Aduh sakit banget, dia benar-benar melempar tubuhku? Haaah, kotor semua pakaianku pasti dan pas di beling. Sssh, tanganku.
Jelas saja Aida mengomel dalam hatinya karena memang dia terjatuh tepat di tumpahan sup tadi. Reiko mendorongnya cukup jauh dari posisi tempat sampah yang ada di ujung ruangan hingga kembali ke tumpahan dengan bannyak beling.
Dan yang paling tidak menyenangkan untuknya adalah jatuhnya di bokong lebih dulu dan begitu menyakitkan apalagi Aida bukanlah wanita yang memiliki lemak cukup banyak untuk melindungi benturan terasa hingga ke tulang.
"Jadi maksud bapak saya mencoba menipu keluarga bapak begitu?"
Aida yang kesal kini berusaha berdiri. Dia tidak sama sekali menunjukkan wajah patut dikasihani. Tidak menangis atau ketakutan. Reiko yang terlihat masih emosi di hadapannya ditatapnya kembali, sangat tegar.
"Memang kenyataannya kau seburuk itu." Reiko bicara sambil melemparkan lagi obat itu ke dalam tong sampah.
"Tidak ada lagi alasan kenapa kamu mau menikah dengan keluargaku kalau bukan karena uang."
Jawaban yang membuat hati Aida benar-benar miris
Ibuku tidak menjualku karena uang. Ibuku adalah seorang wanita yang mau bekerja keras dan kami bukanlah pengemis. Tapi dia menikahkanku denganmu karena dia berharap aku bahagia denganmu dan bisa mendapatkan seseorang yang bisa menjagaku dengan penuh cinta sampai maut memisahkanku denganmu. Tapi aku sendiri memang berharap banyak dengan pernikahan ini adik-adikku bisa sekolah.
Aida bermain fair di sini. Dia diam dan tidak menjawab apa yang tadi dikatakan oleh Reiko karena memang merasa kalau dirinya sempat berniat seperti itu.
"Jadi berdasarkan hipotesaku, KAU ....," Reiko menunjuk wajah Aida di saat wanita itu tidak lagi melakukan perlawanan untuk sesaat.
"Adalah wanita yang memang benar-benar busuk!" sinis Reiko.
"Mau kapan kau menunjukkan kekasihmu pada keluargaku?" Reiko menimpali lagi dengan pertanyaan yang membuat Aida tentu saja harus menjawab bukan?
Karena itulah
"Jadi Bapak mau membahas tentang yang kemarin saya bicarakan itukan? tentang nama Waluyo yang menelepon?"
Aida paham kemana arah pembicaraan ini. Dia sudah sangat berkonsentrasi untuk obrolan mereka sekarang.
"Hmm. Dan kebusukanmu selanjutnya, aku tahu kau pasti ingin menjebakku dengan mengatakan aku dan Brigita masih punya hubungan. Jadi kau ingin menjadikan alasan hubunganmu dengan kekasihmu adalah balasan terhadap apa yang aku lakukan bukan?"
Reiko sudah mengeluarkan asumsinya lagi dan tanpa memberikan kesempatan Aida untuk bicara.
"Dengan aku yang menyerahkan kontrak lebih dulu maka kau bisa menyembunyikan kekasihmu. Hingga sebulan kemudian kau menunjukkannya, seakan-akan kalian baru balikan lagi karena aku menyakitimu di pernikahan ini. Begitu kan rencanamu? Supaya semua orang menyalahkan aku? Haha."
Reiko bicara dan mengakhiri ucapannya dengan tawa sinis semacam tadi.
"Kau memang cukup pintar." Reiko langsung menyambung lagi ucapannya sebelum Aida menjawab.
"Yah, aku tahu kau cukup padai dari caramu bicara padaku dan selalu memutar balikan kata-kata."
Lalu Reiko menggeleng-gelengkan kepalanya, geram.
"Dan kau juga cukup pintar untuk menutupi kedokmu di dalam agamamu, berpura-pura alim seperti kebanyakan orang-orang Soleh. Tapi kau tidak lebih dari Anggota Lima Monyet. Wanita murahan. Lebih hina daripada monyet!" pekik pria yang memang berstatus sebagai suami Aida itu.
"Berapa banyak lagi uang yang kamu inginkan, hmmm?"
"Jadi Anda ingin mengadukan nama Waluyo itu pada kakek Anda dan mengatakan kalau dia adalah kekasihku begitu?"
Akhirnya Reiko pun memberikan kesempatan Aida untuk bicara makanya wanita itu bisa menjawab seperti ini dan langsung diladeni Reiko dengan anggukan kepalanya.
"Sesuai dengan kenyataannya, begitu kan?"
Senyum pun kembali merekah di bibir Aida, sedikit sinis.
Meski sakit kakinya. Meski tangannya terbaret juga oleh pecahan-pecahan beling, tapi Aida yang sudah mendengar amukan Reiko itu benar-benar tak bisa menahan geli dan tawanya.
"APA YANG LUCU?" Membuat temperamen Reiko pun meningkat lagi dan sudah mendelik matanya.
"Kalau boleh saran, sebaiknya Anda telepon sekarang ke Kakek Anda dan katakan kalau aku ini selingkuh dengan Waluyo." Aida mulai bicara lagi.
Sungguh tenang seperti tak ada emosi apapun saat dirinya melanjutkan ucapannya meski kakinya masih sakit.
