Pengabdi Istri (The Series)

By Indomie2Bungkus

126K 13.2K 3.2K

Bersahabat sejak bayi membuat mereka bertujuh menjadi terikat secara tidak langsung, setelah bertahun-tahun b... More

1. Tukeran Kado
2. Naren Bulol Era
3. Tidak seindah yang terlihat
4. Aku sakit
5. bapak-bapak galau
6. Mulut lancip
7. Suami Sieun Istri
8. Pengeretan vs Sultan
9. Dia datang
10. Rekonsiliasi
11. Bocil Berulah
12. Cemburu seorang istri
13. Bertemu Gavin
14. Huru hara ini
15. Danindra to the rescue
16. Ada yang pundung
17. Curhat dong
18. Botram
19. Gengster Squad
20. Drama Puasa
Special Chapter
Special Chapter 2
22. Lepaskan?
23. Galau part kesekian
24. Lebar-an (1)
25. Lebar-an (2)
27. Kenyataan yang sebenarnya
28. Rayuan Maut Danindra
29. Jendra pelindung ayah!
30. Kehebohan Zidan
31. Agustusan Nih
32. Agustusan Nih (2)
33. Buy 1 get 1
34. Skandal Baru
35. The Arsenio's
36. Comeback Aji dan Indra
37. Siapa yang bodoh?
38. Ternyata....
39. Rencana - A
39. Rencana - B
39. Rencana - C
40. After
41. Fakta Baru
Special Chapter (3)
Special Chapter (4)
42. Ayo, cepet bangun ayah!
43. Obrolan tak berfaedah
44. Saat-Saat Menyebalkan
45. Nikmatnya Bergosip
46. Sayang Istri
47. Pengrusuh
49. Fabian vs Narendra
48. Lanjut Nikahan
50. Hilang
51. Katakan Peta
52. Ember Bocor
53. Keciduk
54. Tantrum
55. Ronda Core
56. Nama anak
57. Takdir yang Rumit
58. Keciduk Lagi

26. Baby Girl

2.4K 229 43
By Indomie2Bungkus

***

Beberapa orang itu seperti mendung. Ketika mereka menghilang, suasana jadi lebih cerah

***

Zidan menatap ponsel nya yang sedari tadi berdering terus menerus. Tapi sudah sepuluh kali  deringan itu berbunyi sepertinya pria itu tidak ada niatan untuk mengangkatnya.

Padahal sangat jelas tertera panggilan itu dari sang istri. Tapi nampaknya masih Zidan belum siap untuk kembali berkomunikasi dengan Gia. Pria itu sangat kecewa dengan sikap Gia yang diam-diam tidak ingin mengandung anaknya.

Tanpa diskusi, Gia justru diam-diam mengkonsumsi pil kontrasepsi yang ia simpan di dalam meja rias nya yang sengaja di sembunyikan disana. Karena Zidan memang tidak pernah sekalipun menyentuh area kecantikan istrinya.

malam saat kejadian Zidan tahu kalau Gia ternyata masih menyimpan foto mantan nya, pria itu pikir hanya sebatas itu saja dosa yang dilakukan sang istri.

Namun siapa sangka saat pagi-pagi setelah sahur pria itu pulang ke rumah nya guna mengambil cincin nikah mereka yang akan dipinjam oleh mertuanya, Zidan malah menemukan sebuah kotak berisi pil pencegah kehamilan. Zidan jelas tau pil apa itu untuk seorang wanita, sebagai dokter walaupun bukan dokter kandungan tapi Zidan tahu persis kalau obat itu adalah pil kontrasepsi alias obat pencegah kehamilan.

Setelah urusan di rumah nya selesai, Zidan lantas kembali ke rumah mertua nya sambil membawa kotak pil konstrasepi itu di dalam kantung nya.

"Udah kasih ke mami Dan?" Tanya Gia pada suami nya yang memasuki kamar mereka.

Zidan hanya mengangguk pelan sambil membuka jaketnya. "Maaf ya aku lupa bilang, gak tau nih mami tiba-tiba minjem cincin nikah kita sama kotak nya juga buat di foto di studio mami." Lanjut Gia yang memperhatikan suami nya lebih banyak diam setelah kembali dari rumah.

"Cincin nya masih bagus kan?" Tanya Gia lagi berusaha memancing suami nya berbicara. Padahal tadi sahur pria itu masih berbicara santai dengan nya bahkan sebelum pulang tadi Zidan masih memeluk tubuh nya sebentar.

"Masih."

"Oh oke. Berarti kamu lepas dong cincin nya?" Ucap Gia sambil duduk di samping suami nya lalu menyandarkan kepala nya pada bahu Zidan.

"Iya."

"Kamu gak keberatan kan sementara gak pake cincin nikah dulu?"

Zidan tertawa sinis menatap Gia yang sudah menegakkan tubuh nya. "Enggak tuh. Kamu yang gak pernah pakai cincin nikah aja aku gak marah. Apalagi kamu pake pil kontrasepsi diam-diam di belakang aku juga gak marah tuh."

"Apa maksud kamu Dan? Aku gak ngerti." Bola mata Gia membesar, tanda wanita itu benar-benar terkejut dengan ucapan suami nya barusan.

"Iyalah kamu mana mau  ngertiin perasaan aku. Jelas - jelas  kamu aja gagal move on dari mantan terindah kamu itu kan? Si Jauzan itu lho. Tuh fotonya masih nangkring di tembok. "

"Kok jadi bahas itu sih Dan? Ini masih pagi loh. Lagi puasa juga. Kenapa bahas-bahas ini lagi?"

Zidan mendesis dan manatap tajam Gia yang saat ini sudah terpojok "Kenapa? Kamu gak suka?"

