ALIF

By Sastra_Lara

6.2M 437K 50.9K

Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang... More

00
Saya Figur Utama dan Maaf
01. Kesaksian
02. Patah
03. Tangis
04. Introgasi
05. Gus Polisi
06. Mas Ganteng
07. Jatuh Cinta
08. Raden Parama
09. Datang
10. Maaf
11. Beringin Tikungan
12. Apel Mama
13. Disegani
14. Cemburu
15. Hukuman
16. Kubu mana?
17. Pelet Abah
18. Qobiltu Ijazah
19. Halo Dek!
20. Kalung Anak Kecil
21. Restu
22. Tingkahnya atau Anaknya?
24. Pesan Baper
25. Pengen Pulang
26. Hilang Wibawa
27. Menantang
28. Kalah Jauh
29. Saingan
30. Perjuangan
31. Aku Disini
32. Pertimbangan
33. Angsa Putih
34. Lamaran
35. Cinta Parama?
36. Manipulatif
37. Tujuan Hidup
38. Terulang
39. Diusir atau Diterima?
40. Saksi SAH
41. Bertunangan?
42. Cinta Segitiga
43. Kesempatan
44. Didikan
45. Label Halal
46. Delusi
47. Romantisasi
48. Harmoni Hujan
49. Janji Liya
50. Satu dan Setia
51. Ibu dan Kari
52. Wes Angel
53. Kehilangan kedua kali?
54. Giandra Pangestu
55. ATM Gian

23. Tidak Setuju

95.6K 6.2K 157
By Sastra_Lara

Lahya membuang kapas bekas suntikan dari lengannya setelah perawat mengambil sampel darahnya. Sekarang Lahya berada di rumah sakit untuk madical check up bersama Anggi sebagai syarat melanjutkan perlombaan pencak silat mereka.

Lahya sengaja memisahkan diri dari beberapa teman-temannya yang masih mengantri untuk diambil sampel darahnya juga. Sebenarnya bukan hanya sampel darah, tetapi urin mereka juga diambil untuk dites. Semoga hasil madical check up Lahya semua baik agar bisa lanjut ke tingkat provinsi.

Kenapa Lahya ada menyebut beberapa teman? Karena cabang perlombaan yang SMA Tunas Bangsa ikuti bukan hanya pencak silat, tapi juga cabang olahraga dan seni lainnya. Dan yang masuk final ke provinsi dari cabang pencak silat di SMA Tunas Bangsa hanya Lahya dan Anggi dengan jenis lomba seni ganda putri.

"Lahya?" panggil mama Liya melihat Lahya datang sendiri masih mengenakan seragam putih abu-abu.

"Assalamu'alaikum Tante!" salam Lahya menyalami tangan mama sahabatnya itu.

"Wa'alaikumussalam sayang. Kamu pulang sekolah langsung ke sini?" tanya mama Liya menangkup wajah cantik Lahya tanpa rasa canggung sedikit pun.

"Lahya sama temen-temen Tante, tapi yang lain lagi madical check up untuk syarat lomba."

"Tante pikir, kamu sendirian. Maaf ya sayang, Liya nya belum bisa dijenguk. Liya masih tidur di ICU. Betah banget anaknya tidur di dalem sana," jelas mama Liya tidak enak dengan Lahya.

Lahya menatap sendu wajah lelah mama Liya. Jelas sekali kantung mata yang menghitam itu disebabkan karena kurang tidur. "Nggak apa-apa, kok, Tante."

Mama Liya mengangguk menarik tangan Lahya untuk mendekat ke kaca ICU. "Untuk sementara waktu, kamu jenguknya dari sini dulu, ya? Soalnya dokter belum kasih izin siapapun untuk masuk kecuali keluarga."

Lahya tersenyum menatap Liya dari kaca bening luar ruang ICU. "Semoga Liya cepat membaik, ya, Tante. Biar Lahya bisa masuk pas jenguknya."

