Rembulan Yang Sirna

Por Elmuro11

1.5M 110K 34.4K

Spiritual - Romansa Kisah seorang perempuan yang ditinggal nikah oleh laki-laki yang pernah menyuruhnya untu... Más

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54

Chapter 51

10.4K 1K 384
Por Elmuro11

Dah lama ngilang, maafin ya

Akhir-akhir aku di sibukan dengan hal lain, jadinya aku baru bisa up bulan ini

Jangan lupa Vote+Komen, aku usahain buat update tiap pekannya

Target 2k vote + 2k komen



"Sejauh apa pun jaraknya, do'a aku akan selalu menyertai mu. Perempuan yang membuat aku berkali-kali jatuh cinta kepada orang yang sama. Perempuan yang ketika aku melihatnya, aku ingat pada sang Pencipta."

~Muhammad Zafran Athaillah Al-Kafy~

Hari ini adalah keberangkatan Zafran ke luar kota, mungkin dari luar Zalfa biasa-biasa saja. Tapi jauh dari lubuk hatinya ia tidak mau di tinggal oleh Zafran. Sekalipun hanya 3 hari, tapi mengingat dirinya akan pergi ke pesantren al-fawaz rasa sedihnya sedikit demi sedikit menghilang.

Di perjalanan menuju bandara tepatnya di kursi belakang pengemudi, tak henti-hentinya Zafran memainkan jemari mungil milik Zalfa.

"Gak papa kalau saya tinggal?"

Zalfa tersenyum. "Gak papa mas, lagian kalau aku bilang gak mau di tinggal emang kamu gak jadi berangkatnya? Enggak kan,"

Mendengar ucapan istrinya, Zafran panik. "Maksud mas gak gi-"

Zalfa tertawa, ia mencubit pipi Zafran gemas. "Wajahnya gak usah panik gitu mas, aku cuma bercanda,"

Zafran bernafas lega, ternyata istrinya itu hanya bercanda. "Kirain beneran,"

Zalfa terkekeh mendengar ucapan kesal suaminya. "Lucu juga mas Zafran kalau kesal,"

1 jam berlalu, tak terasa mereka sudah sampai di bandara. Walau pun sudah sampai, Zafran enggan melepaskan tangannya yang terkait di jemari lentik Zalfa.

"Mas udah sampai," Peringat Zalfa, melepaskan tangannya yang di genggam Zafran.

Lalu Zafran mposisikan dirinya agar berhadapan Zalfa. "Iya, mas berangkat dulu ya cantik," Ucap Zafran sembari mengulurkan tangannya.

Zalfa yang paham, ia langsung mencium punggung tangan Zafran bolak-balik. "Hati-hati ya mas,"

"Muhun geulis," Ucap Zafran yang membuat pipi Zalfa bersemu merah. Bagaimana tidak? Ini hal yang tidak biasa bagi Zalfa, ketika suaminya itu berbicara Sunda.

"Pipinya kok tiba-tiba pake blush on sih?"

"Apa sih mas,"

Zafran tersenyum teduh, seperkian detik ia menangkup wajah Zalfa. Refleks Zalfa memejamkan matanya ketika ada benda kenyal yang menempel di keningnya.

Cup

"Jaga diri baik-baik ya cantik, setelah mas pulang. Mas akan segera menjemputmu di rumah kakek," Ucap Zafran mengelus pipi Zalfa lembut.

"Iya mas, aku akan menunggu kamu," Zalfa menyimpan tangannya diatas tangan Zafran yang sedang mengelus pipinya.

"Sejauh apa pun jaraknya, do'a aku akan selalu menyertai mu. Perempuan yang membuat aku berkali-kali jatuh cinta kepada orang yang sama. Perempuan yang ketika aku melihatnya, aku ingat pada sang Pencipta."

"Terima kasih Anindira,"

"Hah?" Zalfa sedikit terkejut ketika mendengar panggilan yang di lontarkan Zafran.

"Hatur nuhun geulis," Ulang Zafran dengan kalimat yang berbeda.

"Sama-sama mas,"

"Yaudah mas berangkat dulu ya, jangan lupa dimana pun kamu jangan lupa buat muroja'ah. Jangan membuat perjuangan kamu selama ini sia-sia, hanya karena kamu malas buat mengulang-ngulang hafalan itu,"

Jlebb

Zalfa terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya ia memeluk Zafran tanpa membuka suara.

