ALIF

By Sastra_Lara

6.3M 445K 51.9K

Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang... More

00
Saya Figur Utama dan Maaf
01. Kesaksian
02. Patah
03. Tangis
04. Introgasi
05. Gus Polisi
06. Mas Ganteng
07. Jatuh Cinta
08. Raden Parama
09. Datang
10. Maaf
11. Beringin Tikungan
12. Apel Mama
13. Disegani
14. Cemburu
15. Hukuman
16. Kubu mana?
17. Pelet Abah
18. Qobiltu Ijazah
19. Halo Dek!
20. Kalung Anak Kecil
21. Restu
22. Tingkahnya atau Anaknya?
23. Tidak Setuju
24. Pesan Baper
25. Pengen Pulang
26. Hilang Wibawa
27. Menantang
28. Kalah Jauh
29. Saingan
30. Perjuangan
31. Aku Disini
32. Pertimbangan
33. Angsa Putih
34. Lamaran
35. Cinta Parama?
36. Manipulatif
37. Tujuan Hidup
38. Terulang
40. Saksi SAH
41. Bertunangan?
42. Cinta Segitiga
43. Kesempatan
44. Didikan
45. Label Halal
46. Delusi
47. Romantisasi
48. Harmoni Hujan
49. Janji Liya
50. Satu dan Setia
51. Ibu dan Kari
52. Wes Angel
53. Kehilangan kedua kali?
54. Giandra Pangestu
55. ATM Gian
56. Masih Ada Rasa?

39. Diusir atau Diterima?

82.6K 9.1K 1.2K
By Sastra_Lara

Mari melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Sebaiknya vote sebelum membaca dikarenakan setelah membaca banyak yang lupa ingatan.

"Lahya, mboten pareng nggih Nduk? Bukan hanya kamu yang sakit jika seperti ini, tapi saya dan bapak juga. Sampun nggih?" kata Alif pelan menahan kedua tangan Lahya secara paksa.

"Lihat bapak. Lahya lihat bapak sudah menangis melihat kamu seperti ini," kata Alif menyadarkan Lahya agar mau melihat pak Yasin yang menangisi keadaan anaknya.

Lahya begitu kuat memberontak sampai jarum infus lepas. Darah segar mengalir dari bekas jarum infus yang tercabut. Darah Lahya pun ikut mengotori tangan Alif.

"Astagfirullah Lahya." Cepat-cepat Alif menekan bekas jarum infus di tangan Lahya.

"Lahya capek. Kepala Lahya sakit!" teriak Lahya sebelum menjatuhkan kepalanya di dada Alif. Tenaga melemah. Ia lelah memberontak saat semua orang menahan tubuhnya.

Lahya menangis sejadi-jadinya. Ia menangis, wajahnya bersembunyi di dada Alif. Perlahan ia merasa tangan-tangan mulai lepas dari tubuhnya yang berhenti memberontak.

"Lahya?" panggil Alif tidak bisa dalam posisi seperti sekarang. Semua mata menatap ke arah mereka berdua sekarang.

"Infusnya lepas, saya panggil suster dulu, ya?" alibi Alif masih menekan bekas jarum infus di tangan Lahya.

Lahya menggeleng. Ia sesegukan. Air matanya sudah habis keluar. Kepalanya kembali berdenyut kuat. Ia tidak bisa berfikir apa pun sekarang. Otaknya buntu. Dunianya hancur. Mentalnya rusak. Isi kepalanya dipenuhi bayang-bayang masa lalu.

Alif sendiri tak henti-henti beristigfar. Ini salah. Penyesalan terbesar sudah hinggap di hatinya. Ia takut Tuhannya cemburu. Ia tidak mau berpisah dengan Lahya. Ia takut saat Tuhannya cemburu dan malah akan memisahkannya dari Lahya, sebab cara mereka salah. Mereka belum sah, tapi sudah melewati batas.

"Lahya sama aku aja. Biar Gus Alif panggil suster dulu," ucap Nadine melihat Alif tidak nyaman.

Lahya menggeleng. "Gus, jangan tingalin Lahya."

"Kalian belum mahram. Jangan seperti ini, ya, Nduk?" Pak Yasin mengingatkan anaknya.

Alif menatap pak Yasin dan Giandra tidak enak hati. Dengan terpaksa Alif menjauh. Sementara Lahya, menatap tidak percaya ke arah Alif. Alif bahkan menaruh tangan Lahya perlahan menyadari darah sudah berhenti keluar dari bekas jarum infusnya. Air matanya kembali mengalir, sebuah ketakutan besar menyerang dadanya. Ia begitu takut polisi muda ini akan meninggalkannya setelah semua ini.

