Adiwijaya: Kenapa diam? Apa terlalu sulit permintaanku, Le?
Itu tak sulit sebetulnya. Tapi berhubungan dengan Waluyo lah yang sulit. Termasuk dengan semua orang yang ada bersama dengannya. Sebenarnya ini adalah jawaban yang ingin Reiko jawab. Karena menurut Reiko semua permasalahannya sekarang ini karena berawal dari nama itu.
Reiko: Kalau begitu ceritanya berarti aku harus pergi ke Mesir bukan Kakek? Aku harus mengurus ini dan aku harus mengeceknya dulu. Aku tidak bisa percaya hanya dengan satu orang yang bernama Farhan itu.
Makanya dia memberikan jawaban seperti ini dan tentu saja Adiwijaya tersenyum simpul.
Sebenarnya cucuku mirip sepertiku dan dia adalah orang yang curigaan. Tapi insting bisnisnya pasti sangat bagus sepertiku. Dan sepertinya di sini ada yang salah paham, namun tentu saja dia tidak menceritakan apa isi hatinya ini pada Reiko.
Justru
Adiwijaya: Kamu atur aja Le.
jawabnya begitu bersemangat
Adiwijaya: Kalau kamu bisa masuk ke Mesir maka kamu juga bisa masuk ke negara Timur Tengah lainnya, Le. Dekat Mesir itu ada Arab Saudi dan di sana juga ada Dubai. Dan kalau kita bisa masuk ke sana, penjualan kita bisa meningkat, nama kita makin terkenal. Produk kita produk bagus, sauce (saos) kita special untuk kretek. Filter kita terbaik dan kita juga bisa menjual cerutu kita. Bahan-bahan kita terbaik, Le. Dan aku ingin kamu bisa membuktikan keberhasilan ekspansi ini dulu padaku.
Haduh, gimana aku ngerjain projectku dengan Aurora corps?
Cenut-cenut kepala Reiko. Tapi bukankah ini lebih baik daripada dia harus mencari modal lagi yang lumayan besar untuk menyokong keinginan Brigita?
Kalau modal ada di Bee, apalagi ada Lesmana, aku yakin sekali Tommy tidak akan main-main dengan modal kami. Dan aku tetap bisa mengurus pekerjaanku yang lain karena Lesmana bisa dipercaya. Aku yakin ini bisa membuktikan siapa Bee juga. Dan mungkin ini adalah jalannya bisa menunjukkan pada kakek seberapa profesional Bee. Dia adalah wanita yang berbeda dari yang Kakek nilai. Tinggal gimana caranya aku masukin perusahaan kami ke Mesir dan negara timur tengah yang jadi tantangan untuk diriku sendiri. Harus tanpa Waluyo.
Saat sudah konfirm di otaknya, Reiko pun mengangguk cepat.
Reiko: Baiklah Kakek, kalau begitu keinginan kakek. Aku setuju.
Senyum di wajah Adiwijaya pun terlihat.
Adiwijaya: Kalau begitu kamu coba fokuskan saja bagaimana cara supaya kamu bisa berangkat ke Mesir dan mengurus ini semua. Apa saja keperluannya. Tanyakan ini pada Papamu dan urus secepat mungkin yo Le.
Sebuah permintaan yang sulit tapi Reiko sudah mengangguk tanda setuju sebelum Kakeknya menutup telepon itu.
Shhh, mati aku. Kerjaanku kenapa jadi menumpuk begini banyak? dan kini kepalanya pun berdenyut.
Yang penting sekarang Bee tenang dulu. Modal juga aku gak perlu cari kemana-mana dulu, pikirnya lagi yang langsung mengambil teleponnya untuk menghubungi seseorang lagi.
Dan aku harus memberikan sesuatu pada Reyhan sebagai tanda terima kasihku karena sudah membuat Kakek berubah pikiran terhadapku, pikir Reiko berbarengan dengan telinganya mendengar suara dari handphonenya.
Endra: Ada apa lagi dia menyusahkanmu? Kan sudah kubilang panggil perawat. Untuk apa kamu mengurusnya? Buang-buang waktumu.
Reiko: Bukan Papa. Aku menelpon bukan karena itu dan dia tidak terlalu menyusahkanku kok. Aku hanya tidak mau membuat semuanya jadi semakin runyam karena Alif seperti yang tadi aku katakan pada Papa sudah ketemu dengannya dan drama yang terjadi pas Kakek telepon itu membuatku tidak bisa panggil perawat.
Reiko jadi menjelaskan dua kali padahal tadi sebelum dirinya memulai zoom meeting dia sudah menjelaskan ini pada Endra Adiwijaya.
Endra: Hmm, apa kamu mau panggil dokter keluarga kita saja? Lagi kenapa kamu tidak panggil dokter keluarga Papa sih?
Reiko: Dia itu enggak bisa disogok Pah. Papa tahu kan dia itu sangat dekat sekali dengan Lesmana dan aku khawatir dia akan cerita macam-macam.
