"Bee, jaga bicaramu." Reiko tak menyangka kalau kekasihnya bisa bicara sekasar itu dan menuduhnya macam tadi.
"Dia tak ada hubungan denganku. Aku tidak serendah itu untuk tidur dengannya. Berapa kali aku harus mengulang kata-kata ini, sih?"
Idih, apa mereka pikir aku juga serendah itu mau tidur dengannya? Lah, ga nafsu aku tuh sama calon penghuni neraka, gumam hati Aida yang memang tidak sama sekali terbesit untuk merebut Reiko dari Brigita.
Dia bertahan di sana juga semata-mata hanya karena kontrak perjanjian dan biaya sekolah adiknya.
"Sini aku tunjukkan padamu apa yang sudah dia lakukan dan membuatku sampai ke sini."
Sebelum Brigita melontarkan ucapannya lagi Reiko sudah menarik tangannya.
Tak peduli dia dengan Brigita yang meronta minta dilepaskan.
Eh apa? Dia mau menunjukkan di CCTV itu? bahkan sikap Reiko ini juga membuat Aida panik.
Malah bisa membuat wanita ini tambah marahlah. Gimana sih? Ah tapi bodo amatlah. Namanya juga aku lagi nonton, lihat aja aktornya mau ngapain.
Aida tidak tahu apa yang direncanakan oleh Reiko. Tapi dia benar-benar penasaran.
Akankah pria yang sedang menggandeng tangan kekasihnya itu akan pergi ke tong sampah dan memperlihatkan semua sampah-sampah kertas berisi pesan?
Sungguh Aida ingin tahu Reiko mau bermanuver apa.
"Eh tapi kenapa mereka melewati dapur?"
Aida jelas bingung.
Bukankah tempat sampah itu di dapur?
Tapi kenapa mereka melewati posisi Aida yang ada di dapur?
Lah, kenapa dia kesitu? Aida makanya berbisik lirih setelah tahu di mana tujuan Reiko.
Dia masih bisa melihat kemana Reiko pergi meski posisinya masih ada di dapur.
"Lihat ini. apa yang dia sudah lakukan di sini." Reiko menunjuk sesuatu dan saat itu...
"Hei kau, kenapa di dapur saja? kemari cepat."
Dengan suara Reiko meninggi seakan-akan marah membuat Aida akhirnya terpaksa memutar bola matanya sebelum keluar dari dapur, patuh.
Aida tahu yang dimaksud adalah dirinya.
Ngapain lagi dia ke sana sih? Sandiwara apalagi yang dia buat? Aida masih ngeblank tentang rencana Reiko.
"Ini semua cuman akal-akalanmu aja, kan?" protes Brigita masih ragu dan tak percaya.
"Bee, aku nggak ngakalin siapapun. Kamu harus dengar semuanya." Reiko lalu mengalihkan pandangannya
"Dan kamu."
Reiko yang frustasi kembali menatap Aida, dengan suaranya yang sedikit membentak.
"Jelaskan perkara rumput ini kenapa bisa begini. Perbuatanmu kan yang merusaknya?"
Hahaha, jadi dia mau menyalahkan aku karena rumput itu? Aida berbisik di dalam hatinya. Tak menyangka kalau kesalahannya itu menjadi jalan keluar bagi Reiko.
"BICARA CEPAT!" sentak Reiko,
"Ya aku yang emang menginjak rumput itu," hingga Aida menjawab refleks.
Karena tadi mengambil satu kertas yang aku tempelkan di CCTV pakai tangga. Tapi dia sama sekali tidak datang ke sini untuk menyelesaikan urusan rumput, tapi CCTV. Dan inginnya Aida menambahkan ini.
Inginnya Aida menghancurkan betul-betul Reiko hingga dia mungkin kena pukul juga oleh pacarnya.
Tapi apa guna? Hanya menambah kotor hatiku saja jika aku membuat itu.
Tapi Aida menahan dirinya tak mau terlalu ikut campur dengan urusan mereka berdua.
"Nah kamu dengarkan, Bee?"
Dengan wajah Reiko yang masih terlihat frustasi dia kembali menguasai tatapan dari Brigita
"Kemarin aku menemukan tanamanku agak sedikit kering. Dan tadi pagi juga aku sudah menegurnya. Makanya hari ini aku ingin tahu bagaimana dia menjaga nature space-ku. Ternyata dia membuat ini."
Wah, wah dia memfitnahku. Dan luar biasa sekali dia berbohong begitu santainya. Apa memang dia benar-benar terbiasa berbohongkah sampai semudah itu lidahnya bicara bohong dan mimik wajahnya terlihat kalau dia itu seakan-akan menceritakan kenyataan? Aida hanya bergidik saja dalam hatinya saat mendengar ini.
Aku rasa tidak ada satupun agama di dunia ini yang membiarkan umatnya menjadi seorang pembohong. Bahkan di agamaku sendiri dikatakan mungkin seorang muslim itu bisa menjadi seorang pencuri, pezina, tapi bukan pembohong.
Aida miris sekali melihat ini. Berbohong bukan untuk sesuatu yang diperintahkan. Tapi di sini kebohongan mengkambing hitamkan dirinya, istri sah, demi mendapatkan maaf dari pasangan kumpul kebo.
Dan seharusnya aku tidak tolong menolong dalam keburukan tapi lihat apa yang sudah aku lakukan? Mengiyakan apa yang dia katakan tadi. Sssh, astaghfirulloh, niatku cuma tidak mau ada pertengkaran aja.
