maaf pa.." balas Zidan lemah.

"Papa sering bandingin kamu sama Naren, papa tau kamu marah setiap papa bandingin kamu sama suami adik kamu. Maksud papa itu supaya kamu belajar menjadi dewasa. Kalau ada masalah itu hadapi, bukan ilang-ilangan." Bima menatap anak nya dengan serius, dan hal itu membuat Narendra diam-diam merasa ketakutan juga. Karena baru kali ini ia melihat mertua nya semarah itu. Bima di mata nya itu tak lebih seperti mertua pelawak, tapi ternyata Bima juga manusia biasa yang bisa saja marah. Seperti hari ini.

Dan marah nya seorang Bima benar-benar menyeramkan.

"Maaf pa..."

"Ren..."

"I–iya pa?" Narendra menatap mertua nya.

"Papa mau kamu netral. Menurut kamu Idan salah gak?"

Sebelum menjawab pertanyaan mertua nya Narendra menatap ayah dan bunda nya yang kini memasang wajah meledek, entah mengapa pria itu mendadak ciut karena takut salah menjawab dan berakhir dengan kecanggungan. Ia tidak mau hubungan nya dengan sang mertua kembali berjarak. "Ka—kalau menurut Naren pribadi sih, sikap Idan kemarin emang salah. Naren paham kalau Idan panik, kita teman-teman juga menghargai usaha Idan buat ngabarin di group, tapi tadi kita sempat emosi waktu Idan sama sekali gak mau jawab setiap Naren atau Ravi tanya dia dimana. Menyayangkan itu nya aja sih."

"Terus sebagai sahabat Idan dari kecil, dan sekarang kalian iparan. Menurut kamu alasan Idan tadi bisa di terima gak?"

"Bisa di terima pa. Nama nya juga suami di pengalaman pertamanya jadi masih harus banyak belajar. Naren juga dulu waktu Ajen lahir banyak salah nya, pa. Tapi Naren yakin kalau setelah kejadian ini Idan akan banyak belajar agar lebih bisa kontrol emosi nya."

"Dia gak  bisa dewasa, Ren. Sifat bocah nya masih mendominasi. Sama adik nya aja iri terus. Heran papa."

"Tapi, kalau di sudut pandang Naren, udah banyak perubahan dari Idan kok, pa, sekarang Idan lebih menghargai orang dengan minta maaf kalau dia berbuat salah. Kan papa sendiri tau, bahkan papa pernah ngeluh kalau dari kecil Idan gak pernah mau minta maaf sama orang. Sekarang juga Idan mulai terbuka sama Bang Dimas, dan lebih nunjukin kasih sayang nya sama Bang Dimas ataupun Yasmine. Bahkan gak jarang juga Idan ngajak Yasmine jalan berdua, ya walaupun cuma satu jam doang, tapi buat istriku itu berarti banget. Perubahan lain nya, Idan suka beliin jajan kesukaan Yasmine, jadi setiap dia pulang praktek pasti ada aja yang Idan bawa buat kita di rumah. Idan udah berusaha keras menjadi kakak yang baik buat Yasmine. Belum keliatan sih, tapi Naren ngerasain banget perubahan nya." Narendra merangkul Zidan yang kembali menunduk. "Dan Naren sangat apresiasi semua perubahan Idan."

"Ren kamu tau gak anak ini pernah benci sama kamu karena iri sama kamu? Bisa-bisa nya kamu bantu dia, bahkan sampe di bela gitu."

Narendra mengangguk santai. "Tau pa. Bahkan Naren sama Idan udah pernah bahas hal ini empat mata. Seperti yang Naren bilang sebelumnya kalau Idan udah minta maaf sama Naren. Dan jauh sebelum itu Naren udah maafin Idan. Yang penting Idan terus belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi."

