Pengabdi Istri (The Series)

By Indomie2Bungkus

136K 14.3K 3.7K

Bersahabat sejak bayi membuat mereka bertujuh menjadi terikat secara tidak langsung, setelah bertahun-tahun b... More

1. Tukeran Kado
2. Naren Bulol Era
3. Tidak seindah yang terlihat
4. Aku sakit
5. bapak-bapak galau
6. Mulut lancip
7. Suami Sieun Istri
8. Pengeretan vs Sultan
9. Dia datang
10. Rekonsiliasi
11. Bocil Berulah
12. Cemburu seorang istri
13. Bertemu Gavin
14. Huru hara ini
15. Danindra to the rescue
16. Ada yang pundung
17. Curhat dong
18. Botram
19. Gengster Squad
20. Drama Puasa
Special Chapter
Special Chapter 2
22. Lepaskan?
24. Lebar-an (1)
25. Lebar-an (2)
26. Baby Girl
27. Kenyataan yang sebenarnya
28. Rayuan Maut Danindra
29. Jendra pelindung ayah!
30. Kehebohan Zidan
31. Agustusan Nih
32. Agustusan Nih (2)
33. Buy 1 get 1
34. Skandal Baru
35. The Arsenio's
36. Comeback Aji dan Indra
37. Siapa yang bodoh?
38. Ternyata....
39. Rencana - A
39. Rencana - B
39. Rencana - C
40. After
41. Fakta Baru
Special Chapter (3)
Special Chapter (4)
42. Ayo, cepet bangun ayah!
43. Obrolan tak berfaedah
44. Saat-Saat Menyebalkan
45. Nikmatnya Bergosip
46. Sayang Istri
47. Pengrusuh
49. Fabian vs Narendra
48. Lanjut Nikahan
50. Hilang
51. Katakan Peta
52. Ember Bocor
53. Keciduk
54. Tantrum
55. Ronda Core
56. Nama anak
57. Takdir yang Rumit
58. Keciduk Lagi
59. Sisi Menyebalkan Narendra
60. Bermalam bersama
61. Icon Pergaulan Bebas
62. Sakit

23. Galau part kesekian

1.9K 210 25
By Indomie2Bungkus

***

Waspada terhadap orang asing yg Berbaik Hati menawarkan Minuman-Makanan. Demi keamanan usahakan minta "Mentahnya" saja. 🤭🤭

***

Gia menatap handphone nya nanar, berulang kali wanita itu mencoba menghubungi suami nya tetap tidak di angkat. Bahkan sudah ratusan chat yang ia kirim kan pun di abaikan oleh suaminya. Dan ini kali pertama bagaimana dirinya di hiraukan oleh suami nya selama mereka kenal.

Gia menghela napas nya kasar. Dirinya benar-benar merasakan kelabakan yang luar biasa. Tidak bisa dibayangkan jika Zidan benar-benar akan meninggalkan nya seorang diri.

"Dan... angkat dong...." gumam Gia dengan nada yang sarat akan khawatir. "Kamu kemana sih?"

Sudah selarut ini Zidan tidak kunjung kembali ke rumah orang tua nya. Padahal Zidan sendiri bilang kalau setelah pulang kerja suami nya itu akan menjemputnya di rumah kedua orang tua nya. Tapi hingga pukul sepuluh malam masih tidak ada kabar juga.

Sebenarnya Gia ingin menunjukkan layout kamar mereka di rumah Kavi yang baru. Gia sudah membuang seluruh foto dirinya bersama sang mantan. Dan Gia juga sudah memasang foto pernikahan mereka, foto honey moon mereka, bahkan foto lebaran tahun lalu di Garut keluarga besar suami nya.

Ting

Buru-buru Gia membuka ponsel nya dan berharap mendapatkan chat dari suami nya.

Dan saat dibuka memang benar dari suami nya. Tapi Gia harus menelan pil pahit ketika suami nya memutuskan untuk memberi jarak kedua nya. Zidan tidak akan menjemputnya malam ini.

Maaf aku gak bisa jemput kamu malam ini. Lebih baik kita introspeksi masing-masing apa yang masih kurang di diri kita. Lebih tepatnya aku minta space untuk bisa memantaskan diri supaya aku terlihat layak menjadi suami kamu. Mungkin bisa melebihi Jauzan yang berhasil buat istriku gagal move on. Maafin aku yang masih banyak kekurangan nya sebagai suami. Lebih baik kita tidak perlu ketemu dulu. Satu hal yang harus kamu tau, aku mencintai kamu melebihi aku mencintai diriku sendiri.

Setelah membaca chat itu tidak lama kemudian Gia langsung terduduk lemas. Dengan tangis yang cukup keras sambil memukul dada nya sendiri.

"I..ini... Bercanda kan?"

Lalu Gia kembali melihat chat suami nya barusan. "I..idan gak pernah tinggalin aku... Idan pasti ngprank." Racau Gia yang terlihat kalut.

Terdengar pintu kamar nya diketuk oleh seseorang tapi Gia memilih mengabaikan nya dan lebih memilih menangisi sang suami yang kecewa kepada nya.

"Ya Allah mami ketuk juga. Kamu kenapa sih kak?" Tanya Kalista yang melihat anak tengah nya terduduk di lantai dengan kepala yang di sandarkan di kasur dan posisi nya membelakangi pintu.

"Kak... kamu kenapa?" Kalista menghampiri putri nya yang sudah berderai air mata.

"Astagfirullah kak! Kamu kenapa hei? Kenapa kamu nangis-nangis gini? Ya Allah PAPI!!! SINI PI!!! INI KENAPA ANAKNYA YA ALLAH!!" Panik Kalista memanggil sang suami.