Pasti Alif sudah tidak mau dengan gadis tidak waras sepertinya. Alif pasti merasa jijik dengan kejadian sepuluh tahun lalu. Memangnya siapa juga yang mau dengan bekas pedofil seperti dirinya. Lahya benci. Ia benci dengan isi pikirannya sendiri.

"PERGI!" teriak Lahya pada Alif. "Pergi. Semuanya pergi!"

"Lahya?" Ayasya kaget. Ia baru datang tapi disuguhi oleh kekacauan dalam ruang rawat Lahya. Untung saja ruang rawat Lahya VIP, jadi tidak mengganggu pasien lain.

"Lahya_"

"Pergi Gus! Pergi!"

"Lahya?!"

"Lahya benci sama Gus Alif. Lahya benci. Benci!"

"Jangan seperti ini Lahya."

"Pergi....!!!! Gus pasti sudah tidak mau sama perempuan gak waras seperti Lahya. Pergi!" usir Lahya melepar Alif dengan bantal dan jaketnya.

Alif terkejut dengan perubahan yang terjadi dalam diri Lahya. Mata Alif berkaca-kaca, ia mengepalkan kuat kedua tangannya. Jaket biru tuanya tergeletak di atas lantai sudah tidak berguna untuk mengobati trauma Lahya.

"Tangan Mas Alif kenapa?" kaget Ayasya melihat banyak darah di tangan kiri kakaknya.

Alif membuka tangannya. "Darah Lahya, infusnya lepas," jawab Alif singkat. "Kamu ini sedang bicara apa Lahya?" tanya Alif dengan hati yang sakit.

"Gus Alif pasti mau ninggalin Lahya, kan? Pasti Gus Alif jijik dengan bekas pedofil seperti Lahya," ucap Lahya menatap benci ke arah Alif.

Semua orang terkejut. Tak habis pikir dengan pikiran Lahya yang aneh-aneh. Pak Yasin sudah frustasi mengusap air matanya sendiri. Ingin rasanya ia mengadu ke sang istri disaat seperti ini. Ia tidak tahu Lahya selama ini masih tersiksa dengan kejadian 10 tahun silam. Ia merasa tidak berguna sebagia orang tua.

"Le, udah-udah. Jangan diladeni dulu. Ayok keluar. Pikiran Lahya sedang kacau. Gak bisa kamu kalah. Ayok!" Pak Yasin menarik paksa Alif keluar ruang rawat.

Semua keluar ruang rawat kecuali, Nadine dan Ayasya yang berusaha menenangkan tangis pilu Lahya. Pak Yasin kembali duduk di bangku koridor RS bersama Alif, sedangkan Giandra pergi memanggil perawat untuk kembali memasang infus Lahya.

Pandangan Alif kosong menatap tangannya yang penuh darah Lahya. Sakit. Hatinya sakit bukan main. Bagaimana gadis itu bisa berfikir bahwa Alif akan meninggalkannya? Untuk pergi kembali bertugas saja, berat rasanya bagi Alif. Mungkin ia tidak akan mampu meninggalkan Lahya di saat seperti ini.

Baru saja kemarin merasakan cintanya berbalas, tapi hari ini ia malah diusir oleh gadis pujaannya. Apa yang dipikirkan gadis itu tentangnya? Alif tulus mencintainya. Jika memang sejak awal Alif mempermasalahkan hal itu, ia tidak akan sampai melamar Lahya.

"Pilihan ditanganmu, Le. Sebelum semua terlambat, sebaiknya kamu tidak usah menikahi anak Bapak."

Alif membelalakkan mata. Ia menegakkan tubuhnya, lalu menggeleng. "Saya tulus mencintai Lahya, Pak. Tolong biarkan saya menikahi Lahya. Saya akan sabar mengurusnya. Perlahan saya akan coba mengobati lukanya."

Pak Yasin menggeleng tidak yakin. "Begini saja kamu sudah kuwalahan. Bapak tidak ingin kamu menyesal setelah menikahi Lahya nanti."

"Karirmu baik, rejekimu bagus, akhlakmu tertata, kamu mapan dari segi mana pun. Cari perempuan yang lebih baik dan sempurna dari Lahya," sambung pak Yasin.

"Saya tidak butuh yang sempurna, Pak. Yang saya butuhkan hanya Lahya. Saya mohon jangan minta saya melepas Lahya setelah berjuang sejauh ini," mohon Alif sudah menahan tangis setengah mati.

