***
🐯🦊🐶🐻🐰🐬🐹
***
Kalau banyak typo maafin ya.
***
Tidak terasa tiga minggu berlalu setelah pertemuan Danindra dan Yesline secara tidak sengaja di taman balai kota. Sejak saat itu tidak ada pula pembahasan antara Clarissa dengan Danindra tentang siapakah wanita bernama Yesline di hidup calon suami nya itu.
Dan kini pesta penikahan pun akan segera di helat secara besar-besaran. Bagaimana tidak, 3500 undangan di sebar untuk hadir di acara pernikahan mereka. Berbagai kalangan di undang, bahkan Danindra yang menjadi selebgram dadakan pun sampai menyiarkan live di akun media sosialnya atas permintaan para netijen yang baik dan budiman.
"Ndra lo yang bener lah masa baju bini gue kebuka banget gini?" Keluh Rafi yang datang bersama istri nya.
"Baju nya sama kok sama Yasmine, Teh Zizi dan Teh Gia." Danindra menoleh menatap abang nya. "Lagian kenapa sih lo pagi-pagi udah misuh-misuh aja? Gue lagi degdegan ini takut salah sebut nama."
Ravi menatap tajam adik nya. "Ndra gak lucu banget kalau sampe salah sebut nama. Awas kalau sampe nyebut nama mantan lo! Inget dia yang ninggalin lo demi nikah sama si tentara itu."
"Ya kaga lah gila aja lo." Kilah Danindra yang awalnya hanya bercanda malah di tanggapi serius oleh Ravi.
"Awas kalau masih galauin tu cewek! Gue kebiri tau rasa!"
"Iye iye galak amat lo sama adik sendiri. Yaudah tadi mau komplen apa?" Tanya Danindra yang sekarang tengah memakai beskap sunda untuk akad nya pagi ini. Di bantu oleh staff designer yang secara ekslusif menangani pernikahan akbar Danindra dan Clarissa.
"Ya itu baju nya Nina kok transparan. Bahu bini gue jadi ke ekspos tau."
"Tapi ini kan brukat mas, lagian kamu kok protes nya baru sekarang? Kemarin-kemarin kamu setuju tuh!" Nina mencebik sebal kepada suami nya selalu rewel soal pakaian.
"Ya mas mana tau kalau se-transparan itu bahu kamu, dek."
"Udah Nin, lo ganti pake gamis majlis taklim komplek dah. Ribet banget ini laki lo. Gue lagi ngehapal buat akad nih. Kalau salah sebut mahar kan berabe."
"Ya gak gitu juga kali." Dengus Ravi yang masih menatap nyalang pakaian yang di gunakan istri nya.
"Halo~" Sapa seseorang yang membuat ketiga manusia di ruang tunggu terkejut bukan main.
"Heh KAK PANI! LO DATENG KE NIKAHAN GUE???" Danindra berseru menatap tamu nya yang juga sudah cakep di balut dengan seragam yang sama persis seperti milik Nina.
"Iya dong, kan gue janji mau dateng. Sorry ya gak bantu persiapan nya. Tapi di group gue selalu baca kok."
"Wah parah lo kak! Kita semua nyariin keberadaan lo, gue pikir lo udah di sedot sama megalodon. Ngilang gitu aja sih..."
"Kak Vaniiii.... huhuhu kemana aja kakak sayang?" Nina langsung memeluk Vania dengan erat.
"Tau nih ngilang dua minggu, gak ada kabar. Gak tau apa laki lo udah segila apa? Bapak mertua lo juga panik pas tau lo minggat." Sahut Ravi menatap sahabatnya kini malah terkekeh.
"Hehehehe adalah..." balas Vania sekenanya.
"Ardhan ikut?"
Vania mengangguk "Ada di bawa sama Naren sama Idan. Sambil ngasuh bocil-bocil juga. Kalian kenapa gak keluar? Tamu-tamu udah mulai datang loh."
"Nih laki nya si Nina lagi ribet soal baju."
"Hahaha masih soal baju? Ya ampun gue kira lo udah mulai kendor, Pi."
"Gak bisa kalau urusan nya sama aset hidup gue, Pan."
"Lo habis ini balik ke rumah kan kak? Kita mau tetanggaan lho."
"Hahaha kayaknya balik lagi ke persembunyian, Ndra. Jatah cuti gue masih 3 minggu lagi soalnya."
"Sorry, terus lo sama Bian gimana?" Tanya Ravi yang langsung mendapatkan cubitan maut dari istrinya.
"Gak tau deh. Gue masih berusaha supaya berpikir jernih."
"Gue denger-denger Bang Bian ribut gede sama nyokap nya tau kak. Kayaknya gara-gara kejadian lo di labrak sama Tante Pany tempo hari deh. Terus kalau kalian ketemu sekarang gapapa?"
"Ya gapapa lah... hadapi aja."
"Lo yakin?"
"Yakin. Kita tuh emang butuh space. Karena dari awal masalah ini muncul kita sama-sama gedein ego masing-masing. Susah nemu jalan keluar nya."
"Tapi lo gak akan milih pisah kan?"
"Kalau itu gak tau deh, Ndra. Hahaha. Ih kok kalian muka nya gitu sih? Gue gak papa kok serius. Liat muka gue gak ada sedih-sedih nya kaan?" Seru Vania dengan nada ceria yang dibuat-buat.
"Jangan sok kuat deh lo! Gue tau lo sedih. Lo napa milih minggat sih Pan? Kita semua khawatir lo sama Ardhan minggat. Mana gak bisa di hubungi sama sekali. Laki lo mewek noh."
"Iya kak kita semua khawatir sama kakak. Kakak juga gak ada pamit sama kita."
"Yang namanya minggat ya tanpa pamit, oneng. Konsep nya kan begitu. Kalau pamit ya mau holiday." Sahut Danindra.
"Sembarangan lo bilang bini gue oneng. Gelut ajalah kita."
"Yaelah bercanda gue bang ah. Sewot mulu dih sama gue."
