ALIF

By Sastra_Lara

6.5M 458K 52.5K

Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang... More

00
Saya Figur Utama dan Maaf
01. Kesaksian
02. Patah
03. Tangis
04. Introgasi
05. Gus Polisi
06. Mas Ganteng
07. Jatuh Cinta
08. Raden Parama
09. Datang
10. Maaf
11. Beringin Tikungan
12. Apel Mama
13. Disegani
14. Cemburu
15. Hukuman
16. Kubu mana?
17. Pelet Abah
18. Qobiltu Ijazah
19. Halo Dek!
20. Kalung Anak Kecil
21. Restu
22. Tingkahnya atau Anaknya?
23. Tidak Setuju
24. Pesan Baper
25. Pengen Pulang
26. Hilang Wibawa
27. Menantang
28. Kalah Jauh
29. Saingan
30. Perjuangan
31. Aku Disini
32. Pertimbangan
33. Angsa Putih
34. Lamaran
35. Cinta Parama?
36. Manipulatif
37. Tujuan Hidup
38. Terulang
39. Diusir atau Diterima?
40. Saksi SAH
41. Bertunangan?
42. Cinta Segitiga
43. Kesempatan
44. Didikan
45. Label Halal
46. Delusi
48. Harmoni Hujan
49. Janji Liya
50. Satu dan Setia
51. Ibu dan Kari
52. Wes Angel
53. Kehilangan kedua kali?
54. Giandra Pangestu
55. ATM Gian
56. Masih Ada Rasa?

47. Romantisasi

133K 9.3K 2.3K
By Sastra_Lara

Mari melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Jadilah pembaca bijak yang tahu cara menghargai karya orang lain setelah menikmatinya.


Hal yang paling menyesakkan setelah kejadian bertemu dengan pedofil di TMPK itu adalah bayang-bayang wajahnya melekat di otak Lahya. Menganggungnya sepanjang hari, menghambat aktifitasnya yang seharusnya produktif, jadi tidak produktif.

Meski itu hanya bayang-bayang atau bahkan dianggap sepele oleh orang, tapi itu menyakitkan bagi Lahya. Harus bersosialisasi dengan teman-temannya, tapi otaknya kemana-kemana. Kemana-mana disini maksudnya berputar dipikiran yang menyakitkan itu. Lelah? Tentu saja.

Saat mencoba melawan, justru panic attack Lahya yang datang menyerang. Seperti sekarang, ia harus mendekam di salah satu bilik toilet untuk menenangkan dirinya. Tangannya gemetar, dadanya sesak, bibirnya pucat, rasanya mual, kepalanya pusing, jantungnya berdebar cepat, dan takut yang berlebihan memenuhi dadanya.

Sudah sekian kalinya ia selalu izin ke toilet saat panic attacknya kambuh saat di sekolah. Sudah hampir 15 menit ia menangis di dalam toilet. Ia selalu ingin berteriak saat panic attacknya kambuh. Rasanya tidak enak dan sakit.

Dalam hatinya tidak berhenti beristigfar dan berdoa memohon agar panic attacknya segera berhenti. Ia ingin kembali ke kelas untuk belajar. Sekarang sudah persiapan untuk ujian. Sisa dua minggu lagi Lahya ujian nasional. Ia tidak ingin nilai kelulusannya nanti rendah. Lahya ingin berkuliah di kampus impiannya, jadi butuh nilai tinggi untuk bisa masuk ke sana.

Lahya menyandarkan tubuhnya yang mulai tenang. Detak jantungnya juga kembali normal, meski kepalanya masih pusing dan sedikit mual. Ia menarik nafas berulang kali sebelum keluar bilik toilet.

Lahya menatap layar ponselnya. Ia membaca pesan whatsapp dari suaminya yang belum ia balas seharian ini. Bukan Lahya tidak ingin membalasnya. Pegang ponsel untuk buka whatsapp saja baru ia lakukan, setelah seharian sibuk di perpustakaan sebelum lanjut kelas sore

Saat panic attacknya kambuh ia selalu ingin menghubungi Alif, tapi tidak pernah ia lakukan. Ia tidak ingin Alif tidak fokus saat bertugas. Ia juga sudah banyak merepotkan Alif. Ia sadar, bukan hanya dirinya yang selalu ingin diperhatikan dan dimanja. Alif pun sama, makanya Lahya harus bisa mengimbanginya.