"Aamiin. Kamu jangan bosen untuk terus doain Liya, ya, Nak. Semoga Liya cepat bangun dari komanya dan bisa mengungkap siapa pelaku yang sudah membuatnya seperti sekarang ini."

"InsyaAllah kasusnya akan cepat selesai Tante dan pelakunya akan mendapat hukuman yang setimpal," ujar Lahya memeluk mama Liya dengan maksud menegarkan hati seorang ibu yang takut kehilangan anaknya ini.

Lahya melihat tubuh Liya terbaring lemah dengan banyaknya alat penopang hidup rumah sakit yang menempel ditubuhnya. Sedih hati Lahya, terasa diiris pisau yang sangat tajam melihat sahabatnya yang dulu ceria dan banyak tertawa, kini lemah dan banyak diam karena tertidur dalam komanya.

Sementara ini, Lahya hanya mampu berdoa kepada Allah agar terus melimpahkan rahmat dan belas kasih sayangnya pada sahabatnya itu. Di sisi lain, Lahya bisa sedikit membantu penyelidikan kedua polisi itu tanpa sepengetahuan sang komandan.

'-'-'-'

"Coba yang ini Mbak, kayaknya yang itu bagus juga," ucap Lahya menunjuk salah satu cincin dari kaca toko emas di salah satu mall di Semarang.

Ayasya memperhatikan arah telunjuk Lahya. Namun, ia malah salah fokus dengan tangan Lahya yang menjadikan kalung sebagai gelang tangan. Kakaknya sudah memberi tahu jika kalung Lahya sudah kembali pada pemiliknya. Padahal, rencana awal kakaknya itu akan dikembalikan dihari lamaran. Teledor sekali kakaknya sampai gadis SMA ini bisa menemukannya sendiri.

"Mba Aya?"

"Ha?" sadar Ayasya menoleh melihat Lahya yang tersenyum manis melihatnya bengong. "MasyaAllah manisnya," puji Ayasya membuat Lahya tersipu malu.

"Mba Aya gak kalah manis juga kok," puji balik Lahya tidak berbohong, adik Gus polisi ini tidak kalah manis. Sudah cantik, manis, pintar lagi.

Ayasya terkekeh karena pujian Lahya. Gadis berseragam putih abu-abu ini sengaja ia culik sepulang dari medical check up di RS. Tadi ia ingin langsung mengajaknya sepulang sekolah, tapi katanya harus ke RS dulu. Ia tidak menyangka, Lahya merupakan finalis lomba pencak silat yang berhasil mengalahkan peserta dari ponpes abahnya sendiri.

"Mba Ayasya sukanya model seperti apa?" tanya Lahya kembali melihat-lihat berbagai model cincin melalui kaca.

"Kamu sukanya yang seperti apa?" tanya Ayasya balik ikut memperhatikan deretan cincin.

Lahya menoleh menatap Ayasya. "Kok, balik tanya Lahya, Mba?"

Ayasya mengangguk. "Biasanya selera anak gadis lebih bagus dan tinggi."

"Memangnya umur mba Aya berapa?" tanya Lahya jadi penasaran.

"Dua puluh dua, kamu?"

"Delapan belas tahun, tapi bentar lagi masuk sembilan belas," jawab Lahya.

"Oh, brarti udah masuk legal," ujar Ayasya membuat Lahya bingung.

"Legal apa Mbak?" 

Legal umur nikah di Indonesia, Lahya. batin Ayasya tersenyum dan menggeleng enggan menjawabnya. Sengaja ingin membiarkan gadis ini bingung sendiri.

"Kalau yang ini cantik gak?" tanya Ayasya mengalihkan pembahasan mereka.

Lahya memperhatikan cincin yang ditunjuk Ayasya, itu mah cincin lamaran. Modelnya tidak beda jauh dari cincin milik ibunya yang ia pakai sekarang. Tapi kalau boleh Lahya jujur, cincin yang ditunjuk Ayasya memang lebih elegan dan cantik, bahkan jauh lebih cantik dari milik ibunya.

