"Oh nggak ada kok," jawab Reiko cepat.
"Aku cuma diam supaya kamu istirahat dan bisa tenang, aku nggak mau ngeganggu kamu, sayang," tambah Reiko lagi, yang kini memberikan senyumnya kepada wanita yang menatap wajahnya.
"Beneran?"
"Hmm."
Melihat Brigita yang tidak yakin Reiko pun menjawab cepat.
"Apa sekarang kondisimu sudah lebih baik?"
Sepertinya dia benar-benar kepikiran tentang obat-obatku ya? Hahaha. Dia saja yang tidak tahu kalau aku depresi bukan karena wanita itu. Bukan karena pernikahannya dengan wanita itu juga. Tapi karena aku khawatir aku tidak punya kesempatan untuk mengikuti tender itu dan aku tidak bisa bertemu dengan Gerald Peterson, bisik dalam hati Brigita karena memang ini adalah sesuatu yang sangat mengganggunya.
Tapi tentu saja dia tidak boleh tahu soal ini. Hahaha, selama aku tidak bisa mendapatkan Gerald dia akan menjadi serepnya, bisik hati brigita
Karena itulah
"Aku nggak apa-apa kok, sayang. Kondisiku sudah lebih baik jadi kamu nggak usah khawatir berlebihan gitu ke aku, cinta."
Brigita dengan wajahnya yang terlihat begitu manis saat memindai Reiko, dia juga sudah menggerakkan tangannya memegang pipi Reiko, terlihat sangat manja.
"Aku selalu tenang kalau sudah berada di sisimu, sayang." Brigita makin menggoda sambil menggerakkan jari tangannya turun menyentuh dagu Reiko.
"Di sisimu, di tempat tidur kita," bisik Brigita lagi, dengan bibirnya yang bicara cukup dekat pada bibir Reiko sehingga aroma strawberry mint dari nafas Brigita itu pun bisa tembus dari indra penciuman Reiko.
"Atau di manapun tempat tidurnya, asal sama kamu." Dan saat bicara ini jari tangannya pun bergerak turun hingga mengenai kaos Reiko.
"Seakan-akan aku bisa bersatu denganmu," ujar Brigita yang kini jari tangannya itu ada di salah satu ujung satelit di dada Reiko walaupun masih dibatasi oleh kaosnya.
"Karena hanya dengan berada sedekat ini denganmu maka aku tidak takut kehilanganmu dan bisa menikmati waktu berdua denganmu begini," ujar Brigita lagi yang mencoba untuk melunakkan hati seseorang dengan satu kaki kanannya sudah berada di atas kaki kanan Reiko, dia pun juga sudah menggosokkan jari kakinya turun naik di atas tulang betis Reiko, dengan posisi duduk Brigita yang menyamping tentu saja menempel pada Reiko.
"Kamu nih."
Reiko kembali mencubit hidung Brigita, sudah tahu apa yang diinginkan oleh wanita itu.
"Ada apa kamu mencariku tadi ke kantor? Apa mau aku menemanimu di tempat tidur ini?"
Kenapa dia malah mengangkat tanganku? Brigita sungguh tidak menyangka karena saat bicara tadi Reiko tangan kirinya bergerak memegang tangannya yang memutar-mutar ujung bagian dadanya sebelah kiri.
"Ehm, maksudmu membicarakan alasanku ke kantormu?"
Reiko pun mengangguk saat Brigita mencoba fokus dengan yang ditanyakan Reiko meski hatinya bertanya-tanya dengan sikap pria itu.
"Ah, jelas bukan membicarakan itu ..."
"Lalu?"
"Entahlah, sepertinya tidak perlu cerita karena sepertinya kamu juga sedang banyak masalah." Brigita tadinya ingin membalikkan badan dan memilih menjauhi pria itu
Tapi
"Hei, mau ke mana?" Reiko menahan perempuan itu.
"Kamu udah ngehubungin papa kamu belum? Tadi aku lihat papamu sepertinya marah sekali saat kamu belum kembali kembali."
Brigita menunjukkan wajah bete nya sambil membuang muka.
Dia tidak sama sekali menyinggung masalah ranjang. Hei, ada apa dengannya? Apa aku tak membuatnya ingin? mari kita tes lah.
Dan tentu saja sikapnya ini untuk mengetahui bagaimana Reiko menanggapi dirinya.
"Oh belum. Nanti aja. Paling marahnya sekalian di rapel."
"Lagian cuman nature space saja sampai ditinggalin rapat," sindir Brigita lagi sambil dia melepaskan tangan Reiko
"Jangan marah dong. Sebenarnya ada alasan tersembunyi, yaitu aku kabur."
Jawaban yang membuat Brigita mengerutkan dahinya, akhirnya kembali menengok pada pria di sampingnya.
"Apa maksudmu?"
"Papa ingin main-main sama pajak. Kami harusnya bayar pajak 1,8 triliun dan aku sudah menghitungnya. Tim kami juga sudah menghitungnya ulang. Tapi papa cuman mau bayar mentok 180 miliar atau mungkin katanya kalau bisa di bawah seratus miliar. Makanya aku memilih kabur dan kebenaran aku ingat sama nature space jadi ya udah aku ke sini buat ngecek itu."
"Jadi itu alasanmu?"
Reiko mengangguk sambil menatap Brigita serius meskipun
Ya aku memang tidak mau membuat laporan curang itu. Tapi sebenarnya aku tidak mau kabur juga dari rapat. Hanya saja itu kayaknya adalah alasan yang paling masuk akal kenapa aku bisa dua jam di sini.
