"Baiklah katakan syaratnya, Reiko? Hmm, aku memanggilmu begini saja ya karena kita kan sedang tidak dalam pembicaraan formal," jawab Reyhan kemudian, masih dalam kondisi relax.
"Hmm, itu lebih baik." Reiko setuju, sebelum membahas ke pembicaraan inti.
"Sebelum aku bekerja sama, apa boleh aku mengenal dulu siapa saja yang akan menjadi timku? Karena ini sangat penting sekali. Aku harus bekerja sama dengan orang yang bisa diajak bekerja kelompok. Apalagi aku juga harus mempercayai orang-orang yang kau pilih, karena saat ini kondisinya aku tidak membawa siapapun dari BIA."
"Tentu saja."
Itu adalah permintaan yang masuk akal untuk Reyhan bahkan Hartono juga manggut-manggut setuju.
"Kita akan membicarakan konsep kerjanya besok, bagaimana?"
"Ya, itu lebih baik. Karena besok aku juga akan dapat bersama dengan CEO Aurora Corporation."
"Bagaimana jika kita meeting di perusahaan Pak Hartono?"
Setelah Reiko setuju tawaran ini pun diberikan oleh Reyhan mengingat Reiko adalah keponakan Hartono mungkin lebih baik.
"Kantor papa lebih kecil daripada kantor papimu, Rey. Lebih baik meetingnya dilaksanakan di kantor papimu saja."
Tapi Hartono punya penilaian sendiri sehingga dia pun mengutarakan aspirasinya
"Oh iya begitu bisa saja di kantor papi. Supaya aku tidak harus bolak-balik juga karena ada yang mau aku cek di sana."
Reyhan pun setuju.
"Kamu gimana?"
"Tidak ada masalah. Selama masih di Jakarta."
"Ok deal. Kita juga akan segera membahas bagaimana penyaluran dananya nanti."
Semudah inikah? Aku mendapatkan bantuan dana semudah ini dengan nilai yang luar biasa itu?
Sejujurnya Reiko sendiri hampir tidak percaya dengan kenyataan ini. Dia berhasil menemukan investornya hanya dengan datang berkunjung ke rumah pak lek nya, tanpa banyak nina ninu, deal begitu saja, sungguh sangat mudah sekali.
"Alhamdulillah ya Rey, kamu dan Reiko akhirnya ada kesepakatan."
"Hmm, iya bener Pah. Ini namanya rezeki yang nggak keduga-duga. Aku niat datang ke Indonesia untuk bersilaturahmi ke papa bersama dengan keluargaku malah aku dapat tawaran bisnis yang menjanjikan."
Benar kata Reyhan. Menjalin silaturahmi, itu selain membuat hubungan kekeluargaan menjadi lebih harmonis dengan keluarga jauh maupun dekat, itu pun juga bisa memberikan jalan keluar untuk rezeki.
"Hmm. Kamu dapat tawaran bisnis dan Reiko dapat penyelesaian untuk masalahnya. Alhamdulillah."
Sepertinya Pak lek memang orang yang taat beragama. Aku tidak mengerti dengan konsep yang mereka katakan tadi tapi aku merasa bersyukur juga datang ke sini dan ada jalan keluar yang cepat. Aku hampir buntu untuk mencari dana 150 juta dolar.
Reiko merasa lega.
"Tapi mudah-mudahan nilai yang kalian sepakati nanti itu tidak akan memberatkan pihak manapun." Hartono kembali bicara.
Sebuah keadaan di mana Reiko melihat mereka semua sambil menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Haha, memang kamu ingin memberikanku berapa persen keuntungan dari pekerjaan ini?"
Reyhan sendiri tidak kepikiran. Dia hanya menyetujui untuk bekerjasama dengan persyaratan yang dimaksud tadi tanpa membahas masalah nominal apapun dari keuntungan bisnisnya.
"Aku tidak memiliki modal. Dan bisnis ini tentu saja tidak akan berjalan jika tidak ada bantuan modal darimu. Dan kamu juga yang mengatur orang-orang yang akan bekerja denganku. Itu berarti kamu menanggung biaya operasional lebih besar. Sedangkan aku hanya punya project ini dan juga pikiranku bagaimana harus membuat bisnis ini berjalan. Bagaimana kalau aku meminta 30%?"
