SIURUPAN

By meitheoypt

599 87 1

"MENGAKU ATAU MATI?!" Katanya, ada sosok penunggu menyimpan amarah dan ingin balas dendam. Sehingga banyak ke... More

ada GIVEAWAY, WAJIB BACA YA
|01| Lembaran Pertama
|02| Siang Bolong
|03| Susah Melupakan
|04| Rasa Ingin Tahu
|05| Murid Indigo?
|06| Hadirnya
|07| Sebuah Rasa
|08| Gangguan Massal
|09| Teror
|10| Pertemuan
|11| Lembaran Penting mulai Terbuka
|12| Siap Membantu
|13| Kembali Meneror
|14| Rasa Takut
|15| Mimpi yang Sama
|16| Permainan Akan Dimulai
|17| Permainan Sudah Dimulai
|18| Keadaan Darurat
|19| Terjebak
|20| Pertikaian Kecil
|22| Keadaan Genting
|23| Bekerja Sama
|24| Petunjuk Kecil
|25| Misi
|26| Masa Lalu
|27| Balas Dendam (END)

|21| Suara Asing

8 2 0
By meitheoypt

Halo semuanya 👋

Kembali lagi, nih. Sudah siap baca?

Yok bisa yok, jangan lupa vote, komennya ya biar aku senang dan rajin Update lho

Oke deh

Selamat Membaca


Chapter XXI

| Suara Asing |

◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇




Di dalam ruangan dengan pencahayaan kian remang, empat siswa tengah terdiam menunggu kabar dari teman mereka yang keluar. Satunya masih mengutak-atik handphone guna menghubungi siapapun. Sementara itu, tiga lainnya mulai membahas kepergian Sadam dan menerka apa yang akan terjadi.

"Aku gak yakin Sadam bisa cari jalan keluar. Entah-entah sekarang dia sudah diganggu sama hantu di sini," kata Satria lemas. Lelaki itu mengembuskan napas secara gusar. Kepalanya tertunduk, sedang mata terlihat sendu.

Tiba-tiba suara tokek bergema di ruangan itu. Hal ini tentu mengundang atensi Ian yang dari tadi lemah letih lesu. Seketika tubuh lelaki itu fit dan segar. Dengan mata melotot memperhatikan teman-temannya, Ian bersuara.

"Suara tokek! Be-berarti bener kata Satria. Sadam dalam bahaya!"

"Aisssh, jangan bikin takut deh, Ian! Mana ada gitu-gituan. Jangan ngomong asal! Bisa jadi ada suara tokek di sini," sahut Tedy kesal membalas ucapan Ian.

Sungguh Tedy sangat muak. Lelaki itu mengukir raut kesal bercampur takut. Bahkan decakan demi decakan terlontar dari mulut, seakan menunjukkan rasa gelisah. Sesekali ia menggaruk kepala sembari melihat handphone.

Davin ikut mengangguk kecil meski terdiam seribu bahasa. Namun, Ian malah memberi tatapan malas. Tak lama Ia meraih buku kecil usang yang tersimpan di saku celana. Lantas tuan berkacamata ini segera membuka halaman demi halaman.

"Ini ya, aku tuh baca dari buku ini. Buku peninggalan mendiang eyang aku. Ini betul, tau!"

Ian menunjukkan halaman yang membahas tentang suara tokek. Tedy menepuk jidat, Davin menghela napas, dan Satria menggeleng kecil. Langsung saja Davin ikut nimbrung ketika tau Tedy hendak mengumpat ataupun melayangkan protes.

"Udah, udah! Jangan berantam! Sekarang kita harus kerja sama. Gimana caranya kita bisa bebas di sini. Percuma kita berantam gak ada gunanya!" kata Davin menatap lelah mereka berdua.

"Dan, Ian. Mungkin yang Tedy bilang benar. Bisa aja ada tokek di sini, apalagi gedung ini lama gak dipakai. Mending berpikir positif aja," sambung Davin menambahi.

"Ya, yang Davin bilang benar. Kita positif thinking aja, pikirin gimana caranya bisa keluar." Satria ikut nimbrung.

"Ck, aku cuma ngasih tau aja, bukan bermaksud buruk!" gerutu Ian bosan akan reaksi mereka. Ia menggerutu kecil seraya berbalik, berjalan menuju tempatnya semula.

Namun, baru beberapa langkah, laju kaki Ian terhenti kala mendengar suara ketukan pintu. Keempat murid ini melotot sambil memandang satu sama lain. Keringat pun mulai mengucur di dahi. Bahkan ada yang meneguk ludah dan saling menyuruh satu sama lain untuk mengecek.

"Apa mungkin, Sadam?" tanya Ian berbisik.

"Entahlah, tapi kalau Sadam, harusnya dia bilang. Gak cuma ngetuk doang," sahut Satria ikut berbisik.

Semula suara itu perlahan berhenti, membuat mereka bernapas lega. Namun, sayangnya suara ketukan kembali terdengar dan membuat mereka mendadak berkumpul di satu titik. Parahnya, ketukan itu kian mengeras seiring dengan suara laki-laki yang menangis.