"Papa sangat berterima kasih dengan kamu yang benar-benar menerima semua kekurangan keluarga papa, dan papa juga merasa kurang becus didik semua anak-anak papa, apalagi sama Yasmine dulu, papa merasa kalau papa adalah papa yang buruk buat dia. Papa gak tau di hati dia gimana sekarang, tapi papa yakin di hati kecil dia pasti ada sedikit iri dengan kondisi seperti sekarang, kalau papa ingat itu gak tau kenapa papa selalu sedih ngebayangin anak bungsu papa hamil Ajen sendirian, melahirkan Ajen pun sendirian tanpa di dampingi papa sebagai ayah nya. Bahkan waktu dia wisuda aja, kita cuma hadir buat foto. Setelahnya kita tinggalin dia lagi."

"Papa ingat sekali, satu hari sebelum Yasmine melahirkan Ajen, dia chat papa kalau dia kangen sama mama papa nya. Dia bilang kalau saat itu yang dia butuhkan cuma kehadiran mama dan papa. Tapi kita malah bersikap egois dengan cuekin chat dia. Hampir setiap hari dia chat papa, tapi papa selalu cuekin dia. Makanya papa gak berani terlalu tunjukin rasa khawatir papa di depan Yasmine tadi. Karena papa berusaha menjaga perasaan dia. Papa minta maaf Ren, papa udah dzolim sama istri kamu." 

Entah mengapa mendengar penuturan mertua nya barusan membuat dada Narendra terasa terhimpit, bukan hanya Bima, tapi Tania dan Narendra pun sama merasakan penyesalan itu. "Papa gak perlu minta maaf sama Naren, karena Naren juga sama pernah menjadi suami yang buruk buat Yasmine. Di waktu-waktu Yasmine kesepian Naren sering ninggalin dia. Di saat dia membutuhkan dukungan seorang suami, Naren gak pernah ada buat dia. Tapi, pa, Yasmine selalu gak suka kalau kita bahas itu terus-terusan, kata dia semua itu udah berlalu dan dia udah berdamai dengan itu semua. Tugas kita sekarang, kita perbaiki semua kesalahan di masa lalu supaya tidak lagi terulang. Naren liat kok semua usaha papa dan mama untuk menjadi orang tua yang lebih baik lagi kesemua anak-anaknya. Dan termasuk Idan, Naren menjadi saksi nya kalau Idan juga sudah berusaha menebus semua kesalahan-kesalahan nya di masa lalu sama Yasmine, begitupun Yasmine yang keliatan nikmatin banget di sayang sama abang nya."

"Makasih, Ren. Tapi papa masih merasa kurang. Kalau soal Idan papa baru tau."

"Iya, pa.. Makanya tadi pas sampai ruangan ini Yasmine langsung peluk abang nya, padahal sebelumnya Naren tau pasti kalau dia marah banget sama Idan. Tapi yang dia lakukan malah peluk Idan, dan Idan malah nangis di peluk sama adiknya. Disitu Naren sadar, kita semua terlambat, tapi gak ada salahnya kita terus mencoba menjadi lebih baik lagi. Kebaikan hati Yasmine yang selalu membuat Naren jatuh cinta di setiap hari nya. Terima kasih mama, papa sudah melahirkan  Yasmine kedunia. Sekarang dia sudah jadi istri dan bunda buat anak-anak Naren. Dan tanggung jawab Naren adalah membahagiakan Yasmine sampai dia lupa bagaimana caranya menangis karena kesedihan." Jelas Narendra  yang membuat Bima dan Tania merasakan terharu yang teramat luar biasa. Bahkan kedua pasang mata mereka terasa panas.

"Dan..." panggil Narendra sambil menepuk kembali pundak Zidan.

"Hmm..."

"Jangan nunduk mulu napa, sini liat gue. Cemen lo ah masa gak berani liat gue?"

"Ape sih ah." Balas Zidan dengan suara parau nya.

"Dih dia mewek. Tuh pa, dia sekarang suka mellow kalau dia  deket-deket Naren. Sayang dia sama Naren"

"Diem lu." Balas Zidan semakin terisak. "Lo kalau ngomong jangan pake bawang napa."

"Gue gak bawa bawang, bawa nya balsem, Dan."

"Idan udah jadi papa yang hebat. Tante juga bangga sama semua perubahan Idan. Makasih Ya dan, udah menjadi sahabatnya Naren, dan sekarang udah jadi ipar yang baik buat Naren. Senyum dong, kita semua bangga sama Idan. Kejadian tadi anggap aja jadi pelajaran. Kita semua paham kok." Sahut Yuna menatap Zidan yang kini sibuk menyeka air mata nya yang terus turun. "Makasih tante."