"Kamu ditoilet ngapain, Ya? Lama banget sumpah," celetuk Titin saat Lahya masuk kelas kembali.

"Mules aku," jawab Lahya bohong.

"Sering banget mules, gak pernah periksa ke dokter? Heran aku, kamu masa mulesnya tiap hari."

Lahya mengedikkan bahunya tidak tahu. "Tuh, Miss Pretty perhatiin. Jangan sampai kena omelannya," ucap Lahya memperingati.

Saat Titin akan berbalik menghadap depan lagi, tapi malah memekik kaget. "Lahya kamu mimisan!"

Semua siswa dalam kelas menoleh ke arah Lahya. Lahya yang memang merasakan ada cairan hangat keluar hari hidung langsung mengecek dengan jari tangannya. Benar, Lahya mimisan.

"Kamu mimisan Lahya?" tanya Miss Pretty dari papan tulis di depan.

"Maaf Miss. Lahya izin ke toilet lagi, ya, Miss?" izin Lahya sudah berdiri untuk kembali ke toilet.

"Lahya, Lahya!"

"Iya Miss?"

"Langsung ke UKS saja. Materi kelas sore bisa kamu salin dari teman kamu. Kalau kamu mau, bisa pulang saja, tidak apa-apa," ujar Miss Pretty kasihan dengan siswanya.

"Baik Miss," jawab Lahya cepat langsung berlari untuk ke UKS saja. Kebetulan di sana ada wastafel.

Miss Pretty memang terkenal sebagai guru terkiller di SMA Tunas Bangsa, namun juga sangat peduli terhadap siswa-siswanya. Mungkin Lahya akan memutuskan beristirahat di UKS sampai kelas sore selesai. Buru-buru Lahya menuruni tangga dari lantai 3, sebab UKS ada di lantai bawah. Setelah sampai di UKS, ia langsung mencuci hidungnya sampai bersih. Ia mengecek wajahnya melalui cermin kecil yang tergantung di atas wastafel UKS.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu UKS dan terbuka membuat Lahya menoleh untuk melihat siapa yang masuk.

"Ini tisunya, aku taruh sini," ucap Rama menaruh sebungkus kecil tisu di bangsal yang paling dekat dengan pintu.

"Kak Rama?" gumam Lahya senang melihat Rama setelah satu bulan lebih tidak pernah bertemu dengan seniornya itu.

Rama mengangkat sebelah alisnya melihat Lahya tersenyum. Ia berusaha cuek saat melihat Lahya keluar dari toilet dalam keadaan pucat. Akan tetapi, ia gagal tatkala Lahya berlari turun dari kelas menuju UKS. Apalagi melihat Lahya mimisan, ia khawatir setengah mati. Tadinya Rama sedang bermain basket bersama teman sesama alumninya di SMA TB, tapi ia tinggal pergi ke warung depan sekolah hanya untuk membelikan gadis ini tisu.

"Kak Rama apa kabar?" tanya Lahya.

Rama urung menutup pintu UKS. Ia tersenyum, "Baik. Kamu dan Gus Alif, apa kabar?"

Lahya mengangguk berjalan mengambil tisu pemberian Rama. "Alhamdulillah, baik juga."

"Kamu, sepertinya tidak."

"Cuma kecapean," balas Lahya mengusap sisa air wajahnya dengan tisu pembarian Rama. "Terima kasih banyak, ya, Kak."

"Sama-sama. Lain kali jangan dipaksakan kalau gak sanggup, pulang aja. Hadir kelas sore gak terlalu berpengaruh ke nilai yang penting hasilnya nanti."

Lahya mengangguk mengerti. "Kak Rama kemana aja gak pernah melatih paskib dan pencak silat lagi?"

"Program mengajar kampus merdeka sudah selesai," alibi Rama. Padahal, ia tidak sanggup untuk bertemu Lahya setiap melatih. Bertemu Lahya sama saja ia mencari penyakit. Iya, penyakit. Lukanya kembali basah saat melihat Lahya, Lahya yang sudah menjadi milik orang lain. Ia sakit saat mengingatnya.

"Istirahat. Aku mau balik main basket lagi," pamit Rama.