"Minta maaf sama bini gue."
"Ck. Iya iya. Maapin gue ya ipar. Gue gak sengaja. Reflek aja reflek." Danindra berusaha tersenyum semanis mungkin kepada iparnya yang malah tertawa geli.
"Hahaha santai sih Ndra. Mas Ravi nih yang suka lebay."
"Mas gak suka istri mas di katain oneng sama titisan lumba-lumba."
"Mas mas apa yang ngeselin?"
"So sudden amat, Ndra?" Tanya Vania geli.
"Ya tinggal jawab aja."
"Apa?"
"Nyerah."
"Mas-alah buat loh!!!" Tunjuk Danindra tepat di wajah Ravi.
"Anjing ya lo! Mau nikah masih aja ngajak gue gelut terus! Minimal kayak si Aji kek, sama abang nya patuh. Lo sengak banget sama gue. Gue kutuk jadi lo jadi paku biar gue pukul pake palu segede megalodon. Mampus."
"Udah woy! Ini lo mau akad, Ndra. Lo gak degdegan apa? Dulu si Rapi, Idan sama Naren aja sebelum akad gugup banget. Bisa-bisa malah ngebodor gini sih.."
"Ya gue mah slay kak. Yang penting satu tarikan napas. Sah! Unboxing deh." Balas Danindra santai.
"Ya resepsi dulu dongo! Ya kali lo unboxing di tengah acara. Kena jewer Tante Tania tau rasa."
"Hahahaha gak bakal dia emak gue gitu loh. Cees-an sama gue sekarang mah. Apalagi gue bentar lagi login jadi keluarga besar Widjaya. Berarti gue bakal sodaraan juga sama Beno dan Beni. Indra gitu loh..."
"Lo mah nikah bukan karena cinta banget sama Caca. Tapi karena lo terlalu berambisi ketemu Beno dan Beni."
"Yeeeeeuuuuu. Sembarangan kau bahlul."
"Bener-bener lo minta di tempeleng ya!"
"Mas udah mas. Malu kalau sampe ribut beneran." Nina berusaha mengingatkan suami nya yang sudah kepalang emosi.
"Ya ampun kalian malah gosip disini sih? Ayo pada keluar acara nya udah mau di mulai. Petugas KUA nya udah dateng juga tuh." Seru Yasmine sambil geleng-geleng kepala di depan pintu melihat keempat orang di depa nya yang sibuk bergosip.
"Nyokap bokap gue dimana Yas?"
"Udah siap itu di barisan iring-iringan nya. Lagi nungguin lo gak keluar-keluar malah asik gosip disini."
"Bukan gosip Yas... nontonin mey mey sama mail ribut." Sahut Vania geli. Sedangkan Yasmine tertawa saat memahami maksud ucapan Vania barusan.
"Sabar banget kamu Nin. Hahaha" balas Yasmine sembari merangkul tubuh Vania dan Nina secara bersamaan.
"Harus dong kak. Hahahaaha."
"Yaudah yuk kita ke depan aula. Acara mapag panganten nya mau mulai." Ajak Yasmine pada Danindra yang langsung di tarik oleh Ravi.
"Eh gimana rasa nya Ndra? Cindo Surabaya nikahnya adat sunda banget." Tanya Vania sembari berjalan menuju area luar vanue.
"Sebenernya ini emang kepengen gue, kak. Soalnya waktu nikahan Yasmine sama Bang Naren kemarin ngeliatnya seru banget. Terus pas nentuin konsep, gue minta sama Caca khusus buat akad tema nya sunda modern aja. Gue kan lahir dan besar di Bandung, nikah sama orang sunda tulen pula. Makanya gas adat sunda aja."
"A' indra ayo acaranya sudah mau mulai." Panggil seseorang yang ternyata itu adalah salah satu staff wedding organizer yang di sewa di pernikahan Danindra dan Clarissa hari ini.
"Lama buset." Sambut Zidan yang tengah menggendong Ardhan di dalam iring-iringan pengantin laki-laki.
"Gosip dulu bos." Sahut Ravi yang membuat Zidan mendengus.
"Setidaknya ajak gue lah kalau mau hosip tuh."
Selanjutnya acara mapag panganten pun dimulai. Tari Mapag Panganten adalah sebuah tarian arak-arakan yang terdapat dalam serangkaian upacara pernikahan adat Sunda. Dalam bahasa Sunda, mapag berarti menjemput atau menyambut dan panganten berarti pengantin. Tari Mapag Panganten dilakukan di tempat pernikahan berlangsung.
Sekedar informasi ritual mapag panganten biasanya di ramaikan dengan beberapa penampilan dari beberapa seniman sunda, di mulai dari tari merak, lalu di lanjutkan dengan seni bodoran (komedi), karawitan, hingga berbagai petuah kebajikan yang tertuang dengan apik oleh simbol kesenian.
Instrumen sunda yang sangat khas pun mengiringi di setiap proses nya dari awal hingga akhir acara.
Dan yang membuat nya menarik adalah salah satu tokoh penting di upacara mapag panganten yakni Ki Lengser. Ki Lengser umumnya adalah seorang kakek atau pria yang dituakan, ia kemudian akan tampil dalam balutan busana tradisional Sunda.
Saat menampakkan diri, Ki Lengser ditemani oleh seorang pendamping yang nantinya bertugas untuk memayungi pasangan pengantin. Kehadiran Ki Lengser memang selalu ditunggu-tunggu oleh setiap tamu undangan yang hadir. Pasalnya, pembawaan karakter Ki Lengser yang begitu jenaka hampir selalu mampu menarik perhatian sekaligus mengundang gelak tawa. Kecuali Ravi, Vania dan Gavin yang sama sekali tidak begitu mengerti karena bahasa sunda yang di gunakan cukup halus.
Sedangkan Zidan? Pria itu tertawa yang paling keras. Hingga berkali-kali di cubit oleh ibu nya sendiri. Untung saja Ardhan di ambil alih oleh Isyana, kalau tidak pasti balita itu kena mental melihat Zidan yang tertawa sangat keras.