Tania bangun dari duduk nya lalu berjalan untuk memeluk anak tengah nya yang masih belum berani menatapnya. "Maafin mama juga ya, Dan, karena mama dulu terlalu keras didik kamu sampe gak bisa buat kamu tegas dalam pengambilan keputusan. Mama sadar, kamu seperti ini karena andil mama yang mendidik kamu terlalu keras."

Zidan mengangguk dan menangis di pelukan mama nya. "Maafin Idan ma... lagi-lagi Idan gagal menjadi anak, menjadi suami dan menjadi kakak..."

"Kita sama-sama perbaiki ya." Tania mengusap pipi putra nya terus mengeluarkan air mata. "Jangan sampai kamu gagal menjadi orang tua. Cukup kami yang gagal."

Zidan mengangguk setelah beberapa saat pelukan itu terurai, kemudian ia berdiri menghampiri kedua mertua nya yang sejak tadi hanya diam.

"Pa, Ma.." Pria itu langsung bersimpuh di kaki Calista dan Kavi. "Maafin Idan ma, pa..."

"Dan jangan gini, nak. Kalau mau minta maaf jangan gini cara nya." Calista meraih pundak menantu nya yang masih tertunduk. "Liat mama, mama emang kecewa, tapi mama gak marah sama Idan. Mama paham posisi Idan. Lain kali jangan gitu lagi ya? Kabar itu sangat penting, nak." Calista mengusap wajah menantu nya.

Begitu pun dengan Kavi yang menepuk-nepuk pundak menantu nya pelan. "Gak papa Dan, makasih ya udah jagain Gia, papa bangga menantu papa itu kamu. Kamu gak boleh rendah diri terus dengan membandingkan diri kamu rendah di banding temen-temen kamu. Setiap orang punya warna yang berbeda-beda, begitupun dengan kamu. Kamu punya warna tersendiri."

"Iya ma, pa... maafin Idan.."

"Iya jangan di ulangi lagi ya?" Calista mengusap rambut menantu nya itu dengan lembut.

"Idan tuh sayang banget sama Gia, Om, Tante. Kalau bahasa anak jaman sekarang mah cinta nya Idan ugal-ugalan banget sama Gia. Tapi sayang waktu itu mereka malah kejebak friendzone. Tapi harus Naren akui di banding Naren, usaha Idan gak ada yang bisa ngalahin. Bahkan dulu waktu Gia mergokin mantan nya selingkuh, Idan yang waktu itu kebagian tugas ke Makasar langsung ambil penerbangan buat samperin Gia. Makanya waktu itu Gia akhirnya nyusul Idan ke Makasar sampe masa tugas Idan selesai."

"Oh ya? Wahhh Tante baru tau Ren."

"Pasti tante belum tau ya? Zidan pernah berantem sama mantan nya Gia karena gak terima Gia di selingkuhin. Sampe muka mantan nya Gia  pada bonyok. Keren pokoknya mantu tante dan om. Gak kaleng-kaleng."

"Terus kenapa Idan gak lamar-lamar Gia? Sebagai sahabat pasti kamu tau dong Ren." Tanya Kavi yang menjadi tertarik dengan promosi Naren mengenai Zidan mantunya.

"Mohon izin jawab ya Om, sebenernya Idan udah lamar Gia berkali-kali. Tapi di tolak terus sama Gia, mungkin Gia nya masih trauma. Cuma Idan selalu ada di samping Gia selama masa terpuruk nya Gia. Apapun yang Gia butuhin, Idan selalu paling peka. Zidan emang agak-agak tapi soal mencintai Gia, gak perlu di raguin lagi Om. Mantap pokoknya. Testimoni nya juga udah banyak."

"Cocok banget kamu jadi sales nya si Idan, Ren. Biasanya juga kalian adu mulut terus kalau di rumah. Tapi sekarang kamu bela dia mati-matian." Kekeh Tania yang membuat Narendra tersenyum tengil.

