SIURUPAN

By meitheoypt

604 87 1

"MENGAKU ATAU MATI?!" Katanya, ada sosok penunggu menyimpan amarah dan ingin balas dendam. Sehingga banyak ke... More

ada GIVEAWAY, WAJIB BACA YA
|01| Lembaran Pertama
|02| Siang Bolong
|03| Susah Melupakan
|04| Rasa Ingin Tahu
|05| Murid Indigo?
|06| Hadirnya
|07| Sebuah Rasa
|08| Gangguan Massal
|09| Teror
|10| Pertemuan
|11| Lembaran Penting mulai Terbuka
|12| Siap Membantu
|13| Kembali Meneror
|14| Rasa Takut
|15| Mimpi yang Sama
|16| Permainan Akan Dimulai
|17| Permainan Sudah Dimulai
|18| Keadaan Darurat
|19| Terjebak
|20| Pertikaian Kecil
|21| Suara Asing
|22| Keadaan Genting
|24| Petunjuk Kecil
|25| Misi
|26| Masa Lalu
|27| Balas Dendam (END)

|23| Bekerja Sama

6 2 0
By meitheoypt

Halo semuanya

Selamat Membaca

Chapter XXIII

Bekerja Sama

| ◆◇◆◇◆◇◆◇ |




Di ruangan dengan cahaya kian remang, lima siswa dan seorang guru terdiam murung. Mereka sibuk berkutat dengan pemikiran masing-masing. Hingga akhirnya salah seorang dari mereka bersuara membuka diskusi. 

"Jadi, apa kita akan diam-diaman aja di sini? Aku bosan!" keluh Tedy mengembuskan napas gusar sembari menyandarkan punggung di dinding. 

"Gini aja. Gimana kalau kita semua keluar dari ruangan ini dan berpencar mencari jalan keluar. Siapapun yang berhasil keluar, harus  meminta bantuan, oke? Kebetulan di luar masih ada banyak guru dan murid yang nunggu." Roy, selaku guru, kini bersuara menyatakan pendapat. 

"Bentar, di luar ada orang?" Satria bertanya dengan kepala dimiringkan. Dahi lelaki itu mengerut, kedua alis saling bertaut. 

"I-i-iya, ma-malah bapak kepala sekolah sudah mendatangkan orang pintar," balas Roy sempat tergagap melihat raut kelima muridnya penuh keheranan. 

"Njir, tadi kami ke sini sekolah sepi lho, Bang! Malah kayak sekolah terbengkalai!" Tedy segera mengeluarkan suara, melontarkan pernyataan yang dialami. 

"Nggak, kok. Tadi masih ada orang."

Terjadilah aksi saling mempertahankan pendapat hingga Tedy dan lainnya sedikit melotot. Mereka saling melempar pandang seraya refleks membuka mulut. 

"Ja-jadi, yang bener mana ini? Ini kita lagi dijebak atau gimana?" tanya Ian. 

Seketika hawa sejuk menari-nari di sekitar mereka. Sesekali udara dingin menusuk tiap inci kulit hingga membuat keenam lelaki tersebut mengusap-usap lengan maupun leher. 

"Ka-kayaknya ki-kita dijebak, deh. Ka-ka-kayaknya ini a-ada hubungannya dengan kebakaran di salah satu ruang di gedung ini." Semua tatapan tertuju pada Sadam. 

"Apa ada yang tau di mana letak ruang yang terbakar itu?" Sadam kembali bertanya sambil menatap intens satu per satu temannya. 

Namun, ekspetasi tak sesuai harapan. Mereka semua menggeleng kecil. Tatapan Sadam pun teralih kepada Roy. Keempat murid lainnya pun turut serta menoleh ke arah sang guru. 

Sontak kedua bola mata Roy membesar. Bagaikan buronan yang tertangkap basah, Roy gelagapan saat ditatap anak didiknya. Bersamaan dengan itu suara pria itu tercekat, seakan tak mampu melontarkan satu kata pun. 

"Ba-ba-bapak tidak tau," balas Roy gagap. Tak lama tatapan mereka teralihkan kembali kepada Sadam. Entah mengapa hal tersebut membuat Roy lega, tetapi keringat mulai mengucur membasahi dahi. 

"Tapi, kalian setuju kalau ini ada hubungannya dengan kejadian kebakaran dua bulan lalu?" tanya Sadam memastikan. 

Ian, Tedy, Satria, serta Davin saling memandang. Tak lama setelahnya mereka menaruh fokus pada Sadam lalu serempak mengangguk. 

"Aku setuju. Sejak awal kita masuk sekolah dan gedung ini ditutup, banyak kejadian aneh muncul. Bahkan kita semua diganggu, 'kan?" Satria memberikan pendapat dengan mengangkat tangan sebelumnya. 