Endra: Ah, sudahlah, menurutku memang lebih tepat kamu memanggilnya dan kita bisa memintanya untuk tidak bicara. Tapi ya sudahlah karena memang sudah terlanjur seperti ini dan kamu juga khawatir pada Lesmana sekarang katakan kenapa kamu menelepon?
Reiko: Papa, aku sudah bicara dengan Kakek dan aku sudah putuskan kalau ke Mesir itu kita akan melakukan ekspansi, lalu sekarang aku diminta koordinasi sama Papa dan aku butuh bantuan Papa.
Endra: Kamu yang benar saja dong, Reiko. Kemarin kamu bilang itu tidak mungkin dan lebih baik mengejar yang lebih dekat dulu, seperti Australia. Gimana sih kamu ni?
Jelas saja Endra sewot. Ini kan bukan urusan kecil dan bukan main-main. Ekspansi dari satu negara ke negara lain. Ini membutuhkan tenaga, pikiran dan yang pasti modal yang cukup besar. Makanya dia spanneng juga mendengar ucapan Reiko.
Reiko: Iya Papa. Ini sudah aku putuskan karena Kakek memberikanku sebuah penawaran yang sangat bagus dan aku yakin ini jalan yang mesti aku coba.
Endra: Penawaran apa?
Di situlah Reiko menceritakan semua hal menguntungkan yang dinegosiasikan Kakeknya. Sesaat Endra kadang menyelak mengungkapkan argumennya dan kadang juga dia sedikit menentang. Tapi bukan Reiko kalau dia tidak bisa bernegosiasi dengan baik.
Endra: Baiklah kalau begitu rencanamu. Papa akan menyokongmu. Tapi kamu harus berhati-hati dengan Brigita. Lesmana itu tidak bisa dianggap remeh. Sekali kamu ketahuan dengannya, habis kamu. Mengerti?
Reiko: Iya Papa. Aku hanya ingin membantu Brigita dan menunjukkan pada Kakek kalau dia adalah wanita yang paling pas untukku. Kakek sendiri nanti bisa melihat kalau dirinya bukan wanita yang hanya menginginkan kemudahan hidup seperti yang selama ini Kakek pikirkan. Dia adalah wanita pekerja keras.
Tak ada kata yang keluar dari Endra saat itu.
Entah apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu di saat yang bersamaan.
Reiko: Bagaimana Papa? Hmm, Papa denger gak aku bilang apa?
Endra: Ya sudah, aku setuju saja. Lalu bagaimana sekarang? Apa yang kamu butuhkan?
Reiko: Papa, aku akan menyusunnya dulu semua biar jelas. Dan mungkin aku butuh beberapa orang yang akan ikut denganku. Aku butuh perwakilan juga di sana yang pro kita. Selain Farhan mungkin seseorang yang bisa aku percaya juga di dalam timku.
Reiko kalau bekerja memang betul-betul full heart. Makanya Endra tidak terlalu banyak bicara dan dia yakin dengan putranya.
Endra: Baiklah kalau begitu aku akan menyiapkan orang-orangnya dulu siapa yang paling tepat untuk membantumu.
Lega hati Reiko karena memang sekarang semua yang dia butuhkan sudah siap. Reiko hanya perlu merumuskan dan memberikan idenya kepada Papanya.
Reiko: Kalau begitu baiklah Papa. Nanti aku hubungi Papa lagi ya.
Endra: Kapan kamu berangkat, Rei?
Reiko: Secepatnya Papa. Karena project itu akan segera berjalan. Aku berharap sebulan ini aku bisa menyelesaikan urusanku di Timur Tengah dan Mesir.
Suaranya pun terdengar sangat antusias membuat Endra tersenyum simpul sebelum dia menjawab:
Endra: Kalau begitu aku akan mencari orang-orang yang tepat untuk membantumu
Reiko: Terima kasih Papa. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu.
Reiko tersenyum penuh kemenangan namun dia tidak bisa berlama-lama di telepon
Karena....
Reiko: Papa, kalau begitu aku telepon Brigita dulu ya untuk menceritakan ini.
Endra: Ya sudah. Lakukan apa yang terbaik untukmu.
"Fuuh." Papa Reiko tidak buang-buang waktu dia juga sudah menutup teleponnya karena pekerjaan di mejanya sekarang cukup banyak.
Tapi sayangnya saat dia ingin mengerjakan semua kerjaannya, Pria itu justru terdiam dan kini tangan kanannya bergerak membuka laci di sebelah kanan.
Dia mengambil sesuatu di sana dan tersenyum getir.
Entah apa yang dilihatnya itu tapi berhasil membuat dirinya teralihkan fokus
"Ehem." Dirinya berdehem setelah sekitar seperempat jam hanya memandang sesuatu yang ditatapnya itu. Sebelum akhirnya dia membuka laci lagi dan menaruhnya di sana lalu memencet satu tombol.