"Bagus Mba, tapi itu modelnya kayak buat lamaran gitu," ucap Lahya takut-takut Ayasya tersinggung.

"Tapi bagus, kan?"

"Iya Mba. Cantik, elegan dan kelihatannya mahal."

"Mba, coba ambilin yang itu sepasang," pinta Ayasya meminta agar cincin itu dikeluarkan sepasang oleh pekerja toko mas.

"Sepasang Mba?" tanya Lahya terkejut.

"Eh-," kaget Ayasya lupa. "Anu, Mba tolong yang untuk ceweknya saja," ulang Ayasya.

"Baik kak."

"Wah...!" kagum Lahya terpesona melihat betapa mewahnya cincin yang akan dibeli Ayasya.

"Kalau buat lamaran cocok loh, Mba. Ini emas putihnya delapan belas karat, kalau sepasang sama yang cowoknya itu perak asli," jelas mba-mba itu memberikan cincin pada Ayasya.

"Cantik?" tanya Ayasya.

Lahya mengangguk masih terpesona. "Gak mahal apa Mba?"

Ayasya menoleh melihta mba-mba penjaga. "Tujuh belas karat, ini berapa gram Mba?"

"Lima gram lebih Kak, kira-kira hampir enam gram."

"Kamu suka?" tanya Ayasya pada Lahya.

"Lahya, Mba?" tanya Lahya bingung menunjuk dirinya.

"Iya, Lahya cantik."

Lahya mengangguk. "Cantik, kelihatan mewah."

"Tunggu sini, ya?" minta Ayasya pada Lahya. "Mba sini dulu!" panggil Ayasya menjauh dari Lahya.

Ayasya membiarkan Lahya menunggunya di sana, sedangkan ia agak menjauh memanggil mba penjaga toko emas.

"Ini totalnya berapa kalau sepasang sama yang cowok tadi?" tanya Ayasya sedikit mengecilkan suaranya.

"Kalau yang ceweknya saja hampir tujuh juta, kalau sepasang sama yang cowoknya tiga belas jutaan lebih tiga ratus ribu Kak," jelasnya membuat Ayasya berpikir sejenak.

"Kalau mau costum kalung di toko emas ini bisa nggak, Mba?" tanya Ayasya ingin meng-costum kalung milik Lahya yang sudah kecil itu.

"Boleh kami lihat contoh kalungnya Kak?"

Ayasya mengeluarkan ponsel dari saku gamisnya. Ia memperlihatkan foto kalung Lahya yang sempat kakaknya foto dan kirim padanya. Ini juga ide dari kakaknya. Sebegitu cinta dan sayangnya sang kakak pada anak gadis SMA itu.

"Bisa kak, tapi mungkin harus menunggu tiga hari sampai seminggu biasanya," jelasnya setelah melihat foto kalung dari Ayasya.

Akhirnya Ayasya meneruskan negosisasi perhiasan untuk lamaran kakaknya itu. Jika kemarin kakaknya mempersiapkan cincin lamaran untuk Farah bersama Ummi. Sekarang kakaknya itu menyerahkan sepenuhnya pada Ayasya untuk mempersiapkannya beserta kalung kecil Lahya yang ingin dicostum menjadi ukuran orang dewasa.

Perintah kakaknya untuk mengajak Lahya mencari cincin lamaran, terlaksanakan. Meski dengan alibi jika Ayasya yang akan pakai nantinya.

Setelah selesai mengurus semuanya, Ayasya hanya melakukan transaksi sepasang cincin lamaran itu tanpa sepengetahuan Lahya. Sebab anak gadis itu masih sibuk memperhatikan deretan perhiasan di sana. Ayasya juga membayar setengah dari kalung Lahya yang ia costumkan di toko emas ini. Semua ini uang hasil kerja keras kakaknya menjadi penyidik di kepolisian.

"Sudah Mba?" tanya Lahya melihat Ayasya mendekat sudah menentang paper bag mungil bertuliskan nama toko emas ini.

"Sudah, ayok kita cari makan dulu sebelum pulang!" ajak Ayasya menggandeng tangan Lahya keliling mall untuk mencari tempat makan yang enak.