"Iya! aku gak suka kamu bahas-bahas jauzan terus! Dia bukan siapa-siapa aku."

Zidan mengangguk santai. "Oke kalau gitu jelasin ini!" Zidan mengeluarkan kotak yang berisi pil kontrasepsi itu di hadapan sang istri, sedang kan Gia saat melihat barang yang selama ini ia sembunyikan hanya bisa menahan napas nya lalu tubuh nya membeku.

"Kenapa? Gak bisa jawab? Lo emang gak mau punya anak dari gue Gi? Segitu jijik nya lo sama gue?"

Gia menggeleng langsung bersimpuh di hadapan suaminya yang nampak marah. "Dan... kamu salah paham plis... kamu salah paham." Gia berusaha meraih lengan suami nya, tapi sayang nya Zidan lamlngsung menepis tangan Gia.

"Salah paham apa? Jelas loh ini pil konstrasepsi Gi. Lo pikir gue bego? Gue ini dokter Gi! Gue pernah belajar juga! Sebenernya Gue pernah curiga setiap kita abis gituan lo pasti minum obat, tapi lo selalu bilang itu vitamin dan bego nya gue percaya sama omongan lo! Ternyata terlalu cinta sama lo bisa bikin gue tolol ya. Lo gak bisa mangkir lagi Gi. Ini udah ada buktinya."

Gia menggeleng sembari menangis dan posisi nya masih bersimpuh di lutut Zidan. "Dan plisss.... de...dengerin penjelasan aku. Aku...aku..."

"Gak bisa jawab kan lo? Karna emang disini lo yang salah. Gue bahkan sampe ribut sama nyokap gue buat belain lo Gi! Masih kurang pengorbanan gue buat lo hah?" Zidan tertawa miris menatap istrinya. Pria benar-benar terluka.

"Dan.... maaf...maafin aku.... aku cuma belum siap....aku-"

"Iya karna lo masih gak bisa nerima takdir kalau suami lo itu gue! Bukan mantan lo itu kan? Lo malu punya suami jelek kaya gue? sesimple pake cincin nikah aja enggak kan? Cuma gue yang pake. Lo lebih baik pake cincin lain tanpa mikirin perasaan gue. Lo mau sampe mana nyakitin hati gue Gi? Sampe gue nyerah dengan rumah tangga ini? Itu mau lo?"

Gia menggeleng dengan keras. Berusaha meraih lengan suami nya yang sedari tadi selalu menepisnya. "Aku tau salah, tapi bukan itu Dan. Aku gak pernah sama sekali malu punya kamu. Oke aku minta maaf karna kadang-kadang masih mikirin jauzan. Tapi aku tidak memungkiri kalau aku bahagia jadi istri kamu Dan. Aku cuma belum siap punya anak, karna menurut aku kita terlalu cepat Dan. Aku butuh proses.."

"Hampir dua tahun pernikahan kita Gi. Masih kurang? Bahkan kita mau bulan madu lagi, semua keluarga gue support buat kita punya anak. Bahkan Bang Dimas sama Naren kasih uang yang gak sedikit buat kita. Berarti kalau gak ketauan sekarang, gue bakal terus berharap dengan tolol kalau setelah bulan madu lo bisa hamil. Untung ketauan nya sekarang, jadi gue bisa balikin uang mereka. Malu gue Gi. Sebagai suami gue udah gagal ngedidik lo."

"Dan... plisss."

"Lo selalu blamming nyokap gue yang maksa-maksa lo hamil. Sampe gue perang dingin sama nyokap demi bela lo. Tapi apa? Lo bahkan sama sekali gak liat pengorbanan gue segitu gede nya sama lo, sampe harus ribut sama nyokap sendiri. Dari awal kenal sampe kita nikah gue rasa emang selalu gue yang berusaha Gi. Lo pernah berbuat apa buat gue? Lo cuma mikirin diri lo dan mantan tersayang lo itu! Tanpa tahu gue pertaruhin keluarga gue demi lo! Gue nyerah Gi. Gue nyerah gak tau lagi harus gimana ngadepin lo." Lalu Zidan bangun dari duduk nya dan berjalan menuju walkin closet kamar Gia untuk bersiap-siap bekerja, karena jadwal poli nya dua jam lagi di mulai.

"Dan plisss... maafin aku... aku salah.... aku mau kok hamil anak kamu. Kemarin aku emang masih ragu. Aku udah lupain Jauzan Dan. Cuma kamu yang ada di hati aku. Plis Dan jangan tinggalin aku. Aku mohon maafin aku." Gia menahan kaki suaminya yang akan pergi dari kamar itu.

"Aku mohon Dan... plisss dengerin penjelasan aku dulu... aku sayang kamu Dan."

Zidan menghela napasnya kasar, lalu berjongkok meraih bahu Gia pelan. "Aku minta maaf udah ngomong kasar sama kamu. Gak seharusnya kamu sujud-sujud gini di kaki aku. Maaf Aku harus kerja Gi." Balas Zidan yang matanya sudah sangat memerah menahan tangis luka di hati nya.

Lagi - lagi Gia menggeleng menahan kaki Zidan yang akan berdiri. "Dan... jangan pergi.."

"Aku harus kerja Gi. Kita renungin dulu ya. Nanti aku jemput." Balas Zidan sambil menggendong tubuh istrinya yang masih bersimpuh di lantai lalu ditidurkan di tempat tidur. "Aku kerja dulu." Ucap Zidan singkat tanpa ciuman yang biasa Zidan berikan pada sang istri.

Kembali deringan itu berbunyi nyaring, membangunkan lamunan panjang Zidan. Dan hal itu membuat Narendra yang sedari tadi menemani Zidan di teras rumah pun menatap Zidan dengan prihatin. Mengetahui posisinya  pria itu langsung menepuk pundak iparnya. Memberi semangat.