Ini yang sungguh tidak bisa diterima oleh Aida yang memang anti sekali berbohong harus berbohong.
Semoga kau punya waktu untuk bertaubat deh. Tapi mudah-mudahan aku diberikan kesabaran dan diberikan jodoh terbaikku bukanlah seorang pezina. Jodoh yang akan menemaniku di surga nanti itu bukan laki-laki yang melihat wanita lain dan tidur dengan wanita lain di dunia ini dengan cara yang haram, bisik hati Aida lagi, berusaha bersabar dalam doanya.
"Kamu dengarkan, Bee. Aku gak melakukan macam-macam dengannya."
Dan itu adalah kata-kata Reiko yang terdengar di telinga Aida ketika hatinya berbisik dan berdoa.
Berbeda dengan Brigita yang juga diam sedang memikirkan sesuatu yang akan dikatakannya.
"Oke anggap aku percaya." Sesaat ketika Brigita menjeda kalimat ini Riko sudah tersenyum
Tapi wanita itu belum selesai bicara
Karena itulah
"Tapi untuk yang ngurus taman kayak begini aja apa harus menghabiskan waktumu dua jam setengah dan meninggalkan rapat penting?"
Lanjutan kata-kata Brigita yang membuat senyum Reiko hilang.
"Apa itu alasan masuk akal menurutmu, hmm?"
"Ya itu--" Reiko belum sempat melanjutkannya karena dia masih blank
"Apa jangan-jangan ini cuman alibi kamu aja supaya bisa pulang ke rumah dan bertemu dengannya?"
Namun lagi-lagi Brigita tidak memberikannya banyak waktu untuknya berpikir.
"Bee,aAku tidak sama sekali menginginkannya."
Entah kepala Reiko juga pusing bagaimana dia harus menjelaskan pada Brigita kalau dia memang tidak menginginkan Aida. Kenapa wanita itu masih terus saja cemburu padanya?
"Aku sudah katakan padamu aku tidak punya hubungan apapun dengannya dan apa yang kamu lihat darinya sampai kamu se-cemburu itu sih?"
Inilah yang paling tidak dimengerti oleh Reiko. Kenapa kasus Aida harus dibesar-besarkan?
Reiko kesal sambil dia membuang wajahnya sejenak dan ini adalah pertengkaran terbesar antara dirinya dengan Brigita.
Bahkan saat Reiko mencoba membujuk Brigita tetap bertahan dengannya meski dia menikah dengan Aida tidak pernah sampai sepelik ini.
"Kamu pikir aku percaya dengan mudah?"
Hahaha. Keteteran kan akhirnya? Boong mulu sih. Habislah kau, gumam di dalam hati Aida di saat yang bersamaan
"Dia masih perempuan. Walaupun dia gadis kampung ga punya payudara, tapi tetap saja dia perempuan. Dan dia punya banyak tipu muslihat untuk menjadikanmu satu-satunya miliknya, bisa jadi sambil menunjukkan sikap lemah lembutnya dan membuatmu tergoda dengannya. Lalu kamu pikir aku bisa gitu nggak cemburu ama dia?"
Brigita memang sedang benar-benar marah dan kesal, jadi semua yang negatif itu ditarik olehnya.
Dia tidak bisa menahan dirinya dan begitu ingin meluapkan semua perasaan curiganya di saat yang bersamaan
"Oh Maaf."
Aida yang berdiri di sana lupa dengan suara dering teleponnya yang masih kencang.
Maklum saja kalau Reiko tidak ada di rumah dia kadang-kadang memang membesarkan volume suaranya.
Ini juga yang membuat Aida panik dan segera mengambil handphone itu di saat yang bersamaan Reiko dan Brigita mengarahkan pandangan padanya.
"Telepon dari siapa?"
"Segitu pentingnyakah kamu menanyakan itu telepon dari siapa padanya?" lagi Brigita langsung memotong dan sinis pada Reiko yang tadi ingin tahu.
"Aku wajib menanyakan itu telepon dari siapa, Bee. Kalau itu telepon dari kakekku gimana? Pikiranku sekarang ini sedang bercabang karena aku khawatir sekali kedatanganmu ke kantor bisa membuat kakekku curiga."
"Cih, lagi-lagi kamu bersembunyi pada hubungan kalian? Nggak sekalian kamu bilang aku ini orang ketiga yang mengganggu pernikahan kalian."
"Bee, aku nggak pernah tertarik dengannya. Kenapa sih kamu nggak bisa percaya padaku?"
Ah mereka berdua ini. Aku sama sekali tidak menginginkan pacarnya juga sih. Dan aku tidak mau sampai wanita ini menjadi monster yang sangat mengerikan nantinya untukku saat dia sudah cemburu buta kaya di sinetron-sinetron, bisik Aida sangat yakin sekali kalau ini akan membuat dirinya terseret-seret terus. Tidak ada ketenangan lagi.
"Maaf. Aku mengganggu kalian." Makanya Aida memotong ketegangan diantara keduanya.
"Maaf, aku mau menjelaskan ini bukan telepon dari kakekmu."
Aida menunjukkan layar handphone yang masih bergetar di hadapan keduanya.
"Waluyo?" Brigita yang membacanya membuat Aida mengangguk pelan,
"Iya, mas Waluyo sudah telepon. Dia pacarku, jadi aku permisi dulu ya."