Aida: Kakek serius kan? Atau, kakek cuma mau nyenengin aku doang?
Adiwijaya: Masa kakekmu ini pura-pura!
Aida: Jadi kakek serius mau nolongin aku?
Senang bukan kepalang Aida ketika mendengar ini bahkan dia kini menghapus air matanya dan tersenyum bahagia.
Dia nggak akan tahu kalau aku nangis gara-gara ini. Aku akan bilang kalau aku kangen saja sama adikku. Ya, kalau dia ngelihat di CCTV. Dia nggak akan dengar kan apa yang aku katakan? bisik hati Aida yang memang tidak bisa menutupi kebahagiaannya dengan campur aduk perasaannya.
Adiwijaya: Iya. Kakek serius. Nanti biar Kakek bicara dengan suamimu tentang ini.
Aida: Tapi, Kakek jangan bilang pada mas Reiko ya kalau aku yang minta.
Wajah memelas itu kembali dipasang oleh Aida mengharap supaya kakeknya Reiko mengerti.
Aida: Soalnya aku ndak mau kalau mas Reiko berpikir aku ini manja sampai harus minta-minta ke Kakek.
Lalu di sini Aida juga menghempaskan napas dengan wajahnya yang terlihat khawatir.
Aida: Tolong maafkan aku ya Kakek kalau aku ndak sopan sampai ikut campur urusan Mas Reiko dan telepon Kakek. Habis aku bingung gimana lagi aku harus minta tolong ke orang lain? Aku sendiri ndak punya modal dan nanti kalau misalkan mas Reiko kepikiran modal terus, kecapekan, mas Reiko sakit, aku gimana?
Di sini mata Aida berkaca-kaca sebelum Adiwijaya sempat bicara.
Aida: Aku trauma sekali mengurus orang sakit Kakek. Karena semua yang aku urus baik mbak Aisyah maupun ayahku semuanya meninggal.
Adiwijaya: Hush. Jangan bicara sembarangan. Kamu nih gampang banget ngomong meninggal, mati sama seperti pakdemu Waluyo.
Tak tahan Adiwijaya makanya dia langsung memotong ucapan Aida meski tadi sebetulnya dia sedang tersenyum menatap gadis itu. Tapi tentu saja mendengar nama pakdenya disebut Aida jadi ingin tertawa lagi.
Adiwijaya: Yowes gak usah kamu pikirin, nduk. Itu urusanku. Yang penting kamu sehat yo. Nanti tak bantu suamimu jadi ndak harus sibuk-sibuk lagi dan cari-cari modal kemana-mana.
Aida: Terima kasih Kakek. Aku bener-bener nggak tahu harus bilang kayak gimana lagi buat bilang terima kasih ke Kakek.
Adiwijaya: Wes, ra sah nangis. Nanti suamimu malah tahu kalau kamu menangis begitu. Di rumah itu banyak CCTV-nya kan?
Tentu saja Aida mengangguk ketika mendengar ini.
Aida: Nanti aku bilang saja aku diganggu sama Lingga kalau misalkan Mas Reiko tanya kenapa Aku nangis.
Adiwijaya: Pinter kamu, nduk.
Ada senyum dari Adiwijaya ketika dia mengutarakan itu.
Adiwijaya: Ya sudah, aku tutup dulu teleponnya, ya nduk. Coba nanti aku cari cara sama Lesmana bagaimana cara bicara dengan Reiko supaya kamu tidak ketahuan.
Aida pun mengangguk makin lega mendengar itu.
Aida: Baiklah Kakek. Dan Kakek jaga kesehatan ya. Aida juga masih mau ketemu Kakek dan liat Kakek hidup panjang. Sama juga sama pakde Lesmana.
Adiwijaya: Iya Nduk. Kamu juga ya sehat-sehat di sana. Nanti Kakek telepon lagi.
Aida: Assalamu'alakum.
Adiwijaya: Waalaikumsalam.
Astaghfirulloh, Ya Rob ... Maafkan aku karena aku sudah membuat Kakek Adiwijaya jadi kepikiran masalah ini.
Jauh di dalam hati Aida dirinya benar-benar merasa sangat tak enak. Dia bukan orang yang biasa mengemis dan meminta pada orang lain.
Tapi sekarang lihatlah aku benar-benar menjatuhkan harga diriku untuk meminta pada Kakek. Tak tahu dia bagaimana harus bicara lagi tentang hatinya.
Aku juga tidak tahu kenapa aku ingin melakukan ini? Apa karena memang rasa tak enakku dan rasa terima kasihku padanya?
Aida tak paham tapi memang tangannya kini sedang bergerak-gerak seperti menghubungi seseorang.
[Mbak tadi aku angkat teleponnya kenapa dimatiin?]