"Udah angkat aja Dan. Kasih Gia kesempatan buat jelasin. Jangan terus berlarut-larut, lo juga gak kalah berantakan tanpa Gia kan? Gue tinggal ya? Mau mandiin Ajen dulu. Semangat yo! " Ucap Narendra yang sebenarnya sadar dengan perubahan ekspresi Zidan.   Iparnya itu sangat merindukan istrinya. Hidup Zidan berantakan tanpa Gia.

Dan di deringan terakhir akhirnya Zidan mengangkat panggilan itu.

pria itu langsung memejamkan mata nya saat kembali mendengar suara merdu istri nya disebrang sana. "Halo Assalamualaikum dan?"

"Walaikumsalam." Balas Zidan yang berusaha menetralkan laju jantung nya yang berdegup kencang.

"Dan...."

"Hmmm.."

"Gimana kabarnya? Aku kangen." Tanya Gia dengan nada yang seperti menahan tangis. Begitupun juga dengan Zidan.

Zidan menghela napasnya pelan
"Alhamdulillah, kamu gimana?"

"Aku gak baik dan. Aku kangen banget sama kamu. Hidup aku berantakan tanpa kamu." Balas Gia namun tidak di jawab apapun oleh Zidan. Pria itu hanya diam sambil mengepalkan kedua tangan nya. Karena sejujurnya Zidan pun sama, sangat merindukan Gia. Tapi masih belum siap untuk bertemu dengan istrinya itu.

"Dan..." panggil Gia setelah beberapa menit hening.

"Ya?"

"Kamu kapan jemput aku?"

"Nanti."

"Iya kapan?"

"Gak tau."

Gia menghela napas nya "Aku minta maaf ya Dan. Aku banyak salah sama kamu. Harusnya lebaran ini jadi lebaran yang membahagiakan, jadi hancur berantakan karna sikap egois aku. Maafin aku ya Dan..."

"Iya... Iya maafin aku juga. Aku udah gagal membahagiakan kamu. Aku gak bisa di banggakan sebagai suami." Balas Zidan dengan nada yang parau.

Zidan mati-matian menahan sesak di dada nya. Andai Gia tau, Zidan juga sebenarnya begitu merindukan sosok Gia. Tapi hatinya masih merasa kecewa karena merasa di khianati.

Bimantara dan Narendra sebenarnya sudah berusaha meyakinkan Zidan untuk segera menyelesaikan masalah nya dengan Gia. Jangan sampai masalah mereka terus berlarut-larut. Namun Zidan masih terlalu takut untuk menerima kenyataan jika memang alasan Gia memakai kontrasepsi adalah Gia yang belum mencintai nya.

Zidan takut mencintai seorang diri.

Kemana cinta ini
Cinta tak bertuan
Selalu menghantui
Di setiap hidupku

Tak kuat raga ini
Berdiri menanti
Hari demi hari
Mencari indahnya cinta

Zidan tidak bisa mencari cinta yang lain. Karena Zidan begitu mencintai Gia lebih dari apapun.

"Gi.."

"Ya? Kenapa Dan?"

"Apapun yang terjadi, aku selalu cinta sama kamu." Ucap Zidan lalu memutuskan panggilan istrinya secara sepihak. Karena pria itu benar-benar sudah tidak kuat.  Pria itu tidak mau istrinya tau kalau Zidan selalu menangisi dirinya.

"Maafin aku Gi..."

***

Tak pernah terbayangkan bisa secepat ini Narendra kembali merasakan bagaimana mencekam nya ruang rawat rumah sakit seperti enam tahun lalu. Dan terhitung sudah dua jam lamanya sang istri merasakan kontaraksi dengan jeda waktu yang sudah lima belas menit sekali. Narendra yang memang sedang cuti lantas memutuskan untuk segera pergi ke rumah sakit supaya mendapatkan perawatan lebih. Walaupun dirinya juga seorang dokter, tapi momen-momen seperti inilah yang membuat keilmuan nya mendadak tidak berfungsi, saking khawatirnya pada Yasmine yang sedari tadi merintih setiap kali gelombang cinta itu datang dari perutnya.

"Ayah..." panggil Jendra di pangkuan Narendra.

"Kenapa sayang?"

"Bunda pelutna sakit ya?" Tanya Jendra yang memang ikut bersama dirinya dan sang istri ke rumah sakit, bocah itu memang memaksa ikut ke rumah sakit sejak pagi tadi. Bahkan sampai  ngamuk jika di tinggalkan oleh ayah dan bunda nya.

"Iya sayang, nanti kalau adiknya mau keluar, Ajen sama Oma Opa sama Enin dan Aki ya?"

"Kenapa Ajen ndak boleh ikut ayah? Ajen kan pengen liat adik Ajen."

"Nanti aja setelah adiknya keluar. Ayah harus nemenin bunda. Oke?"

"Tapi Ajen sedih ndak boleh ikutan. Pasti selu."

Narendra menghela napasnya pelan. Bingung dengan kondisi seperti ini. Anaknya mendadak manja bahkan sampai tantrum tadi pagi.

"Nanti setelah adik lahir aja ya sayang? Bunda nya kesakitan, nanti siapa yang elus-elus bunda nya?" Ucap Narendra dengan sabar.

"Ajen bisa bantu kok ayah."

"Yaudah gini aja, kalau Ajen pinter mau sama oma dan enin dulu, ayah kasih hadiah deh buat kakak Ajen yang udah jadi kakak."

"Ndak mau!" Tolak Jendra dengan gelengan keras.

"Loh kenapa sayang?"

"Ajen kan abang bukan kakak." Rajuk bocah gembul itu.

"Oh iya, hahaha ayah lupa! Yaudah Abang mau apa? ayah kasih hadiah karna sudah pinter jagain bunda nya."