"Aduh sakit ma!"
"Kamu ketawa nya biasa aja dong. Kayak orang kerasukan maung aja." Balas Tania yang sudah sebal dengan kelakuan anaknya. "Jangan buat mama malu sama besan ya kamu!"
Fyi, sebenarnya Zidan, Gia, Yasmine dan Naren tidak perlu ikut iring-iringan calon pengantin pria. Tapi sesuai request si calon pengantin pria yang amat sangat riweuh itu meminta untuk seluruh sahabat nya harus ikut di dalam barisan calon mempelai pria tanpa kecuali. Eh kecuali Gia sih yang sedang hamil tua, jadi posisi Gia di gantikan oleh Tania.
Awalnya Zidan meminta Yasmine yang berdiri di samping nya, dan tentu saja langsung di tolak mentah-mentah oleh Narendra yang mode posesif nya sedang menyala-nyala. "Yasmine kan bini gue, berarti dia baris nya harus sama suami nya. Itu gue!" Begitu katanya.
Sedangkan Aji? Si soon to be duren ini yang mendampinginya malah para bocil. Jendra dan Gavriel. Kedua bocah itu sudah sama-sama tampan menggunakan tuxedo dan kemeja sesuai tema pernikahan Danindra yang serba putih dan abu-abu. Kenapa para bocil? Menurut nya itu lebih baik, dari pada minta bunda nya,
yang mendampingin nya, karena yang ada dia bakal kena cubit bunda nya melulu dan pasti sambil ngomel gara-gara gagal milih istri🤭.
"Haduh kok lama ya? Mas kebelet pipis nih." Keluh Ravi yang tidak bisa diam di tempatnya.
"Mas tahan dulu ya. Ini bentar lagi masuk kok."
"Ck. Gak tahan, dek. Serius ini udah di ujung."
"Aduh masa kamu ngompol nanti, Mas." Ringis Nina yang ikutan bingung.
Berbeda dengan Ravi yang pecicilan karena kebelet kencing, Gavin justru sedang sibuk modus pada istrinya yang hari ini memang sangat cantik karena di make up sedemikian rupa oleh MUA yang memang sengaja di pesan secara khusus oleh swadaya para bapak-bapak yang sayang istri.
"Hon, kamu cantik banget."
"Makasih. Kamu udah bilang berkali-kali loh.."
"Ini suami nya muji kamu, aku lemah liat kecantikan kamu. Serius hon, aku meleyot liat nya."
"Yaudah jangan di liat aku nya. Nanti kaki kamu jadi jelly." Balas Zizi santai. Lebih tepatnya berusaha stay cool biar gak meleleh di puji cantik oleh suami nya.
"Gak bisa. Wajah mu mengalihkan dunia ku."
"Heleh buaya."
"Engkau wanita tercantikku yang pernah ku temukan~
Wajahmu mengalihkan duniaku~"
"Berisik Gavin! Ini lagi di tengah acara kamu malah nyanyi-nyayi. Serius dikit kenapa sih!" Dengus Zizi yang wajah nya sudah sangat memerah.
"Hehehe abis kamu cantik banget hon." Balas Gavin sembari terkekeh.
Sedangkan Aji hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan para pasutri di depan nya. Aneh-aneh semua.
***
"Ndra nanti malam gas ngeng ya gak?" Tanya Zidan sambil menaik turunkan alis nya saat ke tiga bapak-bapak berkumpul di balkon kamar khusus pengantin. Disana juga ada mempelai wanita yang tengah berkumpul bersama para ibu-ibu sambil menunggu di mulainya acara resepsi.
"Main aman dulu bestie. Jangan gragas kayak si Bian dulu. Beres akad main hajar aja. Kasihan anak orang itu pas resepsi jalan nya kayak penguin. " balas Ravi sambil bersidekap di dekat balkon.
"Hahaha iya lagi. Tapi ah gak seru si Sarbian nya lagi gak bisa di ajak bercanda. Diem mulu dia dari tadi. Gue tanya kabar aja, tanduk nya langsung keluar."
"Makanya kalau nanya itu tau kondisi, Dan. Orang lagi galau, tadi juga kayaknya habis ngomong sama Vania mewek dia. Mata nya sembab banget."
Zidan menatap ipar nya tengil. "Sekarang lo bisa gosip ya, Ren. Gak ngaca lo juga mewek setiap liat adek gue? Apalagi jaman-jaman cere dulu."
"Kalau gak gara-gara penyakit iri-an lo juga gue gak akan kaya gitu ke Yasmine."
"Si monyet udah bisa balikin kata-kata gue sekarang."
Narendra tertawa puas melihat wajah Zidan yang terlihat salah tingkah. "Hahahaha lah ngapain idup dendam mulu? Mending damai ajalah. Gue sama Yasmine udah sama-sama move on kok."
"Harus nya jangan langsung lo maafin, Ren. Biar gue bisa liat dia nangis-nangis lagi sambil minta maaf ke lo tempo hari. Pas lo baru sadar."
"Bangsat mey mey. Capek tau gue habis nangis-nangis waktu itu. Gue jadi bayangin artis-artis keren banget deh ya habis adegan nangis masih punya energi lagi. Lah gue? Habis nangis langsung tepar di rumah. Lagian si Naren doang yang maafin gue, pi, adek gue kan dua minggu mogok ngomong sama gue. Kalau bukan karena di bujuk Naren juga kayaknya sampe sekarang adek gue masih mogok ngomong dah."
"Kalau gue jadi Yasmine gak cuma mogok ngomong, yang ada lo bakal gue dorong dari ujung monas, mata lo gue congkel, Atau gue hajar sampe lo abis, adab lo dimana Idan.... Idan.... bisa bisa nya asbun lo buat hubungan orang rusak?"
Zidan garuk-garuk kepala nya. "Iye maapin. Gue salah, gue gak gitu lagi sumpah."
"Udah udah gak usah bahas itu lagi. Lagian-" ucapan Narendra terpotong saat istri cantik nya muncul bersama putri kecilnya.
