Bidadari (Bab 1-200)

By RiChiRich31

11K 874 149

"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu ist... More

BAB 1. TANPA DUA KEISTIMEWAAN
BAB 2. PEMBANTU BERSTATUS ISTRI
BAB 3. SEPEREMPAT JAM
BAB 4. PEMARAH YANG PERFEKSIONIS
BAB 5. MBAK LEBAH
BAB 6. SPILL SEDIKIT
BAB 7. HIGH PRESSURE CONVERSATION
BAB 8. TERIMA KASIH YA ROB
BAB 9. HOMESICK
BAB 10. MENTAL PENGEMIS
Bab 11. GAYA HIDUP SEHAT
BAB 12. TAK SALAH MENILAI
BAB 13. CARI APA?
Bab 14. WAJAHNYA
Bab 15. BYAKTA1991
Bab 16. TAK ADA YANG RAMAH
Bab 17. PRIDE
Bab 18. LARANGAN
Bab 19. SEDIKIT KEPERCAYAAN
Bab 20. KENAPA SELALU MENYINDIR?
Bab 21. TAK ADA KETENANGAN
Bab 22. ADIWIJAYA
Bab 23. CATUR WEDHA
Bab 24. BYAKTA INTERIOR ADVISER
Bab 25. PERUSAHAAN YANG RAPUH
Bab 26. DEAL
Bab 27. KENAPA MENGUBAH RENCANA?
Bab 28. MANA DUKUNGAN UNTUKKU?
Bab 29. TWO SNAKES
Bab 30. LOLOS UJIAN
Bab 31. APAKAH INI SOLUSI?
Bab 32. KENYAMANAN
Bab 33. KOK GANTENG?
Bab 34. HIDUPNYA PASTI MENDERITA
Bab 35. PERNIKAHAN YANG SURAM
Bab 36. KEKUATAN SILATURAHMI
Bab 37. BUKAN WANITA IDEAL
Bab 38. ENAKAN YANG SEMALAM
Bab 39. TAHU LEBIH AWAL
Bab 40. STUNTMAN
Bab 41. AKU PUNYA PENAWARAN LAIN
Bab 42. TAK ADA PRIVASI
Bab 43. APA YANG DIPERHATIKANNYA?
Bab 44. TAK SUKA DIKUNTIT TAPI MENGUNTIT
Bab 45. ITU SAJA ISINYA?
Bab 46. SINIS SEKALI
Bab 47. KASIH SEPULUH PERSEN SAJA
Bab 48. SATU BULAN
Bab 49. HANYA JANJI
Bab 50. TAK MUNGKIN PURA PURA
Bab 51. MALAS
Bab 52. HARUSKAH MELIHATNYA?
Bab 53. MELENGKAPI NAFKAH
Bab 54. SEMUA KARENA UANG
Bab 55. 20 APRIL
Bab 56. TAK ADA CELAH UNTUK PERSELINGKUHAN
Bab 57. MASUK KE DALAM
Bab 58. AKU MENCINTAIMU
Bab 59. DUA JAM BELUM KEMBALI
Bab 60. CUMA TES AJA
Bab 61. MENJIJIKAN
Bab 62. MAU APA MASUK KE KAMAR SAYA?
Bab 63. KAMU NANYA?
Bab 64. NGAMBEK SAMA AKU?
Bab 65. MELEDAK-LEDAK
Bab 66. KAMBING HITAM
Bab 67. KACAU BALAU
Bab 68. APA KARENA RASA BERSALAH?
Bab 69. RELAKSASI
Bab 70. ANTARA HATI DAN PIKIRAN
Bab 71. MAU SIMPAN NOMORNYA?
Bab 72. PROGRAM
Bab 73. SULASTRI LISTYANINGRUM
Bab 74. DI MESIR
Bab 75. BUKAN UNTUK UANG
Bab 76. ROYCO MAKAN ROYCO
Bab 77. PECAHKAN SAJA BIAR RAMAI
Bab 78. TELEPON SAJA
Bab 79. BRAVEHEART
Bab 80. DUA FOKUS BERBEDA
Bab 81. KENAPA GAK BELI SENDAL?
Bab 82. SABAR ADA BATASNYA
Bab 83. RENCANA DAN SIASAT
Bab 84. HARUSKAH SEPERTI ITU?
Bab 85. DIRASAKAN SAJA SENDIRI
Bab 86. NGEGOMBAL
Bab 87. ANTAR KE KANTORKU
Bab 95. TAK TAHU TERIMA KASIH
Bab 96. SULIT
Bab 97. BILANG SAJA KE SAYA
Bab 98. BIARKAN SAJALAH
Bab 99. APA DIA MARAH?
Bab 100. Mas ROY
Bab 101. ITU URUSANKU