"Hadiah na apa?" Jendra menatap ayah nya.

"Terserah Ajen aja. Ayah pasti beliin."

"Hmmm, kalau es kim boleh ndak?"

"Boleh sayang."

"Banyak banyak tapi."

Narendra mengangguk setuju "Boleh beli nya banyak banyak, tapi makan nya tidak sekaligus ya? Oke? Harus berbagi juga ya?"

"Oke! Tapi ada lagi!"

"Apa sayang?"

"Ajen mau lego yang pemadam kebakalan ayah. Tapi yang besyaaaaallll. Hihihi ih bunda ketawa! Ayah liat ayah!" Seru Jendra saat melihat bunda nya bisa sedikit tertawa karena tingkahnya yang selalu menggemaskan.

Narendra yang memang juga sambil memperhatikan istrinya ikut tersenyum senang, "Bunda seneng kayaknya ada Ajen disini!" Balas Narendra sambil mengusap perut Yasmine yang di ikuti juga oleh Jendra.

"Waktu Ajen masih di pelut juga gini ya ayah? Bunda na sakit sakit?"

Narendra mengangguk sembari mengecup pipi gembul putra nya. "Iya sayang."

"Nanti kalau adik lahil ayah sama bunda tetep sayang sama Ajen ndak?"

"Sayang dong, semakin sayang malah." Balas Yasmine yang sedari tadi hanya diam memperhatikan suami dan anaknya. "Ajen juga sayang ya sama adik?"

Jendra tersenyum pada bunda nya. Senyum yang mirip sekali dengan pria yang memangku bocah itu. "Pasti! Besok adik bayi Ajen ajak main pelosotan sama ayun ayun ya!"

"Nanti sayang, nunggu besar dulu ya."

"Ih kenapa ayah? Kan adiknya udah kelual dali pelut bunda?

"Ya nanti nunggu besar sedikit" balas Narendra yang sudah kewalahan dengan pertanyaan putranya yang selalu diluar kapasitas otaknya.

"Sebesal apa ayah?"

"Hmmm, Eh iya! Nanti kalau Ajen mau jajan sama Om Indra ya sayang? Nanti di temenin sama Bibi Chintya juga ya?" Balas Narendra yang berusaha mengalihkan pembicaraan putranya.

"Oke! Tapi ayah Ajen mau kasih bilang deh."

"Bilang apa sayang?"

"Ajen dengel Om Indla panggil sayang ke Bibi Cicin hihihihi, belalti kaya Iel sama liska ya meleka, pacal pacalan" ucap Jendra dengan nada polos nya.

"Aduh kamu kecil kecil tau gosip dari mana sayang?" Tanya Narendra sambil tertawa.

"Kebanyakan gaul sama aki ya? Jadi pinter gosip. Lain kali tidak boleh nguping ya sayang? Tidak sopan." Balas Yasmine pelan dengan sekujur tubuh penuh keringat. Maka dengan sabar Narendra mengelap keringat istrinya menggunakan tisu yang memang sengaja mereka bawa.

"Siap bunda!"

"Sayang... maafin Aa ya, kamu harus kesakitan kayak gini.." Ucap Narendra pelan saat Yasmine kembali merasakan nikmatnya gelombang kontraksi di dalam perutnya.

Lalu terdengar pintu ruangan terbuka, ternyata Isyana bersama para suster. "Dek gimana Yasmine?" Tanya Isyana yang berdiri di samping kanan Yasmine.

"Udah mulai sering kontraksi nya Teh."

"Halo Ateu Ana! Ajen disyini!" Sapa Jendra saat melihat Tante nya datang dengan jas putihnya.

Isyana tersenyum manis menatap keponakan nya yang menggemaskan. "Halo jagoan Ayah Naren! Baik ya nak, nemenin bunda nya yang mau lahiran."

Jendra mengangguk bangga. "Ajen gitu lho...."

"Iya, Ajen hebat sekali. Yaudah ateu periksa bunda Ajen dulu ya sayang." Izin Isyana pada keponakan nya yang memperhatikan bagaimana bunda nya terlihat kesakitan.

"Gimana teh?" Tanya Narendra khawatir.

"Masih pembukaan kedua. Biar pembukaan nya cepet coba jalan jalan kecil aja disini. Buat stimulasi aja Dek. Yasmine semangat ya sayang? Teteh yakin kamu kuat! Apalagi sekarang ada Naren yang full temenin kamu kontraksi. Beda sama dulu kan ya?" Sindir Isyana pada adik laki-laki nya yang wajahnya semakin pias.

"Dulu juga Aa temenin kok Teh. Disamping aku terus malah." Balas Yasmine yang paham dengan kondisi suaminya yang masih selalu merasa bersalah kepadanya.

Isyana hanya mengangguk paham. Tidak mau membantah, karena memang itu ada nya. Ya walaupun harus drama dulu, sebab pria itu awalnya sempat tidak mau menemani Yasmine di ruang bersalin, sampai akhirnya di ancam oleh Pradana akan menceraikan antara Yasmine dan Narendra akhirnya Pria itu menemani Yasmine melahirkan Jendra ke dunia.

Isyana pun tersenyum menenangkan adik iparnya yang sudah pucat wajahnya. "Semangat ya cantik! Kita berjuang bersama, tolong kerja sama nya ya sayang. Biasanya sebentar lagi nambah pembukaan nya. Sabar ya..." Ucap Isyana sembari mengelus rambut Yasmine yang sedikit berantakan.

"Makasih teh"

"Iya sayang. Eh dek ayah sama bunda, Om Bima sama Tante Tania udah di luar, mereka mau kesini dulu jengukin Yasmine sambil bawa Ajen katanya."

