Reiko: Papa.
Reiko tahu Endra di ujung sana masih bicara tapi dia baru saja memotong ucapan papanya itu, meminta attention.
Endra: Kamu mau bilang apa?
Reiko: Papa aku tahu bagaimana hubunganku dengannya. Jadi tolong, jangan gurui aku soal ini.
Reiko bicara sambil berjalan menjauh mendekat ke arah tangga.
Reiko: Aku tadi harus membawanya pergi denganku karena aku tidak tahu siapa yang harus menjaganya di sini, Papa. Aku sudah ceritakan perihal kenapa aku tak panggil perawat padamu, kan?
Saat mulai menaiki anak tangga, Reiko juga bicara pelan begini, dengan intonasi yang nyaman didengar. Dia tak panik saat bicara.
Endra: Apa sulit mencari perawat di luar kenalan Alif?
Reiko: Bisa aja Papa. Aku bisa saja mencari perawat dari penyedia perawat dan babysitter. Tapi, aku tidak mau ribut dengan Brigita.
Endra: Kamu masih menyembunyikan kondisinya dari kekasihmu?
Reiko: Iya Papa. Kalau Brigita tahu, dia kembali akan ribut denganku. Itu alasan yang pertama dan yang kedua semakin sedikit orang tahu tentang dirinya ini akan semakin baik. Aku benar-benar menjaga karena aku tidak tahu apakah orang yang akan bekerja akan memperhatikannya atau tidak dan apa yang mereka obrolkan. Ini akan jadi boomerang untuk kita kalau bocor ke publik.
Endra tidak bisa menyalahkan Reiko karena memang apa yang dikatakan oleh putranya itu benar.
Endra: Tapi tetap saja. Apa tanggapan keluarga Prayoga kamu membawanya?
Masih ada kegelisahan di sini.
Endra: Mereka rival kita, Reiko. Kamu bisa berpikir sejauh ini gak sih?
Reiko: Untuk keluarga Prayoga, aman Papa. Mereka tidak ada masalah dan gadis itu cukup pintar untuk memainkan perannya. Kalaupun Papa ingin bertanya langsung pada mereka tentu saja mereka akan mengatakan kalau dia adalah sepupuku. Mereka sangat mempercayainya bahkan menyukainya yang dekat dengan anak-anak mereka.
Endra: Apa? Kamu yakin mereka akan mempercayai dia sepenuhnya?
Reiko: Papa, kalau Papa lihat langsung bagaimana dia berakting tadi di depan keluarga Prayoga pasti Papa juga akan kepincut dan yakin kalau yang dia katakan itu benar.
Endra tak pernah tahu kalau Aida bisa bersandiwara.
Tapi ini yang mengatakan putranya. Endra sangat percaya pada Reiko meskipun dia inginnya mempertanyakan lagi soal itu.
Endra: Ya sudah kalau begitu. Tapi ingat, aku tidak ingin kau membuat masalah apapun lagi dan membawanya keluar.
Endra mengalah dengan syarat pada papanya.
Reiko: Iya Papa.
Dan itulah terakhir suara Endra di telepon yang membuat Reiko bisa sedikit bernapas lega sambil dia menyandarkan tubuhnya di sandaran ergonomic chair kesayangannya.
"Tidak ada yang lebih nyaman daripada duduk di kursi ini sambil kerja. Haah, ga merentek kaya di kursi kayu," ucap Reiko lagi dengan senyum di bibirnya, menikmati tulang belakangnya yang terasa memang mau patah itu pegalnya.
"Sssh, kau pikir tubuhmu enteng kah sampai tulangku rasa mau encok gini," protes Reiko yang terdengar kesal namun matanya terbuka, menerawang, memikirkan yang lain juga.
"Wajar jika Papa tahu karena dia pasti melihat CCTV."
Kalau kakeknya tidak mungkin tahu. Beda dengan Endra yang menguasai CCTV apartemen itu dan manajemennya. Orang-orangnya pasti melaporkan yang dilakukan putranya.
"Sssh, tapi kau benar-benar menyelamatkanku hari ini," ucap Reiko sambil memijat kepalanya yang lelah.
Reiko masih mengingat jelas apa yang dikatakan oleh Radit dan istrinya kala mereka berada di taman bunga.
Flashback on
"Silakan sampaikan apa yang ingin Anda katakan Pak Raditya."
Selepas kepergian Sandi, Reiko yang tahu pasti ada pembicaraan yang ingin dibahas Raditya pun tak menunda waktu lagi.
"Raditya turunkan aku dulu."
Tapi sebelum Radit menjelaskan keinginannya, wanita di belakangnya sudah tak sabar ingin turun.