Sungguh sebuah jawaban yang memang masuk akal sekali dan Reiko sudah memikirkan ini juga.
"Seharusnya kamu jelaskan padaku dan mungkin seharusnya kamu mengajakku ke sini bareng," ucap Brigita.
Haruskah aku percaya padanya? Tapi aku rasa memang dia tidak berbohong padaku. Mungkin dia sedang kepikiran masalah kantornya? Makanya dia tidak asik untuk diajak enak-enak? pikir hati Brigita.
"Lain kali aku akan mengajakmu." Reiko juga sudah menjawab begini. Dan ini menenangkan Brigita juga membuatnya tambah yakin dengan apa yang dipikirkannya.
Meskipun
Gila kalau aku mengajaknya ke sini bareng. Yang ada aku dan dia sedang perang dunia sekarang. Ish, kertas-kertas itu. Bener-bener ya, anak itu ...membuat masalah denganku.
Sungguh menggelikan di dalam hati Reiko. Bagaimana tingkah laku seorang bocah berusia 18 tahun bisa membuat dirinya sampai meninggalkan urusan penting di kantornya. Ya walaupun dia sebenarnya ingin kabur, tapi memang itu tanggung jawabnya dan semua ini sebetulnya memang karena Aida
"Sudahlah."
Brigita menjawab lagi di saat yang bersamaan menatap Reiko serius
"Kamu masih kesal padaku?"
"Entahlah." Brigita mengangkat bahunya
"Ssshh. Aku lelah. Kamu juga lelah. Bagaimana kalau kita sedikit melakukan relaksasi ?"
"Kamu menginginkannya?"
Jawaban yang tentu saja membuat Reiko mengangguk
"Tapi tadi kamu menolakku."
"Bukan menolak tapi aku cuma nggak mau kalau kamu sampai kena depresi atau merasa harus melayaniku?"
"Beneran kamu berpikir begitu?"
Dan tentu saja pria itu pun mengangguk lagi sambil mencubit dagu Brigita
"Siapa yang tidak tertarik padamu?" Mata itu kembali menatap dalam pada Brigita
"Aku hanya khawatir kamu kelelahan dan kamu kepikiran macam-macam. Tapi aku pasti gak akan nolak kalau soal itu."
Iya benar. Tidak mungkin kan dia kepikiran wanita itu? Lagi pula wanita itu sudah punya kekasih. Dan kenapa aku bisa kepikiran tiba-tiba pada wanita itu? Dia tak akan tertarik padanya. Semua ini hanya masalah kantor, pikir hati Brigita
Sudah mulai tenang karena itulah
"Kita mulai sekarang dan baru nanti mandinya ya."
"Kamu sudah tidak tahan bukan?"
Anggukan kepala Brigita sesaat sebelum Reiko memberikan kecupan di dekat telinga kirinya adalah awal di mana sebuah kecupan hangat pun kembali diberikan Reiko pada bibir wanita itu setelah melihat anggukan kepala Brigita.
Sebuah kecupan sederhana.. Tapi lama-kelamaan membuat mereka berdua justru malah terengah-engah dan kehabisan nafas.
"Aku mau yang lebih dari ini, sayang."
"As you wish, my queen."
Dan itu pula kata-kata yang keluar dari Brigita di sore menjelang malam itu. mereka pun akhirnya melakukan sesuatu sebagai relaksasi kenikmatan yang selalu menjadi permainan yang penuh dengan suara-suara kepuasan.
Melupakan segenap semua rasa lelah yang tadi melanda diri mereka masing-masing dan juga kekesalan yang harus mereka lewati di hari itu. Semua lika-likunya.
Kedekatan mereka berdua dengan sentuhan yang mengaktifkan neuron saraf melumerkan endorfin hingga kenikmatan yang tidak bisa dielakkan itu membuat keduanya terhanyut.
Aaaakh.
Sampai akhirnya puncak kenikmatan itu bisa dinikmati berbarengan dengan napas terengah dan tubuh penuh dengan cucuran keringat keduanya.
"Kamu luar biasa sayang."
Senyum pun muncul saat Brigita berbisik begini di telinga Reiko
"Hanya denganmu aku bisa, Bee."
Reiko bicara sambil membuang plastik yang seperti silikon itu yang tadi melindungi bagian bawahnya dan memang selalu digunakannya sebagai standar keamanan sebelum mereka melakukannya berdua.
"Kalau begitu sekarang kamu harus membawaku ke kamar mandi.
"Your wishes is my command My Queen."
Yes, dia sudah relax.
Ya karena memang ini yang diinginkan Brigita. Bersantai di kamar mandi setelah menyelesaikan kegiatan sambil dia memutar otak.
Sekarang dia sudah bisa bicara bisnis, kan?
Setelah lima menitan mengobrol di bak mandi, Brigita bertanya itu pada dirinya sendiri
Tapi sekarang bagaimana caranya aku memulai meminta uang itu?
Dan mengingat kembali misinya, Brigita pun kebingungan.
Ah masa bodolah, aku akan bicara dengannya. Toh dia ga bisa nolak.
"Sayang ...,"
Dia yang tidak menatap Reiko tapi masih bersandar di tubuh bidangnya kini mulai buka suara
Suara Brigita yang merdu, terdengar manja-manja dan mendayu, penuh dengan buaian.
Bibirnya juga sudah senyum-senyum tapi sayangnya ada sesuatu yang membuat Brigita mendongak menatap Reiko
"Sayang kamu sedang mikirin apa sih? Aku ajak kamu ngomong malah bengong lagi?"