"Aa boleh minta tolong gendong Luna dulu gak? Aku mau antar abang pup soalnya."
"Boleh sayang. Sini cantik nya ayah..." Narendra mengangguk sembari mengambil alih bayi demplon yang kini sangat manis karena memakai bandana pilihan ayah nya .
"Adududuhh anak ayah kenapa bengong aja sih, nak? Liatin apa sih sayang?" Tanya Narendra kepada sang putri yang terlihat sedih saat melihat bunda nya berjalan menjauhi mereka bersama Jendra.
"Liatin bunda sama abang nya itu." Balas Ravi sembari mencubit pelan pipi bayi yang kini sudah berusia enam bulan.
"Pengen ikut itu si bayi.. Luna mau ikut bunda ya sayang? Kacian di tinggal ya? Aduh gemesin banget sih anak papa yang satu ini."
"Aku itu cantik papa..." balas Narendra dengan suara yang di buat seperti anak kecil seolah mewakili anak nya.
"Iya cantik sekali. Iya? Hahaha ketawa dia." Balas Zidan yang terkekeh saat melihat bayi lucu itu tertawa.
"Ajen sama Luna gen Arsenio nya kuat banget ya? Ini dua anak lo cuma nebeng di rahim bunda nya doang. Luna bb nya berapa sih Ren? Gembul banget."
"Hahaha kemarin juga Yasmine ngeluh gitu. Tapi ya gimana udah gen nya sih. Kalau Luna sekarang udah masuk bulan ke enam berat badan nya 8,5 kilo. Asi nya kuat banget ini."
"Yayayayayayayahhh" racau Luna.
"Iya ini ayah sayang...."
"Yayayayayayayahhhh bwwwaahhhh"
"Udah bisa panggil ayah ya, nak. Aduh lucu nya pengen papa Idan lipet masukin kantong deh. Gemessshhhhh"
"Rafa tuh termasuk bblr, tapi karena laki-laki minum asi nya kuat, ya Alhamdulillah sebulan kemudian naik nya pesat. Dulu Rafa juga sama waktu bayi lebih dulu manggil papa... sampe Nina sebel banget sama gue berhari-hari. Hahaha tapi sekarang mah apa-apa sama mama. Sama gue nya pas minta jajan doang. Atau pas emak nya ngelarang jajan es krim, lari nya ke gue supaya di belain."
"Ya lo kalau lupa Ajen juga bblr, asi Yasmine seret karena permasalahan rumah tangga gue. Tiga bulan pertama dia sempet kurang gizi kan. Tapi ya kita berusaha yang terbaik buat anak, ya Alhamdulillah sekarang normal dan hiperactive juga. Yang masih jadi pr tuh terapi wicara nya yang belum tuntas."
"Iya dulu Ajen kecil banget waktu lahir. Tapi hebat ya itu bocah bisa survive ya di tengah huru hara emak bapaknya. Mana sekarang pinter banget kalau udah ngelobi minta kancut baru sama gue." Balas Zidan sembari menciumi jemari mungil keponakan nya.
"Iya jadi Ajen tuh alhamdulillah banyak yang sayang sama dia, sering banget dapet hadiah baju dari saudara-saudara, dari kalian juga, termasuk celana dalam baru dia tuh banyak banget, dan banyak yang belum terpakai karena anaknya makin gede tiap bulan, bb nya alhamdulliah naik terus. Jadi gue sama bunda nya sepakat kalau baju-baju baru dan celana dalam Ajen yang masih baru kita kasihin ke saudara-saudara Mbak Ami sama Teh Sari di kampung nya masing-masing. Jadi persediaan celana dalam dia di rumah udah sedikit. Makanya dia ngomel mulu ke bunda nya."
"Ternyata pemuja kancut ya tu anak. Gue kira selera nya udah berubah. Konsisten amat anak gue."
"Terus waktu dulu Ajen manggilnya Ayah dulu apa bunda dulu, Ren?" Tanya Ravi.
"Sama kayak Rafa. Panggil nya ayah duluan. Logika nya lebih gampang sih, soalnya penyebutan bunda kan susah ya, jadi di awal bisa ngomong yayah dulu baru usia masuk sembilan bulan mulai manggil dada ke bunda nya."
"Gue jadi penasaran si kembar bakal panggil mama dulu atau papa dulu ya.."
"Mending taruhan aja sama gue gimana?" Ujar Ravi sembari menaik turunkan kedua alisnya.
"Wah parah. Pi, yakali anak di buat taruhan lagi?" Narendra geleng-geleng kepala karena merasa dejavu tatkala Zidan taruhan dengan Ravi di depan baby Rafa yang saat itu baru lahir.
"Gak papa, Ren. Dulu gue kalah. Sekarang gue bakal menang dari si mey mey. Sekarang apa taruhan nya?"
"Kalau gue kalah, gue traktir makan lo sepuasnya, ke resto bintang lima pun gas."
Zidan mengangguk merasa tertarik dengan bujukan Ravi barusan. "Bener nih? Buat dua orang juga dong. Biar gue bisa ajak Gia, gak mau ah kalau sendirian mah, yang ada nanti gue planga plongo doang."
"Dih ga modal."
"Ok gak nih?"
"Ck! Iye iye tapi kalau lo kalah lo beliin gue Innova satu warna putih. Gimana?"
"Mon maap nih letak taruhan nya sebelah mana kalau gitu? Ini mah lo scam nama nya, monyet. Kalau gue kalah, gue rugi banget kalau gitu."
"Cih. Pengecut kalau gitu." Ravi menatap Zidan dengan remeh.
"Bener gak abis pikir gue sama kelakuan lo berdua, masa anak di bikin taruhan mulu."
"Pride seorang bapak, Ren. Sangat di pertaruhkan ini. Dulu gue boleh kalah sampe harus traktir makan ni orang di hotel mahal. Kali ini gue gak akan kalah. Adik Luna setuju kan papa taruhan sama Papa Mey Mey?"
