ALIF

By Sastra_Lara

6.2M 439K 51K

Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang... More

00
Saya Figur Utama dan Maaf
01. Kesaksian
02. Patah
03. Tangis
04. Introgasi
05. Gus Polisi
06. Mas Ganteng
07. Jatuh Cinta
08. Raden Parama
09. Datang
10. Maaf
11. Beringin Tikungan
12. Apel Mama
14. Cemburu
15. Hukuman
16. Kubu mana?
17. Pelet Abah
18. Qobiltu Ijazah
19. Halo Dek!
20. Kalung Anak Kecil
21. Restu
22. Tingkahnya atau Anaknya?
23. Tidak Setuju
24. Pesan Baper
25. Pengen Pulang
26. Hilang Wibawa
27. Menantang
28. Kalah Jauh
29. Saingan
30. Perjuangan
31. Aku Disini
32. Pertimbangan
33. Angsa Putih
34. Lamaran
35. Cinta Parama?
36. Manipulatif
37. Tujuan Hidup
38. Terulang
39. Diusir atau Diterima?
40. Saksi SAH
41. Bertunangan?
42. Cinta Segitiga
43. Kesempatan
44. Didikan
45. Label Halal
46. Delusi
47. Romantisasi
48. Harmoni Hujan
49. Janji Liya
50. Satu dan Setia
51. Ibu dan Kari
52. Wes Angel
53. Kehilangan kedua kali?
54. Giandra Pangestu
55. ATM Gian

13. Disegani

118K 7.4K 141
By Sastra_Lara

Lahya mengangkat kepala saat tahu tengah menjadi pusat perhatian teman satu kelasnya. Lebih tepatnya bukan ia, tapi Gus polisi yang menyamar menjadi siswa di sampingnya sekarang.

Jujur saja, Lahya risih tempat duduknya menjadi pusat mata teman kelasnya. Ia mengecek ke samping kirinya melihat Gus polisi yang bisa duduk tenang tanpa merasa risih seperti dirinya.

"Ck!" decak Lahya mengedarkan pandangannya memberi tahu lewat tatapan kepada teman-temannya bahwa ia risih.

Tak butuh waktu lama. Semua temannya kembali memperhatikan Miss Pretty yang tengah menjelaskan di depan sana. Tak luput ia mendapat cibiran dari teman kelasnya yang julid, tapi tak berani berhadapan langsung dengannya.

Lahya menggeleng prihatin melihat teman-temannya, apalagi teman perempuannya yang kesemsem dengan ketampanan wajah Gus polisi. Tak dapat dielak bahwa polisi yang menyamar menjadi siswa SMA ini memang tampan. Lahya tahu, tapi ia tak seperti yang lain karena otaknya sekarang diselimuti oleh banyak pertanyaan.

Disisi kiri Lahya, ada Alif sedaritadi mengawasi sekitarnya. Termasuk gerak-gerik Lahya terlihat disegani teman-temannya. Sepertinya anak kecil yang terlihat lemah yang dulu ia kenal, sekarang menjadi anak gadis yang cukup disegani di sekolahnya. Ini kali kedua Alif melihat Lahya disegani oleh teman-temannya, setelah di kantor polisi minggu lalu.

"Gus polisi ngapain jadi siswa lagi?"

Pertanyaan itu datang saat Lahya menyodorkan secarik kertas bertuliskan pertanyaan tersebut. Setelah membacanya, Alif buru-buru mengambil potongan kertas yang Lahya sodorkan ke mejanya.

"Kenapa, sih?" tanya Lahya terkejut saat Gus polisi meremas kertas yang ia tulis pertanyaan di sana.

Ternyata suara Lahya cukup menarik perhatian teman-temannya yang mulai fokus belajar.

"Apa?" tanya Lahya pada mereka yang menoleh ke mejanya.

Lahya mendecak kesal melihat robekan kertasnya yang sengaja ia tulis pertanyaan tadi, malah di remuk dan di masukkan dalam saku celana Gus polisi. Dengan perasaan campur aduk karena penasaran, akhirnya Lahya menidurkan kepalanya di atas meja alih-alih memperhatikan Miss Pretty yang masih menjelaskan.

Tenang saja, Lahya tidak akan ditegur oleh guru laki-laki yang bergelagat wanita itu. Tempat duduknya sangat strategis untuk bersantai di saat teman-temannya sibuk belajar. Di samping itu ia merasa kesal dengan Gus polisi yang seperti tidak mengenalnya.

