"Saya paham pak."
Keduanya tidak saling bertatapan saat membahas masalah ini. Masing-masing lebih memilih untuk memandang ke arah monitor tanpa mau mengecek bagaimana kondisi psikologis lawan bicaranya setelah pembicaraan ini.
"Bagus. Dan pastikan kondisi ruangan di apartemenku selalu bersih seperti yang tadi aku sudah jelaskan di awal kamu memasuki tempat tinggalku ini."
Reiko justru malah mengingatkan Aida mengenai pekerjaan yang harus dia lakukan setiap harinya.
"Iya, iya, udah paham kok, Pak."
Tak mau memperpanjang lagi, Aida yang sudah mengerti dia pun menggerakkan tangannya di layar monitor.
Sangat serius. Seperti ada sesuatu yang sedang dia cari dengan matanya terfokus di sana. Tapi keseriusan ini malah membuat Reiko jadi semakin tak sabaran
"Kenapa tidak pilih satupun? Kenapa hanya scrolling aja?"
Jelas saja apa yang dilakukan Aida ini membuat gusar Reiko. Semenit sudah berlalu tapi wanita itu masih belum memilih apapun.
"Sebentar Pak. Saya lihat-lihat dulu. Masa saya langsung pilih mau beli apa aja ga pake dipikir dulu?" Aida memberikan jawaban tapi dia tidak menatap Reiko.
"Nanti kalau bahan makanannya tidak terpakai gimana? Kan ini juga harus dipikirkan. Dibikin planning mau masak apa, bukan langsung dibeli lalu dibayar dan nanti bagaimana kalau mubazir?"
Pikirannya cermat juga. Mungkin karena dia biasa tinggal di desa dan jumlah uang sangat terbatas untuk berobat, jadi mereka memang harus berhati-hati menggunakan uangnya?
Reiko jadi menilai sikap Aida yang tadi sempat diliriknya namun kini matanya sudah kembali memandang ke monitor
Atau mungkin karena dia memang suka nonton MasterChef yang selalu membuat planning sebelum memasak makanan? Reiko jadi ikutan berpikir sesuai dengan apa yang dikatakan Aida. Sungguh penggiringan opini yang cukup halus dilakukan oleh Aida tanpa disadari lawan bicaranya.
Tapi tiba-tiba saja Reiko tersadar dengan sesuatu yang penting.
Makanya...
"Ya, aku tidak bisa menunggu selama itu di sini." Reiko tak bisa lama-lama di dapur, karena ada banyak sekali yang harus dia kerjakan..
"Ya udah, siapa yang suruh Bapak menunggu di sini? Saya nanti pilih-pilih dulu sendiri dan nanti kan saya juga nunggu orang yang datang nganter kan? Terus Bapak ngapain di sini?"
"Lah. Memang yang mau kamu beli itu semuanya nggak dibayar?"
"Oh iya bener, hehe ...."
Sebuah jawaban sederhana dengan respon tawa kecil di bibir Aida berhasil membuat Reiko melihat sesuatu yang tak wajar dan tak pernah dia temui sebelumnya.
Dia masih bisa tersenyum dan tertawa padaku?
Ada sesuatu yang membuat Reiko bertanya seperti ini ketika tak sengaja Aida yang mengakui kebodohannya sendiri pun sempat meluapkan emosi yang menarik untuk Reiko. senyum-senyum semanis itu padahal Reiko juga baru saja meluapkan kata-kata yang seharusnya membuat Aida memukulnya.
Sungguh ini adalah sebuah keanehan yang sempat ditangkap oleh netra Reiko dan masih tak bisa menerka jalan pikiran wanita di sisinya.
Reiko tak pernah menunjukkan kebaikan hatinya pada Aida. Dan yang dilakukan hanyalah membuat wanita itu selalu tersudut sejak mereka tiba di rumah orang tuanya. Baik dengan kata-kata maupun perbuatannya tidak ada yang menunjukkan sikap friendly dari Reiko dan dia bahkan sempat menamparnya. Dari tadi juga dia tidak pernah memberikan kata-kata manis pada wanita itu. Tapi anehnya Aida tidak menunjukkan wajah dendam sama sekali. Dia bersikap sangat biasa.
Ini membuat Reiko jadi semakin penasaran dan bukankah segala hal yang membuat penasaran seorang pria adalah segala hal yang membuatnya tertarik pada objek yang belum bisa dipecahkannya itu?
Mungkin ada yang hang dengan otaknya kah karena penyakitnya?
Tak tahulah. Tapi Reiko tak peduli karena
Lebih baik aku cepat-cepat selesaikan urusanku di sini dan kembali ke kamarku sebelum aku harus kembali menenangkan Bee yang masih cemburu buta. Itu melelahkan dan aku sudah mengantuk berat.