"Hu'uh bwaaaahhhh" balas Luna yang seolah paham dengan pembahasan absurd para bapak-bapak di depan nya.
"Tuh setuju Luna sama gue." Zidan terkekeh kesenangan.
"Gak usah bawa-bawa anak gue heh. Entar bunda nya tau, gue lagi yang kena."
"Lo kenapa jadi susis gini sih, Ren? Istri ngambek hal biasa kali."
Zidan mengangguk setuju dengan Ravi. "Tau cemen lau."
"Heleh lo ribut sama bini lo juga pada kelabakan. Emang gue gak tau apa? Soal taruhan bodo amat lah, tapi jangan bawa-bawa gue." Narendra berjalan menuju ruang tamu yang ada di dalam kamar hotel itu.
"Gak bisa! Heh! mau kemana lo?" Zidan dan Ravi mengikuti Narendra yang kemudian duduk di sofa dekat para ibu-ibu berkumpul. "Lo kan saksi nya sama Luna. Ya kan Luna sayang? Luna saksi nya sama ayah ya? Bantu papa ya, nak?"
"Bwaaahhhhhh bwaaahhhhh bwwwaaahhhh" Luna menyembur ludah nya ke wajah Zidan.
"Nah kan sukurin."
"Adik Luna kok gitu sih sayang? Padahal Papa Idan mau ajak Luna beli pancingan loh sayang..."
"Buat apa? Buat mancing keributan hah? Mending sama Papa Api. Kalau Luna sudah besar nanti Papa Api bakal beliin es krim yang banyak ya?"
"YayayayayYAYAYAHHHH" Jerit Luna yang membuat seluruh atensi manusia di sana menjadi terpusat pada bayi itu.
"Hey bayi kenapa sayang? Nyari bunda ya?" Seru Vania yang sedang menggendong Ardhan yang tertidur pulas.
"AAAKKHHHHHH AAAKKKKHHHHHH"
"Hei lagi doyan teriak-teriak ya si bayi gembul? Mau ikut jejak Om ya nak?" Sahut Danindra yang sedang di pakaikan tuxedo oleh salah satu staff perancang busana untuk resepsi nya nanti.
"Selama Yasmine hamil Luna kan gaul nya sama lo mulu. Mana lo sering neriakin dia lagi."
"Iya istri gue sebel banget sama Indra waktu itu." Timpal Narendra sambil menyeka air liur putrinya.
Sedangkan Zidan mengangguk. "Ya gak heran kalau ni bayi doyan nya jerit-jerit."
"Adik napa?" Tanya Rafa menghampiri Luna yang kaki nya tengah menendang-nendang ke udara sambil terus menyemburkan ludah nya sendiri.
"Hahaha Adik nya lagi bawel, koko. Lagi nyari temen." Kekeh Narendra sambil mengusap rambut Rafa dengan satu tangan nya yang terbebas.
"Temen?"
"Iya sayang."
"Apa Apa temen adik, ayah." Rafa menepuk dada nya sendiri seolah menunjukan bahwa Rafa siap menjadi teman Luna.
"Hahaha sini dong duduk samping ayah koko nya. Adik Luna nya bete nih, pengen di temenin."
Rafa menoleh kearah papa nya yang terkekeh kegemasan. "Papa adik..."
"Iya sayang Adik Luna cantik sekali ya?" Rafa pun mengangguk.
"Eh tapi Luna mah gak kena gaplok Rafa ya waktu lahir. Beda cerita waktu Ardhan lahir langsung dapet sambutan selamat datang dari Rafa. Mana nangisnya kenceng banget."
"Iya nih, anak gue baru juga lahir langsung di tatar sama anak lo, Pi." Kekeh Vania sembari menyimpan Ardhan di stroler nya.
"Hahaha sorry ya, Ardhan. Di luar kendali papa itu mah."
"Koko Rafa mau punya adik gak?" Tanya Zidan yang tiba-tiba sifat iseng nya muncul.
"Jangan mulai jarjit!"
"Apa sih orang gue nanya Rafa anak gue. Bukan elo mey mey!" Dengus Zidan menatap Ravi dengan wajah nya yang menyebalkan. "Rafa mau punya adik gak kaya Adik Luna?"
"Kayak Adik Una?" Tanya Rafa polos.
"Iya.. mau gak? Adik Luna lucu kan?"
Rafa pun mengangguk "Mau.. mau Adik Una, papa."
"Minta sana sama mama." Kompor Zidan. "Jangan minta papa, gak bakal di dengerin. Mama Apa kan baik, pasti kasih adik buat Apa."
Rafa yang polos nan penurut itu langsung mengangguk lalu menghampiri mama nya. "Mama Apa mau adik. Kaya Adik Una..."
"Dan sehari gak ngajak ribut sama gue bisa gak?" Hardik Ravi pada sahabatnya yang sekarang sudah tertawa puas.
Bukan nya kapok, Zidan masih terus melancarkan aksi nya yang membuat Gia geleng-geleng kepala. "Tuh Nin, udah siap itu Rafa punya adik." Goda Zidan yang membuat wajah Nina memerah hingga ke telinga nya.
"Dan jangan iseng dong." Tegur Gia pelan.
"Bercanda doang beb..."
"Om Liam kan kasih kamar nih buat kita dua malam. Gaspol lah buatin adik buat Rafa, biar Luna ada temen nya lagi." Narendra menimpali dengan cengiran nya.
"Tanya aja sama Mas Ravi, orang dia yang gak mau punya anak lagi." Balas Nina setelah bisa mengontrol dirinya sendiri setelah habis-habisan di ledek oleh manusia-manusia menyebalkan di depan nya.
"Loh kenapa sih meymunah?"
"Masih trauma gue pas di ruangan bersalin nya. Apalagi pas lahiran Rafa, Nina sampe di induksi tiga kali. Nanti dulu deh, ya setidaknya dua atau tiga tahun lagi. Nyembuhin mental gue dulu, men."
"Padahal aku bilang aku udah gapapa."