Drrttt..

Lahya mengecek ponselnya saat menerima pesan dari nomor yang tidak tersimpan di whatsappnya. Sepertinya pesan random yang dikirim untuk menawarkan pinjol seperti kemarin-kemarin. Dengan rasa malas, tapi juga penasaran. Akhirnya Lahya membuka pesan dari nomor itu.

Lahya sigap menoleh. Gus polisi sudah lebih dulu memberinya isyarat untuk diam. Terlihat Gus polisi menempelkan jari telunjuknya di bibir, namun tetap menjaga fokusnya ke papan tulis di depan sana.

'-'-'-'

"Jadi laper gue Han!" ucap Joni mengusap perutnya melihat beberapa murid berlalu lalang lewat di depan mushola SMA Tunas Bangsa.

"Ini boleh dimakan, gak, sih?" tanya Hana melihat kantong belanjaan yang berisi makanan ringan.

"Kekantin, yuk!" ajak Joni sudah mulai lemas karena tidak sarapan. Tadi ia hanya pulang untuk tidur selama dua jam, setelah hilang kantuknya malah berganti dengan rasa lapar yang ia rasa sekarang.

"Lahya belum kelar juga sholat dhuha-nya?" tanya Hana memelas.

"Tuh anak gak laper apa yak? Jam istirahat bukannya ke kantin malah sholat."

"Persis Komandan, gak, sih?" tanya Hana mengingat sang komandan pernah meminta mereka untuk menggantikan introgasi hanya untuk sholat dhuha.

"Orang kalo deket dengan Tuhannya, pasti yang diprioritaskan Tuhannya. Gue jadi pengen kayak mereka, tapi gak tau harus mulai dari mana. Mana gue banyak dosanya, jadi bingung dosa mana dulu yang gue taubatin."

"Login ikut gue Jon!"

Joni melotot melihat Hana. "Bukannya taubat, malah murtad gue. Bukannya Rabbigfirli, malah haleluya gue."

"Becanda, Jon." Hana tertawa dengan ekspresi serius Joni.

Dalam tim mereka, hanya Hana yang bukan Islam, tapi mereka memiliki tolenransi tinggi dengan perempuan 22 tahun ini.

Mereka berdua menoleh ke belakang. Melihat Lahya yang masih duduk di dalam mushola sekolah membuat mereka menghela nafas berat bersamaan. Beberapa siswa yang lewat di depan mereka, menatap mereka dengan kasihan.

Siswa itu kasihan melihat mereka bolak-balik di SMA Tunas Bangsa untuk menyelidiki kasus percobaan pembunuhan yang tak kunjung membawa kemajuan. Apalagi Hana yang mulai tak asing saat mencoba mencari tahu tentang Liya dari beberapa siswa. Yang lebih kasihan dari mereka saat ada siswa yang menolak untuk ditanya soal Liya.

"Dah selesai, Han! Lahya udah lipet mukenah," ujar Joni kesenangan menepuk bahu Hana berulang kali.

"Sakit Jon!" kata Hana menghempaskan tangan Joni dengan kasar. Mereka berdua berdiri menunggu Lahya keluar mushola.

"LAHYA!" panggil mereka bersamaan berhasil mengagetkan anak gadis itu.

"Astagfirullah!" kata Lahya mengusap dadanya.

"Hai!" sapa Hana tetiba merasa canggung. Hana menyenggol lengan Joni memintanya untuk memberi tahu niat kedatangan mereka pada Lahya.

Lahya hanya diam melihat dua polisi di hadapannya ini terlihat saling senggol menyenggol seperti ingin menyampaikan sesuatu padanya. Namun, tidak ada yang ingin mengalah untuk memberi tahu.

"Kalian pengen bicara dengan Lahya, kah?" tanya Lahya menebak.

Hana dan Joni mengangguk bersamaan.

"Ada tempat yang aman nggak? Soalnya di sini rame banget," ujar Joni melihat suasana jam istirahat yang begitu ramai.

Lahya mengangguk. "Gazebo samping sekolah sepi, tapi biasanya juga digunain sama mahasiswa yang lagi ngajar di sini."

"Boleh cek dulu?" tanya Hana.
Lahya mengangguk.

'-'-'-'

Lahya melihat gazebo yang berada di samping gedung kelas 12. Di sana ada beberapa mahasiswa yang tengah bercanda, termasuk Raden Parama yang paling keras gelak tawanya.