Narendra mengangguk pelan, matanya sudah memerah, tak pernah terbayangkan oleh nya menemani Yasmine untuk kedua kali nya melahirkan bayi mereka hal itu berhasil membuat Narendra merasa kembali merasakan ketakutan.

"Santai lah dek, Yasmine pasti bisa! Teteh keluar dulu ya dek. Nanti bakal kesini lagi dua puluh menit lagi." Ucap Isyana sambil menepuk pundak Narendra pelan.

Narendra mengangguk pelan. "Iya teh makasih."

"Semangat dek! Teteh Yakin Yasmine bisa melewati ini semua."

Tidak lama kemudian masuklah orangtua dari Narendra dan Yasmine secara bersamaan. "Gimana sis? Udah sering kontraksi nya?" Tanya Tania sambil mengelus rambut anaknya.

"Baru pembukaan pertama Ma. Disaranin Teteh buat jalan-jalan dulu. Buat stimulasi mempercepat pembukaan nya." Balas Narendra mewakili Yasmine yang tampak lemas.

"Semangat ya cantik. Bunda yakin pasti bisa! Kamu anak yang kuat."

Yasmine mengangguk pelan. "Makasih bunda.."

"Iya sayang. Yaudah kami keluar aja ya, sekalian ajak Ajen. Biar Naren bisa lebih fokus ke kamu." Ucap Yuna sembari mengusap keringat menantunya. "Oh iya bang, semua keperluan Yasmine sama kamu sama Ajen juga kalau dia gak mau di ajak pulang udah bunda sama Tania siapin di kamar sebelah ya. Nanti kita balik lagi bawa makanan buat kalian."

"Iya bun, ma, Makasih ya... maaf kami ngerepotin kalian."

"Santai lah Ren, walau bagaimana pun kalian anak kami. Oh iya Semangat ya sis! Papa selalu doain kamu, papa yakin kamu pasti kuat!" Ucap Bima yang sejak kedatangan nya hanya bisa diam menatap anak dan menantu nya.

"Dan Kalau ada apa-apa kabari ya Ren. Yasmine semangat ya sayang? Ayah doakan semoga lancar."

"Makasih pa, yah." Balas Narendra pelan karena Yasmine kembali merintih kesakitan akibat kontraksi nya yang semakin sering datang.

"Yaudah kami keluar dulu ya.."

Setelah kepergian para orang tua dan Jendra, lalu fokus Narendra bisa sepenuhnya pada sang istri, kemudian suster datang kembali mengecek kondisi Yasmine atas perintah Isyana untuk standby di dalam kamar rawat adik iparnya.

"Permisi dok, saya mau cek pembukaan Bu Yasmine lagi. Sudah dua puluh menit soalnya."

Narendra mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. "Boleh sus."

"Permisi ya Bu Yasmine." Izin suster itu kembali mengecek pembukaan Yasmine di daerah kewanitaan wanita itu.

"Gimana sus?"

"Alhamdulillah. Sudah pembukaan empat ya dok. Kata dokter Isyana, di coba dulu aja sambil berdiri. Atau jalan sedikit-sedikit, mau saya bantu Bu?"

"Sayang mau?" Tanya Narendra ragu menatap istrinya.

Yasmine mengangguk dan perlahan bangun dari posisi rebahan nya, dibantu juga oleh suster yang berjaga. "Dicoba jalan-jalan ya Bu. Biar cepet proses pembukaan nya." Ucap suster itu saat Narendra berhasil memeluk istrinya sambil berdiri.

"Astagfirullah Aa.... sakit banget..." rintih Yasmine dalam dekapan suaminya sembari mencengkram bahu tegap suami nya. "Ya Allah... Aa ga kuat....."

"Kuat ya sayang... Aa disini temenin kamu... sabar bunda cantik. Bentar lagi kita ketemu baby girl nya.... sabar sayang...." bisik Narendra dengan nada yang lemah tapi tangan terus mengelus punggung istrinya dengan lembut.

"Astagfirullah Ya Allah.... sakit....."

"Sabar sayang ku.... cengkram Aa aja sayang gapapa..." balas Narendra parau, pria itu benar-benar tidak tega melihat bagaimana istrinya merasakan sakit yang sangat luar biasa, bahkan harus mengorbankan nyawa nya untuk membawa putra dan putri mereka kedunia.

"Aa.... Ya Allah Aa...." Yasmine mencengkram kaus suaminya erat-erat saat gelombang dahsyat dalam perutnya kembali menghantam nya secara membabi buta.

"Iya sayang.... Aa disini sayang ku..." balas Narendra sambil terus mengusap punggung Yasmine yang sudah bersimbah keringat.

"Mau boboan lagi?" Narendra mengecup dahi istrinya saat cengkraman di kaus nya sedikit mengendur.

Yasmine menggelengkan kepalanya. "Enggak, mau coba jalan dikit." Balas Yasmine lemah.

"Kamu yakin?" Tanya Narendra menatap istrinya.

"Yakin. Tapi.... Aa.....jangan lepas ya..."

"Iya sayang, gak akan Aa lepasin."

Satu langkah, dua langkah berhasil tapi pada langkah selanjutnya Yasmine sepertinya mulai menyerah. Kaki nya gemetar hebat, saat kembali merasakan kontraksi nya di perutnya.

"Boboan lagi ya?" Tawar Narendra yang kali ini langsung di angguki oleh Yasmine  dengan wajah yang sudah sangat pias.

"Baby, kerjasama ya sayang... jangan lama-lama di dalem nya, ayah, bunda sama abang nunggu adik nih... ayok kita semua nunggu adik lho.." ucap Narendra pada perut istrinya sambil terus mengelus perut Yasmine berharap bisa mengurangi rasa sakitnya. Ya meskipun tidak berefek apapun, karena gelombang kontraksi sudah mulai datang lima menit sekali.