"Andai mas Zafran tahu, kalau aku datang ke pesantren itu ingin mencari tahu masa lalu abba,"

Zafran terkejut ketika Zalfa tiba-tiba memeluknya. Lalu tangannya bergerak untuk mengelus punggung Zalfa.

"Jangan khawatir, mas akan segera kembali,"

***

Hari sudah malam, setelah melewati perjalanan yang cukup panjang. Akhirnya Zalfa sudah sampai di pesantren al-fawaz. Pesantren yang amat Zalfa rindui, tempat Zalfa pulang.

"Makasih ya pak, udah nganter sampai sini," Ucap Zalfa kepada supir suruhan Zafran.

"Sama-sama bu,"

Zalfa hanya tersenyum, lalu tatapannya beralih pada suasana pesantren yang memiliki banyak kisah di dalamnya.

"Udahan dulu yuk main sepedanya, perutnya harus diisi bensin dulu. Biar bertenaga," Ucap Ummi Annisa.

"Nenek bawain cookies coklat loh kesukaan kalian," Sambung ummi Annisa.

"Hayo siapa yang mau?"

"Adek nek," Jawab Zalfa kecil antusias, ia berlari mendekati ummi Annisa. Termasuk Fatimah yang mengikuti Zalfa dari belakang.

Tiba-tiba ada seorang perempuan paruh baya yang ngerebut cookies coklat dari tangan Zalfa. "Apa sih, ini buat Fatimah bukan buat kamu."

"Diana!"

"Kenapa? Ummi mau marahin aku? Sadar ummi, dia itu anak pembawa sial. Bahkan nyawa kita taruhannya. Dia gak pantes ada di keluarga ini!"

"Jaga ucapanmu!"

"Lebih baik statusnya di sembunyikan, dari pada pesantren al-fawaz taruhannya. Apalagi pesantren kita kena te-"

"STOP DIANA!" Teriak ummi Annisa, ia sudah tidak tahan lagi dengan putri bungsunya.

Zalfa kecil menangis mendengar pertengkaran ini. Amma Maryam yang melihat itu pun langsung berlari ke arah Zalfa.

"Dek, adek gak papa?"

Kepala Zalfa menggeleng pelan. "Adek itu anak pembawa sial ya Amma?"

Amma Maryam langsung menggelengkan kepalanya. "Enggak, adek bukan anak pembawa sial. Melainkan adek pembawa keberkahan,"

"Amma bohong!" Teriak Zalfa sebelum ia menangis histeris.

"Saudaranya pak kyai ya?" Tanya satpam membuyarkan lamunan Zalfa.

"I-ya," Jawab Zalfa kikuk.

"Itu neng, udah di tunggu sama pak kyai di ndalem,"

"Oh, iya makasih pak,"

Zalfa menatap kepergian satpam itu, lalu ia berjalan ke ndalem. "Ternyata satpam nya beda lagi,"

***

Di ruang tamu, kyai Hasan dan ummi Annisa sedang menunggu kedatangan Zalfa. Mereka sudah tidak sabar bertemu dengan cucu kesayangannya. Apalagi kyai Hasan yang sedari tadi menatap pintu utama yang kelihatan dari ruang tamu.

"Assalamu'alaikum," Mendengar suara itu, kyai Hasan berjalan ke arah pintu.

"Wa'alaikumussalaam,"

"Kakek," Zalfa berlari ke arah Kyai Hasan, ia memeluk erat seolah melepaskan kerinduan yang sudah beberapa bulan tidak bertemu.

"Kakek Zalfa kangen sama kakek," Tatapan Zalfa beralih pada ummi Annisa yang sedang tersenyum padanya.

"Nenek, aku juga kangen loh sama nenek," Memeluknya erat.

Zalfa menguraikan pelukannya. "Nek, nenek udah nyiapin kamar aku belum di asrama santriwati?"

"Udah dong,"

"Makasih nek,"

"Nginapnya cuma sehari semalam, dan itu hanya di hari besok aja," Tegas Kyai Hasan.

"Ta-pi kek,"

"Gak ada bantahan,"

***

Malang, Jawa timur

Zafran berlari memasuki lorong rumah sakit dengan wajah yang penuh kekhawatiran. Sebenarnya kedatangan Zafran ke kota ini, bukan untuk menguruskan pekerjaan. Melainkan bertemu dengan Daffa, seorang supir yang pernah bekerja sebagai supir pak Nizam. Sekaligus orang yang mengendarai mobil sewaktu kecelakaan beliau 22 tahun yang lalu.

Zafran sengaja menyembunyikan ini dari Zalfa, karena menurutnya ini bukan waktu yang tepat untuk Zalfa mengetahui semuanya. Di sana, bukan hanya keluarga pak Daffa saja. Ada Syamil dan Syarif.