Lalu pintu terbuka dengan kasar oleh Kavi yang ikutan panik mendengar teriakan sang istri.

"Kenapa Mi?"

"Ini anak kita kenapa? Aku tanya dia malah nangis-nangis doang."

"Ada masalah sama Zidan?"

"Gak tau Pi. Makanya mami bingung. Perasaan tadi pagi kalian berangkat kerja bareng kan?" Tanya Kalista pada putri nya yang masih menangis hebat.

"Udah tau kali laki nya. Kalau Kak Gia masih ngarepin mantan nya." Sahut Harsa saat memasuki kamar Gia.

"Maksud nya?" Tanya Kalista yang bingung dengan pernyataan putra bungsu nya.

"Haduh gimana sih mami, kan selama ini anak kesayangan mami papi ini diem-diem masih majang foto jaman pacaran sama mantan nya dulu. Si Jauzan brengski itu lho.. Malahan gak ada satu pun foto sama suami nya yang di pajang di kamar ini. Mami papi lain kali masuk kamar anak-anak nya dong. Masa gitu aja gak tau."

"Kalian kan udah pada nikah. Ngapain mami papi cek satu-satu kamar kalian. Kurang kerjaan aja."

"Tapi Mi, dengan gitu kan mami papi gak tau kalau ini orang udah nyakitin hati suami nya."

"Dek yang sopan." Tegur Kavi yang melihat putra bungsu nya semakin menjadi-jadi.

"Aku jengkel banget pi. Udah di bilangin hargain suami nya, ganti foto-foto itu jadi foto nikahan kek, liburan kek atau apalah yang jelas foto Kak Gia sama Bang Zidan tapi masih aja ngeyel keukeuh pertahanin halusinasi nya. Kalau udah kayak gini gimana? Siapa yang harus disalahin." Dengus Harsa yang membuat Kalista dan Kavi menghela napas nya kasar. Sedangkan Gia hanya diam dengan sisa-sisa air mata yang terus keluar.

Kalista menatap suami nya yang langsung dibalas anggukkan paham dengan situasi ini. Lalu Kavi buru-buru memberikan ponsel nya pada Harsa yang membuat Pria yang kini sudah beranak 1 pun mengerutkan kening nya. "Ngapain?"

"Telpon gih abang ipar kamu."

"Dih ngapain? Papi ajalah. Masa aku sih? Udah ah aku mau kelon sama Thalita dulu. Mumpung anak ku udah bobo." Pamit Harsa sambil berjalan keluar dari kamar Gia.

Tapi sebelum keluar dari kamar Gia, ancaman menakutkan keluar dari bibir Kavi yang ikutan jengkel dengan putra bungsu nya yang menyebalkan. "Kamu keluar dari kamar ini. Papi pecat kamu dari kantor. Dan bakal papi broadcast seluruh perusahaan di Indonesia supaya kamu gak diterima di perusahaan mana pun."

"Biarin ada Bang Zidan aku bisa kerja di tempat kerja nya." Balas Harsa pelan.

"Zidan dokter spesialis jantung di rumah sakit. Kamu itu lulusan Teknik sipil, yang ada kamu bakal di jadiin cleaning service sama ipar mu itu. Lamun urang ker ngomong teh tong ngajawab wae naha!" Sebal Kavi  melihat putra nya yang akan kembali membalas ucapan nya.

Sedang kan Kalista dibuat pusing dengan perdebatan suami dan putra bungsu nya yang malah semakin memanas. "STOP!!!! bisa gak sih kalian gak debat yang lain dulu? Ini Gia nangis terus kita harus gimana? Kamu juga dek, tau sikon dong udah nikah juga!"

"Oke papi yang telpon Zidan." Balas Kavi yang juga lelah menghadapi putra bungsu nya.

"Halo Dan, Assalamualaikum.." sapa Kavi saat telpon tersambung pada menantu lelaki satu-satu nya di rumah itu.

"Waalaikumsalam Iya Pi?"

"Papi ganggu ya?"

"Enggak kok pi. Ini Zidan baru pulang kerja. Ada apa ya pi?" Tanya Zidan disebrang sana berbasa-basi.

"Pi loadspeaker!" Bisik Kalista pada suami nya supaya mereka semua mendengar percakapan Zidan dengan Kavi.

Kavi pun menuruti untuk meloadspeakee tapi memberi isyarat untuk diam kepada semua nya termasuk pada Thalita istri dari Harsa yang baru bergabung.

"E... papi gak bisa basa basi sebenernya. Papi to the point aja ya. Kamu lagi ada masalah sama Gia ya nak?" Tanya Kavi dengan pelan, supaya tidak membuat Zidan terkejut dengan pertanyaan yang lebih kearah menodong sih.

Terdengar helaan napas pelan dari sebrang sana. "Sedikit pi. Namanya juga rumah tangga. Maafin Zidan ya Pi. Sebagai suami Zidan udah sangat gagal, malah buat ribut kayak gini. Zidan cuma lagi minta space aja sama Gia, kayaknya hubungan kita kan emang unik dari awal, jadi dengan kejadian ini biar kita sama-sama introspeksi diri. Zidan titip Gia dulu ya Pi..."

"Enggak dong nak jangan begitu, menurut papi kamu itu menantu dan suami yang paling the best. Tapi maaf banget papi sedikit lancang, kalau boleh tau ini ada kaitan nya sama Jauzan ya?"

Setelah bertanya seperti itu, tiba-tiba hening menyelimuti mereka tapi akhirnya kembali terdengar helaan napas panjang dari menantu nya itu. "Iya pi..." balas Zidan singkat.

Lalu Kavi menatap putri nya yang sedang mati-matian menahan tangis sesal nya. Kalau dilihat dari kacamata seorang suami, Kavi amat sangat mengerti bagaimana kecewa hati menantu nya itu disaat ia kira cinta nya terbalaskan tapi ternyata anaknya diam-diam masih mengharapkan pria lain yang sudah beristri pula.