Lahya menoleh ke belakang mengisyaratkan pada kedua polisi ini bahwa gazebo benar-benar digunakan oleh para mahasiswa. Terlihat dari kedua polisi itu tengah berpikir keras melihatnya.

"Lahya!" panggil Rama melambaikan tangan menyadari kehadiran Lahya. Mahasiswa itu berjalan mengampirinya yang datang bersama dua polisi.

Rama menganggukkan kepala pada dua polisi itu sebagai sapaan karena tidak saling mengenal.

"Tumben ke gazebo," ucap Rama.

"Gazebonya lagi dipake, ya, Kak?"

"Mau kamu gunain?" tanya Rama pelan menatap kedua mata Lahya. Ia bahkan mengabaikan dua polisi yang berada di samping kanan dan kiri Lahya.

Lahya mengangguk.

"Apa kami boleh menggunakan gazebonya sebentar? Hanya sampai jam istirahat selesai," minta Joni cepat.

"Boleh. Sebentar, saya akan memberi tau teman-teman saya."

"Makasih, ya, Kak," ucap Lahya dibalas anggukan Rama. Mahasiswa itu kembali naik ke gazebo dan memberi tahu teman-temannya untuk mencari tempat lain.

"Pacar kamu Lahya?" tanya Hana melihat Rama di atas gazebo sana.

Lahya menggeleng cepat. "Bukan. Lahya nggak pacaran. Mana suka juga kak Rama sama Lahya yang modelannya kayak gini?"

"Kayak gini, gimana? Lo cantik, kok," puji Hana.

"Dia suka sama lo. Dari tatapan matanya udah ketahuan," tambah Joni.

"Duluan, yak!" pamit Rama bersama teman-temannya pergi meninggalkan gazebo samping sekolah.

Lahya hanya balas mengangguk. Melihat Rama yang mulai berjalan menjauh membuatnya berpikir, apakah kata polisi ini benar? Tapi rasanya nihil sekali senior yang dulunya famous di sekolah ini menyukainya. Setahu Lahya, memang sifat Rama seperti itu sejak dulu, friendly.

"Ayok!" ajak Hana merangkul lengan Lahya untuk naik ke gazebo.

"Beberapa hari gue balik ke sini sendiri, tapi gak ketemu Nadine. Kamu tau sepupu kamu itu di mana?" tanya Hana melepas sepatunya sebelum naik ke gazebo.

"Nadine di skors kepala sekolah selama seminggu setelah bebas. Skorsnya selesai tepat hari sabtu yang artinya dua hari lagi."

Mereka duduk berhadapan.

Hana menyodorkan kantong putih yang sedari tadi ia bawa kemana-mana. "Lo laper, kan? Ini ada jajanan yang sengaja kami bawa buat lo."

"Ini buat Lahya? Dalam rangka apa?" tanya Lahya melihat jajanan yang banyak dalam kantong tersebut.

Joni tersenyum melihat kepolosan Lahya. "Lo kenal sama komandan kita, kan. Wajah lo sama persis sama foto anak kecil yang ada di meja Komandan."

"Lahya memang saling kenal sama Gus polisi."

"Maka dan oleh sebab itu, brarti lo kesayangan Komandan kita. Yang artinya lo juga kesayangan kita," jelas Joni dengan gamblang.

Lahya terkekeh. "Kesayangan?" tanya Lahya ulang. Ia memang percaya jika mereka menyebut dirinya kesayangan Gus polisi, tapi kenapa ia harus menjadi kesayangan mereka juga?

"Iya. Lo tau Ayasya, kan? Adik kedua Komandan?" tanya Hana mengambil satu jajan, kemudian sengaja membukanya dan memberinya pada Lahya. "Makan. Gue tau lo laper."

"Makasih, Kak." Lahya yang menerimanya mulai merasa tidak enak diperlakukan baik oleh dua polisi ini.

"Ayasya, adik Komandan itu udah seperti adik kami sendiri. Jadi jangan heran nantinya kita bakal perlakukan lo sama seperti adik Komandan," jelas Hana singkat.

"Tapi, Lahya nggak sedekat itu dengan Gus polisi."

Joni dan Hana mengedikkan bahunya, seperti tidak mau tahu. Hana sebenarnya tahu informasi ini dari Ayasya semelam. Ia sangat penasaran dengan gelagat Komandannya yang terlihat sedih setelah bertemu Lahya sore itu. Untung ada Ayasya yang bisa ia introgasi malam itu juga.