Lahya sesekali melirik kagum Ayasya. Anak keturunan kiyai ini benar-benar selalu membuatnya bershalawat ingin menjadi seperti Ayasya juga. Bisa istiqomah berpakaian gamis, membawa tasbir digital ditangan, dan murah senyum. Apalah daya Lahya yang gampang naik darah melihat teman-temannya.

"Ning Ayasya."

Lahya ikut berbalik saat nama Ayasya dipanggil seseorang dari arah belakang. Lahya melihat seorang laki-laki yang sebelumnya pernah ia lihat berbicara bersama Gus polisi di tempat lomba lalu, ditemani perempuan bergamis hitam dan berkerudung coklat muda. Cantik, sangat cantik. Lahya mengakuinya.

"Ning Farah dan Mas Azzam lagi cari apa di mall? Kalian hanya berdua?" tanya Ayasya melihat mereka hanya berdua.

"Kami lagi cari seserahan bareng, orang tua kami juga ikut cari seserahan. Tapi kami memisahkan diri untuk membeli minuman untuk mereka sebentar, terus lihat kamu jalan sama Lahya," jelas Azzam mencegah kesalahpahaman diantara mereka.

Ayasya bisa melihat ekspresi kaget Farah mendengar nama Lahya. Namun perempuan itu berusaha tenang dengan tetap tersenyum pada Lahya.

"Ternyata kamu yang namanya Lahya?" tanya Farah mengulurkan tangannya mengajak anak gadis berseragam SMA itu berkenalan.

Lahya menoleh melihat Ayasya seperti meminta persetujuan, apakah boleh ia menyalami perempuan yang memiliki panggilan Ning ini.

"Lahya Deemah!" kata Lahya setelah mendapat anggukan setuju dari Ayasya. Akhirnya Lahya membalas jabatan tangannya. Dingin dan sedikit berkeringat, Lahya merasakannya.

"Farahantya. Panggil saja Ning Farah."

Lahya terus tersenyum canggung pada kedua pasangan ini. Mereka bilang sedang mencari seserahan? Berarti perempuan ini yang pernah ingin Gus polisi lamar, tapi sudah didahului laki-laki di depannya sekarang ini, sahabat Gus polisi sendiri.

Lahya sedang insecure sekarang. Pantas saja Gus polisi sedih saat tahu sahabatnya sendiri sudah mendahului melamar perempuan ini. Perempuannya saja secantik ini, apalagi keturunan ahli agama. Pasti akhlaknya baik dan tertata pula.

"Ini sepupu jauh aku, Ya," ujar Ayasya memberi tahu Lahya dan dibalas anggukan.

"Kamu ke sini hanya berdua bersama Lahya?" tanya Azzam.

"Iya, Mas."

"Lahya masih pakai seragam sore-sore begini belum pulang ke rumah, pasti diculik Ning Aya dari sekolah?" tanya Azzam pada Lahya.

Lahya hanya mengangguk ringan. Benar-benar terlihat polos di mata Azzam dan Farah. Tetapi, tampang polosnya itu yang membuat Farah jadi sakit hati, kecewa sedalam-dalamnya terhadap Alif. Terlebih saat Farah melihat paper bag bertuliskan jarewelly ditenteng oleh Ayasya.

"Ya sudah, kami duluan ya? Orang tua kami sudah menunggu minuman yang kami beli. Kalian berdua hati-hati pulangnya. Assalamu'alaikum. Ayok Ning!"

"Wa'alaikumussalam warahmatullah!" jawab Ayasya dan Lahya bersamaan.

Lahya terus memperhatikan Ning Farah yang berjalan dengan anggunn dibelakang sahabat Gus polisi itu. Bagaimana bisa ada perempuan secantik, seanggun, dan sepaham agama itu? Siapa pula yang tidak jatuh dengan Ning Farah kalau begini.