"Syam, gimana keadaan pak Daffa?"

"Bang, 2 hari yang lalu pak Daffa sempat kritis. Tapi alhamdulillah, kemarin beliau sudah berhasil menyelesaikan masa kritisnya,"

"Alhamdulillah Yaa Rabb,"

"Beliau juga, tadi nyariin abang. Ada hal yang mau beliau bicarain sama abang,"

Zafran mengangguk, sebelum masuk tidak lupa Zafran menghampiri keluarga pak Daffa. Lebih tepatnya, anak dan istri pak Daffa yang sedang menangis.

"In syaa allah suami ibu baik-baik aja,"

"Makasih pak Zafran," Ucap Ibu itu di sela-sela tangisnya.

"Kalau bukan pak Zafran yang membiayai suami saya, mungkin suami saya sulit untuk sembuh,"

"Ini bukan karena saya, melainkan Allah yang telah menggerakkan hati saya untuk menolong suami ibu,"

Zafran melihat anak kecil berumur 7 tahun ,ia yang sedang memeluk lututnya erat. Sembari mata hasilnya melihat pintu rawat pak Daffa. Zafran mensejajarkan tubuhnya hingga ia bisa melihat lebih dekat. "Anak laki-laki boleh kok nangis, do'ain ayahmu ya. In syaa Allah, ayah kamu baik-baik saja,"

"Beneran om?"

Zafran mengangguk pelan. "Tidak ada yang mustahil bagi Allah,"

"Ada yang namanya Zafran," Suara dokter yang keluar dari ruangan pak Daffa.

"Saya dok," Zafran menghampiri dokter yang sedang di depan pintu rawat.

"Anda di cari pak Daffa, siapa pun boleh masuk ke ruangan pak Daffa. Tapi hanya satu orang saja tidak boleh lebih. Dan untuk anak kecil, di sarankan untuk segera pulang. Di karenakan, untuk umuran seperti itu rawan terkena penyakit,"

Istri pak Daffa mengangguk paham.

"Untuk kondisi pak Daffa sendiri, alhamdulillah beliau sudah lebih baik. Hanya butuh istirahat, saya berharap pak Daffa jangan dulu di bebankan fikiran terlalu banyak. Karena saya khawatir, kondisinya akan memburuk," Jelas dokter sebelum melenggang pergi.

Zafran mendekat ke knop pintu, di lihatnya pak Daffa yang sedang terbaring lemah. Padahal minggu lalu, saat bertemu pak Daffa beliau baik-baik saja. Bukankah takdir tidak ada yang tahu?

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalaam," Jawab pak Daffa dengan suara lemah.

"Nak Zaf-ran," Panggil pak Daffa, membuka alat oksigen yang menutup setengah wajahnya.

Dengan gerakan cepat, Zafran membantu pak Daffa agar mendapatkan posisi yang nyaman.

"Nak Zaf-ran apa ka-bar?" Dengan suara yang terputus-putus.

"Alhamdulillah saya baik, bapak sendiri apa kabar?" Zafran berbalik tanya.

"Ba-ik, ha-nya sedang me-nunggu waktu untuk pulang,"

"Pak Daf-" Ucapan Zafran terhenti, ketika pak Daffa mengeluarkan sebuah map coklat.

Zafran mengerutkan keningnya, ia tidak paham apa maksud pak Daffa memberinya map coklat.

"I-ni apa ya pak?"

"Bu-ka saja,"

Ketika membuka map itu, degup jantung Zafran berdetak lebih cepat. Apalagi ketika tangannya berhasil mengeluarkan sebuah foto keluarga yang tidak asing baginya. Disana terlihat pak Nizam sedang merangkul bu kiya. Zafran membelalakkan matanya, ketika ia melihat orang yang tidak asing berada di foto itu.

"Kenapa di sini ada Niya?"

"Dan laki-laki ini," Zafran mencoba mengingat.

Bugh

Bugh

"Laki-laki ini kan yang pernah memukul saya. Dia siapanya abba ya pak?" Tanya Zafran, berusaha untuk tenang.

"Beliau adalah anak pak Nizam yang pertama, namanya Sahil. Dan di samping den Sahil ada non Niya, kembarannya,"

"Sahil? Anak pertama?"

"Maksudnya bagaimana ya pak?"

"Lalu Safana itu anak siapa pak?" Tanya Zafran cepat.