Alif tidak tahu bagaimana jadinya ia tanpa Lahya. Sepuluh tahun ditinggal tanpa kabar saja sudah membuat Alif keteteran mencari kesana kemari. Bahkan, sampai menjadi abdi negara demi menemukanya. Sekarang? Bisa-bisa yang gila malah Alif karena tak bisa bersama Lahya Deemah.

"Apa yang kamu harapkan dari Lahya, Le? Sekali seumur hidup terlalu lama untuk kamu habiskan bersama anak Bapak yang penuh luka trauma."

"Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumussalam."

Alif berdiri melihat orang tuanya datang. "Ummi. Abah?!"

Alif langsung memeluk umminya. Ia menitikkan air matanya. Membiarkan hijab umminya basah karena tangis anak laki-lakinya. Alif bukan anak kecil, tapi siapa yang tak menangis bila diusir pergi oleh orang yang dicintainya dan dipaksa menyerah oleh orang tuanya.

'-'-'-'

Alif terduduk lesu di salah satu tiang dalam masjid dekat RS dimana Lahya dirawat. Dadanya sesak bukan main. Tangannya tak berhenti berdzikir guna melapangkan hatinya. Doanya tak pernah terputus agar diberi jalan keluar dari semua masalah hari ini. Apakah cintanya akan kandas untuk kedua kali?

"Ndan?"

Alif melirik Joni yang mendekat. "Ada apa Jon?"

"Maaf kalau menganggu dzikir Komandan. Kami mau bicara diluar sebentar. Ada yang ingin kami beri tahu tentang Lahya," ucap Joni sedikit takut-takut.

Alif mengangguk. Saat berjalan keluar, ia tidak sengaja berpas-pasan dengan Rama yang baru masuk masjid untuk menunaikan shalat maghrib. Mahasiswa itu melewatinya begitu saja seolah tak saling mengenal.

Helaan nafas berat terhembus. Alif tidak berani masuk ruang rawat Lahya setelah diusir, sementara Rama masuk ketika Lahya tertidur. Mahasiswa itu menemani Lahya bersama Nadine dan Gian saat anak gadis itu terlelap.

"Ada apa dengan Lahya?' tanya Alif tak lagi bersemangat hidup.

Hana bergerak mengambil ponselnya. "Saya mengirim rekam panggilan ke grup whatsapp Ndan. Silahkan didengar dulu, Ndan."

Alif mengambil ponselnya dari saku celana. Ia membuka pesan grup bersama anggota-anggotanya, kemudian mengunduh rekaman yang Hana maksud.

"Bukan aku yang makan imbasnya. Justru jabang bayi kamu yang kena imbas karena harus nanggung dosa ibu yang gak tau malu."

"Siapa peduli? Tah yang nanggung malu itu kamu, bukan aku. Yang viral di portal osis, kan, juga namamu sama anak badung itu, bukan aku. Ck. Ah, kok, gak pernah kepikiran, ya?

Ck, apa jangan-jangan berita yang osis terbitin bener soal kamu sama anak badung itu yang berduaan di UKS bener terjadi? Sayang di UKS gak ada cctv. Coba ada cctv, mungkin video kamu bakal diperjual beliin, tuh."

"Wihh Sar, jangan mancing. Aku sama Nadine itu sebelas, dua belas, bedanya Nadine gak kenal tempat dan gak mau tau aturan. Ini jatuhnya kamu lagi nyeritain diri kamu sendiri, bukan mau nuduh aku. Ngomong-ngomong kamu mainnya sama siapa?"

Alif tertunduk, diusap alisnya kasar. Lahya benar-benar tidak bisa ditebak. Penuturan gadis itu menyesuaikan siapa lawan bicaranya. Ia pikir Lahya anak polos yang manja, nyatanya semua hanya formalitas semata. Didengar dari kalimatnya saja membuat Alif yakin, anak gadis itu pemberani.

Dikantin sekolah, Lahya berhasil melumpuhkan lawannya hanya dengan satu kali tendangan. Masuk BK karena beradu cakar dan jambak dengan Sarah. Anak itu menyesuaikan siapa lawannya. Sayang sekali, memang kelemahan Lahya ada pada pedofil itu.

Alif mengepalkan tangannya kuat setiap Sarah merendahkan Lahya. Pantas saja Lahya tidak bisa menahan amarahnya dihina seperti itu. Alif saja yang mendengar ingin mengamuk rasanya.