Disisi lain Ayasya sakit hati sendiri karena terlihat Ning Farah begitu kecewa padanya saat pergi tadi. "Ning, kamu benar-benar masih mencintai mas Alif setulus itu. Bahkan, setelah melihat anak kecil yang kamu cemburuin selama ini, kamu masih bisa tersenyum padanya. Maaf Ning, aku sudah buat kamu kecewa karena gak bilang kalau sebenarnya kami sudah bertemu Lahya."

'-'-'-'

Lahya tak habis-habisnya memperhatikan Alif yang berjalan di sampingnya. Sampai-sampai polisi yang menyamar menjadi siswa itu risih dengan tatapannya. Sekarang jam pelajaran olahraga dan mereka harus tetap ke ruang basket. Mereka harus olahraga mandiri karena para guru tengah rapat. Lapangan luar sudah lebih dulu digunakan kelas lain, makanya kelas Lahya kebagian olahraga di ruang basket.

Lahya masih penasaran kenapa lamaran Gus polisi bisa didahului oleh sahabatnya sendiri. Ia masih penasaran, apakah polisi muda ini sudah ikhlas perempuan idamannya akan menikah? Ia juga penasaran, kenapa polisi muda ini bisa jatuh cinta pada sepupunya sendiri?

Alif menghela nafas berat. Bukan apanya, tapi tatapan gadis ini membuat jantungnya tidak aman. Akhirnya Alif sengaja berjalan semakin bergeser, hingga gadis ini terdesak sampai ke dinding. Ia tahu Lahya akan menghindar darinya dan terbukti gadis itu berjalan di belakangnya sekarang.

"Malik!" panggil Lahya akhirnya kesal.

"Apa?"

"Kenapa sih jalannya makin serong? Jalanan koridor seluas ini kenapa harus mepet Lahya ke tembok?" tanya Lahya dengan nada kesal.

"Kamu kenapa menatap saya, sedangkan ada banyak hal yang bisa kamu tatap?"

"Ouh iya-iya."

Alif terkekeh memikirkan betapa lucunya ekspresi Lahya yang berjalan di belakangnya.

"Tapi Lahya penasaran sama sesuatu. Boleh tanya gak, Gus?"

"Tanya soal apa?"

"Ning Farah."

Senyum Alif lenyap seketika, kakinya pun berhenti berjalan. Dan hal itu menyebabkan Lahya yang berjalan dibelakang, hampir menabrak punggung kekar miliknya.

"Hop-hop!" spontan Lahya mundur.

Alif berbalik. "Kamu kenal darimana?" tanya Alif masih kaget tahu gadis ini kenal dengan Ning Farah.

Lahya tertegun untuk pertama kalinya melihat polisi muda ini menatap matanya. Hal itu membuat Lahya terdiam kaku, terkunci dalam manik matanya. Sepertinya, Lahya akan mengurungkan niatnya saja. Ia takut Gus polisi belum bisa move on dari Ning Farah. Ia tidak ingin Gus polisi sedih lagi.

Dengan cepat Lahya menggeleng. "Astagfirullah!" sebut Lahya mengalihkan pandangannya.

"Astagfirullah, maafkan saya Lahya."

Lahya hanya mengangguk, kenapa rasanya canggung sekali. Ya Allah maafkan Lahya.

Saat Lahya sibuk meruntuki apa yang sudah dilakukannya, sedetik kemudian radar Lahya menemukan keberadaan Rama diseberang sana.

"Kamu tau Farah diberi tau siapa?" tanya Alif masih penasaran.

Alif kaget saat Lahya menarik lengan baju olahraganya begitu kuat sampai ia berbalik ke depan lagi dan membiarkan si gadis berjalan di sampingnya seperti semula.

"Maaf Malik, tapi bantu Lahya sembunyi dari kak Rama, sebentar aja."

Alif mencari keberadaan Rama yang Lahya bersembunyi darinya. Ternyata mahasiswa itu berjalan dari depan sana, sendirian. Tidak bersama mahasiswa lain yang tadi terlihat sibuk mengajar di beberapa kelas yang sempat mereka lewati menuju ruang basket.