"Safana itu anaknya bu Kiya dengan suami pertamanya yang meninggal karena penyakit kankernya. Saat kami berada di rumah sakit, pak Nizam mengalami masalah dalam matanya sehingga membuat beliau buta dan butuh pendonor kala itu. Rumah sakit sudah berusaha mencari pendonor untuk pak Nizam. Namun hasilnya nihil,"

"Dan malam itu, sebelum suami bu kiya meninggal. Beliau bersedia mendonorkan matanya dengan syarat pak Nizam harus menikahi bu kiya,"

"Keadaan saat itu begitu genting, dan keluarga bu Maryam pun tidak ada yang bisa di hubungi. Jadi, saya yang mendatangi suratnya demi keselamatan pak Nizam,"

"Jadi Safana itu?"

Pak Daffa mengangguk, Zafran memejamkan matanya erat. "Jadi ini alasan Niya terus mengusik hidup Zalfa, ternyata Niya adalah adik Zalfa hanya beda ibu,"

"Yaa Allah, saya serahkan semuanya kepada engkau. Saya yakin, engkau sebaik-baik penolong,"

"Hanya nak Zafran yang tahu rahasia ini, bahkan bu Maryam tidak kejadian sebenarnya karena ini permintaan bu Kiya. Bahkan ketika bu Maryam di ceraikan oleh pak Nizam, itu atas permintaan bu Kiya yang mengancam pak Nizam dengan alih bahwa bu Maryam selingkuh. Hingga pak Nizam, mengalami kecelakaan untuk kedua kalinya, yang mengakibatkan ingatannya hilang. Karena kekecewaan nya ketika melihat bu maryam sedang berpelukan dengan lelaki lain,"

"Makanya sejak kejadian itu, pak Nizam tidak mengenali bu Maryam. Bahkan tidak pernah melihat langsung putrinya yang dulu beliau nantikan,"

"Padahal dulu pak Nizam sangat menginginkan anak perempuan yang lahir dari rahim bu Maryam, tapi sayang ingatan pak Nizam sudah hilang dari lama," Jelas pak Daffa dengan mata yang berkaca-kaca.

"Pak Daffa tahu semua ini dari siapa?" Tanya Zafran penasaran.

"Dari orang suruhan saya,"

Pak Daffa tersenyum tipis, ia meraih tangan Zafran untuk di genggam.

"Saya berharap nak Zafran bisa melindungi non Zalfa. Karena saya takut, Sahil merencanakan hal yang buruk pada Zalfa. Karena dia tahu, status Zalfa sebenarnya,"

"Apalagi Non Zalfa adalah cucu yang di sembunyikan oleh pihak pesantren,"

Mendengar pernyataan itu, Zafran terdiam sejenak. Fikirannya langsung tertuju pada Zalfa yang saat ini berada di pesantren Al-Fawaz.

"Lebih baik nak Zafran pulang,"

"Ta-pi pak-"

"Non Zalfa butuh sosok suaminya,"

~Bersambung~

***

Gimana kabarnya? Sehatkan kalian?

Gak kerasa ya, ramadhan telah usai. Yuk semangat buat ibadahnya

Hayoh, siapa yang kangen cerita ini? Ku kira aku ngilangnya cuma seminggu ternyata nyampe sebulan😭

Pantesan kalian pada tantrum🤣
Aku gak sadar loh, udah selama itu dan emang akhi-akhir ini ada kesibukan lain

Pokoknya kalian jangan bosen semangati aku ya..

Spam komen 👉

Next di sini👉

Cung yang mau doble up? 😜

Harapan kalian di part selanjutnya 👉

Jangan lupa follow

_______________________

Jum'at, 5 April 2024

Seguir leyendo

También te gustarán

1.9M 211K 51
GUS ILHAM MY HUSBAND 2 Dijodohkan saat libur semester? Menikah dengan orang yang tidak kamu cintai, tidak menentukan kehidupan mu akan suram. Aisyah...
24.9K 2.5K 30
[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 6 Setelah dua minggu berlalu, Ziva dan yang lainnya kembali bekerja seperti biasa. Mereka kembali mendapatkan ka...
2.3M 137K 25
"Menikahlah dengan Mas Adnan, Sa," ulang Dinda dengan pelan. "Kenapa aku harus menikah dengan suami dari sahabatku sendiri? Aku gak mau Din," jelas A...
169K 8.9K 35
"Jangan menikah dengan Perempuan itu! Menikahlah dengan perempuan pilihan Umi, Gus!" Syakila Alquds, sosok gadis yang kehilangan kesucian dan berasa...