Lahya mengangguk. Ia menuju salah satu bangsal untuk berbaring di sana. Lahya memegang dadanya. Ada desir aneh yang menyelimuti jantungnya. Kenapa terasa sakit? Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya setelah bertemu Rama?

"Dek?!"

Lahya berbalik. "Iya? Ada apa, Kak?"

"Bahagia, ya, selalu."

Lahya mengernyitkan dahinya tidak mengerti.

"Itu katamu dua tahun lalu. Katamu, membahagaiakan diri sendiri itu lebih penting dibanding membahagiakan orang lain. Sama seperti menghibur. Kamu tau aku paling pintar menghibur orang lain, tapi selalu gagal untuk menghibur diri sendiri. Kamu bilang, kalau hobiku suka mengibur orang lain, kenapa tidak coba membahagiakan diri sendiri lewat orang lain yang terhibur. Dengan begitu aku bisa bahagia melihat orang lain bahagia karena hiburanku. Benar begitu, bukan?"

Deg!

Tubuh Lahya membeku duduk diatas bangsal. Apa suratnya dua tahun lalu sampai pada Rama? Lalu kenapa Giandra berkata jika suratnya dibuang karena terlihat kuno?

'—'—'—'

Kaki Lahya menendang kerikil di pinggir jalan. Ia pulang sekolah bersama Nadine naik motor. Dari rumah Nadine ke rumahnya sendiri, ia jalan kaki. Ia sengaja singgah di rumah sepupunya untuk mengambil laptop. Laptop sepupunya rusak, jadi meminjam laptop Lahya untuk presentasi di sekolah.

Tadi Nadine ingin mengantarnya sampai rumah, tapi Lahya menolak. Lagian rumah Nadine dan Lahya dekat, cuma beda lorong saja. Hitung-hitung cuci mata. Lahya jadi terkekeh saat mengingat leluconnya bersama Nadine dan Liya dulu.

Dulu mereka sering main bolak-balik rumah Lahya dan Nadine. Dan setiap masuk lorong perumahan Nadine pasti mereka membuat lelucon cuci mata ketika melewati lapangan tempat remaja komplek bermain bola.

"Assalamu'alaikum. Halo Dek!"

Lahya menoleh pada laki-laki bermotor supra di sampingnya. Laju motornya sangat lambat, sengaja menyeimbangi langkah Lahya yang pendek.

"Wa'alaikumussalam," jawab Lahya pelan.

"Sendirian Dek?"

"Sama Allah, Mas," jawab Lahya cuek.

"Wahhh, sama, dong. Pacarnya mana, kok, tega biarin cewek secantik ini pulang jalan kaki?"

"Maaf Mas, sudah bersuami," jawab Lahya memamerkan cincin dari suaminya.

"Emang masih SMA sudah bisa menikah?"

"Bisa."

"Suaminya kasih mahar apa sampai mau nikah pas masih sekolah gini? Mending sama saya. Nanti saya kasih mahar sesuai request."

Lahya memperhatikan motor yang dikendarai laki-laki itu. "Sesuai request, ya, Mas? Memangnya mahar paling mahal apa yang bisa Mas sediakan?"

"Jiwa saya," jawabnya mantap.

Kening Lahya berkerut tidak mengerti.

"Karena sesungguhnya mahar paling mahal dari cinta adalah ruh."

"Berarti jiwa suami Lahya sudah jadi milik Lahya, dong?"

"Iya, tapi sabilah jalan sama Mas. Jok belakang kosong, nih."

"Motor saja masih supra, seenggaknya modal dululah."

Laki-laki itu memberhentikan motor supra milik mertuanya. "Wah, belum tau. Saya keluar uang banyak buat full service motor ini."

"Oh, pantesan bapak Lahya beberapa hari ini kerjanya dijemput temen terus," balas Lahya cepat.

Alif menarik tangan Lahya. "Bapak gak mau dibeliin motor baru sayang. Maunya motor ini diservice sampai bagus lagi," jelas Alif mengusap lembut tangan Lahya dengan ibu jarinya.

"Oh, gitu. Tapi, kok?" Lahya menyipitkan matanya melihat penampilan Alif. "Ini baju Mas Gian yang ditinggal di rumah, kan?"

"Mas udah izin. Masa Mas mau pakai baju punya bapak? Ya kebesaran toh, cinta. Masa juga mau pakai seragam jemput kamu, bisa dikira halo dek beneran nanti."