"Tapi Mas gak mau kamu kenapa-kenapa, dek."
"Eh. Tapi iya sih, waktu Ajen dulu Yasmine kan sempat pendarahan. Panik banget gue waktu itu. Sempet gak sadar beberapa jam."
"Sampe mewek kan lo di Indomaret?" Tanya Indra.
"Bisa gak jangan di bagian itu terus yang di bahas nya?" Narendra keki. "Tapi pas Luna alhamdulillah engga, cuma trauma pendarahan dulu kerasa banget sampe menjelang Yasmine melahirkan si bayi."
"Tapi gak salah loh, Ren. Kayaknya hampir semua suami nangis pas istri nya melahirkan. Gue juga nangis begitu denger suara nangis Rafa, apalagi pas adzanin dia. Parah... terharu banget."
"Indra juga nangis kan?"
"Hah siapa?" Tanya Clarissa terkejut dengan ucapan Zizi yang kini baru ikut bergabung bersama suami dan anaknya. Jadi Danindra punya anak?
"Hahaha bukan gitu Ca. Dulu Gavriel lahir yang nemenin di ruang bersalin Indra sama Yasmine. Bahkan yang ngadzanin Indra juga. Hahaha."
"Kok bisa?" Tanya Clarissa penasaran.
"Ya karena Bapak nya Gavriel brengsek Ca." Sahut Gavin sembari tersenyum miris.
"Heh itu elo dong, bang! Hahaha." Zidan tertawa puas.
"Ya panjang cerita kapan-kapan kita gibahin para suami sama istri-istri yang lain ya?"
"Gibah mulu lo para bini. Panas nih telinga kita."
"Btw Indra hebat loh kalau gitu."
"Wah! Iya dong Kak Pani. Gak sia-sia gue mondok tiga taun. Walaupun kena botak mulu. Tapi jago adzan nih gue."
"Bian juga nangis dulu ya kan Pan? Cieelah diem-dieman aje sama suami sendiri. Gimana udah melepas rindu nya belum di basement tadi?" Ledek Ravi yang ikut-ikutan menggoda Vania.
"Apaan sih! Gak nyambung."
"Tadi ngomongin apa sih Pan? Spill lah sama kita-kita." Timpal Narendra.
"Dih Ren, gak biasa nya lo kepoan. Lo kalau kepo tanya aja sendiri ke orang nya lagi di luar."
"Kaga ah. Kita masih belum saling tanya."
"Kayak nya bapak Naren cukup tersinggung dengan ucapan suami anda Ibu Pani."
"Akhirnya gue bisa liat upin ipin perang saudara. Pusing gue liat si mail, mey mey sama jarjit mulu yang ribut." Gavin menimpali sembari terkekeh geli.
"Gue malah baru tau kalian ada masalah. Kenapa sih Ren? Lo beneran ribut sama Bian? Soal apa?"
"Ya persoalan nya masih sama, teh. Cuma kalau sama gue gak sebesar sekarang, bahkan efek nya sampe Pania pergi dan cuti. Dulu tuh masih kecil tapi tu orang denial waktu gue tegur, udah gitu dia malah balas ngata-ngatain gue yang cukup ngelukain harga diri gue sebagai suami dan ayah." Padahal kalau bukan karena kelakuan tu orang yang selalu memanfaatkan kondisi, gue gak akan sejahat itu sama Yasmine. Lanjutnya di dalam hati.
"Iye lo berdua tonjok-tonjokan di gudang kan."
"Ya nama nya emosi udah gak kontrol lagi. Dan"
"Itu juga di pisahin karena si Iqbal anak didik nya Idan yang secara kebetulan lagi mau ke gudang. Kalau kaga ada Iqbal, gak tau lagi gue itu anak dua seancur apa." Balas Ravi. "Eh gimana cerita yang tadi dong Pan?"
"Udah ih jangan bahas itu terus."
"Tapi Pan, saran gue lo pikirin bae-bae. Jangan sampe laki lo ikut jejak Naren dan Aji. Ngeduda gak enak."
"Kaya pernah nyobain aja lo" kekeh Zizi geli.
"Ya testimoni dari mantan bapak duda kembang nih."
"Sorry ya Pan, kali ini gue gak bisa kasih saran. Soalnya takut salah omong lagi. Yang ada gue tonjok-tonjokan lagi sama laki lo entar. Tapi semoga lo bisa lebih kuat aja buat ngejalanin nya. Akal sehat lo juga jalan, sebisa mungkin ambil jalan nya jangan sambil emosi. Nanti lo sendiri yang nyesel."
"Hahaha apaan sih kalian kenapa jadi malah pada bahas gue sih? Gue gak papa loh. Tapi thanks Ren..."
"Heleh gak papa tapi minggat."
"Ya menenangkan diri gak ada salah nya dong?" Sahut Yasmine yang kini baru bergabung setelah menemani putra nya pup. "Pake tuxedo nya lagi ya sayang? Acara nya sebentar lagi mulai." Ucap Yasmine kepada putra nya yang seperti nya habis menangis.
"Nah ini alumni perminggatan membela."
"Enak aja."
"Loh iya kan? Dulu kamu minggat berbulan-bulan, dek."
"Lho, ini Ajen kenapa?" Tanya Gavin heran.
"Belum makan berat tapi udah pengen es krim. Sempet aku omelin dikit. Hehehe."
"Mam dulu, nanti sama ayah di ambilin es krim ya sayang?" Bisik Narendra sembari menyeka air mata putra nya yang tengah menunduk sembari sesenggukan.
"Bwwaaahhhhhh bwwwwwaahhhhhhhh"
"Adek....." Jendra menciumi jemari kecil adiknya. Seperti mengadu kalau bocah itu habis nangis karena dilarang makan es krim oleh bunda mereka.
"Btw lo minggat kemana dah Pan? Bener-bener gak bisa di lacak. Persis Yasmine dulu."
"Rahasia." Kekeh Vania saat menatap Yasmine yang mengerling.