"Kau pikir aku tidak kuat menggendongmu?"
"Kau sangat kuat Raditya. Tapi aku ingin turun dulu sebentar. Biarkanlah aku turun sih."
Karena permintaan Nada memaksa, Pria itu terpaksa menurut.
Tapi tentu saja dia tidak melepaskan tangan wanita yang sangat dicintainya itu. Dengan pandangan matanya masih mengarah pada Reiko.
"Tak perlu bersandiwara denganku. Aku sudah tahu hubunganmu dengannya tak perlu diceritakan aku yakin kalian bukan sepupu. "
"Untuk ini, semua salah saya tak ada satupun masalah pada Aida." Reiko bicara kalem meski Raditya sudah menggebu.
"Membelanya?"
"Anda bisa mengatakan begitu." Reiko tak peduli. Dia tak ambil pusing karena ini adalah masalah pribadinya. Toh kalau dia buruk, dia dan Radit hanya berbisnis bukan? Tak ada alasan Radit mencampurinya.
"Hahaha." sampai Radit terkekeh mendengar itu dan membuang wajahnya dengan gemas.
"Kau tahu aku tidak suka dengan pria hidung belang sepertimu?"
"Raditya, kau tak tahu apa masalahnya." Nada mengingatkan
"Maafkan suamiku, tapi aku percaya padamu kalau Aida anak baik-baik. Dia manis dan penyayang." Nada menyunggingkan senyum ramahnya pada Reiko.
"Dia perhatian sekali pada putri kami, aku yakin, Aida gadis yang manis."
Nada mendapatkan anggukan kepala Reiko yang setuju dengan ucapannya.
"Bukan mau saya untuk bersama dengannya dan bukan juga maunya. Tapi ini memang permintaan dari Kakek saya mengingat janjinya pada almarhum Ayah Aida untuk menjaga dan mencukupi kebutuhan keluarganya."
"Sssh, kontrak lagi yang menyesakkan. Poor Aida."
Kata-kata yang membuat Nada justru di sini menghempaskan napas terlihat berempati saat Radit sigap merangkulnya.
Membiarkan Nada bersandar padanya.
"Raditya apa yang ingin kau bicarakan soal bisnis dengannya sih? Kau tak berhak mencampuri urusan pribadinya."
Makin gemas Nada dengan ingin suaminya. Karena kata pernikahan kontrak jujur membuatnya gelisah.
"Aku tak peduli dengan hubungannya dengan wanita itu tapi satu hal yang ingin aku jelaskan di sini dan beberapa hal lainnya yang harus kau dengar." akhirnya Radit bicara.
"Silakan Pak Raditya."
Reiko berusaha untuk terlihat profesional, meski dia tahu, hubungannya dengan Aida ini membuat pembicaraan memiliki tekanan lebih kuat.
"Pertama aku minta sikap profesionalmu untuk mengerjakan semua perjanjian yang sudah kita buat. Tidak boleh ada excuse kalau ada masalah dengan kehidupan pribadimu. Aku tak ingin itu sampai ada yang mencederai perjanjian kita."
Ini pertama kalinya Radit bekerja sama dengan seseorang dan dia merasa sangat terganggu sekali soal kehidupan pribadi orang tersebut,
Tapi dibatalkan juga tak bisa karena sudah terlanjur jalan.
Missed terjadi. Sandi tak mengecek ini detail. Sehingga Radit harus kembali menjelaskan sesuatu yang tak disukainya ini.
"Baik Pak Raditya, saya paham apa yang harus saya lakukan. Kerjasama kita akan jadi prioritas saya."
Namun Reiko memang tidak mau mencederai apapun. Dia berusaha untuk profesional lagipula dia tidak hanya punya tanggung jawab pada Radit saja. Tapi juga Reyhan yang sampai saat ini masih menyokong dananya.
"Yang kedua." Radit tak menunggu lagi dia sudah melanjutkan ucapannya.
"Aku menyukai bagaimana dia berkomunikasi dengan putriku. Aku rasa aku ingin kau mengagendakan waktu agar dia memiliki kesempatan untuk bertemu dengan putriku. Mungkin kau mengizinkannya untuk menjadi guru seni putriku?"
Radit mengangkat bahunya sambil matanya melirik wanita di sampingnya sejenak, mengecup rambutnya, lalu kembali pada Reiko.
"Ini keinginan istriku. Aku akan memberikan bayaran yang pas untuknya. Aku rasa dia bisa mengajari sesuatu untuk putriku."