"Kan kita si paling ipar, ma. Kecuali kalau nanti Idan balik lagi ke stelan pabriknya yang suka marahin Yasmine baru deh Naren lawan."

"Selain Idan, kamu juga banyak berubah tau, bang." Timpal Yuna tiba-tiba, begitupun Pradana yang mengangguk membenarkan.

"Makin ganteng kan, bun?" Narendra menaik turunkan alisnya. "Kata istriku, Naren tuh ganteng banget. Parrraahhh."

"Halah! Udah jadi ayah malah makin tengil." Dengus Pradana.

"Dih Pak Bos iri aja, sama istri nya gak pernah di puji ganteng kan? Kasihan deh..."

Lagi-lagi Tania tertawa melihat tingkah tengil mantu nya itu, "Gak usah heran besan, hari-hari dia cuti main nya sama suami ku terus. Ya gak heran kalau mantu ku jadi ketularan aneh, Yasmine juga suka ngeluh kalau sekarang dia sering kena iseng Naren."

"Capek ma jadi orang serius tuh. Kalau kata papa you only live once. Naren lebih nikmatin hidup sekarang. Betul apa betul pa?" Lempar Narendra pada mertua nya yang kini tengah tersenyum bangga karena telah berhasil mendidik menantunya yang awalnya seperti kulkas dua pintu menjadi lebih cheerfull.

"Yoi, Kita kan bukan mertua mantu, tapi bestie, ya gak?"

Narendra mengangguk senang. "Mantullll, pa."

"Yaudah ini gimana jadinya? Masalah Idan udah selesai kan? Yuk kita kumpul di depan lagi." Pradana bertanya, "bayi nya belum di antar ya?"

"Mungkin bentar lagi, Om." Balas Zidan yang suara nya masih terdengar parau.

"Masalah Idan emang udah selesai. Tapi dia harus aku hukum."

"Ma..."

"Oh gak mau nurut nih?"

"Iya ma ampun." 

***

Meskipun di dalam satu ruangan, tetapi vibes nya sangat berbeda jika di bandingkan dengan tempat dimana berangkar Gia berada. Disana suasana nya lebih hangat dan beberapa kali mereka tergelak jika salah satu diantara mereka berkelakar.

Begitu pula dengan para bocil yang aktif bermain sambil berlari-lari kesana kemari.

"Gi, ketawa napa. Sepet amat muka lo. Udah jadi orang tua juga." Kekeh Narendra menatap ipar nya dengan tengil.

"Idan gimana ya di dalem? Khawatir gue, Ren."

"Yaelah biarin aja. Paling ngompol di dalem." Balas Ravi cuek.

"Mana ada."

"Dih dia gak percaya. Laki lo dari kecil kalau terpojok suka ngompol. Tanya nih Yasmine adek nya."

"Iya gitu Yas?" Tanya Gia meyakinkan.

Yasmine yang tengah menyusui Luna menggunakan apron menyusui pun mengangguk di tempatnya. "Kebiasaan dari kecil setiap kena marah mama, pasti ngompol teh."

"Kok aku kenal Idan dari SMP, gak tau ya dek?" Gia menatap Yasmine heran.

"Ya gengsi lah. Idan keliatan normal aja lo gak naksir, apalagi kalau aib nya kebongkar. Lo mana mau, Gi."

"Ah masa sih, Vi?"

"Dih di bilangin juga, gak percayaan."

Gavin tertawa geli melihat ekspresi Gia yang masih tidak percaya. "Coba Gi, tanya terakhir Idan ngompol kapan?"

"Hahaha anjir inget gue." Kekeh Danindra yang sedang selonjoran di lantai.

"Tapi emang kalau inget itu sekarang gue ngakak sih. Cuma  at that time istri gue ngomel-ngomel. Nah yang bikin gue kesel waktu itu, gue juga kena omel."

Yasmine memutar bola matanya, "Ya gimana gak ngomel, dia ngompol di apartemen aku. Aa cuma ngetawain doang bukan nya bantuin. Mana air kencing nya di injek-injek Ajen jadi kemana-mana najis nya."