Lahya berdecih. Jika Alif bukan halo dek, lalu kenapa Lahya bisa jadi korbannya?

"Tau Lahya di sini dari siapa?"

"Bapak. Kamu ini kenapa, sih, kayaknya berat banget buat bales chat suaminya sendiri?" tanya Alif dengan ekpresi kesalnya.

"Lahya sering lupa kalau udah punya suami. Biasanya buka whatsapp buat cek grup kelas, ada tugas atau nggak. Soalnya bapak, Mas Gian, Nadine itu lebih sering nelpon, jadi males buka whatsappnya keterusan sampai sekarang. Maafin Lahya, ya, Mas?" minta Lahya mengerjapkan matanya beberapa kali berusaha bersikap semanis mungkin.

"Masih Mas maklumi, tapi mulai hari ini harus dibiasain buka dan bales chat dari Mas, oke? Harus gercep pokoknya."

Lahya mengangguk. "Iya, insyaAllah."

Alif menarik gendongan tas ransel Lahya dari bahu. "Biar Mas yang bawa," ucap Alif beralih menggendong tas ransel Lahya di depan.

"Mas habis pulang kerja gak capek?"

"Pertanyaan kamu itu itu terus, gak capek nanyainnya?" tanya Alif balik. "Ayok pulang, bersih-bersih, terus malam mingguan sama Mas."

Lahya naik ke motor. Ia duduk menyamping karena rok pramuka sekolahnya model span. "Nanti kita mau kemana?"

Tubuh Alif sedikit bungkuk untuk menarik rok Lahya. "Pegang, jangan sampai hitam kena mesin."

Lahya menarik roknya ke depan sesuai arahan Alif. "Udah."

"Belum tau mau kemana, tapi Mas mau ajak kamu meromantisasi hal-hal sederhana," jelas Alif melajukan motornya pulang ke rumah mertuanya.

'—'—'—'

Lahya mencari sandal suaminya yang berada diantara banyaknya sandal jemaah masjid. Ia dan suaminya singgah di salah satu masjid untuk menunaikan shalat isya. Alif benar-benar mengajaknya untuk jalan-jalan malam ini. Tanpa tujuan yang jelas, tapi Lahya senang.

"Mas Alif!" panggil Lahya melihat Alif kebingungan mengintip shaf perempuan dari luar kaca masjid. Suaminya itu keluar dari pintu masjid yang berada di sisi kanan.

"Mas kirain masih di dalem," ujar Alif.

Lahya membungkuk dan menaruh sendal Alif tepat di depan kakinya. "Ini Mas," ucap Lahya sebelum suaminya mencari sandal yang sudah ia siapkan.

"MasyaAllah istrinya Mas baik. Makasih sayang."

Lahya mengangguk. Ia duduk di salah satu anak tangga masjid untuk memakai sepatunya.

"Berdiri sayang!" minta Alif berjongkok di depan Lahya.

"Bentar Mas ini belum Lahya ikat talinya."

"Iya, makanya berdiri biar Mas yang ikat," ujar Alif menatap manik mata istrinya.

"Nggak, ah. Nggak sopan," tolak Lahya.

Alif menghela nafas. "Mas ini suami kamu cinta. Mas hanya ingin menjadi suami yang baik terhadap istrinya, seperti Rasulullah.
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya. Dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku. Itu sabda Rasulullah. Kamu mau, kan, bantu Mas jadi suami yang baik seperti hadits Rasulullah?"

Hati Lahya terenyuh. Ia mengangguk, berdiri dan membiarkan suaminya untuk mengikatkan tali sepatunya. Ada rasa tidak enak saat beberapa ibu-ibu yang baru keluar masjid berbisik-bisik melihat ke arah mereka berdua.

"Apa gak kebalik itu?"

"Mana pasangannya nurut-nurut saja."

"Seharusnya perempuan yang bantu pasangannya."

"Jatuhnya gak sopan kalau sama suami itu."

"Perempuannya masih kecil gitu, pasti masih pacaran. Mana mungkin mereka sudah menikah."

"Siapa tau saja mereka menikah karena si perempuan hamidun. Kayak gak tau gaya pacaran anak jaman sekarang saja."