"Bismillah, aku setuju."
Dan bagaimana dia bisa setuju tanpa dia menghitung dulu berapa pengeluaran untuk orang-orangnya?
Sungguh Reiko tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Reyhan yang begitu sederhana dalam membuat sebuah perjanjian.
Memang beda dari Raditya Prayoga yang akan menguliti semuanya. Tapi apakah benar Reyhan memang tidak akan mengulitinya?
"Kamu yakin, 30% untukku tidak akan masalah untukmu?"
"Yang penting berkahnya. Bismillah saja. Roy juga ada di sini dan dia juga sudah memperhitungkan semua nantinya harus seperti apa perhitungannya."
Mata Reyhan pun tertuju pada seseorang yang dari tadi mencatat semuanya.
Karena kebetulan duduk Roy ada di samping Reiko dan Reyhan memang sudah melihat anggukan kepala dari Roy yang menyatakan bahwa 30% itu bukan sebuah masalah dan mereka masih bisa mendapatkan keuntungan selama bisnis itu selalu mengutamakan kejujuran dan keterbukaan.
Tapi karena Reiko duduk sejajar dengan Roy dia tidak bisa melihat mimik wajah Roy dan tanda-tanda yang diberikannya kepada Reyhan.
Aku tidak tahu bagaimana dia memperhitungkan ini. Tapi saat ini aku yang penting merasa lega dulu. Syukurlah akhirnya ketemu jalan keluar modalnya. Minimal satu urusan sudah selesai dulu. Aku tidak pusing besok kalau harus ditanya oleh Raditya Prayoga.
Jujur saja ini adalah bantuan yang sungguh tidak diduga-duga. Dan Reiko juga tidak lagi mempedulikan bagaimana Reyhan menghitung nanti. Dia juga tidak niat untuk menipunya karena ini memang satu jalan keluar untuknya.
Mempertahankan namanya di mana dia sudah memulai mempresentasikan desain yang dibuatnya dan sekarang dia harus menyelesaikannya, barulah dia akan memiliki nama yang terjaga.
Dan beruntungnya lagi Hartono memang memiliki menantu yang cukup kaya raya.
Tidak bisa dipungkiri kondisi kemampuan finansial dari Reyhan Dharma Aji itu hampir sama dengan kekayaan keluarga Adiwijaya.
Makanya untuk menggelontorkan uang dalam jumlah yang tadi dibutuhkan oleh Reiko Itu bukan sebuah masalah yang besar. Walaupun bisnis Reyhan tidak sebesar bisnis Raditya Prayoga, tapi tidak bisa dianggap lemah juga.
"Permisi."
Sebelum mereka melanjutkan pembicaraan ada seseorang yang datang mendekat ke arah pintu rumah membuat konsentrasi mereka pun tertuju pada pintu tersebut.
"Waaaa, makananku udah dateeeeng."
Dan belum sempat mereka semua bicara lagi seseorang dari lantai atas sudah memekik. Seorang wanta sambil menggendong anaknya turun berlari menuju ke pintu keluar.
"Pak, itu donatku!" pekik Vanessa pada pengantar delivery order. Namun langkah kaki Vanessa membuat seseorang benar-benar khawatir dan terlihat gusar.
"Vanessa hati-hati melangkahnya. Nanti kamu terjatuh."
Meski Dharma yang ada di gendongan Vanessa itu memang sudah bangun dari tidurnya. Tapi tetap saja berlari dengan anak digendongan seperti itu sangat membahayakan bagi Reyhan.
"Tenang aja Bang Rey aku tuh punya keseimbangan yang bagus kok."
Vanessa menjawab secepat mungkin di saat Reyhan sudah berdiri mendekat padanya
"Dan apa ini? Kenapa kamu berikan dia lollipop, Nessayyyy?"
Dia terlihat santai dalam berbisnis. Tak terlalu memikirkan tentang jumlah uang yang dia dapatkan sepertinya, tapi kalau untuk urusan anak bahkan hanya sebuah permen pun dia akan panik sekali.