"Yaudah kamu tenangin diri dulu ya nak. Kamu gak perlu khawatirin Gia, disini Gia aman sama kita. Maafin Papi juga yang lalai mendidik Gia, tapi papi harap setelah  masa cooling down kalian selesai, kalian semakin baik-baik aja."

Gia yang mendengar itu benar-benar tidak bisa menahan tangis nya lagi, wanita itu mengambil bantal di ataa kasur lalu menenggelamkan wajah nya pada bantal itu untuk menyamarkan tangisan nya. Gia merasa betapa bodoh dirinya telah menyia-nyiakan cinta yang diberikan oleh suaminya secara cuma-cuma. Bahkan pada kondisi seperti ini Zidan masih menutupi fakta tentang pil kb yang selama ini ia konsumsi diam-diam agar tidak hamil.

"Aamiin aamiin.. tolong jagain Gia ya Pi.."

"Siap Dan. Aman kok Gia sama kita. Kamu jaga kesehatan ya Dan, kamu juga jangan sampe sakit karna masalah ini. Nanti kalau dirasa membaik, kalian harus lebih banyak komunikasi lagi. Karna menurut papi, kalian masih banyak komunikasi yang perlu di perbaiki."

"Siap Pi. Insya Allah akan lebih baik lagi. Oh iya pi, Gia lagi apa ya? Dia baik-baik aja kan?"

Tiba-tiba Kavi melotot saat Harsa anak bungsu nya akan menjawab pertanyaan Zidan tapi untung nya dengan sigap Thalita istri dari Harsa langsung membungkam mulut suami nya. 

"Pi?" Panggil Zidan saat hening sejenak.

"Iya nak... maaf maaf tadi agak keputus-putus. Gia baik kok. Dia lagi di kamarnya sekarang."

"Alhamdulillah... Gia udah makan kan Pi? Zidam takut gerd nya kambuh. Soalnya tiga hari lalu Gia sakit Gerd lagi sampe lemes. Insya Allah besok Zidan kirim obat kesana ya Pi.. udah di resepin sama Ravi."

Kavi mengangguk meski menantunya itu tidak melihat. "Iya siap makasih banyak ya Dan. Kamu suami yang terbaik buat Gia. Gak semua orang bisa care sampe segitunya ke Gia. Dan kamu orang nya. Atas nama orang tua Gia, Papi minta maaf ya kasep, kalau selama menjadi istri kamu Gia banyak kurang nya dan malah bikin kamu sakit hati."

"Gapapa Pi, namanya rumah tangga harus banyak belajar. Kenal sama Gia dari kecil tapi masih banyak penyesuaian ketika kita mulai berkeluarga. Walau bagaimanapun Gia, Zidan tetap sangat sangat mencintai anak Papi."

"Gia harus tau nih kalau suami nya ini sesayang itu sama istrinya. Kamu ge jauh ti Gia tong loba begadang, tong loba pikiran. Istirahat nu cukup nya kasep?" Sindir Kavi kepada putri nya yang masih menenggelamkan wajah nya ke bantal. Tapi Kavi tahu pasti kalau putri nya itu pasti dengar.

"Muhun Pi. Siaapp. Nanti cepat atau lambat Zidan pasti jemput Gia. Maaf ya Pi jadi ngerepotin."

"Alah siga kasaha wae kamu mah. Yaudah papi tutup ya kasep. Kamu jaga kesehatan."

"Siap muhun pi, nuhun. Salam ka mami sareng ipar-ipar nya pi.."

"Siaappp mantu. Assalamualaikum.."

"Waalikumsalam." Balas Zidan merdu lalu panggilan itu di putus oleh Kavi.

"Ah kamu mah kak laki-laki sebaik Zidan di sia-siain. Nyesel kamu nanti. Lupain aja itu si borokokok, ngapain di pikirin terus. Dia aja gak mikirin kamu kan?" Ucap Kavi pada putrinya yang masih menangis karena shock, Zidan yang selama ini selalu sabar sampai harus meminta untuk tidak bertemu dulu itu artinya Zidan benar-benar kecewa kepada nya. Padahal Gia merindukan pelukan suami nya itu.

***

"Halo papa Idan!!" Sapa bocil kematian yang mendatangi nya sambil membawa sebotol dot bayi berisi es teh manis di tangan mungilnya.

"Apa cil?" Balas Zidan pelan sambil terduduk di mushola kecil yang berada di dalam rumah Narendra tempat pelarian pria itu selama menghindari Gia yang selalu mencari nya.

Jendra yang tadi nya sedang asik meminum es nya pun mendengus sebal. "Ish ini Ajen. Bukan Acil! Gimana sih papa Idan ndak bisa bedain."

"Emang acil siapa?"

"Ish itu loh kata Om Indla yang diemin pohon pisang."

"Hah siapa emang? Emang ada?"

Lagi - lagi bocah kematian itu mendengus sebal sambil menatap tajam papa nya. "Ck papa Idan ndak gaul sih huuuuuu! itu yang badan na walna putih-putih kaya lontong. Di iket-iket kepala na, tangan na sama kaki na. Dia jalan na lompat-lompat sambil tuing-tuing. Om Indla bilang itu namanya Acil."

"Emang harus kenal pocong dulu baru papa idan gaul? Haduh jangan keseringan main sama Om Indra deh... lama-lama kamu jadi pemuja setan."

"Oh belalti samaan dong Papa Idan sama Om Indla. Soalna Om Indla bilang papa itu puja-puja setan. Hiiiii selemmmm" balas Jendra sambil bergidik ngeri yang dibuat-buat. Membuat Zidan yang awal nya merasa sedih menjadi terhibur akibat celotehan nyeleneh ponakan nya itu.