Sampai pesan itu masuk ke handphonenya karena memang tadi sempat diangkat tapi Aida tak bicara justru memencet tombol merah.
[Maaf Lingga. Tadi Mbak kepencet. Sebenarnya nggak mau telepon kamu. Lagian bisa-bisanya kamu angkat telepon? Ini kan waktunya di sekolah. Kamu ndak sekolah?]
Kalau dia mengecek teleponku kan ada bukti kalau aku menelepon Lingga, bisik hati Aida yang memang sudah merencanakan ini.
Dia juga menghapus teleponnya kepada Adiwijaya untuk menghilangkan jejak.
Aku tadi telepon tidak menggunakan internet di apartemen ini. Aku pakai pulsaku sendiri mudah-mudahan ndak kelacak ya.
Sudah dibilang kan kalau Aida itu pintar? Dia sangat berhati-hati sekali dalam melakukan ini dan memang dia bukan seseorang yang bodoh.
[Aku sekolah Mbak. Nih, lihat aku ada di sekolah. Tapi sekarang aku lagi olahraga, pelajaran olahraga dan nggak ketahuan kalau aku bawa handphone. Lagian aku masih nunggu temen-temenku tuh di tes satu-satu.]
Lingga mengirimkan sebuah foto dan alasan kenapa dirinya memang bisa dihubungi.
Lagi-lagi ini membuat Aida pun senyum-senyum.
[Ya sudah sekolah yang benar. Sebentar lagi ujian kamu harus belajar. Harus menjadi orang yang sukses. Buktikan kalau kamu memang bisa sukses dengan cita-citamu itu. Jangan sampai kamu membuat malu Mbak karena Mas Reiko sudah mau membiayaimu tapi kamu nggak mau serius.]
Yah, kamu nggak boleh menyia-nyiakan apa yang sudah aku lakukan dan pengorbananku ini sampai sejauh ini menerima semua rasa sakit bahkan sekarang hatiku terasa panas aku juga tidak tahu kenapa. Perih dan panas tapi aku juga merasa bahagia kalau dia bisa mencapai apa yang dia impikan untuk bahagia dengan kekasihnya itu.
Aida tersenyum getir melihat layar handphonenya.
[Tenang aja Mbak. Aku ndak akan ngecewain siapapun dan nanti aku akan jadi pilot yang handal.]
Lagi-lagi Aida menggerakkan tangannya untuk menghapus setitik bening itu.
Kalau dia bertanya soal ini saat nanti dia kembali aku jawab apa ya? Dia pasti ngecek CCTV dan cari tahu kenapa aku menangis kan? Orang itu kan memang rese.
Aida mencoba mengalihkan pikirannya dari bayang-bayang yang membuat hatinya terasa sesak sambil mengoceh begitu dan mengomel.
[Ya sudah belajar sana. Simpan handphonemu.]
Dan itu terakhir kali Aida menghubungi adiknya lalu tangannya pun scrolling di media sosial.
Lama juga aku menelepon Kakek. Dan lama juga aku tadi kirim-kirim pesan pada Lingga. Sekarang juga sudah lama aku online. Tapi aku nggak ngantuk sama sekali. Dan....
Kini ada kekhawatiran ketika Aida melihat ke arah jam yang ada di handphonenya.
Biasanya dia tidak pernah tidak datang di waktu yang dia sudah janjikan. Apa ada masalahkah sampai dia lama sekali?
Reiko bilang tadi sejam atau dua jam. Tapi nyatanya sekarang sudah dua jam setengah tapi Reiko belum juga datang. Makanya ada kekhawatiran di dalam hati Aida.
Apa dia sedang menghadapi masalah ya? Aida pun menggelengkan kepalanya pelan
Mungkin saja Kakek sedang meneleponnya dan menanyakan masalah perusahaannya kan? Kakek kan janji kalau dia akan memberikan modal.
Aida mencoba untuk menebak-nebak apa yang dilakukan oleh Reiko.
Atau mungkin dia sedang menelepon kekasihnya kah dan mereka sedang merayakan karena mereka sekarang sudah dapat modal?
Namun tiba-tiba terasa lagi sesak yang tidak menyenangkan di dalam hati Aida ketika dia memikirkan itu.
Aish, sudah sudah. Aku tak boleh simpan penyakit hati sama orang lain. Biarkan saja kalau dia mau melakukan itu, toh itu bukan urusanku dan aku yang penting sudah membayar hutangku dan sudah membantunya sama seperti dia membantuku beberapa hari ini.
Aida kembali mencoba berpikir positif dia kembali menggulir tangannya di handphonenya.
Tapi sayangnya tiga jam berlalu Reiko tetap belum datang.
Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan di dalam ruang kerjanya? Atau mungkin dia sudah pergi dari apartemen itu?