Reiko tak tahu apa yang terjadi di dalam sana tapi permintaan ini membuat dirinya diam dulu sejenak berpikir
"Jangan khawatir aku tidak akan mencampuri urusan pribadimu. Aku hanya ingin menjadikannya guru seni untuk putriku. Atau sesuatu yang bisa membuatnya datang seminggu sekitar tiga kali? Apa itu mengganggumu dengan satu atau dua jam sehari? Berarti maksimum enam jam seminggu."
Karena Reiko belum membalas, Radit mencoba menjelaskan detailnya.
"Untuk yang ini saya tidak bisa menjawab sekarang, Pak Raditya."
Tapi tetap Reiko menahan diri dengan tatapan yang sulit.
"Maaf bukan saya tidak mau membantu tapi ini ada hubungannya dengan Kakek Saya Adiwijaya," mereka memang terlihat khawatir sekali makanya Reiko kembali membuat komitmen.
"Andai aman dari Kakek, aku akan membawanya ke rumah Anda."
"Aku berjanji tidak akan menceritakan apapun tentang perjanjian kita ini pada Kakekmu." makanya Radit langsung merespon.
"Dan aku juga tidak akan mengatakan hubunganmu dengannya sebagai sepupu saja di hadapan Kakekmu Lagi pula dia sepertinya juga tidak akan bertanya padaku."
Nada tak tahu ada hubungan apa antara Radit dengan Adiwijaya dan keturunannya sehingga dia hanya bisa mengerutkan dahinya saja melirik suaminya tanpa clue. Reiko juga memang tidak ada keinginan untuk menjelaskan apapun tapi memang dia kini sedang berpikir.
"Saya akan membicarakan dengannya setelah urusan saya di Timur Tengah selesai Pak Raditya. Bagaimana? Karena semua akan lebih mudah untuk saya bersikap dan Kakek Saya pun juga akan percaya pada diri saya kalau saya bisa menyelesaikan semua urusan di sana itu."
"Begitukah?" Radit antara percaya tak percaya, dia masih curiga. Setelah berbohong dengannya sekali, maka sulit memang membuatnya percaya lagi.
"Ya, lagipula kaki Aida butuh perawatan. Sampai dia pulih saya tak bisa membawanya kemana-mana, Pak Raditya."
"Tapi aku mohon sekali padamu untuk membiarkannya bermain dengan putriku Pak Reiko."
Radit belum bicara tapi Nada yang tak tahu apa yang terjadi dan dia memang tak peduli juga dengan masalah di Timur tengah, hanya saja saat ini sebagai seorang Ibu nalurinya tentang anak membuat dia bicara dan terlihat cemas penuh harap menatap Reiko.
"Putriku punya masalah karena saat hamil aku memiliki masalah mental. Dan itu kenapa ada perbedaan spesial putriku dengan anak sepantarannya. Aida sangat pintar sekali membuat dirinya mau berkomunikasi."
Nada terlihat sangat gugup dengan matanya yang masih tetap berharap pada Reiko membuat Pria itu jadi tak enak.
"Saya berjanji saya akan mengizinkan Aida untuk datang ke tempat Anda tapi tolong berikan saya waktu untuk mendapatkan kepercayaan dari Kakek Saya lebih dulu dan berikan Aida waktu untuk kakinya, karena Aida sampai saat ini masih di bawah pengawasan Kakek saya dan akan ribet urusannya kalau luka itu jadi masalah baru untuk Kakek."
"Baiklah tak perlu dibahas lagi." Raditya mencoba mengerti. "Tapi berjanjilah kau tak akan menjatuhkan harapan istriku atau aku yang akan menjatuhkan karirmu."
Flashback off
Dan itulah yang membuat Reiko sekarang menghempaskan napas dan tersenyum simpul.
Apa yang kau lakukan pada mereka? Dan sepertinya kau sangat istimewa untuk kedua orang itu dan putrinya, gumam di dalam hati Reiko yang kini senyum-senyum tak paham.
"Yang aku lihat kau hanya melakukan tindakan bodoh dengan mencoret-coret wajahmu sendiri di hadapan bocah-bocah itu. Mengikuti keinginan mereka. Apa itu caramu yang membuat mereka tertarik padamu, hmm?"
Reiko tak tahu tapi dia hanya menduga di saat ini tentang Aida.
"Aku lihat dululah keadaannya."
Namun sebelum Reiko mau keluar.
dreet dreet dreet
Telepon yang masuk itu membuat Reiko terpaku di kursi kerjanya dan melihat ke arah jam.
"Aku baru keluar seperempat jam," pikir Reiko.
Karena itulah....
"Mungkin mengangkat telepon ini lima menit tidak ada masalah bukan untukmu menunggu lima menitan lagi?"