Sekarang Reiko cukup lama di luar dan ini bisa membuat seseorang di kamarnya mengomel.
"Ah, sudahlah, kamu pilih saja apa yang kamu mau. Tapi sebentar aku isi dulu balance-nya, singkirkan tanganmu."
Aida pun menuruti apa yang diperintahkan pria itu.
Reiko mulai menggulir layar untuk top up balance.
"Nanti kamu belanja aja sendiri apa yang kamu rasa butuh dibeli."
"Boleh beli storage box juga gak?"
"Buat apa?" Reiko melirik pada Aida.
"Buat partisi di dalam kulkas supaya buah dan makanan yang dibeli nggak tercampur, kayak cabe sama apel kan nggak mungkin ditaruh barengan dan jadi lebih rapih, makanannya ga di simpen di dalam plastik, jadi bau."
"Oh, ya udah."
Reiko memang cukup rapi tapi dia bukan orang yang sering makan di rumah. Kadang belanja hanya secukupnya saja ataupun yang paling banyak belanja bulanan buah, susu, keju. Ada beras seringnya untuk buat nasi goreng. Makanya dia punya banyak bumbu nasi goreng instan, ayam, sosis, telur, udang, biasanya untuk campuran nasi goreng. Tapi kebetulan malam ini hanya tersisa ayam fillet.
Reiko tidak pakai partisi macam-macam. Makanya dia setuju saja dengan yang dikatakan oleh Aida. Dan dia tidak punya waktu untuk berpikir banyak. Kemarahan Brigita bisa menjadi masalah besar untuknya.
Karena itu
"Ini sudah ada balance-nya jadi kamu boleh belanja apapun kebutuhan di dapur ini. Dan aku bakalan banyak bekerja di luar, kadang juga nggak pulang karena aku harus keluar kota atau ke luar negeri ngurus bisnisku. Jadi, kalau kamu malas masak siang hari, mau beli makanan online juga beli aja pakai balance di sini."
Reiko bicara sambil menunjuk ke layar tanpa menatap Aida
"Yakin diisi sebanyak itu? Nggak takut uangnya aku curi?"
"Mana bisa kamu cari uang di sini." Sebuah pertanyaan bodoh yang membuat Reiko kembali tersenyum dan geleng-geleng kepala tanpa menatap Aida juga.
"Ya kan kalau uangnya banyak kayak gitu, lima puluh juta diisinya, aku bisa jajan macam-macam. Nanti habis uangnya buat jajan aku loh."
"Beli aja kalau kamu mau jadi gendut kayak bola."
Jawaban yang membuat Aida mengerucutkan bibirnya. Siapa juga wanita yang mau gendut seperti bola?
"Sudah lakukan sendiri ya." Reiko sudah makin buru-buru ingin kembali ke dalam kamar
Tapi dia ingat sesuatu
"Kenapa lagi Pak?"
"Kalau pulsamu abis, kamu bisa isi pakai balance ini juga dan password wifi di sini Byakta1991."
"Ok."
Aida pikir selesai dan pria itu akan pergi.
Tapi
"Kenapa masih di sini Pak?"
"Kamu ga catet dulu?"
"Inget kok. Byakta1991. Ejaannya: Bravo - Yoyo - Acar - Kata - Tempe - Abon - 1991 sama kaya PIN tablet ini, ulang tahun bapak, satu--"
"Udah, udah, ga usah dilanjut." pegel sendiri Reiko mendengarnya. Dia segera balik badan menuju ke arah tangga.
Tapi
"Kok balik lagi Pak?"
"Ada yang lupa, tadi mau ambil air minum."
"Oh." Aida pun paham selain menaruh piring memang Reiko seharusnya memang memiliki keinginan lain masuk dapur itu. Toh tadi dia ke kamarnya cuma bawa piring tanpa air.
Aida pun tak peduli dan lebih asik mengulik mainan barunya di tablet itu. Belanja online yang tak pernah dilakukannya saat dulu di kampung.
Dirinya sangat antusias mengulik menu belanja, meski belum tahu mau beli apa.
"Nanti kamu pakai salep yang ada di dalem sini ya."
Tapi Reiko bukan hanya mengambil air dalam pitcher dan gelas. Dia juga membuka satu kabinet dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya yang membuat Aida menengok ke arah tempatnya menaruh sebuah kotak
"Itu kotak P3K?" tanya Aida disaat Reiko meliriknya dan mengangguk pelan
"Hmmm. Pipimu sebelah kiri lebam. Ada salep di sana untuk anti lebam."
(bersambung)
baca cepat: karyakarsa