"Enak aja. Ajen kali yang yang kaya Om Indra."

"Ish ndak. Bilangin bunda loh! Bial di talik kuping na"

"Dih ngaduan. Papa bener kok, Jen. Bukti nya Ajen minum es kan lagi puasa. Hiiii Ajen gak puasa. Berati kaya setannn....." Goda Zidan yang berhasil membuat bocah yang akan genap berusia enam tahun itu memekik kesal.

"AYAH, PAPA IDAN NA NAKAL NIH. BAJU BALU NA DI JUAL AJA! BIAL AJEN BELI CANCUT LAGI!!!!"

"Sayang tidak teriak-teriak ya. Kasian nanti tenggorokan Ajen sakit." Tegur Narendra saat mendengar putra kesayangan nya berteriak.

"Ish itu ayah, Ajen masa dibilang kaya Om Indla sih sama papa Idan, Ajen kan udah puasa na tadi pagi."

"Ya emang kenapa kalau sama kaya Om Indra?"

"Om Indla kan puja-puja setan, ayah!"

"Astagfirullah nak, bikin ayah kaget mulu nih. Belajar ngomong jelek dari siapa nak? Tidak ngomong jelek ya sayang. Nanti malaikat denger loh.."

Jendra menatap sinis Zidan yang masih menertawai nya puas. "Ishhhh gala-gala Papa Idan sih! Nanti kalau malaikat tulis-tulis Ajen nakal gimana? Huh Papa Idan ndak cees lagi sama Ajen." Sinis Jendra sambil berdiri dengan kembali memasukan dot ke dalam mulut nya.

"Ajen mau sama bunda aja! Bialin Ajen bilang-bilang bunda! Nanti bunda bilangin ke aki. Huuuuuh Ajen malah sama Papa Idan"

"Eits... mau kemana?" Cegah Narendra yang langsung menggendong putra nya yang masih merajuk.

"Ish Ayah nih Ajen lagi malah, Ajen mau ke bunda. Mau bilang-bilang kalau Papa Idan nakal sama Ajen."

"Yaudah kita sama-sama kesana."

"Yuk Masuk aja Dan. Disana mah panas, gak kena ac nya." Ajak Narendra yang langsung di angguki oleh Zidan.

"Loh Papa Idan kok ikut juga? Huh"

Narendra mengelus rambut Jendra lembut "Gak boleh gitu sayang. Kan Papa Idan, papa nya Ajen juga. Waktu Ajen bayi yang suka gendong-gendong kalau Ajen nangis, ya Papa Idan." Ucap Narendra dengan lembut berusaha menenangkan amarah Jendra.

"Loh anak bunda kenapa nih datang-datang udah misuh-misuh aja?" Sahut Yasmine

"Ajen kesyel bunda." Jendra turun dari gendongan ayah nya lalu memeluk sang bunda  dari samping. Bocah itu sudah tahu, kalau memeluk bunda nya dari depan nanti kena adik, 'Ajen kasihan bunda sama adik nya. Nanti gepeng kaya kucing tom jelly.'

"Kesel kenapa sayangku?" Yasmine membalas pelukan putranya sembari mengelus rambut bocah gembul itu dengan penuh kasih sayang.

Jendra langsung mengurai pelukan bunda nya dan menatap serius lawan bicaranya "Masa kata Papa Idan. Ajen sama kaya Om Indla yang puja-puja setan. Telus kata ayah kita gak boleh ngomong gitu, nanti malaikat tulis-tulis Ajen nakal. Jadi nya gala-gala papa Idan, Ajen di tulis-tulis nakal sama malaikat." Adu Jendra pada bunda nya yang sedang santai di sofa bed ruang keluarga.

"Gue bercanda doang Ren. Sumpah" ucap Zidan pelan pada Narendra yang fokus mendengar aduan Jendra nya pada Yasmine.

Sedangkan Narendra malah tertawa geli. "Santai aja Dan. Nama nya juga anak-anak. Lagi sensi juga dia."

"Sensi kenapa sih? Perasaan tiap hari sensi mulu dia sama gue"

"Tadi dia puasa setengah hari, tapi pas di suruh lanjut sama bunda nya malah ngambek."

"Oalah dasar bocil." Kekeh Zidan yang memperhatikan keponakan nya sambil menyandarkan punggung nya di sandaran sofa.

Melihat interaksi antara Jendra dengan ayah dan bunda nya membuat hati Zidan menghangat. Seandainya saja dirinya bisa merasakan momen itu, sudah pasti tidak akan ia sia-sia kan. Bahkan dirinya akan memberikan seluruh dunia dan seisinya hanya untuk anak nya kelak. Tapi sayang, semua harapan itu pupus tatkala sang istri diam-diam masih mencintai pria lain.

Sudah genap seminggu setelah malam keributan itu, dan hingga saat ini Zidan tidak berusaha untuk mencari tahu kabar istrinya. Walaupun beberapa kali Gia berusaha menelpon nya dan mengirimi ratusan chat tapi tidak membuat Zidan luluh. Zidan butuh waktu untuk menyendiri. Tidak peduli seandainya ia berlebaran seorang diri, yang penting Zidan bisa rehat sejenak dengan masalah rumah tangga nya.

"Aa pindahin dulu ya Ajen nya?"

"Jangan, belum pules A. Biarin aja disini."

"Tapi nanti perut kamu kena kepala Ajen loh. Yaudah bentar pake bantal aja ya.. Aa ngeri liat nya sayang." Bujuk Narendra pada sang istri agar kepala putranya tidak berada tepat di perut besar Yasmine.