"Jangan didengerin sayang," kata Alif melirik ibu-ibu yang sudah berjalan pergi, tapi suara gosipannya masih sampai ke telinga mereka.

Alif berdiri membalas senyum istrinya. Ia tahu pasti hati kecil istrinya ini sakit karena tersinggung omong kosong ibu-ibu tadi.

"Lahya gak apa-apa, kok." ucap Lahya cepat saat Alif terus menatapnya.

Alif mengusap pipi Lahya dengan telunjuknya. "Jangan diambil hati, ya?"

Lahya mengangguk. "Gwenchana."

"Jinjja gwencahana?" canda Alif ingin menghibur hati istrinya.

Lahya terkekeh. "Kebanyakan liat fyp tiktok."

"Cuma sering denger. Mas gak punya tiktok. Sibuk tugas, mana sempet scroll medsos, pulang-pulang juga istirahat." Alif menyela jari tangannya di jemari lentik milik istrinya. Mereka berjalan menuju motor yang terparkir di halaman masjid.

"Mas?!"

"Hm?"

"Mau tanya."

"Apa sayang?" tanya Alif mengambil helm untuk istrinya.

"Kenapa, sih, orang gampang banget nyakitin hati orang? Bahkan, sama orang yang gak dikenal sekali pun."

Alif duduk di atas motor supra mertuanya. Ia menatap Lahya yang menampakkan mimik wajah sedih. "Jujur sama Mas. Kamu tersinggung sama gosipan ibu-ibu tadi?"

Lahya mengangguk kecil. "Sedikit. Kalau dipikir-pikir ibu-ibu tadi, kan, habis shalat. Apa mereka gak takut pahala sholatnya amblas karena ngegosipin orang lain?"

"Jawabannya udah ada di Qur'an langsung cinta. Al-ankabut ayat 45,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar. Paham sama maksud ayat ini?"

Lahya menggeleng tidak paham.

"Seseorang yang benar dalam menunaikan shalatnya, pasti Allah akan menjaga dia dari dua perbuatan itu. Keji dan munkar."

"Terus, kalau orang rajin shalat tapi masih suka nyakitin hati orang atau suka ngeghibah. Itu gimana, Mas? Oh, atau Lahya biasanya suka denger temen-temen Lahya suka latah bicara kasar atau jorok, padahal orangnya rajin shalat. Itu gimana juga Mas?"

"Ya itu tadi, berarti ada yang salah dalam sholat mereka. Masih satu ayat, sebelumnya ada kata وَأَقِمِ الصَّلَاةَ

yang artinya dirikanlah shalat. Beda, loh, antara shalat dan mendirikan sholat."

"Bedanya apa Mas?"

"Mendirikan shalat itu tau arti bacaan shalatnya, tau rukun-rukunnya, syarat-syaratnya dan khusyuk. Orang shalat sayang, jika paham dengan bacaan shalatnya, paham isi bacaan qur'annya yang mana isinya nasihat semua. Nasihat yang melarang dari perbuatan keji dan munkar. Jika mereka paham, pasti mereka akan terjaga darinya. Sekarang paham?"

"InsyaAllah paham. Satu lagi Mas, boleh?" tanya Lahya.

"Apa?" tanya Alif merapikan jilbab istrinya yang terhembus angin. "Kamu gak bawa pentul lebih? Jibab kamu terbang-terbang terus," kesal Alif pada angin yang menyingkap jibab istrinya. Selain sibuk menjelaskan, sedari tadi Alif juga sibuk menahan jilbab istrinya yang sering tersingkap oleh angin, terutama pada bagian dadanya.

"Pentul Lahya cuma satu, gimana, dong?"

'—'—'—'

Tubuhnya bersandar di salah satu tiang ayunan yang berada di taman. Matanya terpenjam menyimak istrinya yang tengah menyetor hafalan. Banyak kemajuan dari bacaan Qur'an istrinya. Awalnya Lahya ingin langsung mulai menghafal, tapi Alif melarangnya.

Alif meminta Lahya untuk memperbaiki tajwid bacaan Qur'annya. Tidak butuh waktu lama, hanya sekitar dua minggu Alif sudah mengizinkan Lahya untuk mulai menghafal Qur'an. Namun bukan Lahya namanya jika tidak memberi kejutan bagi Alif. Ternyata istrinya ini sudah memiiki hafalan juz 30.