"Mana Ajen bilang itu air hujan bocor. Ngakak gue, Yas."

"Emang kapan Yas?" Tanya Gia penasaran.

"Hahaha. Maaf ya teh, kalau ngingetin lagi, tapi kejadian nya waktu setelah kalian keciduk di hotel sama papa. Bang Idan kena tatar papa waktu itu. Terus kabur ke apartemen aku, sampai akhirnya mama papa samperin eh ngompol dia pas di marahin."

"Lagian kok bisa bertahun-tahun main alus, malah ketauan Om Bima." Sahut Zizi pelan.

"Tapi yang aku heran Kak Yasmine juga gak tau. Makanya waktu kabar Bang Idan keciduk, Kak Yas kaget banget." Kali ini Nina yang menimpali sambil menatap Yasmine.

"Oh dari awal kamu juga tau Nin?"

"Aku malah sering nemenin Mas Ravi kalau jemput Bang Idan."

Begitu pun Zizi tertawa geli, menatap Gia yang masih lemas  pasca operasi tapi wajah perempuan itu memerah hingga ketelinga nya. Malu. "Aku bahkan tau Yas."

"Wah parah berarti selama ini cuma aku yang gak tau."

"Hahahaha udah kak udah jangan bahas itu lagi, Kak Gia muka nya merah banget itu."

"Bentar Nin. Gue masih belum puas. Kak Gia menurut gue lo main nya kurang rapi, Kak. Kayaknya sesajen lo kurang. Makanya ketauan."

"Udah takdir aja itu mah, Ndra. Tapi ada hikmah nya, jadi nikah beneran kan." Balas Narendra.

"Ya walaupun lo masih belum cinta sama Idan kan Gi?"

"Mas..." tegur Nina yang merasa ucapan suami nya keterlaluan.

"Loh mas bicara fakta dek. Gia kan emang belum cinta sama Idan."

"Itu dulu. Sekarang mah bucin mampus, Pi. Geli gue kalau mereka udah bucin tuh."

"Ngaca Ren, ngaca." Gavin melemparkan bantal sofa yang langsung di tangkap oleh Narendra dengan sigap.

"Loh gue bucin sama istri sendiri dimana salahnya, bang?"

"Ya gue juga bucin sama suami gue, Ren. Gak salah dong?" Timpal Gia yang tidak mau kalah.

"Pantes lo jadi istri Idan. Cerminan banget. Pinter ngecounter orang." Dengus Narendra yang membuat Gia tersenyum puas.

"Tapi Kak, Bang Idan dari dulu emang bucin mampus sih sama lo. Effort nya gila-gilaan banget sumpah. Bahkan denger lo di selingkuhin sama mantan lu si musim ujan dia sampe rela-relain cari penerbangan malam buat nemuin lo doang. Padahal Bang Idan waktu itu lagi di Makasar. Tiket mahal loh." Jelas Danindra sembari asik memakan snack milik para bocil.

"Sorry, no offense ya. Tapi effort bang Idan emang lebih gede buat lo sih Kak, ketimbang dia jagain Teh Yasmine. Padahal jelas-jelas Teh Yasmine adek nya." Timpal Aji yang membuat suasana hangat diantara mereka berubah menjadi super canggung. Tiba-tiba Gia menjadi merasa tidak enak pada Yasmine, begitupun Narendra  yang menjadi tertriger dengan masa lalu nya. Sedangkan yang lain juga bingung harus menanggapi nya seperti apa. Aji memang hebat dalam merusak suasana.

Tapi untunglah Clarissa yang paham kondisi nya langsung menanggapi itu dengan pembahasan lain. Walaupun ujung-ujung nya Danindra yang kena bully oleh istri nya sendiri.

"Ehmm. Kalau Indra dulu gimana, Ji? Dia kan bucin mampus sama mantan nya? Effort nya apa aja? Beliin mobil baru gak?"

"Kenapa ke mobil sih, wife?" Danindra menatap istrinya ngeri.

"Dulu waktu kamu mau lamar aku kan di iming-imingin nya mobil. Ya walaupun sampe sekarang mobil nya alhamdulillah..."

