SIURUPAN

By meitheoypt

604 87 1

"MENGAKU ATAU MATI?!" Katanya, ada sosok penunggu menyimpan amarah dan ingin balas dendam. Sehingga banyak ke... More

ada GIVEAWAY, WAJIB BACA YA
|01| Lembaran Pertama
|02| Siang Bolong
|03| Susah Melupakan
|04| Rasa Ingin Tahu
|05| Murid Indigo?
|06| Hadirnya
|07| Sebuah Rasa
|08| Gangguan Massal
|09| Teror
|10| Pertemuan
|11| Lembaran Penting mulai Terbuka
|12| Siap Membantu
|14| Rasa Takut
|15| Mimpi yang Sama
|16| Permainan Akan Dimulai
|17| Permainan Sudah Dimulai
|18| Keadaan Darurat
|19| Terjebak
|20| Pertikaian Kecil
|21| Suara Asing
|22| Keadaan Genting
|23| Bekerja Sama
|24| Petunjuk Kecil
|25| Misi
|26| Masa Lalu
|27| Balas Dendam (END)

|13| Kembali Meneror

11 2 0
By meitheoypt


Halo semuanya 👋

Kembali lagi nih dengan aku, author kece, hihi

Aku mau bilang, makasih buat yang udah mampir dan baca cerita ini. Jangan sungkan sungkan untuk ninggalin jejak berupa Vote, Komen, maupun follow ya. Biar aku juga rajin update ceritanya lho. Hehe

Yang mau kasih kritik saran juga diperbolehkan ygy asal menggunakan bahasa yang sopan :)

Nb: paragraf tulisan miring= Flashback/masa lalu

Selamat Membaca



Chapter XIII

Kembali Meneror

◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇



"Kakak pulang!"

Sosok remaja lelaki bertubuh tinggi nan atletis baru saja menginjakkan kaki usai membuka pintu rumah. Tak butuh waktu lama, ia tertawa riang kala adik perempuannya menampakkan diri, berlari dan lambang memeluk. Gadis itu memeluknya sambil melompat kegirangan.

"Yeey, kak Jason pulang. Oleh-olehnya mana?"

Gadis bernama Diva melepaskan pelukan lalu menengadahkan tangan. Gadis berambut pendek itu memahat senyum lebar hingga lesung pipi pun ikut tergambar. Lantas sang kakak, Jason, kembali tertawa sembari mengusap-usap kepala sang adik.

"Heeeh, kakaknya baru pulang lomba malah minta oleh-oleh bukannya biarin kakaknya istirahat dulu."

Seorang wanita paruh bayah datang dari belakang dan melempar candaan kepada gadis bernama Diva. Wanita itu membawa nampan berisi minum dan meletakkan di meja. Setelahnya ia menerima uluran tangan dari Jason yang berniat menyalim.

"Selamat ya anak mamah, kamu hebat, bisa sampai menjuarai lombanya," ucap si wanita lembut menarik tubuh sang putra ke dalam pelukan.

"Ihhh, gak seru mama ihh! Kakak kan udah seminggu di luar kota karena lombanya, Ma. Kakak udah janji juga bawa oleh-oleh!" balas Diva merengek kecil seraya menggembungkan pipi.

Jason sendiri mengeluarkan tawa kecil. Ia tampak gemas melihat adik satu-satunya. Lantas lelaki berseragam putih berompi hitam ini mengajak sang adik untuk duduk di sofa. Tangan yang menenteng beberapa tas dan kantong plastik membuat mata Diva berbinar.

"Nih, kakak ada oleh-oleh untuk adik kesayangan kakak ini." Jason mengeluarkan kotak hadiah kepada Diva.

Sementara wanita berstatus ibu mengukir senyum kecil di wajah sambil menatap kedua anaknya. Ia pun duduk di sofa satu lagi guna menatap tingkah gemas kedua buah hati.

"Oh, iya, Jason. Katanya beberapa minggu lagi kamu akan mengikuti lomba, ya?"

Tatapan Jason semula tertuju pada tingkah Diva yang kegirangan membuka kado. Namun, atensi pemuda itu teralihkan ke arah sang ibu.