"Deni bisa kamu ke ruanganku?"
Tentu saja sang ajudan yang paling setia padanya itu tidak akan pernah menolak.
"Apa yang bisa saya lakukan Pak Endra?"
"Apa Romo masih mencari tahu dan mencari keberadaannya?" Sudah hampir dua tahun Endra tidak menanyakan ini pada ajudannya. Seperti mengubur masalah itu tapi hari ini tiba-tiba saja dia jadi teringat dan ingin tahu.
"Soal itu...."
"Suamiku."
Tapi sayangnya sebelum Deni bicara ada seorang wanita yang sudah membuka pintu lebih dulu dan menyapanya membuat Endra tersenyum.
"Tumben kamu mampir," ucap Endra lalu dia menatap Deni.
"Kamu keluar dulu saja. Nanti kita bicarakan masalah itu."
"Apa ada pembicaraan penting sayang?" tanya yang membuat Endra menggelengkan kepalanya pelan dengan senyum di bibirnya.
"Hanya Romo yang meminta Reiko mengembangkan perusahaan ke daerah Timur Tengah dan Mesir."
Dan bukan hanya Endra yang merasa kaget awalnya bahkan Rika juga terhenyak ketika mendengar ini.
"Memang ada masalah apa?" Dia ingin tahu.
"Bukan masalah apa-apa tapi hanya ingin ekspansi saja sayang." Endra tak mau membahas lebih masalah ini. "Ada apa kamu kemari? Apa ada sesuatu yang penting yang harus dibicarakan di kantor?" Lembut sekali Endra bicara dengan wanita di hadapannya bahkan senyumnya pun terurai begitu hangat. Jelas ini membuat Rika pun tersenyum dan teringat lagi apa rencananya datang ke sana.
"Aku ingin membicarakan tentang mall yang ada di Cinere."
"Hmm, yang baru dibuka itu?" Endra pun bertanya masih dengan cara bicaranya yang tidak berubah.
Sangat kebapak-an dan jelas menunjukkan betapa besar rasa cintanya pada wanita di hadapannya.
"Bagaimana kalau kepengurusan Mall itu diserahkan kepada Reti, sayang?" Lalu sebuah senyum pun terurai dari bibir Rika.
"Aku minta maaf karena aku datang membicarakan masalah seperti ini. Tapi aku rasa, dia ini kan akan masuk kuliah di jurusan ekonomi tahun ini dan mungkin ini bisa menjadi pelajaran untuknya supaya dia bisa belajar untuk menghandle perusahaan," wajah Rika terlihat serius sekali ketika bicara ini dan ada kekhawatiran.
"Aku hanya tidak ingin mereka menjadi beban untuk Reiko ketika mereka nanti tidak bisa mengurus apapun dan terpaksa harus Reiko mengurusnya sayang."
Bukankah itu masuk akal?
Adiwijaya group memiliki bisnis yang sangat besar dan mereka adalah keluarga nomor dua terkaya di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri kepemilikan mereka tentang harta kekayaan itu tidak ada batasnya. Tidak terlalu jauh berbeda dengan keluarga Prayoga, Endra Adiwijaya bisa dibilang penguasa tunggal dari kekayaan itu.
Adiknya Hartono tidak sama sekali mau mengurus itu dan tidak sama sekali memikirkan tentang kekayaan itu.
Ini berarti akan berat sekali untuk Reiko. Endra yang melihat alasan itu memang sesuai dengan keadaan pun tersenyum pada Rika.
"Kalau itu ada di tanganku keputusannya maka aku bisa mengatakan aku akan melakukan apa yang kamu sarankan itu sayang." Endra bicara sambil memegang tangan wanita di hadapannya dengan senyum.
"Tapi sayangnya bukan aku yang memutuskan. Masih ada Romo dan dia yang akan menentukan kemana dia akan memberikan itu."
Ada kecemasan di sini di wajah Rika.
"Tapi kan Reti dan Rukma mungkin bisa membantu karena Reiko pasti akan sangat sibuk sekali. Dan nanti kalau dia sudah menikah juga kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya dan istrinya bukan?"
"Apa kamu khawatir kalau Reiko akan menguasai semua harta Adiwijaya tanpa membagi pada adik-adiknya?"
Lagi-lagi Rika mengelengkan kepalanya pelan dengan senyum.
"Anak itu sangat baik sekali. Tidak mungkin dia melakukan itu pada adik-adiknya."
Tapi kini dia mengerutkan dahinya penuh dengan kecemasan.
"Hanya saja kita kan tidak tahu siapa yang ada di sebelahnya sayang. Walaupun Brigita sangat baik tapi kita tidak tahu apakah Reiko akan berjodoh dengannya atau justru dengan wanita kampung itu dan dia akan berusaha membagikan kekayaan Adiwijaya pada adik-adiknya."