"Baru?"

"Gaib.."

"Hahaha Ca, tuhan menciptakan berpasang-pasang. Nah cuma kamu doang yang bisa seimbangin otak gaje nya si Indra. Puas banget gue anjir, biasa nya dia yang ngebully gue."

"Diem lu mey mey." Danindra mendengus sebal.  "Terus kamu mau nikah sama aku karena mobil baru?"

Clarissa mengangguk. "Iyalah apalagi yang bisa di harapkan dari laki-laki gagal move on macam kamu!!! Harus aku kuras lah harta kamu. Emang kamu mau balik lagi sama dia? Heeeeee Big No! Kamu boleh sama dia setelah kamu miskin."

"Dih dasar matre."

"Bukan matre tapi realistis, husband. Cepet Ji jawab dong." Desak Caca pada Aji yang meringis tidak enak.

"Waduh jangan ngajak gue masuk ke ring tinju teh. Tapi emang sih Indra dulu bucin banget sama Elin, bahkan masih suka stalking walaupun udah di tinggal nikah."

"Ngasih apa aja dia?"

"Tas chanel pernah, sneakers, hp juga pernah deh."

"Tuh aku minta kulkas aja gak di beliin coba, Ji." Balas Clarissa dramatis.

"Ya nanti kan mau mau ramadhan, aku nunggu THR dulu. Sabar napa, wife..."

"Yaelah Ndra kulkas doang." Balas Gavin santai. "Beliin aja, sayang istri."

"Kulkas yang dia mau lima puluh juta bang, nabung dulu gitu loh."

"Padahal papa nawarin loh Ndra, Ca." Ucap Yasmine pada sahabat dan sepupu nya.

"Gak bisa udah sering gue ngerepotin keluarga kalian. Biar gue yang usaha." Danindra menatap Yasmine tegas.

"Yaudah balik lagi ke si mantan terindah suami akoh, sekarang dia masih stalking gak, Ji? Kalau masih bilang gue aja ya, biar entar burung nya gue jadiin sate. Nanti gue kirim ke rumah nya si mantan terindah nya itu."

"Ca, ya Allah gue ngakak." Narendra tertawa kencang, bahkan Luna yang tengah menikmati asi nya pun sempat membuka apron bunda nya untuk melihat ayah nya tertawa.

"Eh kok di buka, nak? Tutup tutup, aset ayah itu." Sadar dengan tingkah anak nya, Narendra pun kembali menutup apron itu seperti semula. "Bahaya. Nanti ayah gak bisa nahan, dek."

"Gak usah aneh-aneh ya!" Dengus Yasmine yang membuat Narendra nyengir lebar. "Gomen sayang."

"Lo dari masih bujang, sampe sekarang ngeduda tapi sifat bokem lo gak ilang-ilang ya, sat. Bocorin aja teroossss." Danindra menatap nyalang Aji yang nampak tidak merasa bersalah.

"Hahaha iya lagi anjir. Sampe sekarang gue masih gak percaya kalau dia ngeduda ngikutin jejak abang nya."

"Eitss... beda kelas dong bang, gue mah lebih terhormat. Bukan gue yang menyakiti wanita." Balas Aji menatap Narendra dengan jumawa.

"Ah yang penting mah sekarang tiap malam ada yang bisa di ajak cuddle. Bukan pake guling lagi."

"Bangke lu bang! Jangan lupa gue selalu ada disaat lo tantruman dulu."

"Tantrum kenapa?" Tanya Yasmine penasaran, perempuan itu menatap suami dan ipar nya bergantian.

"Tanya aja Teh sama suami nya. Sehari  bikin ulah atau masuk rumah sakit. Itu aja pilihan nya. Liat deh bekas luka nya aja masih ada sampe sekarang. Di leher sama di nadi."

Yasmine tidak menjawab, tapi mata nya menatap nyalang pada suami nya. "Apa? Kenapa liatin Aa nya gitu sih, yang? Serem ih."

"Aa dulu gak macem-macem kan?"