"Dan kalau ditanya kakek Anda dari mana Anda tahu, Anda bisa bilang kalau aku ditelepon Waluyo dan aku mengatakan dia adalah kekasihku. Mungkin Anda juga bisa mengatakan kalau Anda sedang bersama nyonya Brigita saat mendengar itu. Atau mungkin Anda ingin menceritakan bagaimana Anda menghabiskan waktu Anda bersama dengan wanita itu supaya Kakek ada merestui Anda?"
"Sesuai dengan dugaanku kau memang sedang menjebakku dan Brigita supaya terlihat buruk di hadapan kakekku dan tidak menyalahkanmu yang menyimpan ... Ehm, pria itu bukan?"
Rasa jijik Reiko menyebut namanya. Makanya dia hanya menyebut seperti itu tak mau sama sekali memanggil nama Waluyo.
Duh, mau apa lagi dia? Aida bersiap-siap di dalam hatinya ketika melihat Reiko yang berjalan mendekat padanya.
"Pak Reiko Byakya --"
"Jangan memanggilku dengan mulutmu yang busuk itu!" Tapi belum selesai Aida bicara pria itu dengan cepat mencengkram dagunya begitu menyakitkan.
"Jangan mencoba memancing emosiku."
"Aku tidak memancing emosi siapa-siapa kok. Lah memang udah kepancing."
BRAAAK.
Aish, untung kepalaku nggak kebentur.
Aida tak mengerti kenapa tapi Reiko kembali menjatuhkan tubuhnya, hanya saja sekarang yang terasa begitu sakit adalah tulang belakangnya, yang kemarin memang sudah pegal-pegal itu. Sedangkan kepalanya sendiri tadi cukup aman saat terkena meja dapur.
"Shh, Anda masih mau meluapkan kekesalan Anda pada saya, Pak?"
Saat ini Aida sudah tidak mau lagi menunda-nunda. Dia juga tadi ingin bicara cepat tapi Reiko sudah keburu membantingnya lagi. Makanya dengan cepat tangannya mengambil sesuatu
"Ini."
Aida pun menunjukan sesuatu ketika dia sudah merogoh handphonenya dan mendapatkan sebuah gambar.
Reiko cukup dekat untuk bisa melihat itu. Aida susah payah mencari gambarnya, Untung saja Reiko masih bisa sabar ketika dia mencari.
"Ini. Pria yang aku hanya memberi namannya Waluyo saja. Bukan karena aku tidak sopan. Tapi karena aku mengikuti keinginannya yang ingin terus terlihat muda, pak."
"Jadi kamu pacaran dengan pria seumuran papaku?"
"Lah?"
Aku pikir aku tunjukin mukanya dia kenal. Kenapa dia malah masih berpikir ini pacarku?
Mana Aida tahu. Dirinya pikir Reiko mengenal pakdenya yang merupakan tetangga Adiwijaya makanya Aida bingung melihat respon Reiko yang tampaknya tak berubah.
"Anda ini sudah pernah ke rumah kakek Anda belum sih, Pak?"
"Jangan muter-muter mau bilang apa kau?" kesal Reiko dengan pertanyaan bodoh itu makanya dia semakin geram.
"Ibuku. Ibuku punya kakak, kakaknya itu adalah pakdeku. Dia itu namanya Waluyo Arjuna. Dan dia ini adalah tetangga kakek anda, Romo Adiwijaya"
"Apa maksudmu?"
Tanya yang membuat Aida tersenyum sinis.
"Seharusnya saya dapat reward yang besar karena saya sudah membantu Anda terbebas dari masalah kecemburuan kekasih Anda kemarin bukan amukan Anda."
"Tunggu."
Saat Aida sudah melangkah ingin keluar dapur, Reiko segera mungkin meraih tangannya untuk tetap berada di sana
"Waluyo itu pakdeku. Kalau bapak ingin tahu tentang pakdeku, telepon saja kakek Bapak. Dia bisa menjelaskan semua tentang pakde Waluyo."
"Pakdemu?"
Aida dengan wajah malasnya dia memutar bola matanya, mendengar pertanyaan dari Reiko dengan suaranya sedikit bergetar.
"Ya dia kakak ibuku berarti dia adalah pakde ku. Dan pakde Waluyo cukup dekat dengan kakek Adiwijaya. Jadi seharusnya bukankah Bapak mengenal namanya?" tanya yang membuat Reiko mematung, dengan segala macam pemikiran yang entahlah. Saling bertabrakan di benaknya tak bisa diuraikannya satu persatu.
"Kalau belum jelas juga Bapak telepon saja kakek Bapak. Tanya langsung atau mungkin minta nomor telepon pakdeku."
Dan itulah yang terurai dari Aida sebelum dia membalikkan badannya ingin pergi sambil menghempaskan tangan Reiko
Jadi dia sengaja memanggil pakdenya sendiri sebagai kekasihnya di hadapan Brigita hanya untuk membantuku supaya permasalahan kami selesai?
dag dug dag dug
Tanya yang tidak bisa dimengerti oleh Reiko saat ini, tapi debaran jantungnya jadi semakin meningkat.
"Hei tunggu dulu." Akhirnya Reiko pun keluar dari dapur dan berusaha mengejar Aida. Wanita itu sudah berjalan seperti jalannya orang normal menuju ke arah kamarnya.
Tapi
"Tunggu dulu aku bilang."
Tangan Reiko menyambar lengan Aida lagi, memaksanya membalikka badan
"Lepaskan tangan saya Pak!"
Jelas Aida mengomel dia sudah kesal sekali dengan Reiko dan Aida juga meninggikan suaranya. Tapi sebelum sempat Reiko menjawab ...
"Sayang kamu sedang membicarakan apa dengannya?"