"Aku atau kamu yang takut ketahuan hamil sampai gugurin kandungan?"

"Kalau iya, kenapa, ha? Mau laporin? Terus ada yang percaya sama kamu? Yang ada kamu bakal makin dibenci seSMA TB karena nuduh sembarang. Dasar cewek munafik!"

Alif sontak menjauhkan speaker ponselnya dari telinga. Hanya terdengar jeritan dari pertengkaran Lahya dan Sarah. Rekaman terhenti. Alif menatap curiga kepada anggotanya.

"Darimana?" Satu kata dengan tatapan tajam dari Alif berhasil menciutkan mental anggotanya.

Hana dan Joni sudah keringat dingin. Tidak pernah mereka mendapat tatapan seperti itu dari komandannya. Mereka salah. Mereka harus mengakuinya. Cepat atau lambat pasti akan ketahuan juga. Jadi mereka memilih mengaku saja dari pada ketahuan.

"Siap Ndan. Itu rekam panggilan Lahya. Saya yang menelpon Lahya karena dia mencari kalung dari ibunya," jawab Hana tanpa ragu. Setelah Hana menelpon hari itu, ia pikir sudah memutuskan panggilan. Namun, percakapan Lahya dan Sarah membuat Hana langsung tergerak untuk merekam.

Alif mengernyitkan dahinya. "Saya masih butuh penjelasan."

Joni mengulurkan kalung milik Lahya yang sempat dibawa bertahun-tahun oleh Komandannya.

Alif mengambil kalung Lahya yang sudah putus dari Joni. "Jelaskan!" kata Alif berusaha menahan amarahnya. Ia tidak ingin memarahi anggotanya di depan masjid yang terbilang ramai.

"Maaf Ndan. Selama ini kasus berkembang karena informasi yang kami dapat dari Lahya dan Nadine. Kami meminta maaf karena sudah melibatkan Lahya dan Nadine untuk menjadi mata-mata di SMA TB."

"Kalian_" Hampir-hampir saja Alif meledak di tempat umum. "Allahuakbar. Astagfirullah!" Alif menarik frustasi rambutnya.

Hana dan Joni masih dalam posisi siap. Mereka sudah siap menerima apa pun konsekuensinya nanti.

"Pantas saja, kenapa saya tidak pernah terpikir saat Lahya bersembunyi di gudang kebun. Kalian tahu siapa yang sekarang sedang kita selidiki? Guru BK dan tukang kebun itu serigala berbulu domba. Kalian ini benar-benar ingin membuat saya marah?"

"Siap, tidak Ndan! Kami benar-benar meminta maaf," jawab Joni

"Selesaikan kasusnya malam ini. Urus surat penangkapan dan penggeledahan. Besok, kita turun ke SMA TB. Mengerti?"

"Tapi Ndan, bukannya rencana masih minggu depan?" tanya Hana bingung dengan keputusan Komandannya.

Joni menggetik jari tangan Hana di bawah. Ia memperingati bahwa sekarang Komandan dalam keadaan marah dan kacau.

"Siap Ndan, mengerti!" jawab Joni.

"Andai terjadi sesuatu terhadap Lahya dan itu karena kalian. Saya pastikan kalian dipecat dari jabatan kalian yang sekarang."

Hana menutup mata. Suara komandannya tidak tinggi, tapi inilah yang paling mereka takuti. Suara rendah dan tatapan mata elangnya yang menusuk. Lahya benar-benar berharga bagi komandan mereka.

"Sekali lagi kami meminta maaf atas tindakan kami yang salah, Ndan." Joni bersuara dengan tegas. Bukan tidak takut pada Alif, tapi ia tegas dengan kesalahan yang diperbuat.

"Tetap awasi pergerakan Sarah, guru BK dan tukang kebun itu."

"Baik Ndan!"

"Sebelum turun, saya mau kalian membersihkan nama baik Lahya," ucap Alif.

"Siap Ndan. Caranya bagaimana, Ndan?" tanya Hana.

Alif membuka sesuatu di ponselnya. "Cari Koran yang memuat berita ini. Copy sebanyak-banyaknya dan temple di mading SMA TB sebelum para siswa datang. Ini berita lain yang memuat kasus Lahya 10 tahun yang lalu."

Hana dan Joni membaca isi berita dari ponsel Alif. Isi beritanya memuat tentang remaja laki-laki yang tak sengaja menemukan gadis sekarat korban pedofil di pasar malam. Foto remaja laki-laki dalam beritanya persis seperti komandan mereka.