"Semacem aja yang, galauin kamu doang. Suer." Balas Narendra yang masih cengengesan. Berbanding terbalik dengan perasaan Yasmine yang dada nya tiba-tiba terasa seperti terhantam sesuatu benda tak kasat mata, menyesakkan.  Berarti bekas luka di pergelangan tangan suami nya itu bukan karena luka kecelakaan.

"Iya galauin nya potong tangan."

"Ji, pilih diem atau gue spill kalau lo diem-diem habis kredit motor baru ke ayah sama bunda?"

"Ah gak seru mainan nya ngancem."

"Naren udah sangat baik kok sekarang. Gak usah khawatir, Yas. Dia nemuin kamu di apartemen hujan-hujan itu udah kondisi terbaik nya Naren. Abang saksi hidup nya. Lagian sekarang kan udah baik-baik, gak mungkin lah suami kamu aneh-aneh." Jelas Gavin yang paham dengan air muka Yasmine yang mendadak sendu.

Sedangkan Narendra hanya tertawa gemas sembari mengecup pelipis istri nya berkali-kali. "Tau tuh serem amat sih si cantik ngeliatin suami nya. Asli sayang, Aa gak aneh-aneh kok dulu. Cuma galauin kamu doang. Asli deh yang ada gambar badak nya."

"Yeeuu, ngelucu lo? Eh Ren, lo gak mau samperin Idan? Katanya lo mau bantuin ngomong."

"Hahaha biarin dulu, pi. Biar dia ngadepin sendiri dulu lah. Bentar lagi gue masuk kok. Nunggu timing yang pas."

"Lagian si Idan mah dari dulu selalu kabur-kaburan orang nya. Jadi kalau dia ada di posisi terpojok kayak gitu kalau gak ngompol ya lari."

"Ya kayak pas mau sunatan dulu. Dia kan ngumpet di gorong-gorong taman." Timpal Gavin.

"Masih inget aja bang."

"Masih lah. Gue kan udah kelas dua SD waktu itu. Ikut bantu nyariin yang mau disunat nya ilang. Inget gak Yas?"

Yasmine menggeleng, "aduh gak inget, Bang."

"Ya mana inget, Yasmine kan sibuk main sama si Naren. Apa-apa Naren, dikit-dikit Naren."

"Bisa di liatkan pi yang bucin dari dulu siapa? AUH- sakit sayang jangan cubit."

"Abis nyebelin." Yasmine mengusap bekas cubitan nya di perut sang suami yang kini meringis kesakitan.

"Halah dulu juga abang udah bucin sama Teh Yasmine. Bahkan waktu abang lomba taekwondo ngerengek pengen pulang karena mau jenguk Teh Yasmine yang kena DBD di rumah sakit. Oh satu lagi, kata bunda dulu, waktu abang masih TK, Teh Yasmine ikut ke Jerman sama Om Bima dan Tante Tania, abang gak mau sekolah karena gak ada Teh Yasmine di TK. Bayangin pagi-pagi abang tantrum teh di rumah."

"Tuh yang denger kata Aji, Aa mah mengakui kalau Aa dari dulu udah naksir berat sama kamu. Kamu gak percayaan sih sama Aa. Kasih paham Ji, ipar lo jangan suka insecure parah— eits gak kena hahaha jangan cubit terus ih yang."

"Aji mulutnya ember banget deh." Kekeh Nina menatap Aji yang entah mengapa hari ini pria itu sangat menyebalkan.

"Tapi jujur ya, gue malah pikir lo berdua bakal kejebak cinta segitiga anjir sama si Bian. Tapi untung nya kagak ya, Bian akhirnya move on sama Vania."

"Iya kali.." balas Narendra tak acuh. "Udah ah gue masuk dulu ya. Kasihan ipar gue babak belur kayaknya di dalem." Kemudian pria itu memasuki kamar dimana sahabatnya di tatar.

"Kelakuan suami lo noh, setiap bahas Bang Bian mood nya langsung rusak. Aneh." Seru Danindra heboh.

Sedangkan Yasmine hanya tersenyum saja, enggan menjelaskan apa-apa.

"Tapi lebih epic tuh Bang Gavin sama Teh Zizi ya? Di jodohin dari jaman bocah. Bang Gavin nya cuek, tapi Teh Zizi nya yang ngejar-ngejar terus."