"Dih pelit." Bibir Zidsn mencebik kesal.
"Kalau gue bilang sama lo pada gue kemana, bukan minggat lagi esensi nya kalau gitu. Jadi, biarin gue menepi dulu beberapa saat ya... gue janji, gue dan Ardhan pasti balik lagi dengan sehat dan selamat."
"Kita semua cuma bisa doain lo doang."
"Makasih ya gengs. Terharu gue sama kepedulian lo semua."
"Iya kita kan peduli lindungi eaaaaa... eeaaaaa...."
"Idan..."
"Ampun beb."
***
Setelah akad nikah tadi berjalan dengan lancar. Lalu di lanjutkan dengan pengambilan foto kedua pengantin baik bersama para keluarga, tamu dan yang tidak boleh ketinggalan tentu nya geng mulut lancip beserta para istri. Termasuk Fabian dan Vania yang sama-sama berdiri berdampingan tapi malah kikuk satu sama lain.
Dan kini acara resepsi di lanjutkan setelah satu setengah jam break yang di isi gibahan para member mulut lancip.
Sudah saat nya para bridesmaid dan groomsmen kembali berbaris dengan rapi di belakang pengantin untuk melakukan kirab mengantarkan pengantin ke singgasana nya.
Sebenarnya acara yang di harapkan pengantin adalah acara yang penuh kesakralan dan penuh khidmat. Tapi kita tidak boleh berharap kepada manusia-manusia introvert yang jika di kumpulkan akan sangat berisik.
Karena sejak tadi Zidan dan Ravi sudah dorong-dorongan siapa yang akan berdiri di belakang pengantin, maka yang kalah akan jadi babu seharian ini.
"Taruhan apa lagi mereka?" Tanya Gavin menatap kedua manusia yang ribut di hadapan nya.
Narendra menoleh kebelakang. "Gak ngerti lagi, sehari gak taruhan bakal tipes kali."
"Bapak-bapak mohon berbaris ya, acara nya akan di mulai." Tegur salah satu staff wedding organizer di acara resepsi Danindra dan Clarissa.
"Bentar mbak ini saya lagi taruhan sama si mini."
"Mohon maaf bapak tapi rundown acara nya gak bisa di undur lagi, silahkan berbaris dengan tertib ya..."
"Udah gunting kertas batu tiga kali." Narendra menjadi wasit nya.
"Aa ih!" Yasmine mencubit perut rata suami nya.
"Biarin Yang, gak bakal beres kalau mereka masih dorong-dorongan mah."
"YEAH GUE MENANG. Kuy my babi babu berdiri di belakang gue." Ucap Ravi songong.
"Ck. Awas lo gue bales."
"Heh my babi babu gak boleh bilang jelek sama tuan nya."
"Sabar Ya Allah sabar Idan baik Idan sabar Idan ganteng...."
"Mohon maaf-"
"Ok mbak sabar, mbak emosi kan? Sama saya juga." Potong Zidan tatkala si staff yang sama akan kembali menegurnya.
"Idan...."
"Mey mey nya tu beb." Adu Zidan tatkala Gia menghampiri nya.
"Kamu juga jangan ribut mulu dong, Dan. Itu Ambu kamu udah kesel liat kamu."
Zidan menoleh mengikuti arah yang di tunjukan oleh istrinya. "hehehe ampun Ambu." Kekeh nya tatkala mendapatkan pelototan gahar dari nenek nya yang terkenal galak itu.
"Makanya kamu diem disini." Ucap Gia yang memutuskan ikut kirab supaya bisa mengamankan suami nya yang selalu menjadi pengrusuh.
"Selamat Siang dan selamat datang
kami ucapkan kepada Bapak dan ibu sekalian yang telah hadir di Grand ballroom Pullman Bandung Convention Center dalam acara
RESEPSI PERNIKAHAN CLARISSA CAITLYN WIDJAYA, putri sulung Bapak Benyamin Widjaya dan Ibu Dayana Theodora dengan DANINDRA EBRAHIM SUBAGJO, Putra bungsu Bapaķ Liam Tantono Subagjo dan Ibu Sabrina Sarasvati." Ucap presenter pria dalam membuka acara resepsi pernikahan Danindra dan Clarissa siang ini.
"Tuh udah mulai, kalau kamu gak bisa diem aku beneran marah lho, Dan." Bisik Gia sembari mengamit lengan suami nya supaya tidak pecicilan. Untung nya Gia sabar.
"Iya iya..." ucap Zidan yang merengut karena masih bete kalah taruhan.
"Hadirin yang berbahagia, sesaat lagi kita akan menyambut kedua mempelai melangkah menuju singgasana pelaminan. Karenanya marilah kita satukan pandangan dan kita sambut kehadiran kedua mempelai CLARISSA CAITLYN WIDJAYA DAN DANINDRA EBRAHIM SUBAGJO"
Lalu iring-iringan kedua pengantin itu di mulai dengan berjalan perlahan menuju singgasana mereka yang di iringi oleh instrumen sexophone beautiful in white. Lagu favorit sang mempelai wanita.
Hingga beberapa saat setelahnya kedua pengantin itu sampai di singgasana mereka yang bari ini menjadi raja dan ratu sehari, kemudian para pengiring pengantin pun sudah kembali duduk di tempat yang telah di sediakan. Terkecuali Ravi yang di minta untuk sambutan di hadapan para tamu.
"Selamat siang semua nya, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh... Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Pada kesempatan yang berbahagia ini, Sabtu, 24 Februari 2024, kita semua masih diberi nikmat sehat, dan sempat, sehingga dapat bertemu dan berkumpul dalam rangka menjadi saksi dan sekaligus mendoakan kepada Adik kami Danindra dan Clarissa di hari bahagia mereka.
Sebelum nya perkenalkan saya Raviandra kakak kedua nya Danindra. Sebenarnya yang harus berdiri disini sejati adalah kakak pertama saya, Ko Zeva. Tapi karena saya kalah suit, jadi saya lah yang berdiri disini untuk menyapa kalian." Ucap Ravi yang membuat para tamu tertawa dengan sedikit guyonan Ravi di pembukaan sambutan ini.
