Kesatria Mentari (Completed)

By primasantono

1.2K 252 107

Kisah ini bukan tentang Kesatria yang menyelamatkan seorang putri yang ditawan di sebuah menara tinggi di dal... More

Who
Mentari yang Kembali
Kesatria Tersesat
Mentari Menyapa
Tugas Satria
Kesatria Mentari yang Bingung
Siasat Bintang
Siasat Satria
Kisah Mentari
Kesatria Pelindung
Sandiwara Kesatria Mentari
Penyelamatan Mentari
Janji Satria
Ajakan Satria
Kesatria Mentari Berkencan (?)
Kemelut Kesatria Mentari
Usaha Satria
Pilihan Satria
Kesatria Mentari Berkencan (Beneran)
Kegalauan Mentari
Mentari Tak Lagi Membenci
Kesatria Mentari Jatuh Cinta
Memulai Kembali
Mentari Memahami
Restu untuk Kesatria Mentari
Proposal Satria

Satria Menyusul

35 8 3
By primasantono

Satria memang tidak pernah untuk tidak totalitas dalam hidupnya.

Seperti liburan mendadak ini, ia sudah mengontak semua relasi dia di Malang untuk mempersiapkan segalanya untuk perjalanan singkatnya bersama Mentari.

Ia sudah tiba di Malang sejak hari Jumat, sedikit berbohong pada Mentari karena ia ingin memberi kejutan. Ia tidak menginap di hotel yang sama dengan Mentari, justru ia mendatangi rumah salah satu muridnya yang membuka fasilitas homestay.

"Pak Satria!"

"Pram!" seru Satria begitu sosok Prameswara, salah satu mantan murid bimbingannya yang menjemput di Bandara siang itu. Sontak keduanya mendekat dan saling bertegur sapa.

"Nggak nyangka Bapak hubungi saya lagi! Terakhir maaf ya Pak, nggak bisa datang reuni. Bisnis saya kan nggak kimia banget." ujar Pram sambil menyalami dosen favoritnya itu. Satria hanya tertawa.

"Kimia hanya salah satu jalan. Yang penting semuanya lancar kan?"

"Lancar, Pak. Ayo, mari! Sudah saya siapin semua."

Satria dengan cepat menggendong tas carrier-nya dan mengikuti langkah Pram yang juga begitu antusias menyambut mantan dosen bimbingnya itu.

Sebuah jeep sudah disiapkan Pram untuk perjalanan Satria selama di Malang ini. Ia sontak berseru melihat jeep berwarna kuning yang menyala di antara barisan mobil-mobil yang terparkir itu menyambutnya di parkiran.

"Pram, this is amazing!"

"Maaf Pak nggak bisa sewain Pajero hehehe."

"Justru ini yang terbaik, Pram! Thanks!"

Pram merasa bangga setelah berhasil menyiapkan surprise untuk dosen kesayangannya itu, "Bagaimana pun Bapak dulu bantu saya dari galaknya Profesor Doni! Saya harus berterima kasih!"

Satria hanya tersenyum sambil mengusap-usap jeep itu, "This is trully amazing. Saya tadinya niat mau nyewa memang. Besok biar gampang ke Penanjakan."

"Bapak rencana bawa sendiri? Kayak dulu?" ujar Pram sambil menyerahkan kunci jeep itu dengan tatap penuh tanya. Satria sontak mengambil kunci itu dengan optimis.

"Kita coba dulu. Tunjukkin jalan ke rumahmu, Pram!"

"Siaaap!"

Satria dibantu Pram akhirnya memasukkan tas carrier itu ke kursi belakang. Dengan sekali napas, ia mulai menjalankan jeep itu melintasi kota Malang yang terlihat ramai.

Ia juga tidak sabar untuk persiapkan surprise ini untuk Mentari.

Lama tidak saling bertemu, hal pertama yang Jemmy tanyakan pada Mentari sudah langsung menjurus soal Satria.

"Bro, tanya kabar dulu bisa kali?"

Jemmy duduk di sampingnya sambil menikmati makan siang di restoran hotel setelah mereka beres bersih-bersih karena sejak pagi sudah basah kuyup di acara Team Building itu. Sebagai perwakilan dari tim Produksi, ia memang diundang untuk ikut memberikan presentasi pada tim Sales.