"Akh, iya, Mah. Jason bakal ikut lomba itu. Kebetulan itu lomba yang Jason pengen ikutin dari dulu. Bahkan Jason udah nyiapin ini berbulan-bulan."

Si wanita sedikit memiringkan kepala dengan seutas senyum terpahat di wajah. Ibu dan anak itu saling memberi tatap untuk sejenak. Sampai pandangan si wanita mendadak tak terarah pada sang putra dan kepala tertunduk. Tentu membuat si putra sulung khawatir dan segera bertanya.

"Nggak, Mama gak kenapa." Si wanita membalas tatapan cemas sang anak sambil menggeleng kecil. Wanita berbaju rajut itu menggenggam tangan sang putra.

"Mama gak tau kenapa perasaan mama gak enak. Tapi, mama cuma mau pesan kamu selalu jaga-jaga, Nak. Mama tidak pernah menuntut, yang penting kamu selalu sehat udah bikin mama senang," lirih sang bunda.

Jason mengembuskan napas lega. Ia menganggukkan kepala seraya memberi senyum. Ia kembali menggenggam lebih erat tangan sang ibu.

"Pasti. Jason bakal jaga diri. Anak mama ini kan udah besar," kata Jason terkekeh. Bagaikan anak kecil saja kala tangannya mengarahkan tangan sang ibu ke pipi agar digenggam serta dielus.






Sadam, lelaki berpipi sedikit gembul ini masih berada di kediaman keluarga Diva, adik kelasnya. Kini ia tengah berada di ruang keluarga. Ia berjalan mendekati dinding dan menatap satu per satu foto yang tergantung maupun terletak. Foto pada umumnya, dimana terdapat sebuah keluarga maupun sang anak saja.

Langkah Sadam tiba-tiba berhenti kala melihat satu gambar. Sebuah foto dimana seorang remaja lelaki seukurannya berdiri tersenyum sambil memegang piala. Tak ia sadari kedua tangannya perlahan memegang bingkai foto tersebut dan menatap intens.

"Maaf, kak Sadam. Sepertinya ibu masih sedih. Dia nggak bisa diganggu saat ini. Belum bisa dibujuk."

Diva datang dari belakang membuat Sadam hampir menjatuhkan foto tersebut. Lantas ia mengembalikan benda tadi ke tempat semula dan berbalik mendekati sang adik kelas.

"Akhh, ga papa, Diva. Lain kali saja aku datang," ucap Sadam meraih tasnya.

"Tapi tugas kakak mewawancarai seorang pedagang gimana?" Seolah khawatir dan merasa bersalah, Diva membuat Sadam berpikir dua kali lipat. Lelaki berompi hitam ini memandang ke atas dengan jari telunjuk tangan mengetuk-ngetuk dagu seperti berpikir.

"Gak masalah. Guru kami juga bilang agar tidak memaksa kalau memang tidak memungkinkan. Tapi  ...." Sadam mendekati Diva, menatap adik kelasnya itu.

Raut ramah penuh senyum milik Sadam perlahan memudar dan tergantikan oleh tatapan sayu. Dengan suara berat, tapi sedikit bergetar seolah menahan tangis, Sadam bersuara.

"Boleh kan kamu menceritakan semua tentangnya." Diva dibuat heran oleh kakak kelasnya, terutama Sadam menunjuk foto di belakang.







Pria muda berprofesi guru alias Roy memarkirkan mobil di halaman depan rumah. Usai keluar dari kendaraan beroda empat tersebut dan memastikan semuanya aman, pria muda tersebut memasuki rumah. Saat membuka pintu pun ia tak menemukan orang di rumah. Suasana kala itu gelap gulita. Lantas Roy segera mencari saklar dan menyalakan sumber penerangan rumah mereka.

"Tumben Tedy belum pulang jam segini. Udah sore juga ini. Biasanya dia paling cepat pulang," gumam Roy menaruh pandangan pada jam di tangan.

Tak mau ambil pusing, Roy bergegas berjalan menuju dapur. Usai melepas sepatu dan mengganti dengan sandal, pria muda itu memasuki dapur sambil bersiul. Ia mendekati dispenser usai mengambil gelas dan berniat melepas dahaga.

"BANG ROY, AKU PULANG!"