Bab 102. WAJAHKU
Bab 103. SEPERTI SUNDEL BOLONG
Bab 104. KASIHAN ITU BUKAN CINTA
Bab 105. BEJO
Bab 106. MY QUEEN
Bab 107. MENGARANG INDAH
Bab 108. SELESAI HIDUPKU
Bab 109. HOBI YANG SAMA
Bab 110. KECENTILAN
Bab 111. TIGA PULUH TAHUN BERLALU
Bab 112. SERBA SALAH
Bab 113. MY VALENTINE
Bab 114. BISNIS
Bab 115. PUSING VS PENING
Bab 116. MENGOTORI TELINGAKU
Bab 117. GOLD DIGGER
Bab 118. Paul Newman Rolex Daytona
Bab 119. UANG SEJUTA
Bab 120. BIAR GAK BASAH
Bab 121. MADU DAN RACUN
Bab 122. GULING
Bab 123. AKU YANG BURUK
Bab 124. KENAPA HARUS DIBUKA SEMUA?
Bab 125. SAMA-SAMA TAHU
Bab 126. AKU YANG PERTAMA
Bab 127. KENAPA BISA LEPAS?
Bab 128. PELIHARAAN?
Bab 129. TAK ADA NIAT MENGUPING
Bab 130. HANSAPLAST
Bab 131. DI LUAR KEBERANIANKU
Bab 132. RASA TERBAKAR
Bab 133. SYARATKU
Bab 134. MUNGKIN INI JALANNYA
Bab 135. YANG PERTAMA
Bab 136. PIKIRKAN NANTI
Bab 137. SEDANG BAHAGIA
Bab 138. JANGAN BACA
Bab 139. BELI YANG MANA YA?
Bab 140. MENGELUPAS
Bab 141. AKU JANJI
Bab 142. MUNGKIN KARENA RINDU
Bab 143. KAMU MIKIRIN SIAPA?
Bab 144. MANJAIN AKU
Bab 145. KESEMPATAN
Bab 146. JUNA
Bab 147. JANGAN DIKETUK!
Bab 148. AROMA STRAWBERRY
Bab 149. EMOSI MEMBUATKU BODOH
Bab 150. APEL DAN WORTEL
SURGA MASIH BERPIHAK PADAKU
Bab 152. BANGKAI TAK BISA DISEMBUNYIKAN
Bab 153. PASTI CUMA BUALAN
Bab 154. JANGAN MALU-MALUIN
Bab 155. BAPER
Bab 156. PUNYA OTAK GAK SIH?
Bab 157. TUTUP JENDELANYA!
Bab 158. WAJAH ITU
Bab 159. KAU PERCAYA?
Bab 160. URUS SAJA BISNISMU!
Bab 161. PUTRIKU
Bab 162. ALARM
Bab 163. ISTRIKU LEBIH BAIK
Bab 164. ANGGAP SAJA AKU BODOH
Bab 165. KANVAS
Bab 166. DUA SISI SEORANG PRIA
Bab 168. LAPAK BERKREASI
Bab 169. SELALU MEMALUKAN DI HADAPANNYA
Bab 170. TAHAN SAMPAI KAPAN?
Bab 171. HANYA LIMA MENIT
Bab 172. TAK BERJANJI AKAN KEMBALI
Bab 173. PEDAS
Bab 174. SERPIHAN HATI YANG RETAK
Bab 175. LETUPAN
Bab 176. FEELING GUILTY
Bab 177. SESUAI KEINGINANKU
Bab 178. FLASHBACK
Bab 179. BERTUMPUK-TUMPUK MASALAH
Bab 180. STRICT TO THE PLAN
Bab 181. KENAPA DENGAN LIFT?
Bab 182. MUNGKIN HARI INI?
Bab 183. JADI DIA MASIH PEDULI?
Bab 184. LAGI-LAGI WALUYO
Bab 185. JANGAN TIGA HARI SEKALI
Bab 186. SORAK SORAI BERGEMBIRA
Bab 187. TAK PERLU MEMINTA MAAF
Bab 188. KAMU YANG MENGINGINKANNYA
Bab 189. SRINTIL
Bab 190. KAMU YANG BERMAIN API
Bab 191. KAMU NYUMPAHIN AKU MATI?
Bab 192. JANGAN NGOMEL!
Bab 193. MULUS
Bab 194. NGELUNJAK!
Bab 195. TAK ADA BEDA KAN UNTUKMU?
Bab 196. WANITA NORMAL
Bab 197. KAPAN INI SELESAI?
Bab 198. MIE GODOG
Bab 199. TEH MANIS
Bab 200. Kok Ada Kasur?