Jemmy sebenarnya sudah ingin bertanya pada Mentari sejak hari pertama mereka tiba, namun kesibukan Mentari sebagai panitia pun menghalangi mereka.

Beruntungnya di Team Building ini mereka sekelompok sehingga kesempatan ini langsung diambil Jemmy untuk menanyakan banyak hal pada Mentari, "Emang gila lo Tar. Gue jodohin sama siapa eh jadiannya sama siapa. Siapa sih orang beruntung itu?"

"Temen pas kuliah. Beda kampus sih, ketemu di organisasi gitu. Ini baru ketemu lagi. Eh taunya sekarang jadi dosbingnya Si Bin." sahut Mentari sambil menyendokkan makanannya.

Jemmy terlihat antusias, "Wah! Si Bin malah jadi Mak Comblang. Btw, dia tahu soal Nathan?"

"Dia ajak perang malah si Nathan. Ditantangin sama dia!"

"Dia lulus. Bahkan Kemal gue rasa bakal kabur kalau tahu harus saingan sama Nathan." sahut Jemmy sambil menggeleng-geleng.

Mentari hanya tersenyum sambil diam-diam membayangkan apabila Kemal tahu soal masa lalunya apakah Kemal bisa menerima keadaannya juga seperti Satria yang bisa menerimanya. Ia tidak yakin.

"Syukurlah, lo udah ketemu orangnya. Kapan-kapan kenalin lah sama gue."

Mentari menaikkan sebelah alisnya, "Orangnya mau kesini kok. Tadinya kan gue pulang besok ya, eh ternyata dia mau nyusul besok."

"Oh ya?" seru Jemmy kemudian mengangguk-angguk, "Bucin juga dia. Kirain kalau dosen, bucinnya kalah sama logika dia."

Mentari mendadak tersipu. Ia mengingat masa pacarannya yang masih sebulanan ini dan hampir setiap hari kelakuan Satria bertolak belakang dengan image yang ia bangun selama ini. Ia memang tersertifikasi bucin.

"Wajar lah bucin, namanya juga awal - awal pacaran." ujar Mentari berkilah sambil mengecek hpnya sendiri. Beberapa pesan Satria ternyata masuk.

Satria Mahesa💜
Aku nyicil packing. Kamu bawa baju anget nggak?

Satria Mahesa 💜
Eh iya kalau aku sulit dihubungi, maaf ya. Aku full ngajar.

"Hmmm bucin."

"Bodo. Bucin ke pacar sendiri boleh kali." sahut Mentari sambil membalas pesan dari Satria dengan wajah mengular senyum.

Jemmy hanya geleng-geleng kepala dan tertawa, "Syukur deh, gue kalau ingat lo pas datang ke Bayah terus bandingin sama aura wajah lo sekarang, gue ikut bahagia,"

"Gue pikir lo udah stuck sama Nathan, nggak ada niat buat memulai lagi. Udah berapa cowok lo tolak, ternyata emang belum ketemu aja,"

Mentari hanya tersenyum mendengar perkataan Jemmy barusan sambil menghela napas dan menatap ke hamparan langit biru diatas mereka.

Langit Malang begitu cerah, secerah jiwanya saat ini.

"Eh di depan hotel ada orang bawa jeep kuning ngejreng antik banget!"

Sayup-sayup Mentari dan Jemmy mendengar itu dari orang-orang yang kini memusatkan perhatian ke arah lobi hotel yang memang dapat terlihat dari jendela restoran.

Mentari awalnya tidak bergeming sampai akhirnya ia tertarik karena mendengar seruan salah satu kerumunan sales wanita yang berteriak kegirangan, "Eh orangnya masuk lobi! Mana ganteng banget!"

Mentari hanya tersenyum mendengar kerumunan wanita yang saling berseru heboh karena katanya Sang Pemilik Jeep benar-benar masuk ke lobi dan kini katanya juga memasuki restoran.

Seruan gadis-gadis itu perlahan memudar setiap derap langkah kaki pria itu semakin mendekati restoran. Mentari dan Jemmy masih terfokus pada makanan masing-masing sampai akhirnya sosok pria itu sudah berdiri di samping meja mereka.