"Anak laki-laki ini, Komandan?" tanya Joni.

Alif mengangguk. "Saya yang menyelamatkan Lahya sepuluh tahun lalu. Ikuti cara Sarah, copy sebanyak-banyaknya, sebar seSMA TB, dengan begitu tidak akan ada lagi yang berani merendahkan Lahya. Identitas saya akan diketahui secara otomatis dan tidak ada lagi fitnah antara Malik dan Lahya."

Joni dan Hana mengangguk paham. Mereka mengembalikan ponsel Alif.

"Saya yakin, guru BK yang memberi tau Sarah berita ini, sampai Sarah berani untuk menyebarkan satu sekolah. Guru BK itu juga pasti sudah tau siapa saya. Maka dari itu cari keberadaannya malam ini dan awasi sampai besok. Jangan sampai kabur, apalagi keluar kota. Itu akan lebih sulit."

"Baik Ndan!"

'-'-'-'

"Gak pulang Mas?" tanya Ayasya melihat Alif duduk di luar ruang rawat.

Alif terdiam, enggan menjawab. Ia sibuk meniti kalung Lahya yang sudah putus. Cantik, seperti yang punya. Sampai-sampai ingin kalung ini kembali padanya bersama pemiliknya.

"Lahya cariin Mas Alif terus," ujar Ayasya duduk bersama kakaknya. "Mas tau gak, kenapa Lahya bisa marah seperti tadi?" tanya Ayasya ingin mengajak kakaknya mengobrol dan berhenti melamun.

"Sebenernya Lahya takut kalo-kalo Mas Alif bakal jauhin dia atau bahkan sampai ninggalin dia."

Tahu. Alif tahu.

"Lahya dari tadi nyariin Mas Alif, tapi ditahan sama ummi, abah dan pak Yasin. Aya kasihan sama Lahya, Mas."

Alif tidak tahu itu benar atau cuma sekedar penghibur dikala hatinya patah sekarang.

Ayasya menghela nafas sabar. "Tau, ah, Mas Alif gak seru. Semangat dong. Lahya aja udah mulai tenang dan membaik. Masa jadi gantian mas Alif yang lemah, lesu, loyo kayak gini."

Alif menyandarkan tubuhnya ke belakang. Kepalanya mendongak ke atas. Bagaimana ia bisa bersemangat, pak Yasin memintanya untuk berhenti memperjuangkan Lahya.

Ayasya menepuk lengan Alif. "Mas tadi di masjid gak ketemu abah sama pak Yasin?"

Alif menggeleng.

"Mas mau tau gak, apa yang abah lakukan sekarang?"

"Apa memangnya?"

"Ada deh, entar juga tau sendiri. Awas aja entar kalau tau senengnya kebablasan," peringat Ayasya.

Alif tidak memiliki tenaga untuk menanggapi adiknya. Ia menutup mata. Hampir satu hari penuh ia belum tidur. Ia mengantuk, tapi sulit rasanya tidur dalam keadaan tidak tenang seperti sekarang. Pikirannya kacau, terbagi rata antara Lahya dan pekerjaannya. Hatinya kalang kabut dipenuhi ketidakpastian. Ingin bertahan, tapi dipaksa meninggalkan.

"Abah?!" Suara Ayasya membangunkan Alif.

"Ummi panggil keluar dulu. Ada yang mau dibicarakan. Kamu ganti jaga Lahya, ya?" minta abah Ali pada anak keduanya.

"Iya Abah," jawab Ayasya. "Mas mau masuk gak?" tawar Ayasya dengan berbisik karena takut abahnya dan Pak Yasin melarang lagi.

"Alif tidak boleh masuk," kilah abah Ali masih bagus pendengarannya.

Ayasya terkekeh kikuk. Buru-buru ia masuk karena takut abahnya.

"Alif?"

"Iya Bah?"

"Kenapa belum pulang? Jam besuk sudah hampir selesai. Mau sampai kapan disini?" tanya abah Ali mengintrogasi anaknya

Alif tertunduk. "Alif tidak tega meninggalkan Lahya, Bah."

"Ada pak Yasin, pamannya, sepupunya. Apa yang kamu khawatirkan lagi?" Ali menskakmat anak sulungnya.

"Kamu mau disini, Le?" tanya Pak Yasin hanya setelah mengamati keduanya.

Alif ragu menjawab. Ia justru menoleh saat umminya keluar dari ruang rawat Lahya. Umminya berjalan dengan pelan mendekati mereka.