"Kakak nggak ikut makan? Jajannya banyak, loh. Lahya gak bisa habisin sendirian."

Lahya menaruh jajannya, dan mengambil jajan lain yang belum terbuka. Sengaja ia membuka jajan itu dan memberikannya pada Hana dan Joni. Ia melakukannya persis seperti yang Hana lakukan tadi untuknya.

"Lahya tau tugas kalian banyak, pasti kalian juga laper kayak Lahya sekarang, kan?"

Mereka bertiga saling tersenyum, lalu berubah menjadi tawa. Baru kali ada yang mengerti apa yang dirasakan oleh dua polisi itu.

"Oh iya. Lo sekelas dengan Komandan, kan?" tanya Joni di tengah-tengah mulutnya masih mengunyah jajanan.

Lahya mengangguk. "Memangnya harus nyamar jadi siswa untuk memecahkan kasus Liya?"

"Beberapa kali kami juga menyamar untuk memecahkan kasus lain yang sama sulitnya memecahkan kasus Liya kali ini. Gak semua kasus, hanya beberapa dan kasus Liya saat ini salah satunya," jawab Hana.

Lahya mengangguk mengerti. "Sama seperti almarhumah Ibu Lahya," gumam Lahya sedih.

"Apa kamu bilang?" tanya Hana seperti mendengar Lahya mengatakan sesuatu.

"Nggak apa-apa." Lahya menggeleng cepat membuang wajah sedihnya. "Kakak-kakak polisi ini mau tanya apa ke Lahya?"

Hana melirik Joni yang masih asik mengunyah jajanan. Rekannya itu buru-buru minum dan membereskan plastik bekas pembungkus jajanan mereka.

"Jadi begini. Gue dan Hana pengen ngajak lo kerja sama untuk memecahkan kasus sahabat lo, Liya."

"Kerjasama? Bagaimana ceritanya?"

"Dari pengakuan Nadine bahwa dia juga sahabat Liya, apakah itu benar?" tanya Hana.

Lahya mengangguk. "Kami bertiga dulunya sahabat."

"Bisa, kan, Jon?" tanya Hana melirik Joni membuat Lahya bingung dengan keduanya.

"Bisa."

Hana mengangguk. Akhirnya Hana membuka percakapannya mengenai rencana yang sudah ia siapkan dengan Joni dan Ghani untuk memecahkan kasus percobaan pembunuhan Liya.

Kasus yang cukup rumit karena laporan kepolisian yang tidak beres, kesaksian yang berbeda-beda dan ada beberapa siswa yang menutup mulut, tidak ingin diintrogasi.

Beberapa kali Lahya menolak bujukan Hana untuk bekerja sama dengan kepolisian. Bahkan, setelah mendengar jika Komandan mereka tidak mengetahui rencana ini, hal itu semakin membuat Lahya tidak ingin ambil resiko.

Tak menyerah di sana. Hana dan Joni terus-terusan membujuk Lahya agar menerima kerjasama mereka. Hingga membuat anak gadis itu merasa tidak enak hati untuk menolak permintaan mereka.

Dengan berat hati, akhirnya Lahya menyetujui permintaan mereka karena tidak ingin terus-terusan melihat polisi ini memohon-mohon di hadapannya.

'-'-'-'

Assalamu'alaikum readerss....

Maafin author yang telat update yah🙏🏻😊
Semalam udah usahain buat update tapi author sibuk liat acara expo di kampus, jdi gak sempet edit naskahnya

Entar klo author udah mulai masuk kampus, mungkin bakal updatenya jadi seminggu sekali. Jadi sabar ya readers🥲

Jangan lupa votement ya karena semangat author ya dari kalian🥰

Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 285K 60
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas, menikah dengan seorang pria yang kerap...
434 200 4
Siapa sangka gadis kecil berusia 5 tahun dan anak kecil laki-laki berusia 5 tahun, dipertemukan setelah 12 tahun berpisah lamanya. Takdir menepati j...
1.7K 266 3
Siapa yang pernah menyangka jika gadis urakan seperti Dina harus dengan terpaksa menyetujui wasiat kakeknya, sang pemilik pesantren. Menjadi santri b...
2K 1.4K 28
"Hanya sekedar menjaga, tapi tidak bisa memiliki" *** "Ay," "Pembunuh gak pantes sebut sebut nama aku !" "Aku harus gimana lagi biar kamu percaya Ay...