"Cuma udah pada kena batu nya semua, yang bucin mampus malah Bang Gavin sekarang. Kenapa Teh? Udah sadar ya sekarang?"

"Bangke lu Ji!" Dengus Gavin sebal.

"Hahaha iya nih. Udah capek berjuang, mau nya di perjuangin dong. Ya gak buibu?"

"Setuju!" Seru Clarissa keras. "Enak aja kita mulu yang usaha."

"Relate banget ya Kak Caca?"

"Iya nih Nin, ipar kamu ini nyebelin setengah mampus. Galauin mantan nya gak abis-abis."

"Terus ungkit teroooos..."

"Hahaha aduh maaf ya husband, abis kamu nyebelin sih." Clarissa mengusap pipi suami nya lembut.

"Di maafin asal gak blokir-blokir lagi kayak semalem."

"Abisnya kamu nyebelin."

"Loh ya bener kan, aku kena omel mulu sama kamu. Mana ngungkit mantan terus."

"Inget loh perempuan itu ahli sejarah. sampe cucu beranak juga pasti masih di inget." Sahut Gavin.

"Relate bang?"

"Banget."

"Kali ini gue harus akui memang iya hahaha."

"Kayak tadi ketemu mantan canggung ya bang? Eh dia bilang 'Hai Ravi, gimana kabarnya? Aku kangen sumpah.' Untung Nina gak ada tadi."

"Ji sumpah mulut lu lemes banget anjir."

"Mantan siapa?" Tanya Nina pelan.

"Wah Nin, lo gak tau laki lo tadi canggung parah pas ketemu mantan pacar nya. Itu loh yang dokter juga, dokter Shasha. Bang Ravi tadi kicep liat mantan nya, eh di senyumin sampe nganga mulut nya. Terpesona kali ya. Terus mereka ngobrol berdua di luar. Lo sih lama di minimarket nya. Padahal seru tadi."

"Oh mantan terindah..." Nina mengangguk-anggukan kepala nya, tapi matanya langsung menatap kecewa pada sang suami.

"Dek, asli mas gak sengaja ketemu, dia kan dokter kandungan nya Gia. Ya mas mana tau tiba-tiba ada dia."

"Tapi lo ngobrol berdua sama dia."

"Ji sumpah lo ngeselin banget."

"Dek mas bisa jelasin kalau—"

"Aku gak minta mas jelasin apa-apa tuh..." Nina menepis jemari suami nya yang membuat Ravi semakin ketar-ketir. "Aku mau ke mobil dulu deh, mau ke kantin juga sekalian. Aku titip Rafa ya, oh ya Kakak-kakak pada mau nitip gak?"

Yasmine menggelengkan kepalanya prihatin. Begitupun yang lain.  "Enggak Nin."

"Dek plis lah..." Ravi mengejar istrinya yang sudah berjalan keluar.

"Kenapa sih lo berdua adek kakak urusan nya permantanan mulu. Selain kompak kalau nge gosip, nasib lo berdua juga kompak banget. Sama-sama terjebak nostalgia." Kekeh Zizi yang membuat Danindra mendadak salah tingkah atas sindiran perempuan itu barusan.

***


Masih ada hukuman lain nya buat Idan guys...

Continuar a ler

Também vai Gostar

21.1M 1.9M 91
[CHAPTER MASIH LENGKAP, EXTRA CHAPTER TERSEDIA DI KARYAKARSA] Sembari menunggu jadwal wisuda, Sabrina memutuskan menerima tawaran bekerja sementara d...
2.2K 261 8
"ga lagi - lagi gue bikin tweet-an halu gitu." - Kang Sol Short Story of Kang Sol A and Han Joonhwi. Kang Sol yang iseng update tweet halu, malah be...
161K 31.6K 84
[KIMcheees Series] [3] Rumah tak lagi terasa ramai Justru kini teras sepi Tak ada Karaoke ala Hanbin, Bobby Tak ada pertengkaran antara Bobby, Dongii...
11.5K 3.2K 68
Sejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma masa lalu. Tentang kehilangan orang-orang...