"Wa tsu, sayang," ucap Alif memutus hafalan istrinya.

Lahya memberhentikan gerak ayunannya. "Oh, iya, kah? Ini karena ayat sebelumnya kembar jadi sering ketuker," keluh Lahya mengingat ayat 13 dan ayat 40 surah Al-Waqiah sama.

"Hafalannya diulang dari ayat empat puluh, ayok!"

Lahya mengangguk dan melanjut hafalannya kembali, seraya terus mengayun ringan dirinya sendiri. Lahya bukan tipe orang yang bisa diam dalam waktu yang lama, berbeda dengan Alif yang sedari tadi betah berdiri seperti patung di taman sambil memejamkan mata.

Malam ini Lahya benar-benar dimanjakan oleh Alif. Diajak keliling naik motor supra bapak, mengisi perut dari warung angkringan kesukaan Lahya, dibelikan blindbox lotso lengkap, dibelikan skincare yang sudah Lahya incar dari dulu, dibelikan puding coklat dan stok cemilan Lahya untuk teman belajar dirumah.

Kalian akan menangis jika tau harga satu box kecil lotso original disney. Padahal Lahya minta dibelikan satu saja, tapi Alif malah membelikannya satu box besar yang mana isinya itu 8 box kecil lotso.

Tadinya mereka ingin langsung pulang, tapi Lahya masih ingin berada diluar. Lagian bapak juga kerja malam, jadi ia tidak ingin sendirian di rumah. Bisa dipastikan jika Lahya pulang tadi, pasti sekarang ia sedang video call dengan Alif untuk setor hafalan.

"فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ"
Akhirnya Lahya menyelesaikan setorannya pada Alif.

"MasyaAllah," puji Alif melangkah dan berjongkok di depan ayunan Lahya. Alif melepas sandalnya untuk digunakan sebagai alas duduk.

"Mas hari ini kita boros, gak, sih?" tanya Lahya setelah melihat motor supra bapaknya yang terparkir di sana penuh dengan belanjaan.

"InsyaAllah nggak cinta."

"Duduk di ayunan sebelah Mas," minta Lahya menunjuk ayunan di sebelahnya kosong. "Ayunannya kuat, kok."

"Mas duduk di sini saja."

"Mas Alif?"

"Dalem cinta, pripun?"

"Kenapa Mas selalu nurutin keinginan Lahya?"

"Kalau Mas bisa, kenapa tidak? Sebelum akad, bapak bilang ke Mas kalau rejeki Mas itu tergantung dari bagaimana Mas memperlakukan kamu. Selama Mas bisa nurutin kepinginan kamu, ya, Mas bakal turutin, asal gak keluar dari syariat. Rejeki Mas insyaAllah lancar kalau kamu seneng," jawab Alif dengan manja menaruh kepalanya di paha Lahya.

"Mas malu gak, waktu Lahya minta dibeliin blindbox lotso tadi?" tanya Lahya mengurai rambut Alif dengan jemarinya. Meski suaminya ini abdi Negara, tapi karena ditugaskan dibagian Satreskrim jadi diperbolehkan memiliki rambut panjang.

"Malu kenapa sayang? Coba cerita apa yang kamu pikirkan tentang Mas?"

"Ya..., malu karena Lahya kayak anak kecil minta dibelikan lotso. Lahya jadi ngerasa kalau Mas terlalu manjain Lahya," jelas Lahya mengeluarkan isi pikirannya.

"Kalih Kang Mas inner childmu tak turuti Nduk. Pancen Mas kepingin manja ne Njenengan, sayang," jawab Alif sangat lembut. - Bersama Kang Mas inner childmu saya turuti Nak. Memang Mas ingin memanjakan kamu, sayang.

"Tapi sikap Mas jatuhnya nganggep Lahya seolah-olah Lahya ini anak kecil."

"Sayang, mau sedewasa apa pun perempuan. Perempuan itu tetap suka laki-laki yang bisa mengembalikan masa kecilnya. Kamu suka, kan? Jujur!"

Lahya mengangguk jujur. Belum juga Lahya kembali mengeluarkan ketidakenakan hatinya, tiba-tiba hujan turun begitu deras tanpa adanya aba-aba gerimis terlebih dahulu.