Mentari mendongakkan kepalanya begitu mencium aroma parfum yang sangat ia hapal betul di luar kepala. Ia otomatis tersenyum.

"Wah pantes langit di Bogor mendung terus, matahariku ada disini soalnya."

Ucapan Satria barusan membuat kerumunan gadis-gadis itu bersorak secara bersahut-sahutan.


"Full ngajar ya? Ngajar apa jauh banget sampai Malang?" sahut Mentari sambil berulang kali wajahnya mengurai senyum.

Mentari dan Jemmy menatap Satria yang kini terfokus pada hidangan yang ada di depannya. Satria pura-pura tidak mendengar tapi juga merasa puas bisa memberi kejutan untuk Mentari.

"Nggak tahu nih kaki tiba-tiba gerak sendiri sampai Malang."

Jemmy menatap kedua manusia di depannya sambil geleng-geleng kepala, "Guys, gue nggak mau jadi obat nyamuk so, gue duluan ya. Langgeng terus kalian!"

Mentari hanya tersenyum salah tingkah sambil menyalami Jemmy yang hendak pamit. Satria pun ikut tersenyum sambil menyalami Jemmy setelah pria itu selesai meledek Mentari.

Mata Mentari kini menatap ke arah khalayak ramai yang ternyata masih menatap mereka kepo,"Habis ini aku viral deh. Dijemput kesatria bermobil kuning ngejreng."

Satria meletakkan sendok dan garpunya lalu salah satu tangannya menggenggam tangan Mentari yang bebas, "Biarin. Biar semua orang tahu kamu punya aku," ujar Satria sambil menjulurkan lidah.

Mentari hanya tersenyum, "Tapi aku kaget beneran kok kesininya sekarang?"

"Kan ku bilang, nggak sanggup ah lama-lama kena mendung Bogor. Mau cepet-cepet lihat matahari,"

"Gombal,"

Satria tersenyum sambil mencibir, "Dih, beneran mau lihat sunrise ya aku,"

"Sunrise?" tanya Mentari sekali lagi, memastikan pendengarannya tidak salah.

"Pokoknya kamu langsung check out. Aku mau bawa kamu ke tempat lain soalnya besok harus berangkat pagi-pagi banget."

"Ih? Yang bener kamu? Ini mau lihat matahari terbit beneran? Di Malang?"

"Iya. Makanya langsung check out ya. Terus nanti kita nggak nginep disini. Aku bakal kenalin kamu ke dunia yang aku suka juga."

Mentari hanya bisa pasrah begitu Satria menggandeng tangannya lalu berjalan meninggalkan restoran yang riuh oleh peserta conference yang masih memasang mata untuk melihat keduanya.

Mentari dengan cepat sudah turun kembali ke lobi hotel setelah dipaksa check in hari itu juga.

Mentari hanya bisa pasrah walau sebenarnya hatinya penuh rasa excited apalagi ketika Satria memboyongnya masuk ke mobil jeep kuning ngejreng itu.

Satria dengan sigap memasukkan koper ke bagasi jeep, wajahnya pun tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

"Aku nggak diculik kan?"

"Maunya juga aku culik ke gereja terdekat terus pulang-pulang bawa surat nikah."

Mentari meninju perlahan lengan Satria, "Beneran ih mau dibawa kemana?"

"Kamu bawa jaket tebel nggak?" tanya Satria malah mengalihkan pembicaraan. Yang ditanya hanya mengangguk walau masih tidak mengerti.

"Ok. Aku bawa cadangan juga takut kamu kedinginan. Atau ya aku peluk aja kalau masih kerasa dingin."

"Idih! Kamu ditinggal seminggu langsung berubah gini sih?"

Satria hanya tersenyum sambil perlahan mencubit pipi Mentari, "Pokoknya aku mau kenalin kamu ke dunia aku hari ini dan besok. Aku harap kamu suka."

Mentari hanya mengangguk sambil tangannya menggenggam tangan Satria yang berada di perseneling. Keduanya saling tersenyum sembari mobil kuning ngejreng mereka membelah Kota Malang siang itu.

Mentari berulang kali takjub dengan segala persiapan yang dilakukan Satria untuk perjalanan mereka hari ini. Ia belum pernah ke Bromo tapi hampir semua orang bercerita padanya keindahan dari gunung itu.