Bab 167. SAMA SEPERTIKU

33 4 1
By RiChiRich31

(Sementara itu, selepas Nada dan Radit meninggalkan Villa)

"Harusnya kau tetap di dalam saja Denada."

"Hemmm ... Dan membiarkanmu menyulut peperangan dengan seorang pria di belakang sana dan ujungnya Aida tidak akan pernah bisa diizinkan lagi untuk bertemu dengan putriku Riri?"

Nada menyindir sambil melirik wajah suaminya yang masih terlihat keras dan kaku.

"Aku sudah bilang padamu jangan ikut campur urusanku karena aku mau bicara soal bisnisku saja. Aku tidak membicarakan apapun dengannya kecuali bisnis."

"Kalau cuman masalah bisnis kau tidak akan begitu murka melihat dia menipumu bukan?"

"Ahahha, jadi kau menyadarinya juga dan masih bermulut manis didepannya? Kau menyukainya, hemmm?" sindir Radit yang lalu mencebik pada Nada

"Otakmu dangkal," protes Nada

"Kupikir kau mulai terpesona dengannya." tapi Radit tak peduli.

"Heish." Jawaban yang tentu saja membuat Nada memutar bola matanya.

Tentu saja Nada yakin kalau semua yang dikatakan oleh Aida tentang hubungannya bersama dengan Reiko itu adalah tipuan. Nada paham soal itu tapi dia melihat dari sisi seorang wanita.

"Kau pikir aku tidak berpura-pura bahagia bersama denganmu dulu ketika kita berada di rumah besar?" sindir Nada tanpa menatap Radit dan mereka memang sedang berjalan di lorong belakang yang menghubungkan antara Villa dengan pintu yang menuju tangga yang agak curam tepat ke kebun bunga. Nada bicara dengan suara sedikit sesak dan Radit sulit bicara kalau sudah membahas ini.

"Kondisinya sama atau bahkan mungkin lebih buruk dariku? Atau kami sama buruknya seperti saat kau masih tergila-gila pada istrimu itu, nyonya Vi--mmmmmh."

"Kalau aku tidak mengecupmu begitu kau terus saja mengoceh membuat telingaku sakit, hatiku sakit, pikiranku kacau."

Bagaimanapun sekarang memang Nada tahu kalau Radit mencintainya.

Tapi bayang-bayang masa lalu itu tetap masih ada di dalam benaknya apalagi Nada juga merasakan bagaimana kecemburuan Viola dan kebenciannya sudah hampir merenggut nyawa putra putrinya dan dirinya di villa Sean.

Jadi saat ini sebelum mereka melewati pintu yang menghubungkannya dengan tangga Nada menatap tajam pada Radit

"Apa salah yang aku ucapkan?"

"Denada Aprilia sekarang semua sudah berbeda dan harus seperti apa lagi aku mengatakan padamu kalau aku sangat mencintaimu? Kau selalu saja berpikir kalau aku akan kembali dengan Viola. Itu tidak akan pernah terjadi."

Nada hanya menghempaskan napas dan membuang wajahnya saja. Tak ada ekspresi lain.

"Coba lihat dan tatap aku. Kau tak percaya padaku?"

Sebetulnya kalau ditanya percaya atau tidak, Nada sangat percaya sekali pada pria di hadapannya. Pria yang sudah menjaganya dan melindunginya selama dirinya juga dalam kondisi sakit. Tapi bayang-bayang hubungan antara pria itu dengan wanita yang pernah dicintainya memang masih melekat dalam benak Nada, memberikan trauma tersendiri dan toxic dalam hatinya.

"Sudahlah Raditya. Aku tidak mau membahas masalah ini dan jangan campuri urusan wanita itu dengan rekan kerjamu Pak Reiko." Nada merasa sangat terganggu sekali pikirannya dengan ini meski berusaha bersikap biasa.

"Kau yang mulai," cicit Radit meski dia juga setuju tak membahas ini lagi.

"Kau melihat dirimu sendiri padanya? Tapi aku tidak seburuk itu Denada." Radit mencoba bicara, meluapkan sesaknya, meski dia tak mau membahas ini lagi, tapi Radit tak bisa diam.

"Dan aku bersikap seperti yang kau lihat pada Viola waktu itu karena memang dia adalah istriku. Aku tidak selingkuh di belakangmu dan dia memang ada lebih dulu dan dia menikah denganku sepuluh tahun lebih. Sudah tanggung jawabku untuk menjaga istriku. Tapi berbeda dengannya." Radit masih bersikeras dia menggerakkan tangannya memegang dagu Nada pelan membuat wanita itu mendongak sedikit menatapnya.

