"Lagi itung apaan lo, Tut?"
Lisa yang sedang serius dengan kalkulatornya ditanya Aji yang sedang mengintip dari balik pundaknya.
"RAB proyek baru?" Tambahnya lagi.
"Bukan." Jawab Lisa sambil terus menghitung angka-angka yang dia pindahkan dari aplikasi gojeknya.
"Terus?"
"Reimburse gojek gue."
"Hah? Sekarang kantor bayarin itu? Kok gue nggak tau?" Aji pun langsung membuka aplikasi gojeknya.
"Ih enggak! Ini buat Pak Thoriq. Soalnya dua minggu ini gue nggak nebeng dia. Jadi gue harus ngasih receipt gojeknya. Kalau nggak pas-pas. Nanti dia transfernya sembarangan."
"Hah? Ditransfer berapa emang kalau nggak lo rinci?"
"Masa gue pernah ditransfer lima juta? Gila aja! Pertanggungjawaban akhiratnya gede, kalau gue dikira malaikat mark up harga gimana?"
"Tut...." Aji menatap Lisa dengan pandangan ngeri sekaligus takjub. Dua ekspresi yang kontras. Tapi, memang itu yang dia rasakan.
"Apa? Duh! Tadi ini berapa ya? Ah elo sih! Jadi lupa kan gue!?"
"Lo mau gue gantiin jadi pacarnya Pak Thoriq nggak?"
"HEH! Jangan ngadi-ngadi lo!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Lo lagi bikin list apa, Ca?" Kalau tadi Aji, sekarang yang bertanya-tanya adalah pacarnya, alias Arin. Kayanya hari ini Lisa sibuk banget yah? Hehe.
Oh, seperti biasa, mereka berdua lagi makan siang di warung nasi padang bersejarah di depan kantor itu.
"Oh, things to buy. Pak Thoriq mau pindah. Dua hari yang lalu dia nemu apartemen yang dia mau. Dan mau nyewa disitu." Jawab Lisa sekenanya. Seakan tidak ada yang aneh dari omongannya. Ya, memang tidak aneh sih. Kan mereka pacaran. Tapi, mungkin the besties saja yang masih aneh dengan perubahan status dari musuh bebuyutan ke bucin nggak ketulungannya Thoriq-Lisa.
"Ca...." Panggil Oya yang duduk di hadapannya dengan pandangan menyipit.
"Oi? Kenapa?" Lisa berhenti menulis dan menatap Oya dengan seksama.
"Lo nggak akan bilang kalau lo minggu depan mau nikah kan sama si Thoriq?"
"Hah? Gimana?" Kali ini bukan cuma Lisa yang terhaheh-haheh, Arin juga. Oya kadang-kadang suka kidding-kidding memang.
"Lo ngerasa nggak sih? Kalian tuh basically kaya married couple on training?"
"Lah? Masa ada on trainingnya? Aneh deh lo!" Lisa terkekeh pelan. Kalau yang heboh ngakaknya Arin.
"Tapi dipikir-pikir iya juga sih!" Arin pun teringat cerita Aji yang melihat Lisa lagi ngitungin ongkos gojeknya tempo hari lalu.
"Jangan-jangan abis ini lo dilamar lagi sama Thoriq? OMG CAAAAK!!!~ gue belom siap kalau loooo harus nikah sama bos bos kejam kaya diaaa!" Ujar Oya dramatis. Sementara Arin semakin menikmati opera sabun ini apalagi saat melihat wajah ngeri Lisa.
"Nggak! Nggak! Lo pada parno banget sih! Nggak gituuu! Pak Thoriq tuh....."
Wait? Kalau dipikir-pikir iya juga ya? Mereka pacarannya belum setahun. Tapi, Lisa sudah beberapa kali ikut acara keluarga Thoriq. Basically, dia auto jadi anak bungsunya Mami Susi. Tanpa sadar dia juga udah jadi attach sama keluarga Thoriq. Bahkan sampai ke keponakan-keponakannya. Kesampingkan kekulkasan dua pintunya, keluarga Thoriq itu sangat menyenangkan dan baik. Tidak ada satupun yang merasa asing dengan adanya Lisa di tengah mereka. Thoriq juga dari awal selalu terbuka dengan keuangannya (ini nggak nyambung sih sama bahasan keluarga. Tapi, uang yang dia gunakan untuk Lisa benar-benar uang yang dikeluarkan sebagai bentuk pembuktiannya kalau dia bisa bertanggung jawab dengan hidup mereka berdua ke depannya) intinya, dari sikapnya, Thoriq tidak sedekar pacaran coba-coba dengannya.