Lagi-lagi Reiko melihat sesuatu yang berbeda dari Reyhan. Bagaimana pria itu begitu ketakutan luar biasa dan stres sekali melihat kelakuan istrinya
"Urus aja makananmu biar Dharma denganku."
"Ih, padahal mah kan nggak akan jatuh kok bang Rey. Aku kan udah pikirin semuanya mateng-mateng,"ucap Vanessa yang langsung menuju ke arah pintu.
"Makasih ya. Waaaa, Donaaaaat."
Ya ampun anak ini seperti bocah tapi sudah punya anak? Bocah punya anak? Kelakuannya melihat donat benar-benar seperti anak-anak.
Lagi-lagi Reiko berbisik dalam hatinya melihat bagaimana sepupunya itu begitu bahagia dengan donat yang dikirim oleh ojek online.
Vanessa memang bukan tipe wanita yang disukai oleh Reiko sehingga dia benar-benar menggerutu dalam hatinya. Sangat berantakan sekali. Dia tak bisa membayangkan bagaimana seseorang bisa hidup dengan wanita yang se-merepotkan Vanessa.
"Woaaaaah, perutku bener-bener udah laper. Enak nih makan donat sambil masak."
Sambil membawa donatnya, Vanessa membukanya dan baru saja ingin memakannya saat dirinya ingat kalau mereka semua belum pada makan juga. Vanessa tadi sudah berjanji dirinya akan masak makanya dia menyeletuk seperti ini saat mau mengambil donatnya
Tapi
"Vanessa kenapa makan sambil berdiri?"
"Oh iya lupa Papa."
Saat itu Vanessa yang tadinya mau ke dapur akhirnya duduk di senderan tangan pada sofa. Tepat di samping suaminya
"Bang Rey ini enak banget. Cobain deh, buka mulutnya dong. Ini enak banget cobain dulu."
"Vanessa, aku sedang mau bicara."
"Ya biarin sih. Makan donat nggak akan nyampe sejam kok cuman sesuap. Aku cuman nyuapin doang." Vanessa memaksa.
"Nih cobain dulu lah, aku enggak mau pergi Kalo enggak mau dimakan."
"Udah puas?"
Akhirnya Reyhan pun membuka mulutnya dan menerima apa yang diberikan Vanessa membuat wanita ini pun senyum-senyum lagi
"Enak kan? Aku bilang Ini donatnya enak, makanya aku belinya selusin."
"Vanessa di sini ada masmu, Reiko, ada Roy, kenapa kamu tidak menawarkan juga pada mereka?"
Hingga melihat kelakuan anaknya Hartono kembali mengkritik Vanessa.
"Emangnya Roy kamu mau makan donat juga?"
"Tidak Nyonya. Saya tidak sedang lapar dan sudah makan."
"Terus kamu Mas Reiko mau makan donat juga?"
"Aku rasa tidak. Aku tidak lapar juga."
"Papa katanya mereka nggak laper, jadi mereka enggak usah dikasih donat.Lagian aku udah nggak makan donat ini udah berapa tahun coba? Udahlah Papa biarin ini buat aku aja semua sih."
Kalau pada Hartono, Vanessa berani masih menolak permintaan bapaknya
Tapi
"Vanessa." Melihat Reyhan di sisinya yang sudah mendelik
"Iya, iya, bang Rey, Iyaaaa. Nanti aku kasih semuanya. Satu satu semua kebagian."
"Hahaha."
Melihat tingkah Vanessa yang kalau sudah dipelototi oleh Reyhan tidak berani melawan, kali ini membuat Reiko tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.
"Maafkan, Reiko. Istriku tidak sopan."
"Tidak apa-apa, Reyhan. Ini malah lucu sekali. Aku tidak sangka kalau Pak lek punya keluarga yang begitu ramai, urusan donat pun bisa membuat ramai."
Sebuah sindiran sederhana. Tapi memang Reiko tak tahan lagi melihat tingkah Vanessa yang seperti anak kecil.
"Iyalah. Aku kan emang lucu imut. Aku cantik gak mas Reiko?"
"Vanessa bukan tadi katanya kamu ingin masak?"
(bersambung)
Baca cepat: karyakarsa