"Kau tahu orang yang bernama Brigita itu? Dia belum menjadi istrinya dan mereka tidak punya hubungan lebih selain kekasih. Itu lebih buruk bukan?"

"Hah." Nada geleng-geleng kepala ketika mendengar ucapan Radit

"Iyalah, kau lebih baik. Kau sangat mencintai istrimu. SAAA-NGAAAT."

"Hey, kau mau menyindirku lagi? Bagaimana dengan kekasihmu yang selalu saja kau cari sampai sekarang? Dewata Arjuna."

"Aku tidak mencintai Dewa seperti apa yang kau pikirkan Raditya." Nada paling anti menyebut nama Radit sebagai Radit. Dia lebih baik memanggil nama panjang pria itu seperti ini karena selalu saja terbayang-bayang panggilan dari Viola kepada Radit

"Aku hanya ingin bilang terima kasih dan maaf karena waktu itu aku tidak bisa meresponnya. Aku melihatnya tapi aku tidak tahu bagaimana aku harus mengatakannya. cuma itu aja, karena bagaimanapun juga aku banyak berhutang nyawa dan hidupku dengannya."

"Berapa total hutangmu? Name it. Aku akan membayarnya," sinis Radit tak suka.

"Hutang budi itu dibawa mati, Raditya!" protes Nada tegas

"Sssh." Kata-kata yang memang mengganggu Radit dia mencengkram rambutnya dengan dua tangannya dan membuang wajahnya dari Nada sambil menaruh kedua tangannya di pinggang setelahnya.

"Kalau kau mau marah padaku marahlah, Raditya. Tapi aku hanya berusaha berkata jujur. Dan sekarang aku ikut denganmu karena aku tidak mau sampai kau mengatakan sesuatu yang membuat Pak Reiko itu tak mau lagi membawa Aida ketemu dengan putri kita Riri."

"Sampai kapan kau akan meragukanku begini Denada? Pernikahan kita sudah berjalan lebih dari dua tahun tapi tetap saja kau masih menyimpan bayang-bayang wanita itu di dalam benakmu, kau masih menyimpan kebencianmu padaku kah?"

"Aku tak membencimu."

"Lalu apa namanya setiap kita ribut kau selalu saja membandingkan dengan Viola, dan Viola."

"Kau suka menyebut namanya Raditya?"

"Jangan putar-putar. Jawab aku aja, Denada."

Mungkin orang melihat kehidupan mereka sepertinya sangat bahagia dan tak ada masalah tapi trauma Nada terhadap wanita yang bernama Viola memang masih ada melekat dalam dirinya dan memang kata-katanya kalau sudah membahas masalah Viola akan menyakitkan untuk Radit.

"Kau tak bisa menjawabnya?" Ya karena Nada diam dia memang tak bisa menjawabnya hanya matanya saja yang membumbung air mata, pengap hatinya.

'Aku tak ragu cintanya, tapi Viola selalu menyiksa pikiranku, menyakitkan memikirkan apa yang dia lakukan pada wanita itu. Aku cemburu dan ini absurb. Tuhan, kapan aku bisa menghilangkan semua pikiranku tentangnya?' Nada bingung juga. Dia tak mau begini, tapi memang ini sulit untuknya.

"Kau meragukan dan membenciku Denada?"

"Bukan." Nada pun menjawab.

"Aku baru bisa tenang mungkin kalau rasa bersalahku pada Riri sudah hilang dan dia tidak lagi seperti sekarang kondisinya Raditya. Aku--"

"Ssst." Radit memeluk Nada erat. "Ini semua salahku. Maaf Denada."

Kondisi anak itu memang yang paling memprihatikan dan Radit juga paham kenapa Nada cemas begini,

"Kau jangan khawatr." Radit sedikit memaksa meminta Nada tetap dalam cangkumannya meski Nada tadi mau mendorong tubuh Radit.

"Aku berjanji padamu tidak akan membuat sesuatu yang menyusahkan Aida untuk dekat dengan anak kita."

"Kau janji?"

Anggukan kepala tentu terlihat saat Nada mendongak dan menatap pria itu.

"Semuanya sekarang hidupku hanya untuk kalian." Dan itulah yang dikatakan Radit sebelum dia memberikan kecupan di dahi Nada.

Sesuatu yang hangat apalagi ketika Nada memang berada di dalam perlindungan dua tangannya yang melingkari tubuhnya itu

"Maafkan aku Raditya. Kadang-kadang aku tidak bisa mengendalikan diriku kalau sudah terlalu cemas soal Riri dan ingat tentang masa lalu itu."