"YAAA!" Roy menyahut membalas teriakan Tedy dari depan saat ia sedang menunggu air terisi penuh di gelas.

Sesudah memindahkan cairan bening tersebut ke dalam tubuh, Roy mengernyit heran. Ia berbalik dan memanggil-manggil nama sang adik.

"Tumben adem-adem aja? Biasanya ngoceh cariin aku. Ganti baju kali ya," gumamnya sekali lagi. Namun, Roy tetap tidak ambil pusing.

Ia keluar dari dapur dan berjalan menuju kamar melewati anak tangga. Pria muda berkemeja biru ini berjalan sambil memainkan HP. Saat menaiki dan menginjak satu dua anak tangga, suara Tedy kembali menginterupsi.

"BANG ROY, ADA MAKANAN APA?"

"Lihat aja di dapur, mama udah masak juga, jangan bawel, deh!" sahut Roy masih fokus kepada benda canggih di tangan.

Belum habis anak tangga, langkah Roy tiba-tiba terhenti. Ia mendengar dapur begitu berisik. Suara orang tengah mengambil piring dan membuka lemari amat nyaring di gendang telinga. Alhasil, ia berbalik dan kembali berjalan menuju dapur.

"Aisshh, Tedy! Bisa gak jangan ribut-ribut kalau mau makan?! Kebiasaan deh dibi--"

Hendak memasuki dapur langkah pria itu terhenti di ambang pintu. Bagaikan patung, kedua belah bibir Roy tak mampu bersatu. Tubuhnya mendadak kaku, mata melotot besar, serta benda canggih di tangan tiba-tiba terjatuh ke lantai.

Tak hanya itu tubuh Roy bergetar hebat kala melihat seorang lelaki berseragam lusuh berdiri di depan lemari yang terbuka. Kepala lelaki tersebut perlahan berputar seratus delapan puluh derajat. Muka dengan mulut robek dan mata tercongkel keluar membuat Roy berteriak tanpa henti.

Sosok lelaki dengan mulut robek tersebut tersenyum lebar. Ia melayang mendekati dan kini mulutnya membiarkan darah mengucur jatuh ke lantai. Tawa yang terlontar pun semakin membuat Roy ketakutan. Terlebih bau anyir serta aroma busuk dari lelaki itu membuat jantung Roy berpacu cepat.

"Haha, kenapa takut? Bukankah ini karyamu sendiri? Kau yang membuat kenapa takut?!" ejek sosok tersebut dengan tawa semakin menggelegar. Kini, sosok menyeramkan itu berada tepat di depan muka Roy. 


Bersambung

◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇



Gimana nih part kali ini teman-teman?

Kira-kira apa yang terjadi ya?

Seru gak? Hehe, Aku minta maaf ya kalau ceritanya jelek dan masih banyak kurang. Terlebih aku minta maaf ya teman-teman kalau ceritanya masih kurang sesuai dengan ekspetasi teman-teman. Aku minta maaf. Aku selalu berusaha utk nampilin yang terbaik

Tapiiii

Aku mau  ngucapin makasih banyak buat yg udah mau mampir, baca, dan dukung

Jangan lupa vote, komen, kalau ada krisan diperbolehkan juga, serta jangan lupa follow aku ya teman-teman



Sampai jumpa👋

Continue Reading

You'll Also Like

390 117 18
[JANGAN LUPA KOMEN DAN VOTE YA] Buat kamu yang lagi butuh tempat curhat atau motivasi buat ngejalanin hari hari _____________________________________...
3.4K 587 27
Raga terbelenggu luka Duka membunuh sukma Memang berat untuk melupakan sosok yang dicintai apalagi menjadi sosok penguat baginya. Walaupun ia berusah...
234K 12K 52
⚠️ SUDAH TERBIT‼️ (PART MASIH LENGKAP) Ini adalah kisah seorang gadis penari ballet, Arunala Putri Sahdewa yg hidup berdua bersama kakak laki-lakinya...
839K 172K 80
Diterbitkan oleh Penerbit Grass Media (Tersedia di TBO & Gramedia) *** Elang, Emillio Elang Nugroho, mahasiswa semester sepuluh dengan segudang teka...