Yasmine mengangguk setuju lalu suami nya beranjak dari duduknya mengambilkan bantal untuk putra mereka. "Yaudah pelan-pelan ya. Takut anak nya bangun lagi. Hari ini dia tantrum terus, takutnya kebangun tantrum lagi."

Suara percakapan suami istri dihadapan nya berhasil membuatnya terbangun dari lamunan nya. "Loh bocil udah tidur aja? Tumben amat. Biasanya mau tidur siang ada aja drama nya."

"Capek dia habis nangis tadi. Kasian bunda nya kewalahan banget." Balas Narendra yang membawa bantal dari kamar tamu dekat ruang keluarga.

"Nangis kenapa? Yang tadi?"

"Ada lagi. Dia kangen pengen di gendong bunda nya, tapi gue gak bisa kasih. Gue gendong dia malah berontak bosen katanya gue terus yang gendong. Di satu sisi Yasmine lagi hamil gede. Serba salah gue rasa nya." Keluh Narendra dengan helaan napas tapi berbanding terbalik dengan ekspresi nya yang  benar-benar terlihat menikmati momen ini.

"Ya masalahnya Ajen makin kesini makin berisi, gak tega juga gue liat si adek gendong-gendong Ajen."

Narendra mengangguk setuju pada ipar nya itu. "Bulan puasa gak tau kenapa nafsu makan nya Ajen makin tinggi. Biasanya di nego dulu kalau mau makan. Ini mah belum waktunya udah minta makan. Alhamdulillah sih, tapi takut jadi loss aja."

"Btw seru ya Ren punya anak?"

"Kenapa abang nanya gitu?" Balas Yasmine yang melihat tatapan abang nya mendadak sendu.

"Gak papa, rasanya gak sabar aja pengen punya kloningan sendiri. Biar ada tujuan hidup, sama kaya Naren yang setiap punya rezeki lebih, hal pertama yang di pikirin pasti anak dan istri."

"Lo kan udah ada bini, tujuan hidup lo udah jelas, Dan. Masalah anak kan Allah yang ngatur, selain berdoa lo juga ikhtiar sama Gia."

Mendengar itu Zidan mendengus pelan. "Gimana mau punya anak, diem-diem bini gue selalu minum pil kb setelah kita melakukan itu. Di depan gue di pura-pura sedih karna belum hamil, sampe ribut sama nyokap gue belain Gia. Tapi ternyata dia yang gak mau hamil."

"Hah? Gimana?" Balas Narendra dengan ekspresi terkejut.

Sedangkan Zidan malah terjekeh melihat ekspresi ipar nya yang cengo. "Kaget kan lo? Apa lagi gue. Lo tau Ren apa yang lebih menyakitkan?"

"Apa?"

"Di kamar Gia semua full foto dia sama Jauzan mantan nya yang brengsek itu. Bahkan foto pernikahan gue sama dia aja gak ada satu pun yang dia pajang di kamar nya. Disitu gue sadar, ternyata memang hanya gue yang berusaha di pernikahan ini. Pantesan aja selama hampir dua tahun pernikahan gue sama dia, gak pernah boleh gue nginjekin kamar dia di rumah mertua gue dan bukber kemarin untuk pertama kali nya tapi jadi ketauan kalau dia masih gagal move on dari si Jauzan. Ren, coba gue tanya ada jalan lain gak selain cerai? Terus terang gue egois banget kalau masalah hak kepemilikan. Gue gak mau lepasin Gia."

"Hmmm gimana yaaa, kalau masalah hati sih apalagi sama perempuan gue mah masih remed, Dan. Gue bisa di titik ini aja, karna bimbingan dari bini gue. Tapi gue cuma mau tekanin aja, apapun masalahnya jangan sampe ada pikiran mau cerai deh. Kalau bisa di perbaiki ya perbaiki, kalau di kasus gue sama bunda nya Ajen kan kurang komunikasi, ya setelah mulai pacaran lagi dan akhirnya rujuk kita tebelin komunikasi nya bahkan hp pun kita sama-sama terbuka. Semua akun sosial kita juga sama-sama pegang. Tapi tetep kendali kita sebagai pemilik, pasangan kita harus tau aja. Nah pertanyaan nya case nya antara lo sama Gia apa? Biar bisa tau solusi yang harus diambil."

"Gue juga gak tau... gue merasa baik-baik aja. Gue udah kasih semua yang gue punya buat Gia. Ketika feedback dia biasa aja gue merasa gapapa. Karna Gia bukan tipe yang terang-terang kaya adek gue kalau suka sama orang. Dia lebih keliatan cool, tapi kan jadinya gue salah. Ternyata emang Gia masih gagal move on dari si Jauzan. Bukan cinta sama gue."

"Iya sih... bingung juga ya.. tapi dan, coba lo pikirin baik-baik. Siapa tau ada masalah kecil, tapi lo berdua anggap remeh tapi justru itu yang jadi akar masalahnya." Narendra menatap istri nya yang sedari tadi mengusap kepala nya dengan sayang karena pria itu duduk menyamping tepat di bawah sofa yang di duduki sang istri. "Menurut bunda gimana? Sudut pandang perempuan?"

"Hmmm, kata aku sih bukan gagal move on. Teh Gia mungkin masih ada hal yang belum selesai sama mantan nya itu entah itu validasi atau keyakinan kalau Teh Gia harus lepasin itu semua, mungkin Teh Gia punya suatu janji atau hutang sama mantan nya itu, bisa jadi alam bawah sadar nya seperti belum lepasin dia. Aku yakin Teh Gia juga punya rasa yang besar buat abang. Keliatan banget disaat Teh Gia natap abang kalau lagi masak atau lagi ngobrol bareng-bareng. Aku bukan mau belain ya, ini sudut pandang aku sebagai sesama perempuan. Sama hal nya dengan Aa yang katanya udah cinta sama aku, tapi butuh validasi dan keyakinan kalau aku itu worth it untuk di cintai sama Aa. Begitu pun Teh Gia."