Tidak terasa detik demi detik terus berjalan. Hingga berjam-jam lamanya akhirnya pembukaan Yasmine sudah lengkap. Setelah memeriksa pembukaan Yasmine yang sudah sempurna Isyana pun langsung bersiap mempersiapkan peralatan persalinan untuk adik ipar nya yang dibantu oleh dua suster kepercayaan Isyana di rumah sakit ini. Narendra sejak tadi benar-benar tidak meninggalkan Yasmine, sejak pagi pria itu belum makan sama sekali, bahkan untuk shalat pun Narendra memilih sholat di samping brangkar Yasmine agar tetap bisa menjaga sang istri di tengah-tengah kontraksinya.

"Bismillahirahmanirahim, kita mulai ya sayang. Banyak baca doa juga ya Ren. Bunda sama sama Tante Tania juga kalau bisa sambil bantu shalawatin Yasmine ya." Ucap Isyana pada bunda nya dan Tania yang memang menemani Yasmine lahiran. Seperti melahirkan Jendra dulu.

"Iya nak." Balas Yuna yang sedang mengusap-usap lengan Yasmine di samping putranya yang memeluk sang menantu erat-erat.

"Tolong bantu Yasmine ya Ana.." ucap Tania ditengah-tengah wanita itu terus merapalkan shalawat di telinga Yasmine.

"Iya tante Insya Allah."

setelah semua nya sudah siap Isyana memberikan instruksi pada Yasmine untuk mulai mengejan agar dapat mendorong bayi nya keluar.

"Ayo Yas dorong terus, bantu baby nya keluar ya sayang, Teteh Yakin kamu bisa." Isyana memberikan afirmasi kepada Yasmine agar terus mengejan sekuat tenaga.

"Ayo sayang semangat ya. Aa yakin kamu pasti bisa.." Ucap Narendra sambil menggenggam lengan istrinya, dan hal itu berhasil membuat Yasmine semakin terpacu untuk terus mendorong anak mereka keluar.

Yasmine menarik napas nya dan terus mengejan  di tengah gelombang kontraksi yang terus menghantam perutnya hingga Yasmine terus berteriak sekencang mungkin untuk menahan rasa sakitnya, karena di saat yang sama hantaman itu semakin menyakitkan 10 kali lipat dari hantaman sebelumnya. Air mata Yasmine terus keluar dan keringat yang juga membanjiri tubuh wanita cantik itu,  dengan sigap Yuna membantu mengelap wajah menantunya.

Perlahan napas Yasmine mulai tersengal-sengal dan berkali-kali Yasmine memejamkan matanya akibat kelelahan. Narendra yang pernah punya pengalaman koas saat di stase kandungan pun tahu bahwa sangat bahaya bila ibu yang sedang melahirkan memejamkan mata nya karena mata itu sendiri akam mendapat tekanan sehingga pembuluh darah di mata bisa pecah.

"Sayang! Sayang plisss lihat Aa ya sayang. Sayang! Jangan tutup matanya" Ucap Narendra yang terus memaksa Yasmine agar tidak memejamkan mata, lalu pria itu langsung melepas lengan Yasmine yang digantikan oleh pelukan erat pada tubuh Yasmine. Yasmine yang sudah lemah pun terus mencengkram lengan suaminya hingga kuku nya menancap di kulit Narendra.

"Ayo dek, kepala nya mau keluar ini udah keliatan." Seru Isyana yang sudah melihat kepala keponakan nya sudah terlihat.

"Ayo Yas, sekali lagi dorong yang lebih kuat!" Intruksi Isyana yang sudah bersiap-siap di hadapan kewanitaan adik iparnya.

Yasmine mengangguk lemah dan kedua lengan nya mencengkram kuat lengan suaminya yang sedang memeluk tubuh nya. Lalu dalam sekali hentakan Yasmine mengejan lebih kuat dari sebelumnya. Entah kekuatan dari mana seolah-olah Yasmine memiliki kekuatan baru untuk membawa anak mereka untuk segera datang ke dunia. "ALLAHU AKBAR!!!!" Jerit Yasmine sangat keras.

"Alhamdulillah, baby girl nya keluar! Sekarang jam 10.45 ya sus, tolong dicatat waktu lahir baby nya." Ucap Isyana sambil memberikan bayi cantik yang menangis kencang itu pada suster untuk di bersihkan.

"Tante boleh ikut Na?" Tanya Tania pelan.

Isyana yang sedang membersihkan bekas persalinan pun mengangguk sambil tersenyum lega. "Boleh banget tante.."

Sedangkan napas Yasmine masih terus tersengal-sengal di pelukan suami nya, sambil beberapa kali memejamkan mata nya. "Sayang! Sayang kamu masih stay kan? Sayang! Sayang!" Narendra panik, pria itu mulai meracau saat Yasmine tidak memberikan respon sama sekali.

"Sayang! Plisss jangan bikin Aa khawatir! Sayang! Ya Allah sayang!" Narendra masih terus berusaha sambil menggoyangkan tubuh lemah Yasmine. Bahkan pria itu sudah menangis heboh dihadapan istrinya yang masih berusaha mengambil napas nya dalam - dalam.

"Sebentarhh.... Aa.... akuh.... masih..
capehh....akuhh....disini....sayang.." Balas Yasmine pelan berusaha merespon suami nya dengan sisa tenaga yang ia punya.

Mendengar jawaban istrinya Narendra langsung memeluk Yasmine sambil terus menangis hebat. Bahu Narendra benar-benar bergetar, apalgi melihat Yasmine yang tidak merespon nya membuat Pria itu merasa ikut kehabisan napas. Nyaris Narendra kembali kehilangan dunia nya.