"Saya mewakili kelurga mengucapkan banyak terima kasih kepada para tamu yang sudi datang jauh-jauh untung menghadiri acara pernikahan adik-adik kami. Dan suatu kehormatan bagi kami sekeluarga kepada para tamu yang menyempatkan datang ke acara syukuran atas pernikahan Danindra dan Clarissa.
Pertama-tama saya sangat bersyukur karena tuhan telah memberikan saya adik yang baik hati dan penolong. Ya walaupun hampir setiap hari saya dan Danindra selalu meributkan hal yang remeh. Tapi tanpa kita sadari bahwa interaksi kita yang unik itu membuat kita menjadi semakin menyayangi satu sama lain. Usia kita hanya terpaut satu tahun, itulah kenapa kita lebih dekat di bandingkan dengan koko kita. Sebenarnya bukan tidak dekat dengan kakak sulung kami, tapi saya dan Danindra itu gaul nya dalam satu sirkel pertemanan yang sama jadi buat kita lebih sering berinteraksi. Apalagi setelah menikah Danindra dan Clarissa memutuskan tinggal di lingkungan perumahan kita. Ya cocok lah drngan slogan sirkel kami yaitu '4L' yang artinya 'Lo lagi, Lo lagi.' Karena dari kita kecil sampai berumah tangga, orang nya itu-itu aja." Sambung Ravi yang membuat para member mulut lancip tertawa, termasuk Fabian meski hanya tertawa kecil saja. Maklum lagi galau parah.
"Sedikit cerita walaupun kami terlahir dari rahim yang sama, tapi qadarullah nasib kita sangat berbeda. Dulu saya menikah di usia yang cukup muda yaitu usia dua puluh empat tahun. Dulu saat saya memutuskan menikahi istri saya sebenarnya Indra lah orang yang paling vokal menolak pernikahan itu. Alasan nya karena dia takut kalau setelah menikah, saya gak mempedulikan dia lagi. Dia takut kalau dia bakal di tinggal sama saya. Karena walaupun sering nya kita berantem, tapi kami selalu ada satu sama lain. Kami tau timing nya ketika kita saling membutuhkan. Dan sudah jelas kami tau kalau kami saling menyayangi. Tapi seiring berjalan nya waktu Indra adik kesayangan kami yang paling support ketika saya dan istri menemukan kendala di rumah tangga kami. Dan saya sangat bersyukur akan hal itu."
"Dua kali gagal menikah, membuat adik saya banyak menarik diri karena minder dengan kondisi nya saat itu. Apalagi Danindra ini anak nya ceria jadi waktu dia kenapa-kenapa, kita selaku keluarga ngerasain banget gimana kekalutan adik saya waktu itu. Lagi-lagi saya bersyukur di ujung kepasrahan adik saya dalam mencari jodoh, bertemu lah adik saya dengan Clarissa atau Caca yang baru banget pulang S2 di Australia. Setelah melalui banyak proses perkenalan tiba-tiba adik saya bilang kalau dia ingin melamar Caca, entah kenapa dia ngerasa cocok dengan kepribadian Caca yang baik dan santun.
Saya jadi ingat di suatu malam adik saya bilang 'Caca perempuan yang selama ini gue cari, bang' walaupun mereka baru mengenal satu sama lain. Tapi sekarang mereka membuktikan walaupun baru mengenal dan satu tahun masa pendekatan akhirnya di hari yang berbahagia ini terjadilah pernikahan antara adik saya dan Caca hari ini."
"Untuk Caca saya bisa jamin adik saya orang yang tulus, dia sangat menghargai perempuan. Walaupun saya kakak nya tapi saya banyak belajar dari adik saya yang sangat suka menolong banyak sesama, ketulusan hati nya, memiliki sifat penyayang kepada anak kecil, dan selalu menghargai orang yang lebih tua. Makanya sangat gampang buat papa nya Caca kepincut sama adik saya."
"Dan kami ucapkan kepada Caca selamat datang di keluarga kami, sebenarnya keluarga kami itu bukan keluarga yang sempurna, keluarga kami juga masih sangat banyak kurang nya, tapi semoga dengan hadir nya kamu di keluarga kami dapat menciptakan warna baru untuk kita semua.
Terima kasih sudah menerima pinangan keluarga kami. Saya selaku kakak berharap pernikahan kalian selalu di beri kebahagiaan. Barakallahu laka wa baarakaa alaika wa jama'a bainakumaa fii khoir.. Semoga Allah memberkahi pernikahan kalian dalam segala hal dan mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan.. aamiin..." ucap Ravi dengan mata yang berkaca-kaca menatap adik nya yang sudah menangis haru di kursi singgasana nya.
"Kamu keren mas. Aku bangga!" Bisik Nina di telinga suami nya yang hanya bisa terpaku melihat adik kesayangan nya sudah menikah."
"Nah kalau ada sambutan lain kali lo aja ya, pi. Kali-kali jangan numbalin gue terus." Ucap Narendra yang duduk tepat di belakang Ravi. "Alah... mewek si mey mey.."
"Diem Ren, nanti Aji nikah lagi juga lo ngerasain kayak gue."
"Hahaha iye iye sorry. Jarang banget liat lo nangis."
"Hahaha eh my babi babu mana? Gue haus nih.."
"Tadi sih ke toilet ngomong nya." Balas Narendra.
"Bilang aja tu orang males ngelayanin gue. Pura-pura ke wc."
"Samperin sana..."
"Nanti deh habis ini kita salaman sama pengantin dulu, baru gue cari my babi babu." Balas Ravi yang di angguki oleh Narendra.
***
Hai....
Buat yang nanyain Bian dan Vania sabar ya.. insya allah spill tipis-tipis di chapter depan.
Sekarang kita biarin Indra nikah dulu, kasihan orang nya udah kebelet nikah dari dulu gagal mulu🤭🤭
Selamat membaca.