"Kau ingin lihat kebun bunganya?"

Tanya yang membuat Nada mengangguk pelan.

"Kalau begitu jangan jalan di sana. Jalannya terjal dan licin. Naiklah ke punggungku." Radit membiarkan tangannya melepaskan tubuh wanita terbaiknya. Dia sekarang jongkok dan menepuk punggungnya.

"Ish, aku sudah tidak sakit dan kau tidak perlu menggendongku ke sana."

"Naiklah aku ingin membawamu."

Tentu saja senyum pun muncul di bibir Nada yang tak terlihat Radit. Sikap suaminya selalu sama ketika mereka ingin melewati tangga itu.

Ya karena memang mereka selalu seperti itu. Radit sering sekali berjalan-jalan ke taman di waktu senja atau pagi hari kalau menginap di Villa. Tentu saja dengan membawa Nada di punggungnya.

Kadang-kadang anak mereka titipkan pada pelayan di villa sehingga mereka bisa pergi berduaan, mengenang masa lalu.

Dan tentu saja Nada tak menolak sekarang apalagi pria itu memang benar-benar menginginkannya dan mereka tidak akan kemana-mana kalau Nada tidak naik.

"Apa sekarang aku lebih berat Raditya?"

Suara dari belakang punggungnya itu membuat Radit tersenyum simpul

"Ya aku rasa berat badanmu bertambah dua kali lipat."

"Cih. Beratku dulu itu cuma 50 dan sekarang beratku tidak lebih dari 53 mungkin paling berat 55, mana mungkin kau bilang aku dua kali lipat?" kesal Nada tapi Radit memang sengaja hanya menggodanya saja saat dirinya turun melewati tangga itu

"Apa tangganya tidak bisa di renov Raditya? Kalau tangganya lebih landai ini kan akan lebih mudah sih dilalui."

Karena Radit tak menjawab, Nada yang melihat Radit jalan menuruni tangga perlahan langsung berceloteh lagi

"Kalau tangganya diubah kau tidak akan pernah mau digendong lagi seperti ini."

Sebenarnya itu adalah persoalan mudah tapi Radit memang ingin menjadikan ini sebagai excuse bagi dirinya.

Ini juga yang membuat Nada mengerucutkan bibirnya namun pandangannya kini mengarah ke tiga orang dewasa dan anak kecil yang digendong berjalan menuju ke arah mereka dari belokan depan

"Raditya turunkan aku."

"Kenapa memangnya? Tidak sudi."

Radit tak mau dia membiarkan istrinya tetap ada di punggungnya di saat matanya menatap ke arah dua orang yang sepertinya baru selesai mengerjakan sesuatu

"Taman ini sangat indah sekali Pak Raditya."

Pernyataan itulah yang didengar oleh Radit ketika mereka sudah saling berhadapan

"Kau sudah bicara dengan ayahku?"

Pria itu kembali mengangguk dengan senyum di bibirnya

"Ini tempat yang luar biasa sekali--"

"Apa Rasya tidur?"

Namun sebelum lawan bicaranya yang tadi ingin bicara itu menyelesaikan ucapannya, Radit menengok pada Sandi sambil melirik anak yang ada di dalam gendongan ajudannya.

Rasya agak berat makanya Sandi memilih menawarkan pada Padri untuk menggendongnya apalagi dia memang sudah terlelap dan kini Sandi pun mengangguk pelan

"Kau bisa bawa Rasya dan ayahku masuk ke dalam."

"Baik Tuan Raditya. Saya permisi dulu kalau begitu."

Keduanya menurut. Mereka pergi di saat Reiko merasa sesuatu yang tak enak dan mulai menduga-duga

'Apa kira-kira yang ingin dibicarakan oleh dua orang ini?'

Continue Reading

You'll Also Like

794K 37.1K 16
Sakit dan hancur, itulah yang Marsha rasakan saat ini. Indahnya pernikahan harus berakhir begitu cepat. Keutuhan keluarga kecil yang dibangunnya demi...
792K 2.3K 8
Mantan Tapi Menikah | Revisi Minggu, 29 Agustus 2021 Jodoh gak ada yang tau. Bisa aja kamu nikah sama pacar, temen sendiri, tetangga, dijodohin orang...
59.4K 2.3K 27
"Dia pergi, bahkan sebelum aku menyadari perasaanku sendiri" - Abyan Danish Pradipta "Aku mencintaimu tanpa batas, kamu mengetahui itu tanpa balas"...
2.6M 39.4K 51
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...