"Udah bang jangan nangis lagi. Itu malu diliatin sama Sus Lidya sama Sus Nia."

"Bodo amat.... aku..... hampir... kehilangan.....istriku... bun...." balas Narendra dengan nada yang parau bahkan airmatanya terus turun dari pelupuk mata nya.

"Sus Nia liat sus , dokter yang terkenal kaya kulkas dua pintu nangis tuh kaya anak kecil yang gak dibeliin es krim." Goda Isyana yang sedang membantu Sus Nia membersihkan bekas-bekas persalinan.

Yuna mengusap kepala Narendra pelan. "Makanya disayang terus ya istrinya! Liat tuh perjuangan sampe pertaruhin nyawa nya sendiri. Udah ah jangan nangis lagi. Lepas dulu itu pelukan nya,  kasihan nanti Yasmine sesek bang."

Perlahan Narendra melepas pelukan ditubuh lemah istrinya. Dan ditatapnya Yasmine dengan sayang. "Kamu jangan tinggalin Aa lagi. Aa gak bisa hidup tanpa kamu sayang." Ucap Narendra dengan nada yang seperti nya masih berusaha menahan tangisnya.

"Aku ada disini Aa. Gak kemana-mana."

"Bohong! Tadi.... kamu mau....ninggalin aku.....aku....aku....."

"Lah dia lanjut lagi nangis nya bund.." ucap Isyana yang terperangah melihat adiknya yang terus merengek pada istrinya.  Padahal istrinya baru saja melahirkan.

"Aku... takut.....kamu....bikin aku takut....."

"Iyah..maaf ya sayang." Balas Yasmine pelan sambil mengelus pipi suaminya.

"Gimana bun? Adik sehat?" Tanya Yasmine pelan.

"Alhamdulillah sehat sayang. Kamu istirahat dulu aja Ya? Adiknya lagi di bersihkan. Makasih ya nak udah kasih cucu yang cantik buat bunda." Ucap Yuna sambil mengecup dahi menantunya.

"Alhamdulillah...

***

"Ren makan dulu gih. Ini kita udah beliin lo makan. Lo berantakan banget anying." Ucap Ravi yang menyodorkan kotak berisi nasi uduk langganan mereka di rumah sakit ini.

Narendra mengambil kotak makan itu perlahan karena pria itu benar-benar merasa lapar. "Thanks ya...  eh iya, Ajen udah sarapan belum?"

"Udah lah dari tadi malah. Dia udah main di kamar sebelah sama Rafa dan Ardhan tapi Tenang ada Om Pradana yang awasin mereka." Balas Fabian pada sahabatnya yang sudah mulai menyuapkan makanan nya.

"Ya Allah baby nya lucu banget. Gemoy banget sih... berapa beratnya Yas?" Tanya Vania sambil melihat baby girl nya di gendongan Yuna.

"3,6 Kak. Sama kaya Ajen dulu." Balas Yasmine pelan, wajahnya masih tampak pucat.

"Solid banget nih sama kakak nya. Bisa samaan gitu berat lahirnya." Sahut Karenina yang menatap kagum bayi gembul itu. 

"Dulu Ardhan cuma 2.8 doang berat nya. Gemesh banget sih sayang. Embul..."

"Jodohin aja anaknya Bian sama Naren." Balas Zidan sambil terkekeh melihat iparnya yang makan masih saja terus menatap Yasmine. Seperti takut kehilangan sosok istrinya.

"Anaknya baru lahir loh Dan. Jangan macem-macem kamu!" Dengus Tania yang sebal dengan kelakuan putranya.

"Yaelah bercanda kali ah si mama baperan amat." Balas Zidan cuek tapi wajah nya sangat tengil.

"Nama baby girlnya siapa kak Yas?" Tanya Karenina yang berdiri disamping Vania yang juga sedang memperhatikan bayi yang baru berusia satu hari. Begitu menyita perhatian mereka.

Mendengar pertanyaan Karenina, Yasmine langsung menatap suaminya yang kebetulan sedang menatap nya juga. Lalu pria itu yang sedang mengunyah pun menganggukan kepalanya, mengizinkan untuk istrinya yang memberi tahu nama anak mereka pada para sahabatnya.

"Namanya Reychita Aluna Arsenio. Panggilan nya boleh Chita boleh Luna. Bebas aja, nyaman nya yang mana."

"Akhirnya kesampean ya Ren kasih anak nama nya Luna." Sahut Fabian santai, tapi langsung menjadi pusat perhatian Yasmine dan Vania bersamaan.

"Maksudnya?" Tanya Yasmine pelan.

"Dulu, Naren pengen banget namain anaknya Luna, katanya namanya bagus banget. Tapi yang keluarkan laki-laki waktu itu. Terus kemarin waktu kamu tujuh bulan suami kamu nyari nama buat anak kalian kan. Dan Naren bilang fix namain Luna kalau baby girlnya udah lahir."

"Aa gak ada cerita apa-apa tuh sama aku. Kok malah cerita ke Bang Bian? Yang istrinya Aa aku atau Bang Bian sih?" Ucap Yasmine yang berbalik menatap suaminya sebal.

Melihat istrinya yang merajuk pun buru-buru Narendra menghampiri Yasmine. "Enggak gitu sayang ku. Aa kan cuma ngobrol biasa sama Bian. Sharing doang. Bukan minta saran Bian. Kan nyari nama nya sama kamu. Pliss jangan marah ya?"

"Bohong dek. Tadinya mau Luna doang, jadi Aluna atas saran dari Bian. Katanya lebih cantik namanya." Kompor Zidan yang membuat Yasmine membelakangi tubuh suaminya.

"Dan gak usah mulai deh ah. Urusan hujan-hujanan aja gak kelar-kelar ngambek nya. Ah elah!" Seru Fabian yang jengah melihat wajah tengil Zidan.