"Koreksi dong, Yang. Bukan katanya. Aa emang cinta sama kamu dari awal."

Yasmine tersenyum lalu membelai pipi suami nya yang makin hari semakin seperti cimol "Iya iya maaf.. tapi inti nya Teh Gia hanya butuh keyakinan. Karna kasus nya sama kaya suami ku dulu, Aa sama Teh Gia sama-sama pernah dikecewakan masa lalu mereka. Jadi untuk kembali percaya sama orang lain walaupun orang yang dia cinta tetep aja susah percaya."

"Tapi dek, salah gak kalau abang masih belum mau ketemu sama Gia? Abang masih belum siap. Abang takut kalau abang gegabah bisa kehilangan dia."

"Ya enggak dong. Aku juga dulu gitu kok. Aku menghilang sejenak, aku cooling down dengan enggak ketemu Aa dulu. Aku gak mau meledak-ledak juga waktu itu. Tapi aku saranin jangan terlalu lama, kalau aku dulu kelamaan jadi nya gak baik juga. Atau abang hubungi dulu kedua orang tua Teh Gia. Kata abang mereka tau kan masalah ini? Biar gak di kira lepas tanggung jawab."

"Beberapa hari lalu abang telponan sama papa nya Gia. Abang gak jelasin kronologi lengkap nya sih khawatir Gia yang malah di marahin.. tapi papi mami Gia ngerti, kita berdua perlu cooling down. Jadi H-1 lebaran abang mau di tempat mama papa aja. Habis salam-salaman baru abang kesini lagi sama mama papa. Katanya mereka mau nginep disini kan?"

Yasmine tersenyum sembari mengangguk. "Yaudah gapapa yang penting abang jangan terlalu banyak pikiran. Untuk sekarang saling introspeksi diri aja, siapa tau kejadian ini bisa buat abang sama Teh Gia bisa lebih menghargai satu sama lain." Balas Yasmine dengan nada yang menenangkan, sampai berhasil membuat suami nya terpesona part kesekian dengan istrinya itu.

"Aa kenapa liatin aku terus sih?"

Narendra pun masih menatap sang istri dengan tatapan memuja nya. "Kamu cantik banget sayang. Masya Allah Bidadari surga Aa."

"Ren puasa Ren. Ya elah random banget sih lo.."

"Ck, ya kaga random lah. Orang mensyukuri dengan nikmat Allah dan salah satu nya menganggumi kecantikan istri nya sendiri."

"Iya dah, Naren mah selalu benar." Zidan mengangguk saja dari pada berabe.  "Btw Ren, masalah gue sama Gia tolong keep aja ya. Jangan cerita ke siapa-siapa juga, dan soal Bian, Rapi, Aji dan Bang Gapin gue ceritain nya nanti aja."

"Berarti Indra tau?"

"Tau. Makanya biar lo sama Indra aja yang tau. Gue curhat gini bukan cuma sebagai sohib loh, soalnya bagaimanapun juga lo ipar gue, adek gue juga. Kalau masalah ranah kekeluargaan gue pilih-pilih lah cerita nya. Kalau Indra sih, satu-satu nya manusia yang masih sendiri diantara kita dan berpotensi bisa nemenin kegalauan gue."

"Indra itu bidadari tak bersayap ya buat kalian. Pantes kemarin ngilang nya barengan. Bini gue sampe khawatir." Sahut Narendra dengan mata yang mengerling pada istrinya dan di balas kedipan centil ala Yasmine yang membuat suami nya terkekeh gemas. Sangat menggemaskan.

"Kan lagi di apart lo Ren. Ngegalau bareng kita disana."

"Oh ya? Gue udah lama gak kesana, semenjak pindahan kesini."

"Kalau ayah mau kesana, ya kesana aja." Sambung Yasmine pelan.

"Engga ah bund, nanti ajalah. Percuma juga kalau kesana yang ada mikirin kamu terus. Aa nya gak tenang. Habis kamu lahiran aja sempetin kesana sebentar."

"Tenang Indra tidur disana lagi Ren. Aman lah dari hantu-hantu. Dia jago ngusir hantu nya."

Narendra hanya bisa geleng-geleng kepala, galau nya seseorang yang berkepribadian ceria memang efek nya sangat luar biasa. Dulu dirinya juga pernah berada di tahap itu bahkan lebih parah. "Kebanyakan gaul sama Indra lo ah. Pusing gue, bahas nya tuyul, pocong, kuntilanak dan sebangsa nya. Anak gue juga tiap malem mau tidur bahas nya itu terus."

"Liat beneran kali Ren anak lo."

"Mana ada ah. Jangan bahas kaya gitu deh. Ngeri gue."

"Takut ya lo!" Ledek Zidan pada ipar nya.

"Ck mana ada!"

"Halah ngaku aja deh. Dek, Naren penakut ya?" Tanya Zidan pada adiknya yang tertawa memperhatikan suami nya yang panik.

"Biasanya sih gak takut. Tapi gak tau kenapa semenjak aku hamil parnoan banget nih. Masa ke kamar mandi aja harus di anterin sama anak bujang nya." Balas Yasmine dengan wajah nya yang jenaka. Puas meledek sang suami yang bau-bau nya akan merengek manja.

"Ayaaangggggg..." nah kan benar tepat sasaran. Badan boleh kekar dengan otot besar di perut, dada dan kedua lengan nya. Tapi jangan salah ayah otw 2 anak ini nyali nya lebih tipis dibandingkan anak mereka yang akan genap berusia 6 tahun.