"Bagaimana Ummi?" tanya abah Ali pada istrinya.

"Alhamdulillah, Lahya mau." jawabnya.

"Kamu mau menemani Lahya, Le?" tanya abah Ali pada anak sulungnya.

"Jika diizinkan pak Yasin, Alif akan menjaga Lahya dari luar saja."

Abah Ali menggeleng. "Bukan menjaga diluar, tapi menemani didalam. Menemani Lahya sampai seterusnya, kamu sanggup?"

Alif bingung. Ia belum mengerti. Tidak mungkin ia akan menemani Lahya di dalam ruangan. Mereka bukan mahram. Bisa disleding pak Yasin juga dia menemani anak orang yang bukan siapa-siapanya.

"Kamu bisa, tidak? Menemani, menjaga dan mengurus putri Bapak sepanjang hayat kamu?" Pertanyaan itu kini datang dari pak Yasin.

"Kalau kamu mau menemaninya, temani dia diruang rawat, bukan diluar. Kamu mencintainya bukan? Halalkan Lahya. Anaknya sudah mencari kamu sejak tadi," tutur pak Yasin semakin ambigu diotak Alif.

"Kamu bawa cincin lamaran kamu untuk dijadikan mas kawin atau uang cash?" tanya abah Ali segera.

"Ada Bah." Akhirnya Alif paham. "Ada di mobil, tapi bagaimana dengan sekolah Lahya? Apa Lahya mau menikah dengan Alif?"

"Sedari awal Lahya sudah menerima pinangan kamu, Nak. Maafkan Ummi, Lahya belum menjawab lamaran kamu atas permintaan Ummi sampai kamu mau menjadi wali nikah Ning Farah," jelas Intan.

Semuanya, Intan yang merencanakan. Sedari ia meminta Lahya untuk tidak menjawab lamaran Alif, Farah yang mengantar undangan untuk Lahya secara langsung, sampai Lahya yang membujuk Alif untuk menjadi wali nikah Farah. Itu semua rencana Intan. Ia ingin bukti nyata bahwa putranya hanya mencintai Lahya seorang. Dan semua sudah terbukti.

"Maafkan Ummi, ya, Nak? Sekarang kamu mau menikahi Lahya secara agama dulu? Kami tidak tega melihat kalian yang selalu ingin bersama, tapi terhalang waktu. Kami pikir untuk sementara kalian menikah secara agama dulu. Untuk pernikahan sipil, nanti setelah Lahya ujian, kalian langsung pengajuan. Tidak lama, hanya dua bulan dari sekarang. Bagaimana?"

Alif mengangguk mantap, meski masih belum percaya dengan pengakuan umminya. "Iya Umm. Alif mau menikahi Lahya."

"Ambil mas kawinmu, Nak. Kami tunggu di masjid luar tadi," ujar abah Ali menepuk bahu anaknya.

'-'-'-'

Hop-hop-hop......sip! Senengnya kerasa sampai ke authornya. Terpantau banyak yang cuma baca nih....itu itu hayok ngaku yang cuma baca tapi gak vote! Masih mbak author pantau ya kalian😒

Seneng ikut seneng, sedih ikut sedih, nyengir nyampe gigi kering, tapi gak vote dan komen. Emang boleh se silent readers itu? Bolehlah kali vote dan komen, lagian juga gratis kok. Tinggal pencet gambar bintang doang, ya kali berat? Ygy.

Gimana nih perasaannya dibaba ini? Kena prank diawal bab 39. Awas hati-hati masih banyak prank menanti dan selamat menikmati. Hihihi. Untuk next bab 900 vote dan 600 komen. Spoiler, bab selanjutnya siapin tisu dan jangan baca di tempat umum.

Pasti udah gak sabar, kan? Spam masyaAllah untum nexttt bab...

MasyaAllah>>>

MasyaAllah>>>

MasyaAllah>>>

Continue Reading

You'll Also Like

8.2K 417 107
☸☸☸ Hanya untaian kalimat tak bertuan yang mencari sebuah jalan pulang. ~S.Choir ☸☸☸ ⚠jika ingin mengupload kata-kata yang ada disini jangan lupa se...
4.7M 285K 60
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas, menikah dengan seorang pria yang kerap...
160K 10.1K 20
Ada legenda yang mengatakan, berciuman dibawah tanaman Mistletoe akan mengukuhkan cinta yang tulus dan abadi. Cinta yang tak mengenal syarat dan kond...
490K 60.3K 17
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...