Sedangkan Vania memicing menatap suaminya dengan ekspresi kesal. "Apa liat-liat?" Tanya Vania ngegas.

"Yang kamu jangan ikut-ikutan ngambek dong. Plisss sayang..."

"Bohong pan, dulu pas kasih nama Ardhan kan gak diskusi sama lo, malah diskusinya sama Naren. Marahin aja Pan." Ucap Zidan yang sangat gencar membuat para istri merajuk.

"Gak usah nambah-nambah Idan. Mama sunat kamu!" Tania mencubit perut putranya dengan keras.

"Aduuuuduu mamaa sakit....ampun ma.... perut Idan nanti sobek." Ringis Zidan yang perutnya mendapat cubitan maut dari mama nya.

Sedangkan Ravi menggelengkan kepala nya perihatin melihat kelakuan sahabatnya yang semakin hari semakin menyebalkan.

"Biarin Pi. Idan lagi kosplay jadi duda, maklumin aja ya laki-laki kesepian mah gitu. Caper" Sahut Bima yang duduk di samping Ravi sambil meledek Zidan sedang  mengelus perutnya bekas cubitan Tania.

"Kasian ya Idan. Mana masih muda." Lanjut Bima yang belum puas meledek putra tengah nya.

"Maksud papa apa? Idan masih waras ya! Nyebelin banget sih aki-aki satu!"

"Gakpapa, papa kan aki-aki black metal tau!"

"Heleh black metal apanya! Halu bange si papa!"

Kembali pada Narendra yang masih berusaha membujuk Yasmine yang beneran merajuk. "Sayang, jangan marah ya? Maafin Aa. Aa janji deh kalau diskusi pasti sama kamu." Ucap Narendra sambil mengusap lengan istrinya.

"Iya."

"Maafin Aa ya sayang?"

"Iya."

"Gak marah lagi kan?"

"Iya ish."

"Sini hadap Aa dulu, Aa mau liat cantiknya Aa." Bujuk Narendra agak istrinya tidak memunggungi nya lagi.

"Apa?" Ucap Yasmine berbalik menatap suaminya.

"Nah gitu dong! Sini peluk dulu, Aa mau peluk kesayangan nya Aa." Narendra langsung memeluk tubuh Yasmine dengan erat.

"Hadeuh dunia serasa milik berdua ya pemirsah" komentar Zidan yang merusak suasana antara Narendra dan Yasmine.

"Iri ya lau? Makanya baikan sama Gia. Kalah kamu sama si Indra udah gercep sama Chintya sekarang."

"Eh iya Indra kemana gak keliatan dari tadi?" Tanya Yuna yang masih menggendong cucu baru nya.

"Di group sih bilang mau nemenin calon mertua beli kado buat baby baru. Gimana nih Om ternyata berhasil jodohin ponakan Om sama Indra? Gak nyesel kan?" Tanya Ravi sambil terkekeh menatap Bima.

Bima merangkul Ravi sambil menepuk pundak pria itu. "Gak papa nanti kita besanan ya Pi! Cincai lah nanti oe atul atul bial jadi" balas Bima dengan aksen china yang dibuat-buat.

Ravi tertawa geli mendengar nada Bima yang selalu tengil dan energik. "Siap om. Nanti kita nikahin mereka. Biar gak usah pacaran-pacaran lagi. Kalau udah sreg gas aja ya Om."

"Betul itu! Eh tapi  ngomong-ngomong ada yang kurang deh."

"Kurang apa om?" Tanya Fabian penasaran.

"Aji kok dari lebaran gak keliatan sih?"

Yuna menghela napasnya pelan. "Gak tau deh, males aku bahas dia. Semenjak nikah jaga jarak banget sama keluarga kita."

"Oh lagi di rumah keluarga Winda ya?" Tanya Tania.

"Iya jengkel banget aku. Rasanya gak adil aja, setiap acara kluarga kita Aji absen mulu semenjak nikah. Winda nya masih belum mau adaptasi sama keluarga kita."

"Masih malu kali Yun.."

"Tapi menurutku sih bukan itu. Emang ga mau berbaur aja sama keluarga kita. Bahkan Safira bilang sosmed nya di block sama Winda." Jelas Yuna sambil menyimpan baby Luna di dalam box.

"Gara-gara?"

"Karna Safira sering nanyain Aji setiap Winda bikin story. Mungkin Winda ter ganggu."

Narendra menghela napas, pria itu jelas tau yang dialami adik bungsunya. Tapi sayang Narendra tidak bisa berbuat banyak, karena walau bagaimana pun Aji adalah kepala keluarga nya. Jadi tau mana yang baik dan tidak. Pria itu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk adiknya.

***

Haloo maaf ya telat update soalnya sempat hilang text nya🙏🏻🙏🏻

Happy reading!

Lusa aku balik lagi ke cerita ambivalence ya, lapak ini libur dulu🥰🥰





Continue Reading

You'll Also Like

22.3K 4.8K 53
❝ Sadar atau tidak, pengagum rahasia itu orang ketiga. Dan mungkinkah kamu termasuk ke dalam orang-orang itu? ❞ Started...
163K 20.5K 103
Tentang 14 mahasiswa yang merantau ke ibu kota. Berawal dari asing, menjadi dekat layaknya keluarga. Cinta dan pertemanan ada disini.
82.5K 7.9K 24
Selamanya setia ada dalam kamus Seungwan. Namun, apa selamanya setia juga ada dalam kamus Chanyeol? Ketika orang bijak mengatakan kesetiaan laki laki...
367 62 7
Tentang rumah tangga Shaka sebagai guru olahraga dan Shanika si perawat cantik yang dibangun secara tiba - tiba. Park Sunghoon ENHYPEN an Alternative...