Satria tidak bercanda ketika ia menyuruh Mentari langsung tidur sekitar jam 8 malam itu. Mentari pikir, melihat matahari terbit cukup bangun di jam 4 atau jam 5 pagi saja dan itu adalah hal yang biasa baginya.

Ia terkesiap begitu mendengar brief dari Satria.

"Kamu tidur langsung ya. Besok kita berangkat jam 1."

WHAT? JAM 1 PAGI KAN? BUKAN JAM 1 SIANG KAN? Berulang kali Mentari bertanya pada Satria dan lelaki itu hanya mengangguk-angguk.

Jadilah Mentari, yang baru tertidur jam 10 malam, harus terbangun dengan mata rapat begitu Satria mengetuk-ngetuk kamarnya jam setengah 1 pagi.

Dengan sedikit panik, Mentari hanya sanggup mencuci muka ala kadarnya dan mengantongi sunscreen kalau-kalau mereka akan disana sampai siang.

"Ngantuk ya?" ujar Satria sambil berhati-hati mengendarai jeep kuning yang sudah menemani mereka sejak kemarin, tertawa melihat Mentari ketahuan ketiduran berulang kali, "Kamu sihh, kan ku bilang tidur jam 8,"

"Aku nggak expect kamu beneran bangunin aku jam segini hoaam," sahut Mentari sambil menguap, "Lupa aku pacaran sama dosen yang super tepat waktu,"

Satria hanya terkekeh sambil mengusap-usap kepala gadis itu, "Ya udah tidur aja dulu. Sampai sana aku bangunin,"

Mentari menggeleng, matanya berusaha ikut fokus pada jalanan, "Tapi rame juga ya. Kupikir nggak serame ini. Di gunung jam segini bisa ramai kayak gini!"

Satria mengangguk sambil berulang kali menginjak kopling karena jalanan mulai tidak rata, "Sejak film 5cm luncur mendadak semua orang naik gunung," sahutnya sambil menghela napas ketika antrian mobil mulai terlihat, "Bukti kalau ciptaan Tuhan akan selalu menarik untuk manusia lihat."

Mentari hanya mengangguk, "Kamu sering begini?"

"Jaman muda. Sekarang udah nggak ada waktu. Pas kebetulan kamu ke Malang, aku langsung ngide sendiri. Ternyata kangen ngirup udara sebagus ini!" ujar Satria sambil perlahan membuka kaca mobilnya sendiri, "Aku udah pernah naik ke Semeru tapi kalau langsung ajak kamu kesana takut langsung kapok. Jadi ke Bromo aja deh nanjaknya sedikit."

"Tapi tadi kamu bilang kita nggak ke Bromonya? Apa tuh kata kamu kemarin, Bukit Kingkong?"

"Kalau mau lihat sunrise, enaknya dari sana memang. Nanti kamu buktiin aja sendiri,"

Mereka sampai di area Gunung Penanjakan 1 tepat pukul 4 pagi. Orang-orang sudah ramai berkerumun dan mulai berjalan dengan jaket mereka yang super tebal. Mentari mendadak menggigil melihat begitu banyak orang yang ternyata juga rela bangun pagi untuk melihat keindahan Sang Pemilik Dunia ini.

Satria mengajaknya jalan perlahan sambil berhati-hati melewati kerumunan orang yang sudah mulai banyak. Tangannya erat menggenggam tangan Mentari, senyumnya tak juga surut sambil terus memperhatikan Mentari yang ternyata juga tersenyum ke arahnya.

Mereka sudah sampai puncak setelah berjalan sekitar 30 menit. Salah satu spot favorit Satria ternyata ramai oleh pengunjung sehingga Satria mau tidak mau meminta ijin pada Mentari untuk mengajaknya naik lagi dan menemukan spot yang lumayan kosong. Tidak semua orang sepertinya sanggup untuk naik sampai kesini.

Keadaan masih gelap gulita, hanya ada penerangan dari head lamp yang Satria kenakan dan cahaya dari beberapa orang di sekitarnya.

"Capek? Minum dulu,"

"Aman kok! Aku jarang olahraga jadi ngos-ngosan dikiiit."