"Njir, serem banget. Tedy, bukain pintunya!" ucap Ian mendorong Tedy agar berada di depan.

"Ogah, akh! Mending Satria aja!" Tedy menarik lengan baju Satria, lalu mendorong sang teman supaya berada di depan mereka.

"Lah, ma-ma-masa aku? Gak mau, akh. Mending Davin!" Satria menghampiri Davin yang berada di belakang serta menarik paksa temannya agar berada di depan.

"Woy, kok aku?" Davin bersungut.

Tiga murid lainnya malah berlari kemudian duduk di pojok ruangan. Mereka duduk berdempetan. Saat Davin melihat mereka, ia melongo. Sementara tiga pelaku malah melambaikan tangan seakan mengusir atau menyuruh untuk mengecek sumber suara.

Pada akhirnya, Davin memejam mata seraya mengembuskan napas. Ia mengepal kedua tangan, menyakinkan diri, dan melangkah pelan mendekati pintu. Keberanian lelaki itu mengundang decak kagum dari tiga lelaki di belakang. Akan tetapi, pujian mereka berakhir lirihan kekecewaan kala Davin berbalik, berlari ke arah mereka.

"Njir, aku takut, cok! Kalian aja yang buka!" Davin duduk beringsut di belakang Ian.

"Yeey, badan doang gede, jiwa malah hello tikky!" cibir Satria, Davin tak peduli.

Tiba-tiba suara ketukan berubah menjadu gedoran keras. Keempat murid tersebut berteriak heboh, tapi mereka berusaha menahan teriakan. Suara gedoran pintu semakin keras, ditambah suara tangis dari si hantu kian menyerang. Mereka segera menutup mulut dengan telapak tangan agar keberadaan mereka tak terdeteksi.

"Ya Tuhan, Ian minta maaf kalau selama ini lebih percaya mitos daripada Tuhan sendiri." Ian memejam mata sambil menyatukan kedua tangan merapalkan doa.

"Si anjir, giliran gini aja ingat Tuhan!" ketus Tedy pelan dengan nada bicara masih menyimpan rasa takut.

"Issh, diamlah. Kayak situ bener aja!"

"WOY, BUKA WOY! INI AKU SADAM!"

Sontak keempat lelaki itu kembali melotot dan memandang satu sama lain. Mereka menerka maupun menebak apa benar suara tersebut teman mereka. Sebuah debat kecil pun lahir di tengah-tengah keadaam mencekam.

"Udah, udah. Mending kita suit aja. Yang kalah bukain pintu!" kata Davin menengadahi.

Alhasil mereka berempat sepakat untuk menentukan siapa yang akan membuka pintu. Semula permainan kecil itu menghasilkan nilai seri. Pemenang ataupun yang kalah belum keluar. Hingga akhirnya pada suitan terakhir Davinlah yang kalah.

"Haha, tadi dia yang ngusulin malah dia pula yang kalah," ejek Tedy menahan tawa.

Pada mulanya Davin memasang muka murung nan masam. Ia bergantian menatap pintu dan temannya. Namun, ketiga temannya itu malah menyuruh paksa walau ada nada candaan. Mau tak mau, Davin melaksanakan taruhan. Ia sempat memejam mata, menghela napas, lalu bangkit berdiri dan berjalan ke arah pintu.

Setibanya di tujuan, Davin membuka engsel pintu dengan perlahan walau tangannya gemetaran. Jakun lelaki itu naik turun, detak jantungnya bergemuruh. Tangan Davin puj beralih hendak memutar knop pintu, akan tetapi masih ia pegang. Hingga akhirnya Ia terpaksa memutar lantaran tekanan dari temannya.

Saat Davin berhasil membuka pintu lebar-lebat alangkah kagetnya mereka melihat Sadam bersama dengan seorang pria.

"PAK ROY?!"


Bersambung

| ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ |





Gimana nih teman-teman? Suka gak dengan part kali ini atau bosenin, hehe? Maaf ya kalau partnya pendek

Aku mau ngucapin makasih banyak buat yang udah mampir dan baca. Jangan lupa jejaknya ya, seperti vote, komen, dan follow.

Aku juga minta maaf banget kalau ceritanya jelek dan masih banyak kurang. Terlebih aku minta maaf ya teman-teman kalau ceritanya masih kurang sesuai dengan ekspetasi teman-teman. Aku minta maaf. Aku selalu berusaha utk nampilin yang terbaik

Yang mau krisan juga diperbolehkan ya, aska menggunakan bahasa dan tata etika yang sopan :)


Hehe, Terima kasih banyak

Sampai jumpa 👋

Continue Reading

You'll Also Like

232 68 14
Tentang persahabatan 6 orang yang sedang diteror Untuk memperebutkan 3 dari 6 orang itu
25.9K 2.1K 21
"Sebenarnya yang pacar kamu itu siapa? Aku atau sepupu kamu?" tanya Giana dengan tubuh gemetar. Edgar mengusap wajahnya kesal. "Gue udah bilang berka...
2.3K 2.3K 16
"Jika itu dirimu bagaimana kau menghadapi nya? Cyzarine ksenia alyona
1M 102K 55
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...