"Sumpah Ren. Aneh banget gue liat lo menye-menye gini. Geli anjrit" dengus Zidan sambil melemparkan bantal pada ipar nya itu.

***

Kini ku tahu bila cinta tak bertumpu pada status
Semua orang tahu bila kita sepasang kekasih
Namun status tak menjamin cinta

Lagu yang dibawakan oleh Maudy Ayunda tidak luput dari lagu yang di senandungkan oleh Zidan saat menumpang nyanyi ruang karaoke di rumah Narendra setelah sholat tarawih berjamaah tadi.

Kini ku tahu bila cinta tak bertumpu pada lidah
Lidah bisa berkata namun hati tak sejalan
Kata-kata tak menjamin cinta

Kenapa hanya dengan sebuah lagu berhasil membuat nya lemah? Zidan yang sudah tidak kuat bernyanyi pun langsung disambung oleh Danindra yang kebetulan di panggil Zidan untuk menemani kegalauan pria itu.

Untuk apa untuk apa cinta tanpa kejujuran
Untuk apa cinta tanpa perbuatan
Tak ada artinya

Sedangkan Narendra, Fabian dan Ravi hanya menatap khawatir Zidan dan Danindra dari daun pintu.

Untuk apa untuk apa cinta tanpa pembuktian
Untuk apa status kita pertahankan
Bila sudah tak lagi cinta...

Begitulah bait akhir lagu yang di nyanyikan oleh Zidan dengan suara yang bergetar.

"Beneran masalah gede nih bocah sama bini nya." Sahut Fabian melihat bagaimana terpuruknya Zidan.

Lalu Ravi menatap Narendra yang sejak tadi terdiam hanya memperhatikan Zidan dari jauh. "Gue yakin lo tau masalahnya. Itu anak kenapa sih Ren? Watir gue sumpah."

Narendra hanya mengedikkan bahu nya santai, walaupun raut wajah nya terlihat sangat mengkhawatirkan ipar nya itu. Apalagi mendekati waktu HPL sang istri yang dimana setiap malam istri cantiknya itu menangisi nasib sang abang tercinta yang begitu mengenaskan. Narendra sebagai suami benar-benar kalang kabut karena beberapa kali Yasmine merasakan keram perut setiap kali membahas Zidan.

"Jangan tanya gue dulu. Gue juga lagi pusing, masalahnya abang nya yang galau, adek nya yang nangis tiap malem, perut nya sampe kram terus. Mana mau lahiran seminggu lagi kalau sesuai HPL. Kita doain aja mudah-mudahan semua nya segera membaik. Hubungan Zidan sama Gia, dan Indra cepet dapet jodoh. Karna Indra juga keliatan mengkhawatirkan."

Ravi mengangguk setuju memang benar adik bungsu nya itu sedang di masa rentan. Setelah di tinggal oleh Aline lalu Yeslin menikah membuat keadaan Danindra sangat memprihatinkan pasalnya setiap malam Danindra akan menonton atau mendengarkan paranormal experience dengan keras-keras dari kamar nya. Bahkan Danindra pernah keluar dari rumah nya tengah malam karena ingin melihat bagaimana kuntilanak mencari mangsa. Benar-benar diluar nalar.

"Iya lagi, si Indra juga makin kesini malah makin sering keluar ke tempat-tempat angker. Gue takut si Indra kerasukan kuntilanak perawan anjir."

"Apaan sih Bi? Mana ada kuntilanak perawan? Lo juga sama aja ah." Sergah Ravi yang semakin ketar ketir dengan tingkah sang adik.

"Lah serius gue njir. Gue denger dari Om Bima. Om Bima kemarin nasehatin Indra gitu." Balas Fabian yang nampak ikut ngegas. Sumbu nya mendadak menjadi pendek setiap kali berbicara dengan Ravi.

"Papa..." panggil Rafa yang membawa buku ditangan mungilnya.

"Kenapa sayang?" Tanya Ravi sambil mendudukan putra nya di pangkuan.

"Apa mau kaya abang."

"Kaya abang gimana nak?"

"Inih.." Rafa memberikan buku milik Jendra pada Ravi yang terlihat bingung.

"Kumon?"

"Hu'um"

"Papa gak ngerti sayang, papa tanya mama dulu ya?" Balas Ravi yang masih tidak menangkap maksud sang putra.

Fabian yang melihat bagaimana polos nya Rafa pun dibuat tergelak geli karena seorang Ravi yang terkenal memiliki sumbu pendek harus menghadapi anak nya sendiri yang selalu menguji kesabaran dan kewarasan nya. "Makanya jangan kerja mulu! Bahasa anak sendiri masa gak paham. Belajar sama Naren dong. Dulu walaupun cerai, ngedidik anaknya bener-bener seiring sama Yasmine. Jadi paham anak mau apa." Ucap Fabian dengan wajah yang super julid. Untung saja bisa Ravi tahan untuk tidak segera mendamprat papi dari bayi malang bernama Ardhan. Papi nya sangat julid seperti ibu-ibu komplek.

"Ini bapak-bapak malah ngegosip disini! Gimana sih? Jagain anak nya dong. Kita masak-masak jadi susah. Di recokin terus" Seru Vania sambil memberikan Ardhan pada Fabian yang langsung kicep melihat kesinisan istri nya.

"Yaudah yuk masuk aja kedalem. Idan sama Indra mungkin butuh space buat ngehibur diri." Ajak Narendra pada kedua sahabatnya itu untuk memasuki ruang keluarga rumah besarnya.

"Tuh masuk juga akhirnya." Sambut Karenina melihat para bapack-bapack yang memasuki ruang keluarga dimana para ibu sedang membereskan sarimbit mereka lebaran nanti.