Satria tersenyum sambil tangannya sibuk menggelar matras yang biasa ia pakai tidur saat berkemah. Ia kemudian meminta Mentari duduk di sampingnya sembari menunggu matahari terbit.

Satria merangkul Mentari dengan lengan kirinya, otomatis membuat Mentari mendekatkan tubuhnya dan memeluknya dari samping. Mereka menghela napas sembari menunggu cahaya dari ufuk timur muncul.

"Aku bener-bener nggak nyangka bisa ada di momen ini," seru Satria sambil mengusap-usap tangan Mentari yang mulai terasa dingin, "Sama kamu, disini."

"Aku juga nggak nyangka."

"Aku nggak pernah daki sama cewek. Cukup kaget kamu mau diajak kesini,"

Mentari mendelik ke arah Satria, "Bohong, masa kamu nggak pernah bawa mantan kesini?"

Satria tertawa, "Kamu ingat Helena? Kimia UI,"

Mentari menatap mata Satria lalu mengangguk. Primadona Imakindo saat itu. Siapa lelaki yang tidak terpesona olehnya? Bahkan teman-teman kampusnya saat itu otomatis menengok ke arahnya saat lewat.

"Dia nggak pernah mau ku ajak kesini. Katanya lebih bagus Swiss." sahut Satria dengan suara pahit.

Mentari hanya tersenyum, "Coba aja dia diajak naik jeep kuning ngejreng kayak gitu, mungkin berubah pikiran."

Satria menggeleng perlahan, "Mungkin dia nggak akan mau ....," ia terhenti sejenak, namun akhirnya melanjutkan.

"Awalnya aku pikir dunia adil-adil aja sampai aku ketemu dia,"

Mentari sedikit tertarik dengan hal itu, jadi ia mendekatkan tubuhnya agar bisa mendengar suara Satria dengan jelas.

"Aku beruntung. Orang tuaku bisa memenuhi kebutuhanku. Aku disediakan fasilitas terbaik juga. Aku pikir dunia mudah buat aku raih. Sampai aku berani ungkapin perasaanku terhadapnya dan dia menerimaku. Rasanya wah, this world is just easy, ya?"

"Tapi semuanya berubah saat aku mulai serius sama dia dan mau nikah sama dia. Aku temui orang tuanya, tapi ternyata dugaanku salah,"

"Aku masih ingat apa yang mereka tanyakan pertama kali, 'Apa pekerjaan orang tuamu?". Begitu mereka tahu keluargaku memang keluarga yang biasa saja, aku mulai menerima penolakan. Dari situ aku merasa, wah, aku ternyata bukan siapa-siapa di dunia ini."

Satria mengalihkan pandangan ke arah langit yang berangsur mendapatkan cahaya yang berasal dari arah timur. Ia kemudian menatap Mentari.

"Aku mau berterima kasih sama kamu dan keluarga kamu, yang sudah terima aku. Kamu bikin aku kembali percaya diri."

Mentari menatap Satria kemudian mengusap-usap tangannya dengan lembut. Ia tidak pernah menyangka ada yang begitu berterima kasih padanya seperti ini. Padahal apa yang dilakukan orang tuanya bukan sesuatu yang sangat istimewa.

Ternyata hal kecil seperti menghargai orang lain memang sangat besar dampaknya.

"You did well. Kamu harus tahu itu. Aku yang justru berterima kasih sama Tuhan atas hadirnya kamu di duniaku. Terima kasih Satria. Terima kasih banget."

Satria tersenyum sambil menggenggam kedua tangan Mentari dan mengecup punggung tangan gadis itu.

Semburat cahaya kini berangsur muncul seiring dengan berjalannya waktu. Satria lalu membuka tas ranselnya untuk mengambil sesuatu sambil tersenyum sumringah ke arah Mentari.

"So, this is my world! Welcome!" seru Satria sambil membentangkan tangannya.

Mentari tersenyum sumringah sambil matanya mengarah ke hamparan awan putih yang terlihat selayaknya samudera di langit, memberi efek yang begitu membuat Mentari takjub.

Di balik awan itu muncul kompleks Gunung Bromo serta Semeru di belakangnya.