"Woiii! Mikir apa lo? Mau kawin sama Pak Thoriq ya?" Goda Arin yang ditimpali dengan gelak tawa Oya.
Dari umurnya, harusnya Thoriq memang sudah siap menikah sih. Tapi, Lisa kaaaaaan.............. Haaaah..........
.
.
.
.
.
.
.
.
Ayam yang seharusnya terlihat sangat menggugah selera pun menjadi saksi bisu Lisa yang kepalanya jadi overthinking karena cengcengan bestie-bestie-nya tempo hari lalu. Oh ada satu saksi lagi. Tapi, yang ini nggak bisu. Namanya Muhammad Atthoriq.
"Kalau nggak mau, kasih ke kucing itu aja. Kasian dari tadi nungguin lo buang ayamnya." Ucap Thoriq sambil menunjuk seekor kucing jalanan yang ikut duduk di kursi kayu panjang warung nasi uduk tempat mereka berdua sedang makan malam itu.
"Mau!" Bantah Lisa. Kemudian, beralih ke si kucing, "Bentar ya~ nanti kakak kasih. Sabaar~ tahan duluuu~"
"Kenapa?" Tanya Thoriq to the point. He knows la ciwinya itu lagi mikirin sesuatu. Kulkas, kulkas kan dia stalker, eh maksudnya pengamat hehe.
"Bapak..." Lisa menjeda kalimatnya, berusaha menemukan kata-kata yang tidak akan membuatnya disentil Thoriq. Namun, yang keluar cuma,"Mau nikahin saya?"
"UHUK!" Thoriq keselek es batu es jeruknya gengs. Tenang! Tenang! Es batunya nggak gede kok. Udah agak cair soalnya.
"Tuh kan! Mending nggak usah nanya sih. Pak." Gerutu Lisa.
"Coba... Lo jelasin pertanyaan itu datangnya dari mana? Gue ketinggalan apa?"
"Jadi, tempo hari waktu saya lagi bikin list what to buy buat apartemen Bapak, masa Oya sama Arin bilang kita kaya married couple on training?"
"Lo ngerasa kaya gitu emang?"
"Ngg... Nggak sih. Kan saya cuma bantuin aja? Soalnya saya tahu harus beli barang apa dan dimana? Jadi shopping nya lebih efisien. Bapak nyuruh saya bikin list biar efisien juga kan?"
Thoriq menghela napasnya pelan. Padahal kepalanya tuh isinya sekarang sbheusixjekwoaplcmeoqoeppdoepsmcnrlwppwofnzna duriwksndkkwkw KENAPA SIH LISA?
"Iya kan?" Konfirm gadis itu sekali lagi. Kalau nggak, nanti beneran nggak jadi makan ayam dia.
"Itu juga." Jawab Thoriq mengiyakan.
"Juga? Emang ada yang lain, Pak?"
"Lo emangnya nggak mau nikah sama gue, Lis?"
Tenang! Tenang! Lisa nggak keselek kok. Keselek deh, dikit. Ludahnya.
Melihat Lisa yang kesulitan menjawab, akhirnya Thoriq melanjutkan, "Gue kan macarin lo bukan buat coba-coba. Gue serius. Arahnya ya pasti kesitu lah. Tapi, gue nggak bakalan nikahin lo minggu depan juga. Kita masih harus kenalan lebih jauh lagi. Nggak usah parno gitu muka lo."
Setelah mendengar penjelasan Thoriq, bahu Lisa auto tegak. Mood-nya auto bagus. Senyum pun perlahan mengembang.
"Apa cuma gue yang serius sama lo?" Pancing Thoriq kemudian.
"Nggak! Nggak! Saya juga!" Kedua tangan Lisa langsung bergerak cepat ke kiri dan ke kanan.
"Ya udah. Berarti yang temen lo bilang bener."
"Hah?"
"Iya. Kita kan lagi simulasi rumah tangga. So far gue puas sih sama rincian receipt yang lo kirim."
"Udah urusan nanti nggak usah lo stresin sekarang. Gue juga belom kepikiran mau desain rumah kaya apa. Jadi lamarannya masih jauh."
"Emang, Bapak mau nunggu saya sampe kapan? Tahun depan Bapak kan 30?"
"Life begins at 40 kalau kata orang-orang." Jawab Thoriq enteng. "Ya, tapi kalau lo mau tahun depan juga nggak apa-apa sih."
"BAPAAAAAAAAAK!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat malam rabu :)
Halo apa kabar?
Especially, apa kabar setelah ngeliatin mereka berdua makan nasi uduk? Grogi nih w udah lama ga update hehe
HEHEHEHE
Terima kasih sudah membaca
Much love
Iusernem