"Memangnya Rama kenapa?" tanya Alif seolah lupa perkara Ning Farah barusan.

"Lahya capek nolak ajakan makan bareng kak Rama. Lahya takut, nanti jadi suka lagi."

Alif langsung berhenti, berharap apa yang didengarnya itu salah. "Kamu suka Rama?"

Lahya cemberut. "Jangan tanya siapa-siapa, lagian juga udah lama. Makanya sekarang Lahya menghindari kak Rama, biar gak suka lagi. Takut dapet love boombing dari cowok friendly kayak kak Rama. Kata temen-temen sih gitu," curhat Lahya di tengah koridor yang sepi, sebab mereka membiarkan teman kelasnya berjalan lebih dulu.

"Jangan suka dengan Rama lagi. Saya tidak setuju dan saya tidak siap ditikung kedua kalinya," ucap Alif menatap Lahya dengan raut wajah yang begitu serius.

"Gus polisi ngomong apaan, sih? Lahya cerita ke Gus polisi karena percaya Gus bisa jaga rahasia," ujar Lahya memastikan koridor sepi dan Rama masih jauh dari jangkauan mereka.

"Kamu boleh cerita apapun, kecuali soal kamu suka Rama," tutur Alif berjalan cepat meninggalkan Lahya.

"Dih! Gus polisi kenapa sih?" sinis Lahya.

Kenapa Gus polisi semakin ke sini seolah ikut memberinya harapan seperti Rama? Lahya tidak buta akan sikap keduanya. Lahya ini orangnya pekaan, sekecil apa pun perubahan sikap orang terhadap dirinya, Lahya peka. Ini kalau Lahya baper siapa yang mau tanggung jawab dari keduanya?

"Malik tunggu!" teriak Lahya memanggil Alif dengan nama samarannya, tapi polisi muda itu terlihat mengabaikannya.

"Lahya tunggu!" panggil seorang siswa berkejaran dengan Lahya yang juga mengejar jalan Alif yang begitu cepat.

"Lahya Deemah!"

"Eh-, kenapa kamu lari-lari?" tanya Lahya bingung saat Satya mencegatnya di tengah koridor.

"Kamu dipanggil ke BK. Itu temen sebangku kamu juga," Satya menunjuk Alif yang baru saja masuk ruang basket. "Juga dipanggil ke BK," lanjutnya dengan nafas tersengal-sengal.

"Aku sama Malik dipanggil BK? Kenapa?"

"Lah kamu habis ngapain sama Malik?" tanya Satya balik. Satya ini salah satu anggota osis dari kelasnya.

Lahya malah dibuat berpikir keras oleh Satya. Sebab teman kelasnya ini menatapnya dengan tatapan tidak suka.

"Kak Rama!" teriak Satya melihat Rama.

"Kamu, Malik, kak Rama, dan Nadine. Dipanggil ke BK."

'-'-'-'

Ciee yang malmingnya sekarang nungguin Gus polisi update!

Acung tangan yang jomfi (jomblo fisabilillah)

Ekhm, kira-kira kapan nih Gus polisi bakal lamar Lahya ya? Takut-takut Rama confess duluan, nanti Lahya jadi bingung.


Yang penasaran kenapa mereka berempat bisa masuk BK....

Spam next >>

Jangan lupa spam komen kalian dan vote tiap bab dicerita Gus polisi ini.

Semangat mbak author untuk lanjut nulis itu dari spam vote da komenan kalian. Percaya gak kalau mbak author mantau nama kalian yang suka spam vote dan komen, sampe hafal betul nama² yang suka spam.

Pokoknya luv you all dari Gus polisi❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 284K 60
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas, menikah dengan seorang pria yang kerap...
6.2M 437K 57
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...
8K 416 107
☸☸☸ Hanya untaian kalimat tak bertuan yang mencari sebuah jalan pulang. ~S.Choir ☸☸☸ ⚠jika ingin mengupload kata-kata yang ada disini jangan lupa se...
477K 57.9K 16
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...