Satria membuka kotak yang sejak tadi ia pegang dan membukanya ke arah Mentari. Mentari terkesiap, sebuah kalung yang cantik itu disimpan dengan sangat rapi dan kini sedang berpindah ke tangan lelaki di depannya itu.

"Aku tahu kita baru sebulan jadian beneran. Aku kasih ini bukan pingin membuat kamu merasa tertekan,"

Tangan Satria yang bebas kini menggenggam tangan Mentari dengan tatapan mata mereka yang saling bertaut, "Aku ingin serius sama kamu. Kalau kamu butuh waktu, aku akan menunggu,"

Mentari hanya terdiam sambil menatap mata bulat Satria yang juga menatapnya dalam-dalam. Setitik air mata seakan ingin keluar dari matanya namun ia tahan karena tidak ingin merusak momen bahagia ini. Ia bisa merasakan tangan Satria yang juga sedikit bergetar, entah karena suhu Bromo yang masih belasan derajat celcius itu atau bergetar karena gugup. Ia tersenyum lalu mengangguk.

"Yaa, this is really nice. Tolong pasangin ya," sahut Mentari sambil menguncir rambutnya yang sejak tadi tergerai dan membiarkan Satria memasang kalung itu, "Thank you so much." ucapnya dengan air mata yang mulai berlinang.

"Yaah kok nangis?" sahut Satria sambil kemudian memeluk gadis itu, "Jangan nangis, aku pingin kamu bahagia."

"Ini tangisan haru, kamu ih. Aku nggak expect kamu kasih ini semua."

Satria melonggarkan pelukannya sambil mengusap wajah Mentari yang basah oleh air mata. Ia tersenyum lalu mengecup bibir gadis itu.

"Kamu mau mikirin lamaranku yang masih bentuk draft ini? Tolong dicatat ini belum lamaran yang sesungguhnya ya."

Mentari hanya tersenyum simpul sambil mengangguk, "Ia masih draft tapi sudah nggak perlu revisi kok! I like it!"

Satria tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia di wajahnya jadi ia hanya bisa memeluk Mentari sambil tersenyum malu.

"Oh iya!" seru Satria tiba-tiba sambil melonggarkan pelukannya, "Aku kayaknya mau minta ijin ke kamu,"

"Apa tuh?"

"Minggu depan ada arisan keluargaku di rumah. Kamu mau nggak datang? Aku butuh kamu biar keluargaku stop juga jodohin aku sama orang lain lagi,"

Mentari tertawa sambil mengangguk.

Satria menatap Mentari dengan penuh kasih sekali lagi dan mendaratkan ciuman di bibir ranum Mentari dengan sangat lembut. Mentari tersenyum sambil membalas ciuman Satria lalu memeluknya hangat di bawah langit yang mataharinya kini sudah mulai terbit sempurna.

Notes from Prima.

Maaf yaa kali ini part-nya agak panjang. Soalnya kalau dipotong rasanya nanggung.

Oh iya siapa yang penasaran sama Prameswara???

Ini diaaa! Kim Wooseok! Aduh kangen rasanya sama Wooseok karena belum muncul di series ini sama sekali!!

Semoga kalian suka yaaaa!

Published at 15th Dec 2023

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 68.3K 59
π’πœπžπ§π­ 𝐨𝐟 π‹π¨π―πžγ€’ππ² π₯𝐨𝐯𝐞 𝐭𝐑𝐞 𝐬𝐞𝐫𝐒𝐞𝐬 γ€ˆπ›π¨π¨π€ 1〉 π‘Άπ’‘π’‘π’π’”π’Šπ’•π’†π’” 𝒂𝒓𝒆 𝒇𝒂𝒕𝒆𝒅 𝒕𝒐 𝒂𝒕𝒕𝒓𝒂𝒄𝒕 ✰|| 𝑺𝒕𝒆𝒍𝒍𝒂 𝑴�...
44.7K 1.3K 14
"I would pay you, just be mine"
4.6M 292K 106
What will happen when an innocent girl gets trapped in the clutches of a devil mafia? This is the story of Rishabh and Anokhi. Anokhi's life is as...
2.8M 159K 50
"You all must have heard that a ray of light is definitely visible in the darkness which takes us towards light. But what if instead of light the dev...