Lahya dan Alif lari berteduh dibawa perosotan yang ada ditaman. Untung saja ada tempat untuk mereka berteduh dikala hujan deras.

"Allahumma soyyiban nafi'a," doa Alif memperhatikan rintikan air hujan yang mengguyur kota Semarang tanpa tangggung-tanggung.

Lahya menarik pergelangan tangan Alif untuk melihat arlojinya sekarang pukul berapa. "Ya Allah sudah hampir jam sepuluh," kaget Lahya.

"Tadi Mas ajak pulang lebih awal kamunya gak mau."

Wajah Lahya berubah masam. "Lahya, kan, masih mau nikmatin angin malam. Lahya juga jarang keluar malam selama gak ada Mas Gian. Di rumah juga Lahya sendirian karena bapak kerja malam. Mas enak bisa keluar nongkrong tiap malem karena cowok."

Alif memilih diam. Jika ia membalas, sudah dipastikan mood istrinya akan hancur. Helaan nafas panjang keluar dari hidungnya. Hujan sangat deras, Tidak mungkin berhenti dalam waktu dekat. Tidak ada yang bisa memastikannya.

Tidak ada yang bersuara. Hanya suara rintikan hujan yang mendominasi antara mereka. Beberapa kali Alif mencoba untuk menggenggam tangan Lahya, tapi gagal. Istrinya itu memasukkan kedua tangan dalam saku jaket biru tua Alif yang masih jadi favorit.

"Dingin?" tanya Alif melirik istrinya.

"Nggak," jawab Lahya cuek.

Bohong. Alif bisa melihat Lahya semakin mengapit jaket yang dikenakan. Alif berpindah kebelakang Lahya. Ia menarik Lahya dalam dekapannya, lalu membawa Lahya masuk dalam jaket bombernya yang besar. 

"Risih nggak?" tanya Alif pada Lahya yang membeku dalam pelukannya. Tidak ada jawaban. Akhirnya Alif menjatuhkan kepalanya di bahu Lahya. Diam artinya tidak. Oke, mari kita lihat seberapa lama Lahya tidak risih dalam posisi ini.

Lima menit pertama tidak ada pergerakan. Sepuluh menit pun, Lahya masih diam memandang lurus ke depan, enggan menatap Alif. Oke, Alif yang tidak tahan didiamkan istrinya. Jika ada lomba silent treatment mungkin Lahya pemenangnya.

"Sayang? Masih marah, ya? Kamu tau, kan, Mas paling gak bisa didiemin kamu? Mas gak suka sayang," sedih Alif semakin mengeratkan dekapannya.

'-'-'-'

Assalamu'alaikum para jomsfi...!

Ciee yang malmingannya mengiri liat keuwuan Gus polisi yang bucin akut ke Lahya.

Bayangin kalian bisa tuker posisi sama Lahya, apa respon kalian kalau Gus polisi manja kek gitu😭
Gemes gak sih?

Mana nih yang katanya pengen Gus polisi jadi nyata? Hayokkk siap² nabung dari sekarang yah...
Siapa tau dalam waktu dekat Gus polisi bisa dipeluk🤭

Wajib follow ig : @wp_sastralara
Untuk info update biar kalian gak ketinggalan info terbaru soal Gus polisi

Untuk nexxtt bab 4k vote dan 2k komen, tapi updatenya tetep nunggu malming yah...

Bab 48 adalah bab paling² romantis jadi stay tune ya kawan² jangan bosen nungguin mbak author update❤

Nextt spam MasyaAllah...

MasyaAllah >>

MasyaAllah >>

MasyaAllah >>

Continue Reading

You'll Also Like

23.8M 2.5M 73
Bagaimana perasaan kalian jika dijodohkan dengan seseorang yang tidak masuk kedalam kriteria pasangan impian kalian? itulah yang Zara rasakan. Namany...
1.4K 613 13
[ Follow dulu sebelum baca ] Bertemu tidak sengaja? Itulah yang terjadi dengan dua sejoli ini sampai akhirnya tumbuh benih cinta yang sulit dihilang...
361K 15.9K 70
Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir dari keluarga berada dan Alzena dari ke...
286 93 12
{HAPPY READING} Ini tentang lelaki yang harus lumpuh akibat kecelakaan.farhan salah satu ketua geng motor yang baru menjabat sebagai ketua selama 1 b...