"Ya, aku juga sering didatangi mimpi sama sosok hantu siswa mulutnya robek gitu." Giliran Tedy bersuara menambahkan. Begitu pun lelaki lainnya turut serta menyetujui pendapat Sadam, kecuali guru mereka. Roy sedari tadi terdiam menatap diskusi anak didiknya. Kendati demikian sesekali tatapan pemuda itu tertuju ke arah lantai maupun sembarang arah. 

"Hmm, gini aja. Gimana kalau kita bagi tiga kelompok dan berpencar mencari ruang sumber masalah. Aku rasa ini semua ada kaitannya dengan kebakaran dua bulan lalu. Kita gak mungkin bisa keluar tanpa harus menyelesaikan masalah ini."

"Satria, Tedy, dan Ian, kalian satu tim. Aku, Davin, dan ...," Sadam memandang halus sang guru, "Pak Roy. Kami satu tim. Gimana?"

Tak ada penolakan, mereka semua setuju. Hanya saja Roy yang menyadari pembagian tim tiba-tiba melotot. Baru saja ia hendak melayangkan protes maupun ide lain, Tedy sang adik menginterupsi. 

"Udah, udah, Bang. Udah gak banyak cara lain. Ini juga udah mau malam!" 

Pada akhirnya, mereka berenam bangkit berdiri. Sesuai dengan arahan Sadam, mereka membagi diri sesuai dengan kelompok masing-masing. Saat keluar ruangan pun mereka serempak berjalan. 

Barulah mereka memencar seusai keluar dari ruangan persembunyian tadi. Sebelum memencar pun mereka masih melempar tatapan guna memberi anggukan serta semangat. Alhasil, kelompok Satria berjalan ke sebelah kiri, sedangkan kelompok Sadam ke sebelah kanan. 



A






Matahari kini mulai membenamkan diri di ujung barat. Sinarnya perlahan sirna dan mengukir semburat jingga yang begitu membius mata. Seakan suasana kala itu mampu menyejukkan hati siapa saja. Namun, beda hal dengan sebuah mobil melaju kencang melintasi jalanan. Bahkan lampu lintas mereka terobos. 

"Yah, gak bisa dipercepat lagi gak?"

"Sabar, Mah. Ini juga sudah kecepatan maksimum."

Pasangan suami istri merupakan pemilik mobil hitam tersebut. Si wanita tampak menutupi mulut bergetar dengan tangan. Matanya pun memandang ke sana ke mari, sesekali terpejam erat. Embusan napas beberapa kali terlontar dari celah bibir si wanita. 

Sesampainya di depan gerbang sekolah, pasangan tersebut langsung keluar. Mereka tidak peduli dengan mobil mereka terparkir begitu saja. Lantas pasangan itu berjalan tergesa-gesa menyusuri tiap lorong sekolah. 

Sewaktu mereka melewati taman, mereka menyempatkan diri menemui seorang wanita. 

"Mbak Dini!" panggil si wanita mendekati wanita berbaju rajut biru tua. Wanita dengan sebutan Dini menoleh lalu menerima pelukan adiknya. 

"Akhirnya datang juga kalian!" kata Dini tampak buru-buru. 

"Mbak, di mana anakku? Ada apa sama mereka?!" Si wanita, ibu Tedy dan Roy merangkul keras pundak Dini. 

"Iya, mereka sekarang dalam keadaan gawat. Kalau kita tidak berundak sekarang, nyawa mereka sebagai jaminan."

Terlihat ibunda dua lelaki ini membendung cairan mata. Dengan bibir bergetar ia menanyakan apa yang terjadi serta yang dilakukan oleh anak-anaknya. Namun, si wanita semakin tak kuasa menahan tangis kala Dini menggeleng kecil. Belum ingin memberi tahu sebuah kebenaran. Alhasil wanita bernama Dini itu menarik tangan adiknya dan mengajak mereka ke sebuah gedung yang dipenuhi beberapa orang. 

Bersambung

| ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ |

Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 1.5K 24
Gaiden Nagendra, pria yang terlahir dari keluarga kaya raya, anak dari pemilik sekolah yang cukup terkenal di kota Bandung dan juga pengusaha sukses...
226K 20.9K 36
"Peperangan diantara para belalang adalah pesta bagi kelompok burung gagak." Kematian anggota klub renang bernama Danu yang dinyatakan polisi sebagai...
874K 65.5K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
390 117 18
[JANGAN LUPA KOMEN DAN VOTE YA] Buat kamu yang lagi butuh tempat curhat atau motivasi buat ngejalanin hari hari _____________________________________...