"Katanya mau masak. Kenapa jadi beresin baju?" Tanya Fabian dengan heran sambil menatap sang istri yang justru terkekeh.

"Masak nya udah. Maksud nya itu tadi. Bukan nya jaga anak-anak malah asik ngintipin orang galau."

Fabian menatap istrinya dengan helaan napas panjang. "Bang liat tuh mami nyebelin sama papi." Ucap Fabian yang seolah mengadu pada anak semata wayang nya yang asik lompat-lompat di paha Fabian.

"Ish papi ngaduan ya bang!" Balas Vania sambil menatap gemas putranya yang tertawa karena dikira sedang diajak bercanda oleh maminya.

"Anak kita mana sayang?" Tanya Narendra pada sang istri yang sedang melipat baju sarimbit.

Yasmine menujuk kearah sofa yang dimana Jendra sedang mengerjakan PR nya. "Lagi buat PR. Tadi sore kan udah janji mau ngerjain habis tarawih."

"Tapi kenapa bibir nya maju gitu?" Tanya Narendra sambil terkekeh geli dengan tingkah putranya yang merajuk sambil mengerjakan PR.

"Hahaha gapapa, namanya juga penyesuaian. Ajen kan udah janji mau ngerjain PR malam ini, jadi harus di tepati. Biar dia sendiri belajar dari konsekuensi membuat janji itu harus di tepati. Biar kedepan nya gak jadi anak yang cuma janji aja."

"Ren, Ajen masuk kumon?" Tanya Ravi setelah bertanya keinginan putrannya pada sang istri.

Narendra yang kini sedang memijat kaki Yasmine pun menoleh lalu mengangguk dengan pertanyaan Ravi. "Iya ambil prasekolah."

"Apa gak papa Ren?"

"Maksudnya?"

"Sekolah TK juga, Kumon juga."

"Anak nya sendiri yang minta. Tadi nya nanti aja pas habis Yasmine lahiran. Eh pundung anaknya, yaudah langsung daftar sekalian usg terakhir Yasmine. Kenapa emang nya?"

"Nih ada yang mau ikutan" balas Ravi pada putra nya yang polos , pria itu sudah kesal sendiri, anaknya malah minta yang aneh-aneh.

"Kayaknya Ajen Role mode bocil-bocil ya? Kemarin Gavriel, sekarang Rafa nanti anak gue kayaknya kalau udah gede." Balas Fabian sambil memangku putra nya yang hampir akrobat.

"Jadi kepala suku ya sayang." Ucap Vania sembari mengusak kepala Jendra dengan sayang.

Jendra menatap Vania dengan wajah polos nya "Ada apa mami?"

"Engga sayang. Lanjutin aja kerjain PR nya. Mami cuma suka liat Abang Ajen pinter sekali."

Jendra pun terkekeh sambil kembali mengerjakan PR nya, dan kemungkinan kali ini sudah tidak merajuk lagi. "Okie dokie mami!"

"Masukin Aja lah Rapi. Bagus semangat belajar nya tinggi." Sahut Vania pelan yang dianggukki oleh Karebina langsung.

"Kalau cuma ikut-ikut Ajen doang yang ada pening nih pala. Biaya juga gak sedikit kan?"

"Tapi Ajen bener-benar anak Bang Naren banget sih." Ucap Karenina yang memeperhatikan Jendra dari tempat duduk nya.

"Iyalah anak gue Nin! Semuka-muka gue banget. Pembuatan nya juga gue inget waktu hujan-hujan di apartemen."

Ravi mendengus sambil melemparkan gulungan tisu ke wajah Narendra yang tengil. "Bukan itu bago-Ah shit maksud nya lebih ke semangat belajar nya tinggi. Selain muka, pembawaan diri ya semangat belajar nya itu. Nah kalau tengil gue yakin bukan dari keluarga lo."

"Harus di akui, itu jelas dari keluarga aku bang." Balas Yasmine yang langsung mengundang tawa dari mereka.

"Gak papa, yang penting Aa cinta sama kamu." Balas Narendra sambil mengecup pipi istrinya.

"Gak nyambung et dah. Ngemeng sono sama tembok. Dulu mah boro-boro ya Yas. Di marahin mulu kamu dulu." Dengus Ravi yang membuat Yasmine tertawa sambil memperhatikan sang suami yang mengerucutkan bibirnya.

"Gak papa Bang. Yang penting sekarang suami ku udah ngebuktiin sayang aku, sama anak-anak aku." Balas Yasmine sambil membelai pipi suami nya. "Iya kan sayang?"

Narendra mengangguk sambil tersenyum. "Makasih sayang ku..."

"Yang penting mah ga di tinggal bini minggat ke rumah mertua terus sakit parah sampe di infus ya Ren." Sindir Fabian pada Ravi yang memang sumbu nya selalu pendek.

"Hadeuh minta restu dulu sono sama mertua" balas Ravi yang juga tidak mau kalah.

***

Bonus.

Continue Reading

You'll Also Like

KKN 110 By Els

Teen Fiction

115K 10.9K 43
Sebenernya KKN itu apa sih? Kuliah Kerja Nyata? Kenalan Ketemuan Ngilang? Kisah Kasih Nyata? atau Kejebak Kenangan Nih? Menceritakan segala lika-liku...
231K 15.1K 44
"Ketika rasa benci dan sayang sama-sama tinggi" - Gracia
390K 6K 76
Peringatan keras, INI ADALAH CERITA DEWASA. ANAK DIBAWAH UMUR 18 DILARANG BACA. Kumpulan cerita dewasa misteri ilmu gaib dengan adegan sex dewasa.
45.7K 3K 15
Serba serbi Jaeyong family ft Beomgyu disinilah wadah kalian menemukan banyak cerita dengan berbagai genre mulai dari dunia fantasi hingga melokal al...